SINOPSIS
Cerita ini merupakan cerita fiksi yang menceritakan kisah seorang panglima perang suku Dayak bernama siwara, gelar panglima yang iya dapat adalah gelar turun temurun dari keluarganya.
Dalam cerita ini akan memperlihatkan perjuangannya dalam menghadapi banyak peperangan melawan iblis dan musuh-musuh yang ingin menguasai wilayah tempat tinggalnya atau dalam sukunya disebut binua yang dipimpin oleh seorang timanggung bernama juak.
Timanggung juak memiliki dua orang anak satu laki-laki bernama kasut dan seorang gadis bernama dara Serunti, karena kecantikan dan tutur kata yang lembut meskipun memiliki watak keras kepala tetapi hal itulah yang membuat panglima siwara jatuh hati kepada dara Serunti, begitu pula sebaliknya, karena tampan dan gagah juga baik hatinya dara Serunti pun jatuh cinta kepada siwara.
selain memiliki kekuatan fisik panglima siwara juga dijuluki sebagai panglima Mandau terbang, kerena memiliki Mandau terbang warisan dari nenek nya yang bernama nek nanggon, iya sangat ditakuti oleh orang yang pernah iya kalahkan di medan perang. Walaupun tenaga dalamnya belum sempurna tetapi iya terus saja melatih tenaga dalamnya agar lebih mampu mengendalikan Mandau terbang warisan miliknya itu yang memang sangat sulit untuk dikuasai.
......................
EPISODE 1 PANGKALIMA KASUT
Pagi itu matahari baru saja mulai menampakan cahayanya, pelan Namum pasti sinarnya mulai menguasai hampir semua tubuh pegunungan sekitar tak terkecuali rumah pangkalima didesa itu,
Di kejauhan nampak seorang lelaki paruh baya menuju rumah pangkalima, yang memang rumahnya agak jauh dari perkampungan.
Setelah sampai lelaki itu langsung mengetuk pintu rumah itu.
Tok...tok...tok
"siwara !"
pak gamok mengetuk pintu rumah, sesekali iya memanggil nama siwara.
"Pangkalima siwara !"
panggil lelaki separuh baya itu dengan rasa cemas dan sangat ketakutan.
Beberapa saat kemudian keluarlah siwara dengan badan yang besar dan tinggi terlihat sangat gagah.
"Iya ada apa, dan kenapa kau terlihat cemas ?"tanya siwara kepada pria paruh baya yang memang iya kenali itu.
"Ka...ka...ka.."
karena rasa cemas dan takut iya berusaha menjelaskan dengan terbata-bata apa maksud dan tujuan kedatangan kepada siwara.
"Kaka apa bicaralah dengan jelas !"
ucap pangkalima siwara memotong apa yang hendak dikatakan oleh pak gamok kepadanya,
Pak gamok pun terdiam sejenak sembari menarik nafasnya agar sedikit tenang.
"Anu, kampung kita diserang oleh seseorang, dan aku tidak mengenalnya."
Ucap pak gamok dengan nada suara yang tiba-tiba sangat lantang, sembari menatap dilantai tanah rumah pangkalima
"siapa yang menyerang kampung ?"
pangkalima bertanya-tanya pada dirinya sendiri, sampai kemudian iya teringat akan seseorang yang sangat membenci.
"Sialan ini pasti ulahnya kasut !"
langsung terpikirkan didalam benaknya bahwa yang melakukan penyerangan itu pasti pangkalima kasut dan anak buahnya, namun iya masih terlihat tenang dan nampak tak terlalu memikirkan hal itu....
"sebaiknya kau kembali, aku akan menyusul mu, biarkan aku bersiap-siap terlebih dahulu."
"Baiklah aku akan kembali sekarang juga." sahut pak gamok.
pangkalima siwara langsung masuk kedalam rumahnya dan keluar dengan membawa peralatan, seperti sumpit dan Mandau yang terlihat biasa-biasa saja
karena tak ingin membuat warga kampung menunggu lama kedatangannya, iya menggunakan kekuatan burung barenyah, dan langkahnya dimulai dengan satu lompatan tinggi yang langsung membawanya kepuncak bukit didepannya.
sementara itu kasut yang memang telah menantikan kedatangan siwara mulai tak sabar untuk bertemu dengan orang yang telah menjadi saingan itu.
"Dimana pangkalima siwara ?"
tanya kasut dengan nada kasar dan sangat menakutkan ditambah lagi badannya yang besar dan tinggi membuat warga kampung semakin merasakan ketakutan dan rasa cemas yang begitu dalam.
"Maaf, pangkalima, tapi kami sungguh-sungguh tidak tahu dimana pangkalima siwara saat ini."
jawab salah seorang lelaki dengan wajah takut.
"Jika dia berani muncul dihadapan ku, akan ku penggal kepalanya hari ini !"
ucap kasut dengan nada sombong dan sangat percaya diri.
"Aku disini, tepat di belakangmu."
sahut siwara yang sudah berada dikampung dengan cepat karena kekuatan burung Barenyah yang iya miliki, kampung itu terasa sangat dekat dan tidak membutuhkan waktu lama untuk seorang siwara menempuhnya, meskipun jika dilakukan oleh orang biasa akan menempuh waktu hampir 2 jam agar bisa sampai dikampung itu
"Apa yang kau lakukan ini kasut, tidakkah kau malu dengan sikapmu ini, ingatlah kasut kau adalah seorang anak dari timanggung di binua ini."
karena merasa jengkel, pangkalima siwara langsung menyudutkan kasut.
"Oh...berani juga kau menampakan batang hidungmu pangkalima, sudah tak sayang ternyata kau dengan kepalamu dan wajah tampan mu itu."
ucap kasut dengan rasa sombong dan dan sangat percaya diri.
"Apa yang kau inginkan dariku sampai kau tega melibatkan penduduk dikampung ini ?"
tanya pangkalima siwara sembari melihat orang-orang yang berlutut tunduk dengan rasa takut yang luar biasa.
"Tentu saja jabatan yang seharusnya menjadi milikku dan kau telah merebutnya dari ku."
"mengapa kau sangat menginginkan jabatan itu, aku bahkan tak pernah memikirkannya."
" Tentu saja karena aku lebih pantas menduduki jabatan itu."
"Lantas apakah begini caramu memintanya padaku ?"
Tanya pangkalima dengan senyum kecilnya yang khas.
"Bagiku ini adalah cara paling tepat yang harus aku pilih, ini adalah budaya kita, Siapa yang kuat dia yang akan mendapatkan."
karena merasa dipermainkan, kasut menjelaskan tata cara hidup di binua tempat mereka berpijak sekarang.
Pangkalima siwara menghela nafasnya kemudian mencoba mendekati kasut dengan perlahan, dengan harapan tak ada pertarungan, dan tak ada yang mati hari ini.
"Jangan mendekat !"
ucap kasut menghentikan langkah siwara yang mencoba mendekatinya untuk berbicara lebih dekat dengannya.
Karena merasa terancam iya lantas memerintahkan anak buahnya untuk mengepung siwara,
Sambil iya mendekati seorang gadis desa lalu memeluknya dan menempelkan mata mandaunya dileher gadis itu.
"Apa lagi yg kau lakukan kasut, bukanya kau ingin melawanku lalu kenapa kau jadi penakut sekarang"
pangkalima siwara semakin merasa jengkel kepada kasut, karena kesal iya menarik keluar mandau miliknya.
"Sial ternyata dia membawa Mandau itu." ucap kasut dalam benaknya kini iya mulai menyadari siapa lawannya sebenarnya.
Iya tahu akan kehebatan Mandau itu yang merupakan Mandau warisan dari nek nanggon yang merupakan tetua yang tak terkalahkan didesa itu pada zaman dulu.
"Mengapa kau terlihat bingung, cepat lepaskan gadis itu dan aku akan mengampuni !"
kali ini siwara tak lagi bermain-main menghadapi kasut,
Mendengar ucapan siwara anak buah kasut pun merasa ketakutan dan pergi meninggalkan kampung itu, dan sekarang hanya menyisakan kasut seorang diri.
"Baiklah, hari ini aku mengakui kekalahan ku, tapi lain kali kau akan bertekuk lutut di hadapanku."
Ucap kasut sambil berlari meninggalkan kampung itu, kepergian kasut disambut dengan senyuman kecil olehnya.
"Kembalilah ke rumah kalian masing-masing" kata pangkalima kepada semua orang yang masih berlutut dihadapannya.
karena sudah merasa aman semua nya pun berdiri dan meninggalkan tempat itu dengan rasa bahagia.
"Apakah kau baik-baik saja"? Tanya pak gamok yang baru saja sampai ditempat itu kejadian.
"Iya aku baik-baik saja, pergilah pulang dan lakukan tugas sehari-harimu." Ucap pangkalima meyakinkan pak gamok.
"Bolehkah aku menemanimu kembali ke bukit kunyit bila kau izinkan aku akan menyiapkan perbekalan kita." ujar pak gamok.
"Baiklah kau boleh menemaniku pulang" jawab siwara yang merasa tenaga dalamnya sudah hampir habis setelah menggunakan kekuatan burung Barenyah.
Merekapun berangkat untuk kembali pulang ditempat kediaman pangkalima yang akan memakan waktu kurang lebih 2 jam, kediaman itu letaknya tepat di bukit kunyit yang terkenal sangat angker dan berbahaya karena banyak binatang buas dan iblis yang haus akan darah.
Ditengah perjalanan tiba-tiba pangkalima berhenti.
"Ada apa pangkalima ?" Tanya pak gamok
"diamlah ada yang sedang memata-matai kita" ucap pangkalima.
Tak lama kemudian tiba-tiba melintas bayangan gelap yang menutupi jalan.
"Keluarlah dan tunjukan wajahmu iblis" ujar pangkalima kepada bayangan itu.
"masih ingatkah kau padaku wahai pangkalima siwara? Tanya bayangan itu sambil terbatuk-batuk.
"Kau rupanya nek beronkg, apa maksudmu menghalangi jalan kami ?" Tanya pangkalima kepada nek beronkg.
"Apa kau lupa tadi kau telah melukai hati kerabat baikku ?" Tanya nek beronkg.
"Tak ada maksudku untuk melukai hati kerabat mu itu, tapi dia yang menantang ku" jelas pangkalima kepada nek beronkg.
"Kalau begitu kau harus melawanku malam ini" ucap nek beronkg.
"Aku tak ingin bertarung denganmu nek beronkg pergilah kau dari hadapanku" ujar pangkalima.
"Hehehehe.. apa kau takut melawanku pangkalima?" Ucap nek beronkg sambil tertawa keras
"Baiklah aku terima apa kau inginkan, tapi sebelum itu tunjukan dulu wajah aslimu". Ucap pangkalima sembari menyuruh nek beronkg menunjukan jati dirinya.
"Baiklah akan ku perlihatkan wajah asliku" jawab nek beronkg dengan rasa tak sabar ingin berhadapan melawan pangkalima.
Tak lama kemudian bayangan hitam itu semakin mengecil dan berubah bentuk menjadi sesosok manusia berkepala burung hantu berpakaian serba hitam yang sangat menyeramkan.
"menjauh dari sini pak gamok, aku terpaksa harus bertarung melawan iblis ini."
"Baiklah pangkalima" ucap pak gamok sambil berjalan mundur, dengan rasa takut pak gamok berlari menuju sebatang pohon besar lalu berdiri disitu sambil melihat mereka bersiap untuk bertarung.
Merekapun saling menyerang, dan sesekali mereka berteriak,
Tak lama mereka beradu tenaga dalam dan keduanya terpental diwilayahnya masing-masing.
"Ternyata iblis ini hebat juga " kata pangkalima sambil mengatur nafasnya.
Begitupun nek beronkg
"sebagai keturunan panglima kekuatannya memang tidak diragukan, ternyata kekuatannya memang hebat"
ucap nek beronkg dalam pikiran nya yang juga merasakan kehebatan pangkalima.
Merasa letih saling jual beli serangan keduanya memutuskan untuk mengakhiri pertarungan dengan menggeluarkan jurus andalan mereka masing-masing.
Pangkalima sudah siap dan mengeluarkan mandaunya dari sarangnya.
"Kau sudah siap nek beronkg ?" tanya pangkalima...
Tiba-tiba nek beronkg mengembalikan tenaga dalamnya lalu pergi tanpa sepatah katapun.
Pangkalima sedikit heran dengan apa yang terjadi padanya saat itu melihat nek beronkg yang begitu hebat tiba-tiba lari meninggalkan pertarungan.
"Pangkalima kenapa dia pergi" tanya pak gamok. "Entahlah" jawab pangkalima.
"Mari kita lanjutkan perjalanan" kata pangkalima kepada pak gamok
"Baik pangkalima" sahut pak gamok dengan girang.
Setelah lama menempuh perjalan merekapun sampai ditempat kediaman pangkalima.
"Kau akan kembali ke kampung atau bermalam disini pak gamok" tanya pangkalima,
"Aku bermalam saja, mana berani aku pulang sendirian" ujar pak gamok...
Pangkalima hanya tersenyum kecil sambil mempersilahkan pak gamok masuk kerumahnya. Karena sangat letih merekapun langsung tertidur dengan nyenyak.
Bersambung...
pagi-pagi sekali Pangkalima sudah terbangun dari tidurnya begitu juga pak gamok yang semalam menginap dirumah pangkalima.
"Saya pamit pulang pangkalima" ucap pak gamok. "Terimakasih sudah mengizinkan saya menginap dirumah pangkalima" lanjut pak gamok dengan nada yang rendah. "Silahkan pak gamok, terimakasih juga sudah menemani saya pulang" ucap pangkalima.
Tak berselang lama setelah pak gamok meninggalkan rumah itu, tiba-tiba datang seorang lelaki paruh baya menyerukan namanya, dan pangkalima siwara pun membalikan badannya kemuka jalan menuju rumah.
"Pangkalima" seru orang itu sambil menarik nafasnya panjang, kerena telah menempuh perjalanan yang jauh.
"Ada apa pak udak" jawab pangkalima, pak udak sebutan untuk orang yang lebih tua darinya.
"Pangkalima kau diperintahkan oleh timanggung untuk menemuinya dirumah radang".
"Kapan aku harus menemuinya" tanya pangkalima
"Hari ini pangkalima sudah diharapkan datang menemuinya" jawab pak udak dengan nada cepat dan jelas.
"Baiklah aku akan berangkat menemuinya hari ini" ucap pangkalima dengan nada cetus.
"Tunggu disini aku akan bersiap" tegas pangkalima.
"Baiklah"!.
Pangkalima siwara pun pergi bersiap, tak lupa iya membawa mandaunya beserta sumpit panjang yang terbuat dari kayu besi.
"Mari berangkat pak udak", kata pangkalima mengajak.
Merekapun memulai perjalanan yang tentu saja tidaklah dekat.
Disepanjang perjalanan mereka berjalan sangat cepat, hingga tak terasa matahari sudah berada tepat di atas kepala,
"Tidakkah kita beristirahat sejenak"? Tanya pak udak sembari mengelap keringat di keningnya sembari mengatur nafasnya.
"Mari pak udak kita beristirahat" jawab pangkalima sambil mencari tempat yang cocok untuk beristirahat.
"Mari pak udak kita duduk didekat pohon yang tumbang itu, aku pun ingin membersihkan wajahku di sungai"
Sementara pak udak duduk di pohon yang tumbang itu, pangkalima pergi menuju sungai yang letaknya tak jauh dari pohon tumbang itu untuk membasuh wajahnya dan berkumur.
Sementara pak udak yang sedari tadi merasakan lapar pun membuka tasnya yang terbuat dari kelopak kayu dan menggeluarkan perbekalannya yang sudah iya beli dari kedai dikampung tadi.
"Silahkan pangkalima" makanan ini sengaja saya siapkan untuk bekal kita diperjalanan" ujar pak udak yang dari tadi sudah makan duluan.
"Terimakasih" ucap pangkalima.
Setelah cukup lama beristirahat dan kampung tengah pun sudah terisi, mereka melanjutkan perjalanan menuju sungai Unak.
Tak jauh dari tempat mereka beristirahat, tibalah mereka disebuah kampung yang memang harus mereka lalui jika memang menuju ke desa sungai Unak.
"Berhenti" ucap pangkalima.
Tidakkah kau melihat bambu yang melintang dijalan perbatasan kampung itu"?
"Saya melihatnya pangkalima, apakah kita masih harus melewatinya"? Tanya pak udak
Pangkalima siwara diam sejenak dengan wajah sedikit bingung sembari menatap bambu kecil panjang yang melintang yang bersamaan dengan itu ada pula tempayan kecil yang berisi darah ayam di samping jalan setapak menuju kejalan masuk kampung tersebut.
"Jangan sebaiknya kita melewati jalan lain saja" ucap pangkalima.
Mereka pun balik kejalan yang dimana terdapat persimpangan sebelum perbatasan kampung.
"Kita lewati jalan ini saja walaupun agak jauh" ucap pangkalima, sambil melangkahkan kakinya.
Merekapun melewati jalan tersebut walaupun akan terasa agak jauh.
Tak terasa sudah sangat jauh mereka melintasi kampung tersebut,
Lama berjalan merekapun sampai dikampung berikutnya. Dikampung tersebut penduduknya sangat ramah sapaan demi sapaan diberikan kepada pangkalima.
"Bisakah kita singgah sebentar saja di warung itu"? Tanya pak udak penuh harap karena memang iya sudah cukup tua untuk menempuh perjalanan jauh.
"Baik mari kita singgah sebentar di warung kecil itu" ucap pangkalima siwara yang juga merasa haus.
Merekapun menghentikan perjalanan dan singgah di warung tersebut.
"Silahkan duduk tuan" ucap seorang pelayan yang merupakan anak dari pemilik warung itu.
"Terimakasih we,k" ucap pangkalima.
"Seruli siapkan air minum untuk tuan-tuan ini" kata wanita itu memanggil seseorang untuk membawakan makanan kecil serta air putih.
"Baik we,k jawaban itu terdengar sangat ramah dan lembut.
Tak lama berselang datanglah seorang gadis cantik membawakan makanan berupa pisang dan air putih.
"Silahkan tuan" ucap gadis itu dengan sopan dan sedikit malu.
Saat sedang asyiknya duduk tiba-tiba datang segerombolan orang dengan Mandau masing-masing terikat longgar di pinggang dan ada beberapa sudah mengeluarkan Mandau dari sarang nya.
"Siapkan kami minum" ucap salah seorang dari mereka meminta minum berupa tuak,
"Baik tuan" jawab serunti, "bukan kau tapi ibumu", ujar orang tersebut yang sepertinya adalah ketua dari rombongan.
Dengan tidak sopan orang itu memegang tangan seruli sambil meraba-raba tubuhnya,
"Jangan pangkalima" ucap serunti sambil menepis tangan orang yang dia panggil pangkalima itu.
Berulang kali hal tersebut terlihat oleh pangkalima sampai iya merasa panas, darahnya terasa mendidih. Jantungnya berdetak diluar kendalinya.
"Hentikan perbuatan tak senonoh mu itu" ujar pangkalima dengan mata melotot sembari menghentakkan meja.
Rombongan itu seketika diam dan mengalihkan pandangan mereka menatap pangkalima.
"Pantaskah seorang yang dipanggil pangkalima melakukan perbuatan seperti itu" ucap pangkalima dengan mata memerah.
" Siapa kau ini, beraninya ikut campur urusanku" jawab orang yang disebut pangkalima itu sambil berjalan menuju meja pangkalima dan pak udak.
"Hebat juga orang sepertimu berani melarang-melarang ku". Ujarnya sambil memegang kepala mandaunya yang masih terbungkus rapi di sarangnya.
"Siapa kau"
"Aku adalah siwara dari kampung banying lopuk" jawab pangkalima dengan wajahnya yang tak gentar, pada orang bertubuh besar dan tinggi didepan.
"Apa mau mu"? Tanya orang itu. "Hadapi aku sekarang" tantang pangkalima.
"Baiklah jika itu mau mu, kau akan merasakan kehebatan dari pangkalima Yusak". Ucap orang yang menyebut dirinya pangkalima Yusak itu.
Mereka berdua pun pergi agak jauh dari warung tersebut, lalu memulai pertarungan.
Serangan demi serangan, begitu pula dengan tangkisan-tangkisan, mereka berdua saling jual dan beli serangan.
Tiba-tiba pertarungan berhenti sejenak dan dengan santainya pangkalima Yusak mengeluarkan mandaunya. Sementara pangkalima siwara meninggalkan mandaunya dimeja.
"Bersiaplah siwara rasakan ketajaman mandau ku ini"
Pangkalima siwara tiba-tiba duduk bersila sambil membaca mantra,...
Sementara didalam warung pak udak dan rombongan pangkalima Yusak kaget bukan main melihat Mandau tak bertuan bergerak dan melepaskan dirinya dari sarangnya. Lalu terbang menuju pangkalima siwara.
"Siapa kau sebenarnya" tanya pangkalima Yusak dengan rasa tak percaya
"Aku adalah lawan mu hari ini" ujar pangkalima siwara dengan tatapan kosong tanpa ampun.
Tak mau berlama-lama dan tanpa sepatah katapun Mandau itu langsung menyerang pangkalima Yusak beruntung masih dapat ditangkis olehnya. Namun secara Terus menerus Mandau itu masih menyerang sampai pangkalima Yusak sudah terlihat letih dan hampir tak berdaya lagi.
" Kau masih kuat pangkalima" tanya pangkalima kepada pangkalima Yusak.
"Ampun...ampun maafkan aku ucap pangkalima Yusak sambil menangkis serangan Mandau itu.
Tak lama kemudian pangkalima merentangkan tangan ke depan lalu memukulkan tangannya ketanah, seketika itupun Mandaunya jatuh tertancap di tanah..
Pangkalima Yusak yang sudah tak kuat berdiri pun menjatuhkan lututnya ketanah.
Pangkalima dengan percaya diri mendekati pangkalima Yusak.
"Bangunlah pangkalima hari ini aku ampuni kau,tetapi jangan sesekali kau berbuat begitu lagi di depan ku" ucap pangkalima sambil iya menggenggam Mandau yang tertusuk di tanah dan mencabutnya.
Tak mau berkata lagi pangkalima pun kembali kedalam warung itu dan duduk sambil menenangkan sisa-sia amarahnya yang belum redup.
" Siapa sebenarnya kau ini" tanya pangkalima Yusak yang telah berdiri dibantu oleh rombongan.
"Dia adalah pangkalima siwara cucunya pangkalima nek nanggon dari bukit kunyit kampung banying lopuk" jawab wanita setengah tua yang merupakan pemilik warung itu, yang ternyata adalah kerabat dari neneknya pangkalima, yang juga ternyata merupakan murid dari nek nanggon.
Bersambung...
setelah mendengar penuturan dari wanita tua itu, pangkalima Yusak serta rombongannya meminta maaf kepada pangkalima siwara, walaupun rasa dendam telah tumbuh di hati orang yang disebut pangkalima itu.
"maafkan aku karena tidak mengenalimu." ucap pangkalima Yusak dengan nada marah dan tatapan yang penuh dendam.
"tinggalkan tempat ini dan jangan pernah kau ulangi perbuatan mu itu." ucap pangkalima sambil menasehati.
karena tak mau mendengarkan ucapan dari lawan nya itu pangkalima Yusak pun pergi meninggalkan tempat itu diikuti oleh rombongannya yang berjumlah 10 orang.
"pak udak mari kita lanjutkan perjalanan kita."
"baik pangkalima." sahut pak udak dengan senang hati.
saat akan meninggalkan tempat tersebut tiba-tiba wanita tua itu seketika menghentikan langkah mereka.
"Tunggu pangkalima, kemana kalian akan pergi."? tanya wanita tua itu dengan rasa cemas.
"kami akan pergi menuju desa sungai Unak karena ada pertemuan dirumah radankg malam ini. siapa sebenarnya we dara ini ?" jawab pangkalima sambil bertanya balik.
"nanti juga kau akan tahu sendiri siapa aku. saran ku sebaiknya kalian tidak melalui jalan menuju ke arah barat." kata wanita tua itu.
" lantas jalan mana yang harus kami lalui?" tanya pangkalima.
"jika di perbolehkan aku ikut bersama kalian aku akan menunjukan jalan terdekat menuju desa sungai Unak" ucap wanita tersebut.
"baiklah kau boleh ikut bersama kami" kata pangkalima, tanpa banyak tanya lagi.
"seruli kemari nak." kata wanita itu memanggil anaknya.
"ibu akan berangkat ke desa sungai Unak sekarang". bawalah sahabatmu untuk menemanimu tidur malam ini."
"baik Bu". ucap dara Serunti dengan hormat dan sedikit malu, karena dihadapannya ada seorang pemuda tampan dan gagah berani.
tanpa menunggu lebih lama mereka bertiga pun berangkat meninggalkan warung kecil yang dibelakangnya terdapat rumah milik wanita tua itu.
"pak udak bisakah kau bantu we dara membawakan peralatannya," ucap pangkalima menyuruh pak udak membantu we dara membawakan barangnya yang merupakan sebuah tas berbentuk seperti karung yang terbuat dari kelopak kayu.
"baik pangkalima, sini we dara biar aku yang membawakan barang mu itu." ucap pak udak menawarkan dirinya untuk membawakan barang milik we dara.
"ini barangnya, terimakasih atas bantuannya. kata we dara sambil menyerahkan barang bawaannya kepada pak udak.
"apakah melewat jalan ini tidak terlalu jauh we dara ?"
"tidak, justru jalan ini merupakan jalan yang paling cepat menuju desa sungai Unak. menjawab pertanyaan pangkalima.
setelah berjalan 1 jam lamanya tak terasa pandangan mereka mulai terasa gelap karena hari sudah menjelang petang.
untung saja pak udak ternyata membawa kain sumbu dan minyak lalu merakitnya menjadi obor.
perjalanan pun dilanjutkan dengan mengunakan obor sebagai penerang jalan, tak lama berjalan merekapun sampai di desa sungai Unak.
"kita sudah sampai pangkalima." seru pak udak.
"iya we dara, apakah kita langsung ke rumah Radankg atau ke rumah Timanggung?" tanya pangkalima.
"sekarang sudah gelap, mereka pasti sudah berkumpul dirumah Radankg, sebaiknya kita langsung ke sana". jawab we dara yang seakan akan sudah tahu mengenai segala hal didesa ini.
"baik mari kita langsung ke rumah Radankg saja," sahut pak udak.
setelah berunding merekapun memutuskan untuk langsung ke rumah Radankg, tak jauh dari mata memandang mereka bertiga pun sudah sampai dirumah Radankg ,
"ramai juga, tidak biasanya seramai ini," ucap we dara sedikit bingung.
"Silahkan masuk pangkalima, timanggung sudah menunggu sedari tadi" ucap seorang yang merupakan kerabat timanggung.
Merekapun mulai berjalan mendekati tangga besar terbuat dari kayu Belian atau yang sering dikenal kayu besi, satu per satu anak tangga itu berhasil mereka lalui,
Mereka kini sudah berada tepat di dalam rumah tersebut.
"Wah ramai sekali" ucap pak udak takjub.
"Silahkan duduk pangkalima Wek rontek dan pangkalima siwara."! Kata timanggung menyapa mereka.
Alangkah kagetnya pangkalima, teryata wanita tua yang dari tadi bersamanya rupanya bergelar seorang pangkalima juga.
Selain mereka berdua ternyata di sekeliling juga ada pangkalima kasut dan pangkalima Yusak.
"Apakah kau mengenal orang itu," tanya pangkalima Yusak berbisik kepada pangkalima kasut.
"Iya aku mengenalnya, dia adalah orang yang telah mengambil kedudukan ku, kau tahu dulu aku seorang Pesirah adat didesa ini, tapi sekarang dia telah mengambilnya dariku." Ucap pangkalima kasut dengan geramnya...
"Wah ternyata kita senasib" kata pangkalima Yusak membalas ucapan pangkalima kasut dengan senyuman liciknya.
"Dia telah berani mempermalukan aku dan rombonganku, iya memang aku yang salah, tetapi dia berhasil mengalahkan ku dan itu adalah kesalahan yang paling ku benci, kau tahu kasut rasa dendam ku harus aku balas".
"Sebaiknya kau hilangkan rasa dendam mu itu, sebelum nyawamu melayang oleh Mandaunya itu" aku saja tak mampu melawannya apalagi kau Yusak!" ucap kasut sambil memanasi yusak.
"Jaga mulutmu, dari dulu kau selalu memandang lemah aku". Sahut Yusak dengan nada malas.
"Selamat malam para tetua adat, pengurus adat dan para pangkalima, aku menyambut kedatangan kalian disini, bukan tanpa maksud dan tujuan, beberapa wilayah kita sekarang telah diserang oleh penyakit mematikan,
Aku mengumpulkan kalian disini untuk membicarakan hal ini."
Kata timanggung langsung menuturkan maksud dan tujuannya. Mengubah Suasana ramai yang tadinya bergemuruh, sentak menjadi tenang dan tegang.
"Wek rontek wilayah mana saja yang sudah terdampak penyakit itu"? Tanya timanggung kepada Wek rontek yang duduk disebelah kiri pangkalima siwara.
"Menurut cerita dan saksi yang telah saya dengar, sudah 3 wilayah terdampak penyakit itu, timanggung kampung Sebatu, Tuluang, dan jumpan."jawab Wek rontek.
"Sudah lebih dari seratus orang meninggal selama 1 pekan ini." Lanjut Wek rontek dengan rasa sedih.
"Apakah ada saran para tetua dan para tokoh adat ?" Tanya timanggung.
Satu persatu para tetua dan tokoh adat memberikan saran kepada timanggung,
"Sebaiknya kita menyelidikinya dulu" ucap pangkalima
"Sebelum kita mencari solusinya kita harus tahu apa sebenarnya yang terjadi sehingga penyakit itu bisa ada di wilayah kita." Lanjut pangkalima.
"Bagaimana cara kita menyelidikinya" tanya kasut dengan lantang,
Bukannya penyakit itu menular, menyelidikinya sama juga seperti mengantarkan nyawa". Tutur kasut sambil memegang kue ditangannya dan melambung kan kue tersebut didepan wajahnya.
Saran demi saran, solusi demi solusi pun diberikan oleh mereka yang hadir dalam pertemuan itu.
Namu timanggung masih ragu dengan semua saran dan solusi yang diterimanya.
"Baiklah semua saran dan solusi yang diberikan malam ini akan aku pertimbangkan".
"Tetapi aku lebih setuju dengan saran yang diberikan oleh pangkalima siwara tadi." Ucap timanggung tanpa ragu.
"Aku akan menunjuk orang- orang yang akan aku beri tugas malam ini, untuk menyelidiki penyakit ini." Ucap timanggung dengan suaranya yang lantang, tegas dan sangat jelas.
"Pangkalima siwara, aku mempercayaimu untuk menyelidiki tentang penyakit ini, silahkan pilih siapa yang ingin kau ajak bersamamu, lakukan tugas itu mulai besok." Kata timanggung memberi perintah dengan nada mendesak.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!