"Kamu tetap harus bercerai dengan anakku!" ucap seorang wanita paruh baya dengan nada yang sangat tegas tidak terbantahkan.
Clara wanita cantik yang memiliki rambut panjang hitam legam itu seketika terdiam. Air matanya menetes deras membasahi pipinya. Dirinya tidak menyangka kalau pernikahannya dengan Bara yang masih seumur jagung, akan segera berakhir. Kalau boleh saja meminta, ingin sekali dirinya memohon agar dirinya dan Bara tidak pernah akan berpisah.
Ya, Clara memang baru saja menikah dengan seorang pria yang pernah ditolongnya. Wanita cantik yang masih berusia 22 tahun, memiliki wajah cantik dan kalem hingga memberi kesan meneduhkan bila dipandang oleh mata itu, tidak pernah tahu kalau pria yang pernah ditolongnya bahkan sudah menjadi suaminya itu, adalah seorang CEO pewaris tunggal dari sebuah perusahaan terbesar di negara ini.
"Maaf kalau hal ini terkesan kejam padamu. Tapi, bagaimanapun kalian berdua harus tetap bercerai, karena putraku itu, sudah memiliki istri dan anak yang masih bayi. Sebagai sesama perempuan kamu pasti bisa mengerti bagaimana perasaan istrinya Bara," lanjut wanita paruh baya itu lagi.
Hal ini juga tidak pernah diketahui oleh Clara. Di mana suami yang dia nikahi sudah beristri bahkan sudah memiliki anak.
Sebenarnya wanita paruh baya yang terlihat anggun dan elegan itu sama sekali tidak tega mengucapkan kata-katanya barusan, tapi walau bagaimanapun, mau tidak mau dia harus mengucapkan hal itu, mengingat kalau putranya Bara memilki tanggung jawab pada istri pertama dan anaknya yang masih bayi.
"Nak Clara, sekali lagi maafkan, Tante! kamu baru saja menikah dengan Bara, dan kamu juga menikah dengannya dalam posisi, dia mengalami amnesia. Suatu saat kalau ingatan dia kembali, Bara juga pasti akan mengingat kembali istri dan anaknya. Jadi, sebelum itu terjadi, sebaiknya kamu mundur dan bercerai dengan putraku. Tante janji akan memberikan apapun yang kamu mau," nada suara wanita paruh baya yang diketahui bernama Elva itu, terdengar memelas.
Clara masih saja bergeming untuk beberapa saat. Kemudian wanita itu memejamkan matanya sekilas, lalu mengembuskan napasnya dengan cukup berat.
"Tante, hal ini benar-benar berat untuk aku lakukan. Aku benar-benar mencintai Mas Bara, bahkan sebelum aku tahu kalau ternyata dia adalah pewaris dari perusahaan besar. Aku sangat tulus mencintainya, Tante. Dan aku rasa Mas Bara juga merasakan hal yang sama," kali ini Clara mulai memberanikan diri untuk buka suara.
Elva, wanita paruh baya itu menghela napasnya mendengar ucapan Clara.
"Mungkin untuk saat ini, Bara memang mencintaimu, tapi tidak bisa dijamin akan tetap sama,kalau suatu saat ingatannya kembali. Ingat Nak Clara, kalian menikah di saat Bara lupa dengan masa lalunya. Jadi Tante mohon agar kamu mau bercerai dengan Bara, karena bagaimanapun kalian baru dua bulan menikah dan belum memiliki anak. Sedangkan istri pertama Bara, sudah menanti kepulangan Bara selama setahun ini, dan mereka sudah memiliki seorang anak yang masih bayi. Kamu bisa membayangkan kan, kalau istrinya itu mengandung dan melahirkan tidak didampingi oleh Bara. Jadi tolong berikan kesempatan padanya untuk membesarkan anak mereka sama-sama," tutur Elva panjang lebar dan tanpa jeda.
Clara tercenung kembali, diam seribu bahasa. Namun, diamnya wanita malang itu, adalah memikirkan keputusan yang akan dia ambil. Clara kemudian memejamkan matanya sekilas dibarengi dengan tarikan napas yang berat lalu mengembuskan dengan sekali hentakan.
"Baiklah,Tante. Aku mengerti dan cukup paham dengan apa yang dirasakan oleh istrinya Mas Bara karena aku juga seorang perempuan. Tapi, bagaimana dengan mas Bara? aku rasa akan sangat sulit untuk membujuknya agar mau bercerai denganku,"
"Untuk masalah itu,aku serahkan padamu. Aku rasa kamu sudah lebih pintar mencari cara untuk membujuknya. Kalau boleh aku meminta lagi, buatlah dia membencimu, agar dia bisa melupakanmu dengan cepat sehingga dia bisa membuka hatinya kembali pada istri pertamanya. Tante benar-benar berharap banyak padamu untuk hal ini, Nak Clara, " Elva menatap Clara dengan tatapan penuh harap.
"Baiklah,Tante. Aku akan mencari caranya! Dan setelah bercerai aku janji akan pergi dari tempat ini," pungkas Clara akhirnya.
Elva sontak mengembuskan napas lega lalu menyelipkan sebuah senyuman di bibirnya sembari berdiri dari tempat duduknya. "Terima kasih Nak Clara. Kalau seandainya Bara belum menikah sebelumnya, dengan senang hati Tante akan menerimamu sebagai menantu. Tapi, mungkin kamu tidak ditakdirkan untuk menjadi menantuku, karena menantuku yang di rumah juga wanita yang baik," ucap Elva dengan nada tulus. "Oh ya,Nak Clara, sekali lagi Tante juga mau berterima kasih karena kamu pernah menyelamatkan putraku. Aku tidak akan melupakan jasamu itu, dan aku akan tetap memberikan kompensasi untuk kebaikan yang sudah kamu lakukan," lanjut Elva lagi.
"Tidak perlu Tante. Aku ikhlas melakukannya,dan tidak pernah mengharapkan imbalan apapun. Kebersamaan kami selalu setahun ini sudah membuatku cukup bahagia, walaupun sebenarnya aku berharap bisa selamanya bersama. Tapi, seperti yang Tante katakan, aku tidak boleh egois, karena Mas Bara memang bukan milikku," ucap Clara dengan perasaan yang benar-benar hancur.
"Mulia sekali hatimu,Nak. Mudah-mudahan suatu saat kamu bisa menemukan kebahagiaanmu,Nak. Tapi aku akan tetap memberikan sesuatu padamu karena itu juga hak mu sebagai wanita yang pernah jadi istri putraku. Dan kamu tidak boleh menolaknya. Aku pergi dulu dan aku tunggu kabar baiknya," pungkas Elva sembari berlalu dari depan Clara.
Clara menatap nanar ke arah tubuh Elva yang menghilang, masuk ke dalam mobil. Mata wanita itu yang tadinya sudah mengering kini kembali basah, setelah mobil yang membawa Elva meninggalkan pekarangan rumah kecilnya.
Bayangan wanita itu seketika kembali ke satu tahun yang lalu, ketika pertama kali dia menemukan seorang pria yang terkapar di jalanan, ya pria itu adalah Bara, seorang korban tabrak lari. Pria itu sama sekali tidak memiliki identitas, satu-satunya yang membuat dia tahu kalau pria yang ditolongnya itu bernama Bara, ketika melihat di jam tangan yang dipakai pria itu terukir namanya.
Clara dengan telaten merawat luka-luka Bara yang belakangan dia ketahui mengalami amnesia. Awalnya, keduanya tidak memiliki perasaan satu sama lain, tapi lambat laun karena ketulusan Clara akhirnya Bara jatuh cinta, demikian juga dengan Clara yang seketika jatuh pada pesona ketampanan dan kehangatan Bara yang selalu penuh perhatian padanya. Karena mereka memang sudah saling mencintai, dan tidak ingin menimbulkan fitnah, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menikah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Aku tidak mau bercerai! persetan dengan harta itu!" pekik Bara, sesaat setelah Clara menyinggung masalah perceraian di saat mereka baru selesai sarapan dan dirinya bersiap untuk bekerja sebagai pedagang sayur keliling.
"Tapi, Mas. Kamu itu sudah punya istri dan anak. Mereka sangat membutuhkanmu," Clara berusaha tegar saat mengucapkan ucapannya.
"Aku tetap tidak mau bercerai. Kalaupun harus bercerai, wanita itulah yang harus aku ceraikan bukan kamu. Karena aku tahu kalau aku sangat mencintaimu," lagi-lagi Bara menolak dengan tegas sembari berdiri dari tempat dia duduk dan meraih tas kecil yang selalu dia ikat di pinggangnya,lalu beranjak pergi
Clara juga ikut berdiri dan berusaha mengejar suaminya itu.
"Itu yang kamu katakan sekarang. Bagaimana kalau ingatanmu kembali? masih bisakah kamu berkata seperti itu? kamu pasti akan menyesal ketika kamu menyadari kalau wanita yang sebenarnya kamu cintai itu bukan aku, tapi wanita itu, Mas. Jadi, tolong kali ini kamu harus setuju bercerai denganku," Clara masih tetap berusaha memohon.
"Aku tetap tidak mau. Entah kenapa aku yakin kalau sebenarnya aku tidak pernah mencintai wanita yang katanya istriku itu. Satu-satunya wanita yang aku cintai itu kamu," nada bicara Bara terdengar sangat tegas.
"Tapi, apa yang kamu harapkan dengan pernikahan kita ini? kamu akan kehilangan hak kamu, sebagai pewaris tunggal,"
"Bukannya aku sudah bilang kalau aku tidak peduli dengan hal itu? Yang penting sekarang aku bisa tetap hidup bersamamu," Bara mulai meninggikan suaranya.
"Mas pikir kita bisa hidup hanya dengan cinta saja. Untuk sekarang saja kita makan seadanya, bagaimana nanti kalau kita punya anak? apa kita bisa memberikan mereka makan hanya dengan cinta saja? tolong berpikir realistis. Dan aku masih tetap yakin kalau perasaanmu padaku hanya sesaat saja. Itu karena kamu amnesia saja. Jadi, sekarang aku ingin hidup realistis dan lebih baik memikirkan masa depanku. Jadi, tadi aku sudah memutuskan untuk tetap bercerai denganmu, karena mamamu sudah memberikan aku uang yang sangat banyak," Clara dengan terpaksa mulai berbohong.
Langkah Bara seketika langsung terhenti dan menoleh ke arah Clara dengan tatapan yang sangat tajam.
"Clara, bagaimana kamu bisa lebih mementingkan uang dibandingkan dengan suamimu sendiri? Uang itu bisa kita cari sendiri, Clara. Satu hal yang harus kamu lakukan, kamu harus percaya padaku, kalau aku akan bisa membahagiakanmu dengan anak-anak kita nanti, dengan usahaku sendiri!" seru Bara dengan sangat emosional.
"Tapi, maaf, Mas? sampai kapan aku harus menunggu hal itu? jadi, sebaiknya aku berpikir realistis aja sekarang. Di dunia ini kita tidak bisa hidup hanya mengandalkan cinta, tapi kita butuh materi juga. Jadi maaf, kali ini aku memilih materi, karena jumlah uang itu benar-benar sangat banyak, dan aku tidak bisa menolaknya," lagi-lagi Clara berakting seperti wanita yang haus akan harta. Dia melakukan aktingnya senormal mungkin, walaupun hatinya benar-benar ingin berteriak.
Bara berdecak seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tidak menyangka kalau kamu ternyata sepicik ini. Baiklah, kalau itu maumu! Aku setuju bercerai denganmu. Mulai saat ini aku tidak ingin melihat wajahmu lagi. Besok, aku pastikan surat cerai akan langsung dikirimkan padamu!" pungkas Bara sembari berlalu pergi dari depan Clara, membawa kebencian yang amat sangat.
Sementara itu, sepeninggal Bara, Clara menangis meraung-raung sembari memukul-mukul dadanya. Perasaan wanita itu benar-benar hancur sekarang.
Tbc
Kehadiran Bara di kediaman keluarga besarnya disambut gembira oleh seluruh penghuni rumah.
"Welcome back ke rumah kamu yang sebenarnya, Nak! lihatlah inilah duniamu sebenarnya. Itu photo kamu, mama dan almarhum papamu. Dan itu photo pernikahanmu!" Elva menunjuk ke arah dinding yang penuh dengan photo-photo.
Pria yang sebenarnya masih kesal pada Clara, seketika teralihkan dengan photo pernikahannya. Alis pria itu tampak bertaut, dan mata memicing karena melihat ada sesuatu yang aneh dengan photo itu. Bagaimana tidak, di setiap photo pernikahannya, tidak tampak wajah bahagia di wajahnya. Yang ada wajah yang seperti tertekan.
"Kata Mama aku sangat mencintai istriku ini, tapi kenapa wajahku di photo itu, menunjukkan kalau tidak ada kebahagiaan sama sekali ya?" bisik Bara pada hatinya sendiri.
"Mas Bara akhirnya kamu pulang?" pekik seorang wanita yang turun dari atas sembari membawa seorang bayi di dalam gendongannya. Ya wanita itu adalah wanita yang ada di photo itu, dan bayi yang di gendongannya, berarti adalah anaknya.
"Mas, apa kamu tidak mau memelukku? apa kamu juga tidak mau menggendong anak kita ini?" wanita itu kini sudah berdiri tepat di samping Bara.
Bara tidak menjawab sama sekali. Pria itu hanya melirik sekilas ke arah bayi yang ada di gendongan wanita yang merupakan istrinya itu. Entah kenapa, hatinya benar-benar tidak tergerak untuk menggendong bayi itu.
"Ma, di mana kamarku? aku benar-benar lelah dan butuh istirahat," bukannya menyapa Istrinya,Bara malah mengalihkan tatapannya ke arah Elva sang mama.
"Bara,kenapa kamu tidak menyapa istri dan anakmu lebih dulu? kasihan Tania. Lagian harusnya kamu bertanya pada Tania bukan pada mama. Tania kan istrimu, jadi kamar Tania adalah kamarmu," tegur Elva yang merasa kasihan melihat raut wajah sedih menantunya.
Bara menghela napasnya, sekali hentakan dan cukup berat. "Kalau mama tidak mau memberitahukannya, aku akan cari sendiri. Untuk masalah yang mama ucapkan tadi, aku masih perlu waktu, karena hal ini benar-benar sangat tiba-tiba untukku. Lagian sepertinya yang mama katakan kalau aku sangat mencintai istriku, tidaklah benar. Aku bisa melihatnya dari ekspresiku di setiap photo itu," pungkas Bara sembari berlalu pergi. Pria itu benar-benar tidak menyapa Tania istrinya dan bahkan tidak menyentuh sama sekali anak yang ada di gendongan wanita itu.
Tania menatap sendu ke arah suami yang berjalan memunggunginya, sampai pria itu benar-benar tidak terlihat lagi.
"Yang sabar ya, Tania! mungkin ini karena faktor dia yang masih belum mengingat masa lalunya. Kamu berdoa saja, mudah-mudahan dia bisa ingat secepatnya," Elva mencoba menghibur Tania.
"Tapi,yang dikatakan mas Bara benar kan Ma. Dia tidak pernah mencintaiku,dan pernikahan kami hanya perjodohan yang sama sekali tidak dia inginkan. Dia ingat masa lalupun sama saja kan?" nada suara Tania terdengar sendu.
"Justru di saat kondisinya seperti ini lah kesempatan buatmu. Kamu harus berpura-pura seakan-akan kalian dulu benar-benar saling mencintai. Buat dia merasa bersalah karena sudah membiarkanmu mengandung dan melahirkan tanpa dia. Seiring berjalannya waktu,Mama yakin kalau dia akan bisa mencintaimu, dan di saat ingatannya pulih nanti, dia sudah dalam keadaan mencintaimu. Tidak masalah, Tania kalau kamu berjuang mendapatkan hatinya dengan memanfaatkan keadaannya sekarang. Itu sama sekali tidak dosa," Elva berusaha memberikan semangat
"Mama benar," Tania terlihat mulai kembali bersemangat. "Kalau begitu, aku ke atas dulu ya,Ma. Aku mau menemui Mas Bara dan menanyakan apakah dia butuh sesuatu,"
Elva menganggukkan kepalanya sembari menyelipkan senyuman di bibirnya, bahagia melihat wajah Tania yang kembali berbinar.
"Yang semangat ya, Sayang!" ucap Elva lagi memberikan semangat. Kemudian wanita paruh baya itu berlalu dari tempat itu
Tania dengan semangat menaiki tangga, tapi sebelum mencapai ke anak tangga paling akhir, mata wanita itu tanpa sengaja melihat ke arah seorang pria yang merupakan supir pribadi keluarga itu. Mata pria itu, seakan-akan sedang memberikan peringatan pada Tania agar berhati-hati.
Tania sontak mengedarkan pandangannya ke segala penjuru seperti ingin melihat situasi. Tania kemudian tiba-tiba tersenyum manis ke arah pria itu dan mulutnya seperti mengucapkan kata maaf.
Kemudian Tania kembali melangkah dan kali ini terlihat lebih perlahan dan hati-hati, karena sedang diawasi oleh supir pribadi itu.
Tania kini sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Sebelum masuk ke dalam, wanita itu menarik napas dalam-dalam lebih dulu dan mengembuskan napasnya, untuk membuang ketegangan yang dia rasakan kini.
Setelah dirasa sudah cukup tenang, wanita itu dengan perlahan membuka pintunya menggunakan satu tangan dan melangkah masuk dengan sangat hati-hati.
"Mas Bara,apa kamu sudah tidur?" sapa Tania dengan suara yang sangat lembut.
Bara sama sekali tidak menjawab. Pria itu seakan tidak menganggap kalau Tania ada di ruangan itu.
"Mas, kenapa kamu diam saja? apa kamu benar-benar sudah tidur?" lagi-lagi Tania mencoba mengajak bicara Bara.
Lagi-lagi Bara tidak menyahut. Sumpah demi apapun perasaan pria itu benar-benar sangat kalut sekarang. Dia benar-benar masih tidak menyangka, kalau Clara wanita yang sangat dia cintai bisa berubah gila harta seperti itu.
"Mas, apa kamu sama sekali tidak mau melihatku lagi? apa perasaan kamu benar-benar sudah hilang padaku? apa wanita itu benar-benar berhasil merebut hatimu dariku. Kasihan sekali hidupku, Mas. Aku dengan sabar menunggumu selama setahun ini, karena aku percaya kalau kamu masih hidup. Tapi, apa yang aku dapat setelah kamu kembali? kamu benar-benar sudah melupakan cinta kita," Tania mulai terisak-isak. Wanita itu benar-benar mengikuti saran Elva ibu mertuanya untuk memanfaatkan kondisi Bara untuk membuat pria itu mencintainya. Mengingat dulu, sangat sulit baginya untuk mendekati pria dingin itu.
Mendengar suara Isak tangis, membuat Bara seketika merasa tidak enak hati.
"Apa yang sudah aku perbuat? bagaimana mungkin aku bisa mengacuhkan wanita yang sudah memberikan aku anak ini. Tapi, apa benar aku dulu mencintai wanita ini? tapi kenapa aku benar-benar ragu ya?" batin Bara, merasa dilema.
Kemudian, karena isak tangis Tania semakin keras, membuat Bara akhirnya duduk dan menatap ke arah Tania.
"Maafkan aku! tapi, tolong beri aku kesempatan untuk bisa menyesuaikan diri lebih dulu. Tolong jangan ganggu aku untuk sementara waktu, sampai aku bisa menerima situasi yang benar-benar asing bagiku," kali ini suara Bara terdengar lembut.
"Baiklah, Mas. Aku tidak akan mengganggumu untuk sementara waktu. Tapi aku mohon, segeralah kembali menjadi Bara yang dulu! sekarang kamu tidur saja lagi, aku mau meletakkan anak kita ke dalam boxnya," ucap Tania sembari berlalu pergi menuju box bayi laki-lakinya itu.
Setelah Tania meletakkan bayinya ke dalam boxnya, Tania kembali menatap ke arah Bara yang terbaring. Tatapan wanita itu terlihat misterius seperti ada yang sedang dipikirkannya. Bukan hanya tatapan wanita itu yang misterius, begitu juga bibirnya yang terlihat menyeringai sinis.
Tbc
Keesokan harinya, dan di saat hari sudah beranjak siang, Clara masuk ke dalam rumahnya selepas dia pulang dari apotek untuk membeli sebuah benda berbentuk pipih atau sering disebut orang testpack. Wanita itu baru menyadari kalau sudah sebulan ini dia tidak datang bulan, ditambah dengan kondisinya yang mual-mual tadi pagi.
Clara langsung menuju kamar mandi, sembari membawa wadah kering dan bersih yang dia ambil dari dapur sebelumnya.
"Apa aku benar-benar hamil? kalau iya apa yang akan aku lakukan?" batin Clara sembari menggigit bibirnya.
"Katanya mencoba alat ini lebih akurat di pagi hari, tapi aku benar-benar sudah tidak sabar untuk mengetahuinya. Walaupun air seninya bukan air seni pertama, kalau hamil kemungkinan besar hasilnya tetap akan positif kan? jadi tidak ada salahnya aku mencoba," lagi-lagi Clara bermonolog pada dirinya sendiri.
Clara kemudian menampung air seninya di wadah yang dia bawa. Kemudian, sembari menutup matanya wanita itu menyelupkan benda pipih itu dan belum berani untuk melihatnya.
Di saat dirinya memberanikan diri hendak membuka matanya, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Jadi, tanpa melihat hasil testpeck itu, Clara langsung keluar dari kamar mandi untuk membukakan pintu.
Clara terkesiap kaget begitu melihat siapa yang datang, yang tidak lain adalah Elva mamanya Bara. Wanita paruh baya itu tidak sendiri, melainkan bersama dengan seorang wanita muda yang memiliki paras cantik.
"Hai, Nak Clara! apa Tante boleh masuk?" sapa Elva sembari menyelipkan sebuah senyuman di bibirnya.
"Oh, silakan Tante!" Clara membuka pintu lebar-lebar untuk memberikan jalan pada Elva dan wanita yang belum dikenalnya itu.
"Terima kasih!" ucap Elva sembari masuk disusul oleh wanita muda itu.
"Oh ya, kenalkan ini Tania, istrinya Bara!" Elva mulai memperkenalkan sosok wanita muda yang bersamanya.
Clara sontak menggigit bibirnya dan wajahnya berubah pucat.
"Hai,Mbak! aku Tania!" Tania mengulurkan tangannya dan tersenyum manis ke arah Clara.
Dengan tangan bergetar, Clara menyambut uluran tangan Tania dan mencoba membalas senyum wanita itu. "Clara," ia menyebutkan namanya dengan nada lirih.
"Aku rasa kamu sudah tahu maksud kedatangan kami ke sini, Nak Clara. Bara sudah mengurus surat cerai kalian berdua dengan cepat, karena dia memastikan tidak mau melakukan mediasi apapun itu. Jadi, kami datang ke sini membawa surat cerainya dan sudah ditandatangani sama anak saya. Tinggal tanda tangan kamu saja," Elva mengeluarkan sebuah map yang berisi surat cerai dirinya dengan Bara.
Mata Clara sontak basah melihat tanda tangan dan nama Bara yang tertera jelas di kertas itu.
"Nak Clara, bisa kamu tanda tangani suratnya? aku tahu memang berat,tapi seperti yang kita bicarakan kemarin, kalau Bara sebelumnya sudah beristri dan memiliki anak. Aku harap kamu bisa mengerti," Elva kembali buka suara begitu melihat keraguan Clara.
"Maaf,Mbak. Aku tahu kalau ini sangat berat. Tapi, aku mohon agar Mbak benar-benar ikhlas untuk merelakan mas Bara kembali pada kami. Karena anak kami benar-benar membutuhkannya," Tania buka suara menimpali ucapan Elva mertuanya.
Clara memejamkan matanya sekilas, kemudian mengembuskan napasnya, untuk membuang keraguan yang sempat menghampirinya. Akhirnya dengan cepat tangan Clara mulai menari di atas kertas,membubuhi tanda tangannya.
"Sudah, Tante,Mbak!" Clara mendorong surat cerai itu ke depan Elva dan Tania.
Elva dan Tania akhirnya mengembuskan napas lega dan meraih salah satu surat cerai itu. "Ini aku ambil, dan itu untukmu. Sekali lagi terima kasih sudah berbaik hati mau bercerai dengan anakku. Kamu juga membantu mempermudah perceraian ini dengan membuat Bara membencimu. Tante berjanji, setelah nanti ingatan Bara kembali Tante akan jujur padanya kalau apa yang kamu katakan padanya itu bohong, sehingga dia tidak membencimu lagi," tutur Elva lagi.
" Tidak masalah, Tante. Aku benar-benar ikhlas, karena memang Mas Bara bukan milikku," Clara kemudian mengalihkan tatapannya ke arah Tania, yang kini juga tengah menatapnya. "Dan Mbak Tania, maafkan aku, yang sudah sempat menikah dengan suamimu. Sumpah, aku benar-benar tidak tahu sebelumnya kalau Mas Bara sudah menikah," ucapnya dengan nada lirih.
"Tidak masalah, Mbak Clara. Karena aku tahu kalau ini bukan kesalahan, Mbak sepenuhnya. Justru aku sangat berterima kasih, Mbak sudah mau mengiklaskan Mas Bara kembali pada keluarganya," ucap Tania dengan lembut.
"Benar apa yang diucapkan oleh mamanya Mas Bara kemarin, kalau istrinya Bara adalah orang yang baik. Ternyata dia memang benar-benar baik dan berhati besar. Bagaimana mungkin aku bisa merebut kebahagiaan yang harusnya miliknya," batin Clara, menatap sendu ke arah Tania.
"Nak Clara, seperti yang Tante bicarakan kemarin, kalau Tante tetap akan memberikan kompensasi untukmu. Ini aku berikan padamu," Elva memberikan amplop besar yang sangat tebal. Bisa dipastikan kalau amplop itu berisi uang yang jumlahnya tidak main-main.
"Maaf, Tante, aku tidak bisa menerimanya. Karena kalau aku menerimanya,itu sama saja dengan aku membenarkan ucapanku pada Mas Bara yang aku lebih mementingkan uang dibandingkan dirinya," Clara mendorong kembali uang amplop berisi uang itu ke arah Elva.
"Tante mohon Nak Clara! tolong terima uang ini. Kalau tidak, Tante merasa tidak akan pernah tenang. Dengan kamu menerima uang ini, Tante tidak akan pernah mengatakan kalau kamu itu wanita yang gila harta. Tante benar-benar ikhlas memberikannya, karena bagaimanapun kamu sudah menyelamatkan nyawa Bara bahkan pernah menjadi istrinya. Uang ini adalah hakmu sebagai mantan istri yang diceraikan," ucap Elva lagi dengan nada memohon.
"Benar kata mama mertuaku,Mbak Clara. Tolong jangan tolak uang itu!" Tania kembali buka suara dengan nada yang lembut. Kelembutannya asli atau hanya pura-pura,hanya dialah yang tahu.
Setelah perdebatan yang cukup panjang,mau tidak mau akhirnya Clara menerima uang itu, karena benar-benar merasa tidak enak dengan Elva dan Tania yang selalu memohon dengan sangat.
"Baiklah, kalau begitu kami pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik ya Nak Clara! permisi!" Elva meraih tasnya dan berdiri dari tempat dia duduk demikian juga dengan Tania.
Kemudian kedua wanita berbeda usia itu mengayunkan kaki melangkah keluar dari rumah Clara.
Setelah mobil yang membawa Elva dan Tania meninggalkan kediamannya, Clara pun menutup pintu dengan perlahan. Wanita itu benar-benar tidak menyadari kalau ada sepasang mata milik Bara dari dalam mobil, yang menatapnya dengan tatapan yang sukar untuk dibaca. Antara sendu dan benci bercampur menjadi satu.
"Brengsek!" umpat pria itu sembari melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah yang disewanya bersama dengan Clara.
Sementara itu, Clara terlihat menyender di pintu sembari memeluk surat cerai yang ada di tangannya. Wanita itu benar-benar tidak menyangka kalau kini dirinya sudah berganti status menjadi janda.
Tiba-tiba, wanita itu teringat dengan apa yang dilakukannya tadi di kamar mandi. Wanita itu sontak berdiri dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Wanita itu meraih benda pipih itu untuk melihat hasilnya.
Mata wanita itu sontak membesar, begitu melihat kalau benda pipih itu menunjukkan garis dua, yang menandakan dirinya hamil.
"Ya Tuhan, pertanda apa ini? seharusnya kehamilanku menjadi kabar bahagia, tapi kenapa jadi seperti ini ya Tuhan. Aku hamil di saat aku resmi diceraikan," tangis Clara pun pecah.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!