Di sudut ruangan terlihat sosok gdis muda tengah berpangku tangan di depan cermin, melihat bagian samping wajahnya. Rambut yang masih terbungkus handuk dan baju haram melekat di badannya. Melihat ada titik merah di plipisnya membuat tangan kanan mengusap perlahan "Jerawat datang tak di undang pergi meninggalkan jejak. Ampun deh sama jerawat satu ini" nada bicara wanita itu seolah prustasi dengan jerawat di wajahnya. Bagi seorang wanita masalah terbesarnya adalah jerawat itu sendiri. Berbagai cara telah di lakukan untuk menjaga kesehatan kulit, tetap saja dia datang tak kenal lelah "Dasar jerawat tidak tau diri. Udah jelek masih aja nongol. Ih sebel"
"Sayang tolong ambilkan handuk" Dari dalam kamar mandi terdengar suara seorang laki laki. Dengan mengulaskan senyum wanita itu pun bangkit menuju lemari pakaian. Di raihlah handuk berwarna biru muda dari dalam lemari.
"Ini sayang" Berdiri di depan pintu kamar mandi yang berada tidak jauh dari ranjang. Tangan kekar meraih handuk itu kemudian kepala laki laki itu keluar dari balik pintu "Masuk yuk, sekali lagi" tuturnya sambil menyeringai nakal.
Si wanita pun menggeleng kepala dengan menyembunyikan rona pipinya. Saat ini mereka tengah di mabuk cinta. Hari hari mereka sangatlah indah bagai hidup di dunia ilusi. Baru beberapa minggu lalu mereka melangsungkan pernikahan. Wajar di awal pernikahan hanya bahagia yang mereka rasa, kerikil kerikil tajam masih bersembunyi di balik kebahagiaan itu.
Niara Suwandi, 20 tahun, wanita biasa yang di persunting laki laki bernama Erwin Saputra, 25 tahun. Setelah perkenalan mereka secera tidak sengaja di suatu pusat perbelanjaan di pusat kota jakarta. Pertemuan mereka di dasari oleh kantong belanja yang tertukar kala itu hingga perkenalan mereka berlanjut sampai bertukar nomor whatsapp. Saling bertukar nomor dan menanyaka kabar sampai mereka memutuskan menjalin cinta selama kurang lebih tiga bulan lamanya. Proses lamaran pun di gelar, setelah hampir satu bulan persiapan, akhirnya keduanya bersanding di pelaminan. Kebahagiaan mereka terasa sangat abadi karena sejak pertama kali kenalan sampai sekarang kebahagiaan mereka selalu terpancar.
"Mas Erwin lepas...." Dengan wajah malu malu kucing Niara melepaskan tangan Erwin dari lengannya.
Melihat sang istri berlarian kecil membuatnya ikut berjalan ke tepi ranjang, di mana istrinya tengah duduk di sana. Ketika Erwin hendak menjahilinya tiba tiba saja ponselnya berbunyi. "Sebentar ya sayang, mas angkat telepon dulu" Mengambil ponsel di atas meja rias lalu berjalan keluar kamar.
"Ternyata menikah itu enak ya. Rasanya sampai melayang layang" sangking bahagianya Rara membatingkan nadan di atas ranjang sambil memeluk sebuah bantal. Jika di ingat lagi kisah mereka tentu membuatnya malu sampai kedua pipinya merah merona.
Di luar kamar Erwin menerima telepon dari seseorang. Dia nampak sedikit resah, terlihat dari sikapnya yang mondar mandir sambil mendengarkan ucapan dari seorang di sebrang sana "Oke aku usahakan nanti" ucapnya kemudian menutup telepon. Dia kembali masuk ke dalam kamar, di lihatnya sang istri sudah berganti pakaian.
"Siapa mas?" Tanya Rara sambil menyisir rambut panjangnya. Erwin berjalan ke arah meja rias di mana sang istri tengah berkaca. "Mulai besok mas harus kerja di bandung sayang" Sambil memeluk Rara dari belakang.
"Apa? Bandung?" Seketika Rara terkejut mendengar kabar secara tiba tiba itu.
"iya sayang ku. Pak bos tadi bilang ada proyek baru di Bandung yang harus mas hendle sendiri. Tapi mas janji setiap bulan akan mengusahakan pulang ke jakarta demi istri tercinta mas ini"
Setelah mendengar ucapan suaminya tentu saja Rara sedih. Wajahnya mendongak ke atas melihat wajah suaminya "Aku ikut ya mas"
Kedua tangan Erwin merenggeng "Tidak bisa begitu dong sayang. Masa iya seorang kontraktor kemana mana istrinya ngekor kaca cicak, kan nggak etis dong" jawabnya
Terlihat dari cermin di depan mereka wajah manyun Rara, sampai Erwin tersenyum dengan menggelengkan kepala "Mas pergi untu kerja bukan main main. Kalau kamu ikut mas nantinya, pasti kamu akan bosan karena setiap saatnya mas akan selalu stay di tempat lain" Jelasnya sambil mencium kepala Rara.
"Tempat lain? Maksud mas di rumah wanita lain gitu" Semkain menyunlah bibir Rara.
Terlihat gelaj tawa Erwin melihat wanita yang baru saja di nikahi menjadi manyun seperti itu "Kalau lagi manyun begini buat mas tambah cinta sama kamu sayang" Di cubitlah kedua pipi Rara sampai bibirnya ikut melebar.
"Ih apaan sih kamu mas" ucapnya sambil menepis kedua tangan Erwin. Belum sempat Rara berdiri, Erwin lebih dulu berjongkok di depannya penuh senyum "Kamu adalah satu satuya cinta tidak akan ada yang lainnya. Kalau pun ada jauh orangnya" lagi lagi Erwin menggodanya sampai mereka berlarian di dalam kamar.
"Awas kamu mas...." Rara melempar guling ke arah suaminya begitu pula sebaliknya.
Mereka saling bercanda ria di tempat tidur mereka sampai Erwin menyerah dan memeluk Rara "Dia yang nantinya ada dalam rahim kamu ini sayang"
"AMIN" ucap Niara sambil mengusap wajah.
Esok harinya Rara mengantar Erwin sampai di teras rumah mereka. Hari ini Erwin akan meninggalkan dia untuk waktu yang tidak di tentukan. Meski berat hati Rara melepas kepergiannya. Mereka terlahir bukan dari kalangan berpunya jadi mereka harus berjuang demi memenuhi semua kebutuhan hidup.
"Jaga diri baik baik, jangan lupa makan dan istrirahat cukup. Jangan capek capek di rumah, kalau perlu nanti mas carikan orang untuk bersih bersih" ucapnya sambil menyentuh ujung kepala Rara.
"Nggak usah mas, dari pada duit di buat bayar orang lebih baik kita tabung untuk masa depan kita nantinya. Masalah bersih bersih dan lain lain itu gampang, yang terpenting sekarang mas fokus kerja dan jaga hati buat yang di sini" Senyum Rara merekah indah hingga membuat Erwin mengusap ujung kepala Rara lagi "Kalau saja mas jadi bos di perusahaan kita nggak perlu jauh jauhan kaya gini ya sayang. Tinggal duduk depan komputer tik tik tik udah dek beres"
"Hust...jangan pernah mengeluh sama apa yang sudah kita dapatkan, mas. Di luar sana masih banyak orang mendambakan posisi mas saat ini. Cukup syukuri apa yang ada dan terus berjuang. Apa pun pekerjaan mas Erwin aku akan selalu mendukung sampai kapan pun"
Mendengar ucapan sang istri membuatnya tersenyum "Ya deh iya ibu negara ku yang paling cantik sejagad raya. Kalau begitu mas berangkat dulu ya" Sebelum pergi tak lupa ia mencium kening Rara , begitu juga Rara yang selalu mencium tangan sauminya kala hendak bepergian.
"Jaga kesehatan mas di sana, jangan lupa kabari kalau sudah sampai" Ujar Rara sambil menutup pintu mobil suaminya.
"Oke, sayang ku. Love you honey" lambaian tangan Erwin di balas mesra dengan senyum dan lambaian tangan Rara.
Setelah mobil keluar dari pekarangan rumah, Rara pun kembali masuk ke dalam rumah. Hari ini terasa sangat berat baginya, karena setelah beberapa minggu pernikahan baru pertama kalinya dia tinggal di rumah sendirian. Rumah yang lumayan besar untuk seorang diri. Tapi mulai sekarang Rara harus terbiasa hidup seperti itu karena suaminya akan banyak menghabiskan waktu di luar sana katimbang di rumah. Tuntutan pekerjaan membuat Erwin harus jauh dari istrinya.
"Halo, Mirna bisa ketemuan nggak? Lagi gabut nih keluar bentar yuk" Ucapnya pada seseorang di telepon.
"Oke deh, kamu ****** aku duku ya soalnya motor ku masih di bengkel. Tenang nanti aku yangbtraktir makan deh. Iya kita ke tempat biasa" Setelah panggilan telepin berakhir Rara terlihat senang mendengar sahabat baiknya mau di ajak ketemuan, Rara pun segera berganti pakaian. Setelah beberapa menit kemudian datanglah seorang wanita dengan motor matic "Ra, Rara" Panggilnya dari luar pintu.
"Eh udah dateng aja tuh anak..." Segera Rara membukakan pintu "Udah dateng aja kamu Mir, aku aja belum kelar dandan" Ujarnya sambil menunjukkan sebagian wajah yang telah di oles make up itu.
"Lagian ngapain pake make up tebel kek begitu, koyo setan Ra, Ra" logat jawa Mirna terlihat medok karena memang dia berasal dari jawa tengah tepatnya dari kota solo.
"Idih kan mulai logat jawanya keluar..."
Tanpa di persilahkan Mirna langsung duduk di kursi kayu ruang tamu dengan melipat kedua kaki di atas kursi "Lha emang aku wong jowo ra bakal ilang jawane....hehehe"
"Apaan sih Mir nglawak aja kerjaan kamu itu. Udah ah aku mau dandan dulu nggak kelar kelar nanti denger lawak kamu itu"
"Ya udah sono gih dandan yang cakep jangan lupa jerawatnya di tutup pake solatip...." Celetuk Mirna.
"Di kira apaan muku gue di solatip segala, mending sini deh bantuin gue make up" Jawab Rara dari dalam kamar.
"Ogah ah idup lu itu ribet sama kaya dandanan lu itu. Mending kaya gue benigi aja udah cakep, alami malah cakep dari sononya"
Dari dalam kamar Rara pun tersenyum "Cewek tomboy kaya kamu mana ngerti dandan itu apa, yang kamu tau cuma main game aja terus. Awas lho mir nanti nggak kebagian jodoh"
Mirna hambir tersedak saat ia tengah meminum segelas air yang baru saja ia ambil dari dapur Rara. "Ngedek terus aja lu Ra mentang mentang udah nikah, suaminya ganteng. Yang jomblo di bully "Ujarnya sambil berjalan ke arah kamar Rara.
Rara tertawa saat melihat penderitaan Mirna saat dia menyebut nama jodoh "Makanya dandan rubah gaya pakaian, bicara, dan jangan main game terus biar cepet di lirik cowok" Celetuk Rara lagi. Saat ini dia sudah kelar make up. Di depan cermin ia berhias melihat wajah dan penampilannya.
"Enak aja bukan nggak ada cowok deketin kali, tapi buanyak banget yang gue tolak."
"Aaaaa begitu to" Rara berbalik badan lalu berjalan mendekati Mirna yang bersandar pada tepi pintu kamar.
"Udah ah jangan ngledek gue terus. Jodoh gue masih di atas langit belum turun. Mending kita langsung cus aja udah laper banget ini"
"Hahahaha....iya deh iya, ya udah yuk berangkat"
Keduanya pun menuju tempat biasa mereka makan bareng.
Sesampainya di tempat tujuan mereka memesan makanan favorit keduanya. Di sebuah taman dekat sekolah mereka dahulu menjadi tampat fovorit keduanya, tidak hanya baksonya yang enak harganya pun terjangkau di kalangan kantong tipis. Satu mangkok bakso hanya di hargai 10000 saja. Bakso di sana membuat Rara dan Mirna susah move on sampai usia beranjak dewasa mereka masih sering ke sana sekedar mengobati kerinduan dengan makanan bulat itu. Apa lagi abang tukang baksonya ramah, ganteng, dan baik hati "Seperti biasa bang 2 bakso kuah super pedes plus banyakin tetelan sama jangan lupa banyakin bawang gorengnya, yang satu biasa aja ya maklum dia pelit banget bang" Mirna menyeringai melihat tatapan mata Rara membulat. "Yang pelit siapa ya, bukannya aku yang bay...." belum juga selesai bicara sudah di bungkam mulut Rara oleh Mirna.
"Sudah bang jangan dengerin dia mending cepet bikinin"
Abang tukang bakso tersenyum "Siap neng, khusus buat eneng berdua gratis es teh dua gelas" tuturnya sambil menatap tiga mangkuk di mejanya.
"Wah mantap kali abang ini loh" ucap Mirna.
"Apa sih yang nggak abang kasih buat neng Mirna? Ahay" Mata abang tukang bakso terlihat menggodanya, reflek Mirna pun menggebrak meja di depannya.
"Apaan sih bang. Nggak usah goda aku deh nggak mempan kali"
Bang tukang bakso tertawa di ikuti dengan Rara "Harap makluk bang kalau lagi laper dia suka ngamuk. Bawaan dari orok" Celetuk Rara.
"Rese lu Ra..." Mirna mengacak rambut Rara sampai rambutnya sedikit acak acakan.
"Sorry deh sorry"
"Cepetan napa bang ora ngerti wong laper ae"
"Iya deh iya, tapi jangan galak galak begitu dong nanti cakepnya ilang"
Sontak saja Rara terkejut mendengar ucapan abang tukang bakso ini, sejak kapan dia berani menggoda Mirna seperti itu. Kalau di lihat dari tatapan keduanya sepertinya ada sesuatu yang tidak mereka sadari.
"Cie mukanya merah cie"
"Ih apaan sih Ra, udah deh jangan kaya begitu napa" wajah Mirna memerah seketika.
Tak berapa lama abang tukang bakso kedatangan pelanggan lainnya jadi dia tidak bisa terus bercanda bersama mereka. Setelah tiga mangkuk bakso tersaji depan mereka, tentu saja mereka langsung malahapnya "Makasih bang" Tutur Rara di balas anggukan kepala dan jentikan jari jempol "Sama sama neng"
"Eh Ra kok kamu mau sih di tinggal kerja jauh begitu? Masa pengantin baru udah tinggal tinggal begitu" Tanya Mirna di sela sela makan.
"Ya mau gimana lagi Mir kalau mas Erwin nggak kerja mau makan apa kita. Uang tabungan mas Erwin sudah habis terkuras buat beli rumah sama biaya pernikahan kemaren tidak murah kan Mir. Jadi, ya mau tidak mau aku harus ikhlas di tinggal kerja" jawabnya.
Mirna mendekatkan wajah "Ati ati lho Ra di luar sana banyak tikungan tajam. Apa lagi suami kamu ganteng banget pasti banyak yang ngelirik. Takutnya suami kamu nggak kuat iman jadi kecantol bunga lain deh" Awalnya Mirna hanya bercanda, seperti biasa yang mereka lakukan sebelumnya.
"Uhuk uhuk...." tiba tiba saja Rara tersedak saat Mirna berkata demikian.
"Pelan pelan aja napa Ra, nih minum dulu" menyodorkan secangkir es teh lalu Rara meminumnya.
Plak...
Rara memukul bahu Mirna "Lagian ngapain kamu pake bilang kaya begituan. Amit amit deh jangan sampe mas Erwin kaya begitu"
"Kan aku cuma bilang kemungkinan terberat dalam hubungan kalian aja. Apa lagi suami kamu banyak duit sebulan aja gajinya berlipat ganda ketimbang pegawai pabrik macam aku ini" ucap Mirna kembali menakuti Rara.
"Ih jangan begitu napa Mir bikin jantung mau copot tau nggak" Kembali Rara memukul lengan Mirna.
"Nggak deh nggak gue cuma becanda kali Ra takut banget si. Kalau emang dia punya persinggahan lain lu juga bisa begitu Ra. Lu itu cantik, badan oke, apa sih yang nggak bisa lu miliki? Semua laki laki juga bakal mau kali Ra sama elu"
"Ih Mirna kok gitu sih doanya. Tapi aku yakin kok mas Erwin nggak bakal selingkuh dari aku. Dia itu sangat mencintai aku dan aku pun juga begitu. Pokoknya cinta kami itu abadi sepanjang masa" Ucapan Rara membuat Mirna terdiam beberapa saat, hingga kemudian dia kembali menyeruput kuah bakso super pedas itu.
"Cih yakin bener sih ama suami lu" Cibir Mirna di balas dengan rangkulan tangan Rara "Emang mas Erwin orangnya setia kok. Makanya buruan cari jodoh biar nggak nggejomblo terus" Sekarang gantian Rara menggodanya.
"Udah buruan makan, aku aja udah mau abis dua mangkuk eh kamu satu mangkuk aja belum kelar" ucap Mirna mengalihkan arah pembicaraan mereka.
"Idih marah ni ye..." Mencubit pipi Mirna lalu kembali menyendok bakso di dalam mangkuk.
Selesai makan mereka pun pulang. Seperti biasa Mirna mengantar Rara pulang terlebih dahulu kemudian dia berpamitan pulang "Aku pulang dulu ya Ra, makasih buat baksonya. Sering sering deh traktirannya" Sambil mengenakan kembali helm.
"Siap, nanti aku kabari lagi. Kamu hati hati di jalan" Jawab Rara.
"Oke" Mirna pun segera meninggalkan rumah Rara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!