NovelToon NovelToon

Terjebak Cinta Tuan Bipolar

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Prolog

Della Maharani, adalah salah satu dari sekian banyak gadis cantik yang lahir dan tumbuh di kota kembang. Memiliki keluarga harmonis dan kehidupan normal membuatnya tumbuh menjadi pribadi baik. Meskipun seringkali ia dijahili tetangga depan rumahnya, Senopati Dewandra, si pemuda usil, menjengkelkan tapi berbakat. Pemuda yang terpaut 1 tahun diatas Della ini, berparas cukup tampan, hanya sayang acap kali berganti pasangan atau biasa orang sebut playboy.

Bagi Della, Seno bukanlah tipe laki-laki idaman, ia tau luar dalam pemuda itu, belasan tahun mereka bersama sebagai tetangga tak mungkin Della tak tau. Tapi siapa sangka postur tegap terbalut kesempurnaan ini memiliki sisi gelap nan rahasia yang bahkan Della pun tak tau.

🌟 Blurb

Della sering berkata jika Seno bukan gila seperti yang sering gadis-gadis itu katakan. Dengan semua kelebihan dan kekurangannya Della terjebak dalam pusara cintanya.

Cinta memang tak pernah jauh, dia selalu ada dalam radarnya. You are the one and only, Senopati Dewandra.

Deru mesin mobil keluaran terbaru semakin terdengar jelas di telinga si gadis yang tengah berbaring dengan posisi kepala menggantung di ujung ranjang, surai kecoklatannya terburai indah sedikit bergelombang.

"Ta--ta! Denger, tuh Seno balik. Taruhan, siang ini ceweknya pasti ganti lagi!" Sudah hapal betul Della dengan kelakuan minus akhlak si titisan Dewa poligami, ceu pat kay. Baginya setampan-tampan Seno ngga lebih dari duit seribu, cuma laku buat beli teh gelas! Daripada harus memuji dan memuja Seno mendingan ia ngajak kencan pocong yang lagi meriang.

Kedua gadis ini langsung beranjak, tak ingin melewatkan kesempatan emas jadi tetangga nyinyir yang julid nyelekit.

Jendela yang hanya seluas dua depa itu penuh dan sesak kaya loket kantor pos saat pembagian blt.

"Hooh lah Del, tapi yang ini lumayan cantik! Mirip artis siapa tuh yang suka nyari sensasi?" Rista memuji body semox nan cantik pacar Seno dengan menelan salivanya berat, apalah dayanya yang cuma cewek tambal-tambalan, ada yang suka aja udah alhamdulillah.

"Siapa? Mpok Elly?" Tembak Della.

Dugh!

"Adawww!" Della mengusap jidatnya yang barusan di dorong oleh Rista, gadis itu berdecak keras, "yang bener aja!"

Della tertawa lalu fokusnya kembali ke arah sebrang kaca jendela kamarnya, dimana adegan uwu tengah dilakoni sepasang kekasih bucin.

Della mencebik dan menyunggingkan bibirnya sepaket muka nyinyir, "ihh! Lebay banget!" Ketika Seno mendaratkan tangannya di kepala si gadis dan mengusapnya penuh kelembutan, terlihat sorot mata sayang terpancar dari si pemilik senyum sejuta watt itu, tak kalah dengan si gadis yang tersenyum senang, serasa Seno adalah Rama dan ia Sinta.

"Ini kita miris banget ngga sih?! Liatin orang pacaran di balik kaca jendela," aku Rista menyadari.

Keduanya saling pandang lalu sedetik kemudian tertawa kencang, "udah kaya paparazzi-nya Seno!"

"Gua tebak abis ini pasti keluarin paper bag belanjaan dari jok belakang!" Tebak Della.

Tak lama kemudian, yang terjadi setelahnya adalah tebakan Della tak meleset.

"Tuh kan!" Serunya, yes! Harusnya dapet hadiah nih gelas mug cantik.

"Ha-ha-ha! Amboyyyy, tetangga perhatian, sedetail itu tau barang bawaan!"

"Tau ngga isinya apa?" Tanya Rista menantang.

"Tau lah! Isinya....." bisik Della.

"Apa?!" Gadis berambut sebahu ini semakin dilanda rasa penasaran, jangan sampai ia berubah jadi si manis jembatan Ancol karena Della.

"Je--ro--an!"

Betapa tercengangnya Rista mendengar itu, "hah!! Gilakk!"

Della tertawa keras melihat wajah terkejut sahabatnya itu, tanpa disadari pandangan seseorang melihat ke arah jendela kamar Della dan tersenyum smirk.

"Ngga mungkin!" Geleng Rista tak percaya.

"Ya udah kalo ngga percaya, gua tau dari tante Anggi, kan tante Anggi suka ghibahin anaknya sendiri bareng mamah Della, mereka mah soulmate, kemana-mana bareng tak terpisahkan. Cuma anaknya aja yang ngga akur!" Aku Della membalikkan badannya jadi membelakangi jendela, namun ia menempelkan punggungnya tipis di kaca setebal 3 mm itu, ingat betul ia betapa Seno usil dan menjengkelkan meski tak jarang pemuda itu baik juga.

"Lu ngga suka gitu Del, sama doi?" Tunjuk Rista dengan dagunya ke arah rumah Seno, kini sepasang kekasih itu sudah masuk ke dalam halaman rumah Seno.

Gadis itu menggidikkan bahunya sembari melipat kedua tangan di dada, "amit-amit! Gua masih percaya sama cinta yang tulus, masih banyak kok cowok di luar sana yang bisa cintai cewek dengan tulus dan cukup satu aja! Biar dikata dunia udah mau kiamat dan perbandingan cewek-cowok di dunia udah 1 banding 4, tapi kalo cowoknya modelan cassanova kelas ikan betok gitu mah ogah!" Tolaknya mentah-mentah.

Terdengar suara memekik serupa dengan toa posyandu, "neng! Ajak neng Rista makan siang dulu!"

"Asikkk! Ini yang gua demenin dari tante Gina, selalu anggap gua anak angkatnya!" Seru Rista.

"Cih, keenakan! Pulangnya bayar ya, kalo ngga cuci piring!"

Kedua gadis ini meninggalkan kamar menuju lantai bawah.

"Tante Gina, tante tersayangku yang cantik jelita! Makasih selalu inget ngasih makan tamu!" Kata Rista, beribu-ribu kata manis selalu jadi senjata Rista menggombali mamah Della.

"Tamu ngga tau diri, ma! Namu kok tiap hari," gerutu Della mengekori sahabatnya duduk di meja makan.

Mamah Gina tersenyum, "ngga usah kamu sebutin juga tante mah emang cantik jelita dari lahir!" Balas mamah Gina.

Della memeletkan lidahnya mendengar obrolan jijayudin mamah dan temannya ini, yang sama-sama ber-otak kurang se-ons.

"Neng, sebelum makan tolong kasiin ini buat tante Anggi!" Pintanya menyerahkan kotak makan plastik berwarna biru berisi buntil daun singkong.

"Kirain kalo sebelum makan do'a dulu, taunya sebelum makan sekarang mah harus ke rumah tante Anggi dulu," keluh Della, malas sekali harus kesana disaat si playboy cap asin jambal ada di rumah bersama pacarnya, pasti lagi ayang-ayangan kamvrett deh! Ujungnya ia juga yang dijahili Seno.

Rista mengulum bibirnya, sadar jika temannya ini ogah bertemu dengan Seno dan pacarnya.

"Nanti aja atuh ma, makan dulu. Nonton dulu, kan siapa tau tante Anggi juga lagi makan siang, jatohnya ganggu!" Alasan Della.

"Justru bagus atuh, jadi biar langsung dicobain sama tante Anggi, sok enggal geulis (cepetan cantik)!" Bujuk ibunya.

Sebagai anak sholeha nan cantik, imut dan tidak sombong, akhirnya mau tak mau Della pergi menenteng kotak makan sepaket bibir manyun dan hati yang misuh-misuh.

Ia merapikan rambut panjangnya meski tanpa repot-repot mengganti pakaian rumahnya, hanya tinggal menyebrang jalan sekitar 10 meteran saja ia sampai di rumah tante Anggi.

Dari luar pagar terdengar suara cekikikan gadis, itu artinya kedatangan Della justru akan mengganggu pasangan kekasih yang sedang dimabuk cinta, kaya nyamuk aedes!

"Ihhh, lagian mamah apa-apaan coba! Kan bisa telfon tante Anggi dulu gitu janjian di tengah jalan," gerutunya ragu-ragu melanjutkan tujuannya.

Della berulang kali menghela nafas, menarik ulur langkah kaya tarik ulur perasaan, hingga suaranya kini bercicit layaknya tikus, "misi! Assalamualaikum!"

Tak ada sahutan, malah cekikikan mereka semakin asik, entah apa yang sedang dilakukannya, ingin rasanya Della memberondong dengan senjata membuka pagar rumah dan menerjang si pagar besi demi masuk ke dalam. Wajahnya sudah memerah menahan malu nan gugup, "ih, be\*go banget sih! Yang pacaran siapa yang malu siapa?!" Omelnya dengan pipi menggelembung.

Sekali lagi ia mengucapkan salam, kali ini lebih kencang, "permisi, assalamualaikum!"

Kini suara cengengesan itu sunyi, hingga langkah kaki seseorang membuka pintu pagar.

"Nih ambil! Lain kali kalo minta sumbangan harus ijin Rt--Rw, jangan seenaknya masuk kompleks!" Tangan itu menyerahkan uang pecahan 20 ribu ke depan wajah Della dengan ucapan bernada sengak nan menyebalkan ciri khas gaya Seno.

"SENOPATIIII!"

"Eh, markodel!" Tawanya, "kirain gua orang minta sumbangan! Abis tampang kamu mirip kotak amal mesjid!"

Hay guys ketemu lagi sama abang Seno dan Della disini. Maaf ya jadi kupindah kesini, Ini cerita judulnya penebus dosa mimin sama kalian 🤣 makanya ngga mimin share, bagi penikmat abang Tom sama bulldog kumpul disini aja yuksss!

Tom Dan Bulldog

"Mah! Ada si Abdel!" Teriak Seno, bukannya kembali menemani sang pacar Seno malah mengekori Della demi bisa mengganggunya.

Gadis itu mencebik, "kamu bisa ngga sih, kalo nyebut nama orang tuh yang bener?!" Sewot Della menyemburkan api perlawanan.

"Loh, emangnya orang ya, kok baru tau?!" Tawanya renyah namun menyebalkan.

"Udah sana keluar. Tuh pacar lu nungguin! Rempong banget ngurusin Della," ketus Della marah-marah, baginya tawa renyah Seno seperti hinaan dunia akhirat untuknya, ngga ada manis-manisnya. "Gua sumpahin keselek lalat!" Gumam Della.

Della dan Seno sudah seperti tom and bulldog. Setiap bertemu selalu dan selalu bertengkar, lebih tepatnya pemuda ini yang sungguh menjengkelkan.

"Suka-suka dong! Lu tamu, yang punya rumah gua!" Balasnya sungguh membuat Della geram, dosa ngga sih pelintir kepala Seno sampe patah? Apalagi Seno dengan tanpa berdosanya menjiwir hidung bangir Della.

"Senoooo!" Teriaknya memukul Seno sekencangnya di bagian punggung pemuda itu, bukannya kesakitan Seno justru tergelak puas, seolah mengusili Della adalah hal paling mengasyikan di dunia.

"Aduhhhh! Apa sih ini, ngga dimana, ngga kapan aja, berantemmm terus kalo ketemu! Seno! Udah sana, jangan digangguin tetangga cantiknya," bela tante Anggi mengusir anaknya dengan menepuk punggung Seno dan mengibaskan tangan layaknya mengusir ayam.

"Iya mah, mamah nih kalo ada Della kaya kedatangan tukang survei mobil, gercep! Di depan ada pacar Seno, mamah anggurin," cebiknya cemburu.

"Iya nanti mamah ke depan nemuin pacar kamu, sekarang mamah mau terima tamu jauh dulu!" Kekehnya merangkul Della. Seno memandang kedekatan mamahnya dan Della, dengan langkah menjauhi keduanya demi kembali pada seseorang di teras sana.

"Maaf, barusan ada lalat ijo, ay!" Seno cengengesan dan kembali duduk di samping kekasihnya seraya tangan yang tak mau diam, mengelusi rambut sang kekasih.

"Iya ngga apa-apa. Siapa ay?" Tanya nya penasaran juga. Tamu mamahnya kok Seno sampai ikut nyambut.

"Tuh! Tetangga depan rumah, anak tante Gina." Tunjuk Seno ke arah sebrang rumahnya, dimana bangunan rumah bercat biru telor asin berdiri kokoh.

"Sini--sini ndhuk! Gabung makan siang yuk, sama tante!" Ajak tante Anggi, Della tersenyum, "ngga usah tante, kebetulan di rumah ada temen. Jadi, Della ngga bisa lama-lama. Ini cuma mau ngasiin titipan mama, katanya buntil daun singkong!" Della menyerahkan kotak lunch ditangannya pada tante Gina.

"Wahhh, matur suwun loh iki! (makasih banyak loh ini)" Jawabnya berseru, keluarga tante Anggi memanglah berasal dari Jawa, sementara Della memang asli tanah Sunda.

"Iya tante sama-sama." Jawab Della, gadis itu jadi kepikiran, dengan gadis di depan, pacar Seno. Rasanya pemuda itu gonta-ganti pasangan tapi tante Anggi kok lempeng-lempeng saja, seperti tak peduli atau memang tak peduli.

"Tante, di depan pacar barunya Seno ya?" Tanya nya.

Tante Anggi membawa kotak lunch itu ke arah meja makan, "iya kayanya. Ngga tau lah, tuh anak seneng banget gonta-ganti pasangan! Cari yang cocok kali," acuhnya malah sibuk menciumi aroma buntil buatan mamah Della. Berbeda dengan Seno, Della tak pernah nampak membawa seorang pemuda ke rumahnya untuk dikenalkan pada keluarga sebagai kekasih, padahal gadis itu cukup cantik, tak mungkin ia tak laku.

Rasa penasaran Della membuat ia lupa dengan keberadaan Rista di rumahnya, yang mungkin sedang menunggunya makan siang.

"Oh, tante ngga pengen kenalan?" Jika biasanya Della melihat ibu-ibu lainnya akan menyambut kekasih anaknya, lain hal dengan tante Anggi.

"Ah, males! Paling cuma bertahan sebulan, lagian dia pernah kesini, dan tante ngga srek sama gadis itu. Lama-lama rumah tante jadi penampungan mantan Seno," Akunya.

Della berohria sambil terkekeh, mulut tante Anggi kembaran mulut mamahnya di rumah, ia menangkap waktu yang ditunjukkan oleh jarum jam di pergelangan tangan putihnya.

"Tante, kalo gitu Della pulang deh! Rista pasti nungguin,"

Tante Anggi memberikan jempolnya di udara, karena saat ini mulutnya tengah melahap suapan buntil.

"Oke--oke!" Seperti itu kiranya jawaban tante Anggi, Della memberi anggukan manis pertanda ia pamit.

"Bilang mamahmu makasih ya!" Teriak tante Anggi.

"Sip!" Ujar Della membuat tanda jempol di udara seraya berlalu.

"Tante sih maunya kamu, Dell.." gumamnya pelan setelah kepergian Della, ada segurat kesedihan di wajah tante Anggi, ia bukan tipe ibunya siti nurbaya yang doyan jodohin anak, meski senang menonton drama tapi ia bukan korban film, baginya ada sesuatu yang lebih penting, asalkan gadis itu tau luar dalam Seno dan mau menerima Seno apa adanya, serta dapat membahagiakan Seno, baginya sudah cukup siapapun itu gadisnya.

Gadis itu berjalan angkuh saat melewati kedua insan yang sedang cekikikan di teras depan dengan posisi duduk yang riskan karena begitu menempel, terlebih saat melirik si usil Seno, yang memancarkan aura-aura devil.

Della sempat melirik sebentar si gadis, hmm..cukup cantik, wajar lah Seno juga tampan 11-13 lah keduanya.

"Eh, tamu minus akhlak. Main lewat aja kaya ayam!" Cibir Seno.

Della menoleh dan mendelik, "nggeh ndoro! Hamba mohon undur diri Raden mas Senopati!" Jawab Della geram dengan gaya khas mencibirnya. Seno tertawa puas, sementara bagi kekasihnya sungguh tak ada yang lucu, ia hanya mengulas senyum kecut melihat Seno bisa tertawa puas hanya dengan kata-kata Della.

"Mbak, coba bawa pacarnya ke RSJ, kayanya gila tuh!" Della menaruh jarinya di jidat dan mencebik lalu pergi.

Seno terdiam dan menggelengkan kepalanya, kata-kata Della tadi mengingatkannya pada beberapa gadis mantan pacarnya.

"Hm, gila ya Dell," benaknya mencelos.

"Ay, kenapa?" Tanya Adisti.

"Engga, aku cape Dis..kamu mau pulang sekarang ngga?" Tawaran halus mengusir Adisti.

Gadis itu merengut, "hm, kamu semalem bergadang lagi ya? Kerjaan kantor papamu sebanyak itu ya, ay?" Tanya Disti mendesak, seolah enggan berpisah dengan Seno.

"Engga terlalu, kerjaan kantor papa normal-normal aja. Kamu kan tau aku kadang insomnia, ya udah! Aku cape, aku anter pulang sekarang ya, aku juga mau kerjain makalah buat minggu depan!" Jawab Seno. Adisti tau, Seno adalah mahasiswa yang cukup pintar, cakap, hebat. Di usianya yang segini, ia dipercaya jadi asisten dosen, meskipun penampilan dan gayanya seperti tak menunjukkan itu semua, Seno bahkan sudah sering membantu tugas kantor papahnya. Tapi ayolah! Usia mereka adalah usia muda yang lagi masa-masanya asik pacaran, apalagi mereka terhitung pasangan baru, masih anget! Masa ketemuan cuma sebentar.

"Dis! Aku capek, kamu ngerti ngga?! Seharian aku kerjain tugas plus kerjaan kantor, kamu juga tau. Lagian kita kan bisa chat-an. Ngga usah kekanakan," Bentak Seno pada Adisti, ini dia kelemahannya, Seno terkadang terlalu bersemangat dan juga meledak-ledak, begitupun emosinya yang terkadang tak bisa terkontrol.

Adisti yang baru pertama kali mendapat bentakan ini dari Seno sedikit terhenyak kaget, "Seno! Kamu bentak aku?"

"Maaf ay, maaf...aku capek. Kamu ngertiin aku ya," mohonnya memelas.

Disti meraih tas selempangnya dengan gerakan kesal, "kamu tuh kenapa sih! Tugas mendatang yang belum turun aja udah mau dikerjain, slow kali...mahasiswa pinter aja ngga kebut-kebutan gini, toh dosen juga belum kasih lagi kan, apa salahnya sih waktu luang kamu buat aku? Kamu sibuk Seno, giliran aku udah tidur kamu hubungin aku!" Omelnya, tak terasa air mata turun dari pelupuk mata Disti. Seno menjambak rambutnya sendiri, menekan perasaan yang selalu meledak-ledak, lalu tangannya terulur menghapus air mata Disti, "oke aku minta maaf, ya udah. Sekarang maunya gimana? Mau tetep disini? Tapi bisa kan di dalem, aku pengen rebahan, nanti sore anak-anak ngajak main futsal!" Adisti mengerutkan dahinya semakin tak mengerti, ini yang katanya capek tapi masih sempet-sempetnya kepikiran main futsal.

"Kok aneh?!"

.

.

.

Salah Della Bukan Sih?

Tak ada busana berlebihan di diri Della yang menonjolkan karakter diantara para gadis lainnya. Della sama seperti gadis kebanyakan yang senang memakai celana jeans dan blouse atau atasan swetter, ia juga hanya menyisir rapi rambutnya dan menggerai begitu saja tanpa ikatan apapun.

"Mama jangan telat kirim uang jajan Della! Sore ini Della mau beli buku accounting!" Teriaknya bisa disamakan dengan tukang sol sepatu yang biasa lewat depan rumah.

"Teriak terosss, teriakk terosss! Ini rumah apa hutan, penghuninya tarzan yang sukanya teriak-teriak?!"

Pluk!

Sepasang sepatu ditaruh kasar begitu saja di lantai keramik oleh si empunya, mahasiswa semester akhir yang sudah masuk jadwal skripsi ini adalah Ghaisan, kaka Della.

Della memicing disebut tarzan oleh kakaknya, "termasuk abang berarti,"

"Oh sorry-- si dorry sohibnya nemo nih! Abang sebentar lagi mau magang di luar kota, jadi udah bukan penghuni rumah sini lagi!" Balasnya tak mau kalah.

"Tapi sekarang masih disini kan?!" Bibirnya tersungging sepaket wajah nyinyirnya.

Papa keluar dengan pakaian rapi bersama mama, Romi and Julie era reformasi ini tak pernah lepas gandengan mirip lokomotif dan gerbong kereta.

"Apa sih, pagi-pagi udah ribut! Nanti kalo pisah kangen, mending puas-puasin dulu deh romantis-romantisan kakak adeknya, sebelum Ghaisan magang," sahut papa duduk di kursi, bersiap makan, perut buncit papa sampai bersentuhan dengan ujung meja, membuat kedua anaknya tertawa.

"Offset akang bro! Makanya olahraga, kecilin perutnya!" Bukan Ghaisan atau Della, melainkan mama.

"Nih, istri yang udah bosen nerima tunjangan. Udah tau offset pake diumbar lagi!" Ujar Ghaisan.

"Lagian mama tiap hari masak enak, jadi papa betah di rumah. Jangan salahin papa dong!" Bela Della.

"Oke, kalo gitu mulai sekarang mama bakalan masak yang ngga enak!" Angguk mama.

"Dih jangan!!!" Tolak ketiganya.

"Si kodel nih kalo ngomong suka seenak jidat lohan, asal bunder aja!" omel abangnya menegakkan badan saat sudah selesai dengan sepatunya.

Della tak berangkat dengan papa, ataupun Ghaisan. Ia lebih memilih janjian bersama Rista dan minta tebengan di jok belakang, sebagai sesama jomblowati Rista ayo-ayo saja, lagian Della terkadang memberinya uang bensin.

Tumben sekali pagi itu Rista belum datang, membuat Della berdecak sambil menggerutu menunggunya.

"Ini si Rista kemana sih, udah tau Della harus ngejar si Uki, pemuda berkacamata yang selalu menggosok-gosok hidungnya karena punya penyakit polip ini adalah asisten dosen mata kuliahnya di kampus.

Tiit!

Della menoleh, matanya selalu menatap malas penuh permusuhan padanya. Mobil sedan berwarna hitam dengan garis merah itu milik si Tom alias Seno.

Della berjalan menjauhi pagar rumahnya mengarah ke depan kompleks.

"Abdel, tumben kamu jalan?" Pemuda petakilan nan centil itu menurunkan kaca jendela mobilnya, perlahan namun pasti velg racingnya berputar seirama dengan langkah tegas nan cepat Della.

"Abaikan Della--abaikan! Anggap si tomcat cuma serangga yang hinggap di daun, cuma pengganggu! Hama!" Jampi-jampinya selama berjalan. Seno terkekeh mendengar sumpah serapah, sepaket hinaan komplit Della untuknya.

Nada sumbang yang keluar dari mulut Della, tak pernah ia anggap serius meski si gadis memarahinya dengan kekuatan lava pijar api gunung Merapi. Justru baginya, gerutuan Della adalah suplemen untuknya memulai hari, Della adalah candu untuknya tanpa ia sadari.

Seno tetap mengikuti gerakan Della yang gelisah menunggu Rista dengan mengendarai mobil, gadis bersurai panjang kecoklatan ini melirik intens arloji, lalu berdecak dan merengut, sebentar lagi pasti meledak!

"Temen kamu mana?" Akhirnya pemuda tampang keren ini bertanya.

"Kepo!" Sewotnya sengak.

Sudah 10 menit Della berdiri di depan kompleks mirip tugu perjuangan, ia mengomel dalam hati pada Rista, membiarkannya menunggu tanpa kepastian. Selama itu pula Seno menemani Della meski di dalam mobil, suntuk--bosan?! Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk keluar, menarik tangan Della tanpa ijin dan permisi apalagi salam.

"Eh!" Refleks gadis itu berontak, namun rupanya cengkraman Seno jauh lebih kuat ketimbang sentakan tangan Della.

"Lepasin Della, Tomcat!" Bentaknya sengit meminta dilepaskan.

"Bukannya kamu mau ngejar asdos matkul? Jadi asdos tuh bukan perkara mudah, bukan orang yang ngga ada kerjaan cuma nungguin temen mahasiswa lain buat ngumpulin tugas! Buru! Gue anter, mumpung lagi baik!"

"Tau! Jangan mentang-mentang kamu asdos pake ngedikte Della, lepasin! Kalo ngga ikhlas ngga usah, Della bisa sendiri--ga butuh kamu! Mending kamu pergi sekarang jauh-jauh dari Della, biar Della naik ojol, kamu cuma ganggu aja!" Omel Della, rahang tegas itu mengeras namun ia tak sampai hati melampiaskannya di depan Della, jangan sampai fasenya membuat tindakan ceroboh yang akan merugikan hubungan karib Seno dan Della.

Benar saja, Seno meninggalkan Della dengan wajah tak dapat diartikan, Della terlalu sibuk marah padanya sampai tak memperhatikan wajah Seno.

Brummmmmm!!!!!

Mesin mobil digerungkannya kencang membelah jalanan kota, kondisi di depan kompleks tak macet seperti biasanya.

"Kurang kenceng mas bro, wooooo!!!" Della berseru layaknya supporter bola yang kecewa.

Seno memukul-mukul stir mobil dengan brutal, kata-kata Della barusan terasa menyesakkan baginya. Seno sering mendapatkan kata-kata kasar baik itu dari teman-temannya, atau mantan-mantannya dan ia baik-baik saja. Tapi Della, entah kenapa membuat hatinya seketika remuk redam.

Tak jarang Della menolaknya, tapi penolakan kali ini sungguh membuat Seno sakit nan marah.

Sore itu Della pulang dengan ojek online, matanya selalu tertarik untuk melihat ke sebrang rumah, tepatnya rumah tante Anggi. Hanya ada motor matic yang biasa tante Anggi pakai, namun tak ada mobil Seno atau om Rendy, itu tandanya kedua lelaki di rumah itu belum pulang.

Della menggidikkan bahunya seraya melengkungkan bibir acuh.

"Udah dibayar lewat aplikasi ya mas, makasih!" Della menyerahkan helm hijau milik si mamang ojek.

"Makasih mbak, jangan lupa bintang 5 ya," Della mengulas senyuman manis sambil mengangguk.

"Maahhh!" Panggilnya masuk ke dalam rumah. Terlihat mama-nya sudah rapi dan bersiap untuk pergi, wanita paruh baya itu juga kelihatan buru-buru.

"Del, makan udah mama masakin. Nanti kalo ada pak Rt kasih uang di atas meja rias mama!" Ucapnya bersolek di depan kaca lemari koleksi gelas dan piring keramiknya.

Della mengernyitkan dahi melihat tampilan rapi mama-nya yang terlihat buru-buru, "mama mau kemana?"

"Mama mau ke rumah sakit," balasnya mulai melangkah menuju luar rumah.

"Ha? Siapa ma yang masuk rumah sakit?" Tanya Della santai, gadis itu membungkuk demi mengambil botol minum di dalam kulkas, kebiasaan Della jika pulang ngampus pasti memburu kulkas, paling-paling ibu kompleks mana lagi yang kena diabetes atau darah tinggi.

"Seno,"

Gleuk! Della tersentak meneguk air dingin hingga membuat tenggorokannya pegal. Matanya membulat sempurna seperti bola globe. Baru tadi pagi ia bertengkar dengan pemuda itu, tapi sekarang ia sudah berada di rumah sakit, padahal Della belum memukulnya.

"Kok bisa? Kenapa?" Tanya Della sedikit khawatir, sayang sekali hati nurani Della masih bekerja dengan baik untuk mengkhawatirkan Seno.

"Nabrak warung orang, ya udah mama jalan dulu nemenin tante Anggi!"

"Loh, bukannya tante Anggi di rumah? Itu motornya di garasinya?" Tanya Anggi mengikuti mama sampai pintu depan.

"Tante Anggi naik taksi, katanya biar nanti om Rendy yang jemput ke rumah sakit, ya udah mama pergi ya! Assalamualaikum," pamit mama karena ternyata di depan sudah ada taksi online pesanan mama.

"Waalaikumsalam, hati-hati ma," Della menggigiti bibir botol bekasnya minum, hatinya gundah mendengar ucapan mama tadi.

"Bukan salah Della kan ya?" Tanyanya pada diri sendiri.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!