NovelToon NovelToon

Be Honest

Ana Wilson

(Ini adalah Sequel dari kisah hidup Timothy dengan Ana Wilson.. Timothy sudah muncul di dua novel sebelumnya, Happy ending? dan Pilihan CEO tampan.)

*

*

*

California

Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi jalanan. Ana berlari cepat sambil sesekali menengok ke belakang. Dia mendekap erat tas yang di bawanya seolah itu adalah harta berharga.

Di belakang Ana, ada 2 orang yang mengejar sambil meneriak kan namanya.

"Berhenti! Nona Ana. Berhenti."

Ana semakin mempercepat langkahnya. Kakinya sudah sangat lelah dan tenaganya sudah habis. Ya, Ana tidak tau sudah berapa lama dia berlari. Yang Ana pikirkan di otaknya sekarang adalah, dia tidak boleh berhenti dan tertangkap oleh dua orang itu.

Karena berfokus pada orang di belakangnya, Ana tidak sadar jika dia berada di pinggir jalan besar. Ana bahkan tidak sempat menengok kanan kiri sewaktu menyebrang.

Bersamaan dengan itu, sebuah mobil sedan melaju cepat ke arahnya dan...

'Ciiiiiit... Brak'

Mobil itu menabrak Ana. Tubuh Ana terpental ke atas dan jatuh di cap mobil hingga kaca mobil itu pecah. Pengendara di dalam bukannya turun untuk melihat wanita yang ditabraknya, dia malah tancap gas sehingga membuat tubuh Ana terguling ke aspal.

Dua orang berpakaian hitam tadi melihat kejadian itu, dan mereka segera menghampiri Ana. Mereka berdua tampak panik karena kondisi Ana sangat parah. Dia tergeletak dengan darah mengucur deras di bagian dadanya, serta bagian wajahnya juga penuh dengan darah.

Salah satu dari mereka menyenggol tangan Ana dengan kakinya untuk memastikan keadaan Ana. Wanita itu tidak bergerak.

"Sepertinya dia sudah mati. Bagaimana ini?"

"Aku telepon Nyonya dulu." kata orang yang satunya lagi.

"Bagaimana kalau Nyonya marah?"

"Bilang saja, dia jatuh ke jurang. Dan kita tidak bisa menemukan dia."

"Ide bagus. Kita biarkan saja dia di sini."

Akhirnya kedua orang itu pergi meninggalkan tubuh Ana yang tergelatak begitu saja di tengah jalan.

Ana membuka matanya perlahan. Rasanya badan nya sudah tidak dapat di gerakan. Tapi Ana masih bisa merasakan rintik hujan mengenai luka di wajahnya dan membuatnya menjadi semakin perih.

"Ana Wilson sudah mati." ucapnya lemah.

***

Timothy menjalankan mobil Rubicon nya dengan santai karena jalanan malam itu sangat sepi. Dia menyetir sambil menyanyikan lagu lawas kesukaaannya, Maroon 5.

'she will be loved... and she will be loved..'

"Diam lah..aku tidak bisa konsentrasi belajar." ucap pria berkacamata yang duduk di sebelahnya. Karena Tim tidak mau berhenti bernyanyi juga, dia bergerak untuk mematikan audio pada mobil Tim.

"Come on, Ed.. kamu tidak usah belajar di mobil." protes Timothy yang merasa kegiatannya jadi terganggu.

Edward tidak menggubris ucapan Timothy. Dia tetap menatap tabletnya sambil menghafalkan materi ujian besok.

'Ciiiit'

Tiba-tiba Tim menghentikan mobilnya, membuat Edward hampir saja terpentok dashboard mobil.

"Kenapa sih?" kata Edward kesal.

"Ada mayat."

Mereka berdua turun dari mobil. Tim mendekati orang yang tergeletak di pinggir jalan itu. Banyak sekali darah yang keluar dari badannya, dan wajahnya pun terluka parah.

Edward segera mengecek nadi wanita malang itu.

"Dia masih hidup." katanya dengan yakin.

"Tapi gimana? Kita bawa saja atau kita lapor polisi?" tanya Tim bingung. Dia sangat mual dengan bau anyir yang menusuk hidungnya.

"Cepat lapor saja." perintah Edward.

Edward sendiri kembali ke mobil untuk mengambil sarung tangan yang selalu dia bawa.

Ketika sedang mencoba menelepon, tangan wanita itu bergerak. Dia memegang pergelangan kaki Tim yang berada di dekatnya dan tentu saja membuat jantung pria itu hampir melompat keluar karena terkejut.

"Tolong aku..bawa kau pergi..dari negara ini." ucapnya lemah. Tapi sedetik kemudian, wanita itu tidak sadarkan diri lagi.

Tim membatalkan niatnya untuk menelepon 911, padahal mereka sudah mengangkat telepon dari Tim.

"Sial. Sudahlah, kita bawa dulu ke rumah sakit." Tim memberanikan diri untuk menggendong wanita itu dengan hati-hati.

Edward yang bingung, mengikuti Tim dan membantu nya untuk meletakan wanita itu di bangku belakang.

"Tasnya." teriak Tim.

Edward mengambil dengan cepat tas bewarna biru yang berada tak jauh dari mobil mereka.

Edward jauh lebih tenang karena dia sudah biasa melihat pemandangan ini. Dia adalah mahasiswa kedokteran yang sedang mengambil spesialis bedah jantung.

Berbeda dengan Tim, pria itu begitu panik.Tangannya bahkan gemetaran ketika akan menyalakan kunci mobil.

"Sudahlah, biar aku yang menyetir." Edward kembali keluar dan berputar ke bagian kemudi untuk mengambil alih stir mobil, sedangkan Tim berpindah kursi dari dalam.

"Dia ga akan mati kan Ed?" tanya Tim panik.

"Kalau kita ga cepat, dia bisa mati."

Tim menengok ke belakang. Dia bergidik ngeri karena melihat wajah wanita itu penuh dengan darah. Jika wanita tadi tidak memegangnya, Tim yakin kalau dia sudah mati.

"Cepat Ed." perintah Tim. Dia takut jika wanita itu tidak akan bertahan dan meninggal dalam mobilnya.

Edward tidak menggubris Tim, dan lebih memilih berfokus menyetir menuju rumah sakit terdekat.

(Ini tidak boleh di tiru ya gaes.. seharusnya kalau ketemu korban kecelakaan, jangan sembarangan diangkat karena ada prosedurnya. Tapi berhubung ini dunia imajinasi, jadi mohon di maklumi..)

Menolong Ana

Edward turun lebih dulu, dan meminta beberapa bantuan medis untuk membawa tubuh Ana dari dalam mobil. Dia mengutuki Tim yang sembarangan saja membawa orang itu tanpa penanganan yang tepat. Dia hanya berharap semoga apa yang mereka lakukan tidak menambah cedera pada tubuh Ana.

"Dia kecelakaan, dada nya dan pelipisnya sobek." jelas Edward kepada beberapa perawat yang sedang menggotong tubuh Ana. Mereka dengan sigap memasang oksigen, dan beberapa alat yang di perlukan.

"Siapa dokter yang jaga?" Tanya Edward lagi.

"Tidak ada.. Dokter IGD baru saja menangani pasien lain."

"Cepat bawa dia, saya yang akan tangani."

"Tapi.." tanya perawat itu ragu. Edward memang adalah calon dokter di sana. Tapi saat ini dia belum mendapatkan lisensinya.

"Anda lupa siapa pemilik rumah sakit ini?" tanya Edward lagi.

Akhirnya perawat itu menurut dan membawa Ana ke ruangan emergency. Ya, rumah sakit ini milik ayah Edward. Dia juga memiliki beberapa rumah sakit di negara lainnya. Jadi, mereka tidak ada yang bisa menghalangi Edward.

"Kamu yakin Ed bisa tolong dia?" Tim menahan Edward yang akan masuk ke ruang emergency.

"Kemungkinan terburuk, aku di penjara. Cepat cek identitasnya, kabari keluarganya." perintah Edward.

Dia masuk ke ruangan emergency. Lampu merah segera menyala. Edward sudah mensterilkan dirinya dan menggunakan pakaian operasi. Dia mengecek luka di dada terlebih dulu. Luka nya dalam, tapi tidak sampai menembus jantung nya.

"Aku tidak bisa menemukan keluarga mu, jadi aku dan temanku di luar sana ingin menolong kamu." "Aku akan berusaha sebisa mungkin untuk mengobati luka-luka kamu.. mohon bertahanlah." Edward membisikkan kata-kata itu di telinga Ana sebelum dia melakukan tindakan.

Jari Ana bergerak. Melihat itu, Edward dapat dengan tenang untuk membantu Ana.

*

*

*

Butuh waktu cukup lama supaya pendarahan Ana berhenti. Edward sudah menyelesaikan luka pada dada Ana. Perawat yang mendampingi Edward hanya mampu berdecak kagum karena dokter muda yang nekat ini ternyata melakukan dengan sangat baik.

Kini Edward beralih pada wajah Ana. Perawat sudah mengeluarkan pecahan-pecahan kaca yang menempel di pelipisnya. Separuh wajah Ana rusak.

"Apa ada Dr.Richard?" tanya Edward sambil mengelap keringat yang mengalir deras dari dahinya.

"Dia baru selesai operasi." jawab salah satu perawat.

"Cepat panggil." perintah Edward sambil memandangi gadis itu. Saat ini semua tampak stabil.

Tak lama Dr. Richard datang ke ruangan emergency. Dia berhenti mengomel ketika melihat Edward ada di dalam.

"Kamu sedang apa Ed?" tanya nya terkejut. Jelas saja terkejut karena nama Edward belum tercantum di rumah sakit ini.

"Sepeti yang terlihat."

"Kamu benar-benar gila." Dr. Richard tidak dapat berhenti geleng-geleng kepala. Pandangan Dokter itu lalu beralih pada sosok yang terbaring di ranjang. "Kenapa dia?"

"Kecelakaan..tolong operasi wajahnya karena ada jaringan yang sepertinya rusak."

Dr.Richard melihat kondisi pasien, lalu dia mengangguk. Ini bukan soal yang sulit, karena dia adalah dokter bedah plastik terbaik di rumah sakit ini.

"Aku harus mengubah beberapa bagian. Apa tidak apa-apa?"

"Tanyakan saja pada pria di depan." Edward melepaskan sarung tangan dan maskernya, lalu dia berjalan keluar.

*

*

*

Di luar, Tim sedang mondar mandir menunggu Edward. Sudah 2 jam dia berada di depan ruang emergency dengan perasaan cemas karena Edward tak kunjung keluar. Kalau wanita itu tidak selamat, bukan hanya Edward yang di penjara, tapi dirinya juga akan mendekam di sana.

"Ini pria yang bertanggung jawab atas pasien tadi." Edward membuka pintu. Dia muncul bersama seorang dokter tua yang juga berkacamata seperti dirinya.

Tim melongo ketika Edward berkata kalau dia orang yang bertanggung jawab pada gadis itu. Tim sudah membuka tas milik Ana. Dia tidak dapat membuka ponsel Ana, dan juga tidak menemukan apapun dalam dompet nya. Jadi, saat ini dia belum tau siapa keluarga bahkan nama gadis itu. Dan sekarang Edward bilang kalau Tim yang akan bertanggung jawab? Tentu saja Tim tidak dapat berkata apa-apa lagi dan hanya bisa melongo.

"Saya dokter yang akan melakukan bedah wajah pasien. Tapi sebelumnya, anda perlu menandatangi dokumen di depan."

"Dokumen?" tanya Tim bingung.

"Kamu mau dia selamat? Lakukan saja." bisik Edward.

"Oke, baik dok.." Jawab Tim ragu.

"Saya juga akan mengubah sedikit struktur wajahnya, apa tidak masalah?" tanya Dr.Richard lagi.

"Apapun yang penting dia bisa jadi cantik dan juga bisa selamat."

"Kalau bisa diubah seperti Jennie blackpink." goda Edward sambil menyenggol Tim.

"Sudah lah, cepat selesaikan prosedurnya, waktu saya berharga." usir Dr. Richard.

Edward segera menarik Tim untuk menandatangani dokumen. Dia sudah bernafas lega, karena tugasnya sudah selesai.

"Aku hanya bisa bantu kamu sampai di sini, Tim." ucap Edward saat dia selesai menandatangani dokumen.

"Bro, kamu ga bisa gitu." protes Tim.

"Hey, masa depanku masih panjang. Aku belum selesaikan kuliah ku." Edward menepuk pundak Tim.

"Kamu kira masa depan ku tidak panjang?"

"Tapi kamu lebih bebas.." "Sudahlah, aku mau belajar lagi. Kamu tunggu dia sampai keadaannya membaik."

Tim mendengus kesal. Semua perkataan Edward memang benar.

Edward dan Tim berbeda 180°. Edward adalah si good boy dari anak dari keluarga baik-baik. Dia juga anak yang jenius. Sedangkan Tim, dia tidak memiliki orang tua, dan hidup lebih bebas. Tim tidak melanjutkan kuliah nya dan sekarang dia bekerja sebagai hacker.

Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Edward, Tim akan sangat merasa berdosa.

Keresahan Timothy

Jam sudah menunjukan pukul 7 pagi. Timothy merasakan kepalanya berdenyut karena sejak kemarin dia belum juga tidur. Tim bahkan masih menggunakan pakaian yang terkena noda darah dari tubuh Ana. Dan saat ini, Tim sedang menunggu dokter yang mengoperasi Ana keluar.

Doa Tim terjawab karena tak lama Dr.Richard keluar dari ruang operasi. Dia tersenyum pada Tim. "Saya akan melakukan satu kali operasi lagi, setelah kondisinya stabil."

Sembari mereka berbincang, Perawat keluar untuk memindahkan Ana ke ruang perawatan. Kepala dan wajahnya di perban, sehingga Tim tidak dapat melihat sosok wanita itu.

"Kamu jaga saja dia. Tolong panggil perawat jika terjadi sesuatu." pesan Dr.Richard sebelum pergi.

Tim mengangguk. Dia mengikuti perawat itu dengan membawa tas milik Ana.

Sesampainya di ruangan, Perawat menjelaskan prosedur yang harus dilakukan oleh Tim, jika Ana mulai sadar. Tim lagi-lagi hanya dapat mengangguk karena dia baru pertama kali menemani orang yang melakukan operasi besar.

"Baiklah, Mr. Kami permisi." perawat itu meninggalkan Tim berdua saja dengan Ana.

Timothy mendekat. Dia duduk di samping ranjang sambil melihat alat di samping Ana yang menunjukan ritme jantungnya.

"Ini sungguh lucu.. Kita bahkan belum kenal, tapi aku harus menjagamu." Tim mulai bermonolog.

"Kenapa kamu tidak membawa identitas mu nona?" "Dan kenapa kamu minta orang asing untuk membawa mu pergi?"

Alat di samping Tim mulai berbunyi nyaring. Detak jantung Ana tiba-tiba berpacu cepat. Tim menekan tombol di samping ranjang dengan panik.

Tidak sampai 30 detik, beberapa perawat masuk.

Tim berdiri di pojok ruangan tanpa dapat melakukan apapun. Dia hanya melihat para perawat bekerja sama untuk melakukan penanganan pasca operasi karena kondisi Ana belum stabil.

Perlahan, suara nyaring itu tidak terdengar dan kembali berbunyi normal.

"Mr, tolong jangan katakan apapun yang membuat kondisi pasien drop." tuduh salah satu perawat itu pada Tim. Mereka segera berlalu dari Tim tanpa ingin mendengar pembelaan dari pria yang masih berdiri sambil bengong itu.

Tim kembali duduk dengan tidak enak hati.

'Tim.. kamu memang suka cari masalah. Kalau sudah begini kamu harus bagaimana?' umpatnya pada dirinya sendiri.

Dia mengingat lagi apa yang terjadi tadi malam. Wanita ini dengan jelas mengatakan untuk membawanya pergi. Tim merasa iba ketika melihat mata Ana yang begitu sedih. Itu alasan dia segera menggendong Ana ke mobil. Dia tidak tau kalau menyelamatkan seseorang ternyata serumit ini. Apalagi kalau orang itu tidak punya identitas.

"Kamu dengar aku kan?" "Aku Timothy, orang biasa yang menemukan anda di jalan." "Aku tidak tau apa yang terjadi pada anda, tapi aku bisa membawa anda pergi, nona." Lagi-lagi Tim bermonolog sendiri. Tapi bedanya, dia lebih berhati-hati dan menata katanya sedemikian rupa, supaya Ana tidak drop lagi.

"Kalau anda sudah sehat, aku janji akan mengajak anda ke Indonesia." "Jadi, bertahanlah hidup dan cepatlah sadar." tambah Tim. Dia memegang tangan Ana, lalu menggenggamnya.

Wajah Ana masih di perban dan Tim hanya dapat melihat mata dan bibirnya saja. Dan ketika memperhatikan wajahnya, Ana membuka matanya.

"Hey, kamu sudah sadar?" pekik Tim senang.

"Sakit." ucapnya lemah.

"Kamu baru selesai operasi. Tunggu sebentar."

Tim kembali menekan tombol untuk memanggil perawat.

Ana terus menatap Tim yang masih memegang tangannya.

"Terimakasih." katanya dengan nada yang kurang jelas.

Tim menggangguk sambil tersenyum. Dia sungguh lega, wanita itu bisa selamat.

Perawat kembali masuk dan kali ini, Dr. Richard ikut serta bersama dengan mereka. Dr.Richard mengecek kondisi Ana, dan memberinya obat untuk meredakan nyeri.

"Edward sudah bayar semua biayanya, jadi kamu tidak perlu khawatir. Dia bilang, kamu harus jaga pacar mu dengan baik, setidaknya sampai dia bisa sadar sepenuhnya dari obat bius." pesan Dr. Richard.

"Pacar?"

Dr. Richard tersenyum. Dia menepuk pundak Tim dan pergi tanpa banyak bicara lagi.

'Wah, Edward sialan.' umpat Tim dalam hati. Pasti Edward sudah mengarang cerita pada Dr. Richard.

Tapi itu tidak penting sekarang, karena yang penting adalah memantau kondisi Ana.

Tim kembali duduk dan memperhatikan Ana yang sudah mulai kembali tenang.

30 menit berlalu, Ana mengigau dan mengerang meminta tolong. Tim yang sudah tidur ayam tersadar. Dia memegang tangan kanan Ana dan menenangkannya sampai dia kembali diam.

Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Timothy. Wanita ini seperti sedang ketakutan. Dia juga mengigau seperti di kejar seseorang. Apakah dia itu penjahat yang sedang kabur? Atau dia itu mau di culik? Ya, Timothy tidak bisa mendapatkan jawaban yang tepat sebelum wanita ini sadar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!