NovelToon NovelToon

Istri Kecil Kapten Josh

Freesia Lovina

Kring...kring...kring...

Seorang gadis berseragam putih abu-abu mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang, senyum menghiasi wajah ayunya saat dia menyapa orang-orang yang berpapasan dengannya.

Gadis itu memarkirkan sepedanya di depan sebuah toko bunga yang tak terlalu besar, dengan langkah yang begitu ringan gadis itu masuk ke dalam Anne Florist, toko bunga milik bibinya.

“Freesia, berapa kali bibi katakan sepulang sekolah kau harus belajar di rumah, kenapa kau senang sekali datang kemari dan membuat bibi jengkel!”

Freesia Lovina, gadis cantik yang baru berusia 18 tahun. Gadis berdarah Indonesia-Belanda itu memiliki tinggi 165 cm sehingga dia terlihat lebih tinggi dari teman sebayanya. Freesia memiliki wajah yang sangat cantik, dengan lesung pipi di kedua sisi wajahnya serta dagu yang terbelah membuat gadis itu terlihat semakin memesona. Bola mata berwarna cokelat dan warna rambut yang senada kerap membuat beberapa pria tersihir akan keindahan Freesia. Belum lagi saat gadis itu tersenyum dan menampakkan kedua gigi gingsulnya, Freesia adalah pahatan terindah dari sang Maha Kuasa.

Menurut sang bibi, nama Freesia sendiri di berikan oleh kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Freesia adalah nama sebuah bunga yang berasal dari Afrika Selatan, bunga yang di kenal dengan kecantikannya dan juga keharumannya. Bunga Freesia memiliki paduan aroma mint, madu dan stroberi. Bunga Freesia juga dikenal sebagai simbol kemurnian dan kepercayaan.

Meski telah kehilangan kedua orang tuanya, namun Freesia tumbuh menjadi gadis yang periang dan baik hati, dia juga memiliki kecerdasan di atas rata-rata sehingga Freesia bisa bersekolah di SMA Angkasa lewat program beasiswa. Hanya saja watak keras kepalanya terkadang membuat Anne Frustrasi menghadapi keponakannya.

“Aku hanya ingin membantu bibi, nanti malam juga aku akan belajar. Jadi berhentilah memarahiku seperti bocah!” protes Freesia pada Anne, wanita berusia 30 tahun yang kini merawatnya setelah kepergian kedua orang tuanya.

“Kau memang masih bocah Frey!” ucap Anne seraya mengacak rambut keponakannya.

“Bibi Anne,” teriak Freesia tak terima, gadis itu mencebikkan bibirnya hingga membuatnya terlihat menggemaskan.

“Bibi akan memeriksa beberapa tanaman di belakang, kau tetap di sini dan jangan pergi ke mana pun!”

Freesia hanya mengacungkan jari jempolnya kepada Anne, gadis itu lalu duduk di kursi yang berada di kasir dan mulai sibuk dengan gawai pintarnya.

Ting...ting...ting...

Pintu terbuka bersamaan dengan bunyi gemerincing dari lonceng angin yang terpasang di pintu. Freesia menaruh ponselnya di atas meja, gadis itu lalu berdiri untuk menyambut pelanggan yang datang.

“Selamat datang di Anne Florist, sila...” Freesia tak melanjutkan kalimat sapaannya, gadis itu membeku di tempat dengan bola mata yang melebar sempurna, mulutnya yang menganga hampir saja mengeluarkan air liur. Freesia tak berkedip sama sekali, gadis itu masih terpesona pada seorang pria berseragam Pilot yang kini berdiri di hadapannya. Pria yang memiliki bola mata berwarna biru itu berhasil menyihir Freesia.

Dug-dug... dug-dug...

Jantung Freesia berdegup dengan cepat, Freesia memegangi dadanya dan merasakan jika jantungnya akan melompat keluar dari rongga dada. Sebuah debaran yang baru saja di rasakan oleh Freesia. Oh tidak, gadis itu sepertinya jatuh cinta.

“Excuse me,” pria itu menjentikkan jarinya di depan wajah Freesia karena gadis itu masih tercenung di tempatnya.

“Hello,” ucapnya lagi dan kali ini berhasil mengembalikan kesadaran Freesia.

“Eh, Se-selamat datang di Anne Florist, ada yang bisa saya bantu?” tanya Freesia dengan gugup, lihat saja tangan dan kakinya bahkan bergetar dengan sangat hebat.

“Saya ingin membeli seratus tangkai bunga mawar merah, bisakah anda merangkaikannya?”

Suara berat namun terdengar merdu itu semakin membuat jantung Freesia berdebar-debar, namun sebisa mungkin Freesia bersikap tenang agar pria itu tidak menganggapnya konyol.

“Tentu saja bisa. Apa anda akan menunggu atau kami bisa mengantarnya ke alamat tujuan?” tanya Freesia dengan ramah, senyum terbit di wajahnya hingga menampakkan dua cekungan dalam di kedua pipinya.

“Saya akan menunggu,” jawab pria itu.

“Kalau begitu anda bisa tunggu di sana, saya akan segera menyiapkan pesanan anda,” Freesia menunjuk single sofa yang berada di sisi lain toko bunga itu, setelah pria itu duduk di sofa tersebut Freesia segera berlari menemui Anne.

“Bibi Anne, ada pelanggan yang menginginkan seratus tangkai mawar merah, dia menunggunya di depan,” ucap Freesia penuh semangat sementara Anne hanya mengangguk.

“Kau seperti orang gila,” desis Anne saat menyadari keponakannya senyum-senyum sendiri.

“Aku memang gila, gila karena pelanggan tampan itu,” batin Freesia dengan senyum yang semakin merekah.

“Frey, siapkan teh untuk tamu kita!” teriak Anne, tentu saja hal itu menjadi kesempatan besar Freesia untuk kembali melihat pria yang mampu menggetarkan hatinya.

Tak butuh lama bagi Freesia untuk menyiapkan teh, gadis itu lalu membawa secangkir teh tersebut dan menyajikannya di atas meja kecil.

“Teh anda tuan,” ujar Freesia dengan ramah.

“Thanks,” jawab pria itu singkat.

Freesia lalu kembali duduk di kursi yang berada di belakang meja kasir, gadis itu menahan wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja, tatapannya hanya tertuju pada pria asing yang sedang duduk tak jauh darinya.

Beberapa saat kemudian Anne datang membawa seratus tangkai bunga mawar merah yang sudah di rangkai dengan sedemikian rupa. Pria itu pun beranjak dari duduknya dan menghampiri Anne di meja kasir.

“Tolong tuliskan Happy Birthday Lynda!” tutur pria itu dan segera di angguki oleh Anne.

“Bagaimana dengan nama pengirimnya tuan?” tanya Anne dengan ramah.

“Josh,” sahutnya dengan sangat singkat.

“Josh, Josh, Josh, aku memantraimu dengan sihirku, jika kita di pertemukan lagi akan aku pastikan kau menjadi milikku. Bim salabim, jadilah milikku,” gumam Freesia di dalam hatinya, entah kekonyolan apa yang sedang di lakukannya, gadis itu menginginkan Josh menjadi miliknya.

Sungguh gadis kecil yang sangat naif, bagaimana bisa di jatuh cinta pada pria yang jelas-jelas lebih pantas menjadi pamannya?

Ah sudahlah, cinta memang buta. Biarkan gadis itu berandai-andai semaunya.

BERSAMBUNG...

Pertemuan kedua

Sejak pertemuannya dengan pria bernama Josh dua bulan yang lalu, Freesia lebih sering datang ke toko bunga, dia berharap bisa bertemu lagi dengan pria pujaan hatinya.

Seperti siang ini, setelah bel pulang sekolah di bunyikan, Freesia segera berlari keluar kelas, namun langkahnya terhenti saat dia merasa ada seseorang yang menarik tas ransel di punggungnya. Freesia berbalik, gadis itu memutar bola matanya malas saat melihat siapa yang telah menarik tasnya dari belakang.

“Lepasin tas gue Kaily!” seru Freesia seraya menatap tajam gadis bernama Kaily, gadis keturunan Indonesia-China yang memiliki tubuh bongsor dengan pipi gembul yang menggemaskan. Kaily dan Freesia bersahabat sejak mereka baru masuk di sekolah mereka.

“Lo mau ke mana sih Frey, beberapa bulan terakhir lo selalu buru-buru pulangnya?” tanya Cia, gadis tomboi yang juga merupakan sahabat Freesia.

“Bilangin Kaily suruh lepasin tas gue, abis itu gue ceritain semuanya!” pinta Freesia karena Kaily masih setia menahan tas ranselnya.

“Lepas Ndut,” titah Cia seraya melirik Kaily, tanpa menunggu lama Kaily langsung melepaskan tas Freesia.

“Ayo ceritain SE-MU-A-NYA!” Cia menagih janji Freesia, bahkan Cia sampai menekankan setiap kata-katanya agar Freesia menceritakan semuanya.

Freesia menarik kedua sahabatnya penuju parkiran sekolah, Freesia celingukan ke kanan dan ke kiri, dia ingin memastikan jika tak ada yang mendengarkan cerita konyolnya selain kedua sahabatnya.

“Gue jatuh cinta,” jujur Freesia dengan wajah tersipu.

“What?” pekik Kaily dan Cia secara bersamaan.

“Jangan berisik. Jadi dua bulan yang lalu ada pilot tampan yang beli bunga di toko bibi Anne, dan saat itu juga gue yakin kalau gue jatuh cinta sama pilot itu,” jelas Freesia.

“Pilot? Artinya dia lebih tua dari kita dong?” tebak Cia tepat sasaran.

“Umur itu hanya masalah angka saja. Lagian apa salahnya menyukai pria yang lebih dewasa?” Freesia kini tersenyum seperti orang bodoh, saat mengingat wajah pilot tampan itu membuat wajah Freesia bersemu merah.

Kaily dan Cia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Freesia yang sedang senyum-senyum sendiri.

“Cabut Kai, nanti kita ketularan gila juga,” ejek Cia seraya menarik tangan Kaily, sayangnya yang di tarik tak bergerak sama sekali. “Astaga, berasa narik gajah,” gumam Cia sambil menepuk dahinya.

“Gue duluan ya,” pamit Freesia, gadis itu mengayuh sepedanya dengan kecepatan penuh. Hari ini dia memiliki feeling akan bertemu dengan pilot tampannya.

Setibanya di Anne Florist, Freesia langsung duduk di belakang meja kasir. Setiap lonceng berbunyi Freesia segera berdiri, namun hingga sore tiba, pria pujaannya tak kunjung datang.

“Ramalan Zodiak kamvret,” gerutu Freesia, pasalnya pagi tadi dia membaca ramalan, dan di dalam ramalan itu di sebutkan jika Freesia akan bertemu belahan jiwanya hari ini.

“Bi, Frey pulang,” pamit Freesia dengan lesu, namun belum sempat dia bergerak, lonceng angin lebih dahulu berbunyi dan detik selanjutnya pintu terbuka menampilkan sesosok pria yang di tunggu-tunggu oleh seorang Freesia.

“Gue enggak mimpi kan?” Freesia membatin, untuk membuktikannya dia sampai mencubit lengannya sendiri. “Sakit. Jadi ini nyata,” pekiknya dengan wajah berseri-seri.

Derap langkah kaki pilot tampan itu semakin mendekat, Freesia merapikan rambutnya dan memakai lipstint agar bibirnya tidak terlihat pucat. “Selamat datang di Anne Florist, ada yang bisa di bantu?” sapa Freesia dengan ramah dan senyum semanis mungkin.

“Aku butuh seratus tangkai bunga mawar merah. Tolong rangkai secantik mungkin,” pesannya dengan wajah datar, sayang sekali padahal pria itu akan semakin tampan jika tersenyum.

“Baik tuan, mohon tunggu sebentar,” Freesia lalu menghampiri Anne yang tengah sibuk merawat tanamannya.

“Bi, seratus tangkai bunga mawar merah dan harus di rangkai secantik mungkin,” ucap Freesia mengulangi pesanan pria yang di ketahuinya bernama Josh.

“Hem,” Anne hanya bergumam, wanita itu lalu sibuk menyiapkan pesanan pelanggannya.

Sementara Anne sibuk dengan bunga-bunganya, Freesia justru sedang sibuk mengamati wajah tampan milik pilot tampannya.

“Ponsel, di mana ponsel gue?” Freesia kelabakan mencari keberadaan gawai cerdasnya, setelah ponselnya ketemu Freesia segera memotret pilot tampan itu meski tanpa meminta izin terlebih dahulu. “Mencuri foto bukan tindakan kriminal kan? Ah sudahlah, kalaupun harus di penjara gue ikhlas,” ucapnya bermonolog, dia lalu kembali mencuri foto pilot tampan sang pujaan hati.

Freesia segera menyimpan ponselnya saat Anne datang, gadis itu cukup pintar menyembunyikan perasaannya.

“Pesanan anda tuan,” Anne meletakkan rangkaian bunga mawar merah di atas meja kasir. “Bagaimana dengan kartu ucapannya?” tanya Anne kemudian.

“Love you Lynda,” ucap pria itu dengan suara tegasnya.

“Lalu nama pengirimnya?

“Josh.”

Setelah membayar pesanan bunganya, Josh segera keluar dari toko milik Anne sambil memeluk seratus tangkai bunga mawar merahnya. Sementara Freesia tampak lesu memikirkan kartu ucapan yang di pesan oleh Josh.

“Jadi dia sudah menikah,” batin Freesia sedih. Namun detik selanjutnya dia tersenyum saat hal lain terlintas di pikirannya. “Mungkin saja itu untuk ibunya, atau untuk pacarnya. Selama janur kuning belum melengkung pantang bagi Freesia untuk mundur, sekalipun janurnya sudah melengkung maka aku akan meluruskannya lagi,” gadis itu tersenyum geli mengingat perkataannya yang terdengar konyol.

“Ya Tuhan kenapa Kau kirimkan gadis gila ini sebagai keponakanku,” sindir Anne saat wanita itu menyadari Freesia sedang senyum-senyum sendiri.

“Aku bukan gila, aku hanya sedang jatuh cinta bi,” ucap Freesia membela diri.

“Jatuh cinta?” ulang Anne penuh penekanan. “Hahaha, kau ini masih bau kencur, lebih baik fokus sekolah dan masuk ke perguruan tinggi favorit!” tegas Anne seraya menatap keponakannya. Sebenarnya Anne bukanlah tipe wanita kolot yang akan melarang anak muda untuk jatuh cinta dan pacaran. Namun, sepeninggal kedua orang tua Freesia sepuluh tahun silam mengharuskan Anne memikul beban berat di pundaknya. Bayangkan saja, seorang gadis berusia 20 tahun harus merawat keponakannya yang baru berumur 8 tahun.

Anne selalu menekankan pada Freesia agar gadis itu belajar dengan giat, Anne memiliki harapan tinggi pada ponakannya. Anne berharap Freesia bisa kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Dengan begitu, Anne tidak perlu khawatir lagi jika dia harus pergi meninggalkan keponakannya yang cantik. Namun selama Freesia belum sukses, Anne akan tetap mendampingi gadis kecilnya.

“Kak, bantu aku untuk menjaga putri kalian yang keras kepala itu.”

BERSAMBUNG...

Mantra Seorang Gadis

Pagi menyapa, cahaya matahari mulai menembus celah jendela kamar seorang gadis yang masih terlena dalam mimpinya. Perlahan gadis itu mengerjapkan matanya saat dia merasa sesuatu yang hangat mengusik tidurnya.

Tak berselang lama, sebuah ketukan pintu terus berulang dan sontak membuat gadis itu membuka matanya dengan lebar.

“Freesia Lovina, bangun!” teriak Anne dari balik pintu. “Dalam hitungan ke lima kau tidak bangun, jangan salahkan bibi jika tidak ada jatah sarapan untukmu,” ancam Anne, wanita itu lalu mulai menghitung mundur. “Lima... empat... tig...” Anne tak melanjutkan hitungannya karena sebelum hitungan ke tiga pintu kamar terbuka lebar dan menampilkan seorang gadis dengan penampilan yang sangat berantakan. Kancing piyama yang tak terpasang pada tempatnya, rambut panjang yang lebih mirip dengan rambut singa, serta noda putih bekas air liur masih menempel di sudut bibirnya.

“Kenapa bibi selalu mengancamku dengan makanan. Tidak bisakah bibi membiarkanku tidur lebih lama lagi. Ini hari minggu bi, waktunya bermalas-malasan,” protes Freesia dengan suara serak, tak lupa tangannya yang sedang sibuk membersihkan kotoran di matanya.

“Tidak ada yang namanya hari malas-malasan. Sekarang cepat mandi dan bantu bibi di toko bunga!” seru Anne dengan tangan berkacak di pinggangnya.

“Kalau orang tuaku masih hidup mereka pasti tidak akan segalak bibi,” keluh Freesia, sebuah keluhan yang bahkan tak mempan lagi untuk meluluhkan hati Anne.

“Jika mereka masih hidup, mereka pasti malu memiliki anak malas sepertimu!” sahut Anne tak mau kalah dengan keponakannya.

“Ya ya, karena itulah mereka memilih meninggalkanku,” celetuk Freesia, gadis itu lalu kembali masuk ke dalam kamar dan pergi ke kamar mandi, sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Freesia menghentikan langkahnya, gadis itu lalu menoleh pada bibinya . “Bi, kau masih berhutang padaku soal kematian mereka,” ujar Freesia, gadis itu lalu mengerlingkan matanya ke arah Anne.

Sementara itu Anne hanya bisa menghela nafas yang terdengar begitu berat, sejak Freesia mulai tumbuh remaja gadis itu kerap menerornya dengan pertanyaan yang sama, yaitu mengenai penyebab kematian kedua orang tuanya.

Selama ini Anne bungkam dan menyimpan rahasia kematian kakak serta kakak iparnya, baginya tak perlu lagi mengungkit luka lama yang bahkan belum mengering.

Di meja makan, Anne telah menyiapkan roti serta segelas susu hangat untuk keponakannya.

“Roti lagi, susu lagi. Bosan bi,” rengek Freesia seraya menatap malas roti dan segelas susu yang ada di hadapannya.

“Kalau begitu tidak usah makan,” Anne menarik piring yang berisi roti itu menjauh, namun tangan Freesia dengan sigap menahan piring tersebut.

Dengan sedikit terpaksa akhirnya Freesia menjejalkan roti ke dalam mulutnya.

“Katanya bosan,” sindir Anne sambil terekeh saat melihat mulut keponakannya menggembung karena sesak anak makanan.

“Terpaksa, dari pada tipesku kumat,” sahut Freesia kesal.

Meski memiliki darah Belanda, namun Freesia lebih menyukai sarapan ala orang Indonesia, dari pada selembar roti tawar beroleskan selai dan segelas susu hangat, Freesia lebih memilih nasi uduk dan teh tawar hangat sebagai menu sarapannya.

Kedua wanita berbeda generasi itu menikmati sarapan mereka dalam hening.

Seperti biasanya, setelah sarapan Freesia bertugas mencuci piring. Setelah pekerjaan rumah selesai, keponakan dan bibi yang jarang akur itu pergi ke Anne Florist.

Freesia mengayuh sepedanya sambil tersenyum, embusan angin menyapu wajah serta mengibarkan rambut panjang berwarna cokelat miliknya, membuat gadis itu tampak bersinar secerah mentari pagi ini. Jangan lupakan earphone yang menggantung di kedua sisi telinga gadis kecil itu, bibirnya yang mungil berkomat-kamit ikut menyanyikan lagu yang tengah di dengarnya.

Saking asyiknya bersepeda dan bernyanyi, Freesia sampai tak menyadari jika ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah bersamaan. Di sebuah pertigaan Freesia membelokkan sepedanya, namun di saat yang sama sebuah sedan mewah juga berbelok dan tak sengaja menyerempet sepeda Freesia.

Brak...

Freesia terjatuh bersama sepedanya, kaki kirinya tertimpa badan sepeda sementara kaki kanannya seolah melayang di udara, gadis itu mengalungkan earphone nya di leher lalu menatap tajam mobil yang telah membuatnya terkapar di pinggir jalan.

“An**jing, babi, sapi, kutu busuk, kamvret,” umpat Freesia kesal, gadis kecil itu lalu berusaha berdiri dan tidak menyadari jika mobil yang telah menyerempetnya juga menepi.

“Are you okay?” tanya seorang pria dengan nada rendah dan terkesan berat, suara bass dari pria itu terdengar sexy.

“Mata loe buta, nih lihat kaki gu...” Freesia tak melanjutkan kalimat makiannya, gadis itu terpaku di tempatnya dengan bola mata yang hampir keluar. Freesia lalu mengedipkan matanya berulang kali, memastikan jika dia tidak sedang berhalusinasi.

“Hey, are you okay?” ulang pria itu seraya menjentikkan jari di depan wajah Freesia.

“Eh anu, gu.. maksudnya saya baik baik saja,” jawab Freesia gugup, bagaimana tidak, jika pria yang baru saja di makinya adalah Josh, kapten tampan yang di claim menjadi miliknya.

Josh membantu mengangkat sepeda yang menimpa kaki Freesia, dengan hati-hati Josh juga membantu Freesia berdiri.

"Kita harus ke rumah sakit, sepertinya kakimu terluka," ajak Josh khawatir.

Sementara Freesia fokus menatap wajah pria pujaannya yang begitu dekat, bahkan Freesia bisa mencium aroma vanila dari tubuh pria yang sedang membantunya itu. Freesia seolah terhipnotis, gadis itu melongo saat melihat dengan jelas pahatan wajah tampan milik Josh.

"Hey, kita harus ke rumah sakit," ajak Josh lagi, kali ini pria itu menatap wajah Freesia yang terlihat seperti gadis bodoh.

"Josh, ayolah. Aku hampir terlambat!" teriak seorang wanita dengan nada kesal, mau tidak mau Freesia menjauhkan diri dari Josh.

"Auw," pekik Freesia keras, saat dia menggeser kakinya, dia merasa kesakitan.

"Kakimu pasti cedera," ucap Josh yang kembali fokus pada Freesia setelah sempat menoleh ke belakang di mana seorang wanita tengah menunggunya.

"Josh, cepat!" teriak wanita itu tak sabaran.

Pria bernama Josh itu menoleh setelah mendengar teriakan dari wanita yang sedang menunggunya di samping mobil. "Jen, bersabarlah. Gadis ini terluka," jawab Josh.

"Beri saja beberapa uang untuknya, aku tak bisa menunggu lagi Josh!"

"Saya baik-baik saja, sebaiknya anda pergi sekarang," sela Freesia, gadis itu sedikit kesal pada wanita yang mengganggu momen nya bersama Josh, namun sebisa mungkin Freesia menunjukkan sikap lemah lembutnya di hadapan pria yang di idamkannya itu.

"Tapi kakimu terluka!" ujar Josh ragu meninggalkan Freesia.

"Tidak papa tuan, tujuan saya sudah dekat," jawab Freesia.

"Baiklah kalau begitu. Aku sungguh minta maaf,"Josh mengeluarkan dompet dari sakunya, pria itu lalu memberikan kartu namanya kepada Freesia. "Hubungi aku jika kakimu terluka parah."

Freesia hanya mengangguk kaku, di tatapnya punggung Josh yang sudah menjauh.

"Joshua Janszen," Eja Freesia seraya menatap kartu nama yang berada di tangannya.

"Kau milikku, bim salabim!"

BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!