NovelToon NovelToon

Setelah Tiga Hari Pernikahan

Antami Grup

“Ma, Ma...! tunggu dulu, Ma, aku harus tarik napas.” Seorang gadis cantik berambut panjang lurus berkilau diseret setengah paksa oleh wanita setengah baya yang adalah ibunya sendiri. Gugup, itulah yang ia rasakan di menit-menit terakhir akan masuk kedalam perangkap yang seharusnya sudah diatur dengan rapi oleh sang mama.

“Rana, sayang, kau akan menjumpai pujaan hatimu tapi kenapa Kau masih ragu?”

Terana Marlon, seorang gadis berusia 27 tahun. Ia baru saja turun dari pesawat dua jam lalu setelah menempuh perjalanan dari kota Panama selama beberapa jam.

Terana, yang biasa dipanggil dengan nama Rana itu, selama ini hidup dengan limpahan kasih sayang dari sang ibu, sejak ia mengenal dunia hingga hari ini dimana ia telah menjadi wanita dewasa. Ia bahkan tidak perlu melakukan apapun selain makan, tidur, olahraga dan belanja.

Meninggalkan Indonesia sejak 11 tahun lalu membuatnya kini merasa seperti orang baru di negara ini, tepatnya gedung Antami Grup yang pada hari ini akan merayakan pesta ulang tahun yang ke 70 tahun. Sebagai salah satu pemilik sebagian kecil saham perusahaan ini, tentu Rana tidak akan ketinggalan untuk merayakannya.

Banyak hal yang telah berubah selama lebih dari 10 tahun, tapi satu yang pasti masih sama, yaitu perasaan Rana terhadap sepupu tirinya, Erick Erlangga. Tak peduli bagaimana tante Megan menentangnya, tapi Rana tidak pernah membuang Erick dari ingatan.Ini adalah perasaanku, tante Megan tidak berhak ikut campur dengan apa atau siapa yang aku sukai. Begitulah isi hati Rana yang ingin ia ungkapkan lewat kalimat lantang untuk melawan Megan Berlian, sepupu mamanya itu yang tak lain adalah ibu tiri dari Erick Erlangga. Namun, ia hanya mampu memendamnya sejak dulu kala.

Pintu terbuka lebar. Telah begitu banyak orang yang hadir membawa wajah bahagia mereka. Setidaknya ini sedikit mengatasi kegugupan yang melanda perasaan Rana.

Di ulang tahun Antami kali ini, perusahaan ini telah berada dibawah kepemimpinan Robian, yang juga sepupu Rana. Sungguh perjuangan yang gigih, tante Lisa berhasil merebut kedudukan pemimpin Antami untuk putranya.

Robian telah dewasa dan tampan pula.

Penampilan Rana yang sungguh menyilaukan mata membuat Bian langsung menangkap kedatangannya. Ia pun menghampiri dan menyambut sepupunya itu dengan sebuah pelukan hangat.

“Apa Kau melihatnya?” bisik Rana.

Bian tidak perlu bertanya siapa yang dimaksud oleh Rana, ia sadar betul jika sepupunya ini menanyakan tentang Erick, sepupu tiri mereka.

“Dia belum tiba di ruangan ini. Kabarnya dia baru mendarat satu jam lalu. Jika Kau menoleh ke sebelah selatan ada tante Megan. Kau harus tahu, dia pasti memantau pergerakanmu.” Pelukan berakhir.

Suasana ramai dengan semakin banyaknya tamu yang hadir. Tapi ... ya ... Erick Erlangga tidak kunjung muncul. Mama Gea, kemana dia? Rana sudah tidak melihat lagi dimana ibunya berada.

“Terana? Kau juga pulang rupanya, sayang?”

Sumpah demi apapun, Tante Megan datang menyapa Rana yang sedang menyibukkan diri dengan hanya mengusap handphone ditengah keramaian. Ini menegangkan bagi Rana.

“oh, tante Megan, Hai ...!” Sebenarya Rana sangat gugup. Ia telah berusaha tidak pergi menyapa orang-orang agar terhindar dari tante Megan. Tapi siapa sangka jika Megan sendirilah yang datang menyapanya. Terpaksa Rana

harus sedemikian rupa membalas sapaan dengan senyuman manisnya.

“kau pulang tidak bawa pasangan? Kenapa tidak ajak pacarmu?” apa-apaan ini? Rana tidak ingat dirinya memiliki pacar. Oke, teman pria memang banyak tapi mereka tidak punya tempat spesial dihati Rana.

“datang dengan mama, Tante.”

“Sayang sekali kalau begitu. Oia, masih ingat Erick kan?

Tante minta dia mengajak teman wanitanya malam ini. Putraku ini sama sepertimu,

sangat penurut. Jadi dia pasti membawa kekasihnya. Tante penasaran.” Entah apa maksudnya ini, sejak kapan pula Rana melupakan Erick yang masih bersarang dihatinya? Tentu saja masih ingat, Rana berpikir bahwa tante Megan segaja merusak suasana hati.

“Owh, panjang umur ... itu mereka datang.” Pintu masuk baru saja terbuka. Rana mengikuti arah pandang tante Megan. Tidak salah lagi, dia adalah pria itu. Pria paling tampan yang pernah ada. Namun sayangnya ... Rana sudah terlambat. Menggodanya? Orang seperti Erick Erlangga tidak akan tergoda oleh pesona wanita lain. Bagi Rana, Erick adalah orang yang baik.

“kau lihat Rana, sepertinya gadis ini calon menantu yangtepat. Dia sangat serasi dengan putraku.” Tak ada respon dari Rana, sepertinya Megan puas telah mematahkan hati keponakannya ini.

Setelah 11 tahun lamanya, Erick Erlangga muncul di depan Rana sebagai pria dewasa dengan pesona wajah yang meningkat tajam. Sikap  yang begitu ramah, baru saja hadir tapi berhasil mengalihkan perhatian semua orang.

Haruskah aku pergi dengan alasan kebelet? Sepertinya aku harus mencari kamar kecil dan menangis gila disana. Belum apa-apa aku sudah patah hati.

Sudah terlamabat untuk kabur, Rana membeku ditempatnya.

“Hai, Bunda ...” Erick menyapa ibunya. Tak lupa juga matanya bertemu dengan wajah Rana. Bukannya memanfaatkan moment tatap-tatapan dengan Erick, Rana malah kepergok sedang memandang gadis yang berada di sebelah Erick dari ujung kaki hingga kepala.

“Rana, bagaimana kabarmu?”

Telinganya tidak lagi peka, padahal Erick barus saja menanyakan kabarnya. Rana sibuk memberi penilaian terhadap gadis yang baru ia lihat ini. Seorang gadis dengan penampilan rapi dan sopan, terlihat sangat anggun. Rana terus menciut jika membandingkan penampilannya dengan gadis ini.

“Rana sayang, kenalkan, dia ini Rere, sekertaris kakak sepupumu.” Rana terkesiap.

Tunggu! Dia sekertaris kak Erick? aku merasa ditarik ulur oleh tante Megan.

 “Rick, bunda minta kamu bawa teman kencan tapi malah datang dengan sekertaris. Apa mungkin hubungan kalian lebih dari itu?” Megan menggoda putranya.

“Hai, Rere, aku ... Rana.” Wajah Rana sedikit tersipu merasa sedikit lega.

Ya Tuhan, apa alasanku merasa sesenang ini? Mereka hanya bos dan sekertaris. Kebaikan mememang selalu memihakku.

 “Bunda tahu, kalian berdua akan semakin dekat karena hampir setiap saat bersama. Bunda senang, Re, kamu selalu berada disisi Erick.”

Apa  lagi ini? Baru saja Rana merasa senang bukan main. Akhirnya Rana memberanikan diri menatap wajah Erick Erlangga yang hanya berjarak setengah meter darinya. Sangat kebetulan, pria idamannya ini pun tengah menatap dirinya.

“Seperti yang bunda inginkan, aku harus datang bersama teman wanitaku.” Erick menanggapi ibunya dengan santai.

Sangat kejam, Rana harus mendengar ini langsung dari bibir Erick. Kata ‘teman wanita’ yang disematkan untuk Rere kembali mematahkan perasaan Rana untuk kesekian kalinya.

Sadarlah Rana, berkacalah, segila apapun kau menyukai Erick, jangan ikuti keinginan mama.

Tidak baik merebut milik orang lain.

Tak ada lagi harapan, Rana mantap untuk menyingkir tanpa banyak kata. Tapi apa boleh buat ia terpaksa berpamitan pada tante Megan. Namun, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan, seolah pikirannya sedang kosong.

Bruk!

Seorang pelayan yang membawa nampan berisi beberapa gelas anggur menubruk Rana tidak sengaja. Seolah pelayan ini dikirim untuk menolong Rana yang sedang terjebak dalam situasi tak pasti.

“Maaf, Nona,” sang pelayan merasa bersalah telah menodai pakaian yang dikenakan Rana dengan air anggur.

“Oh, tidak apa-apa. Jangan risau.” Dengan sikap rendah hati yang tak dibuat-buat Rana memaafkan sang pelayan dengan mudah. Megan sedikit terkesima.

Andai saja ini Gea, pelayan akan habis dibentak. Rupanya Rana tidaklah terlalu bar-bar seperti ibunya.

Tanpa aba-aba, Erick dengan sigap melepas blazer yang ia kenakan. “Rana, pakai ini biar tidak masuk angin.” Megan berhasil melotot  menyaksikan ini. Untuk apa putranya bersikap manis pada Rana?

Mengerti maksud baik Erick, Rana mengangkat satu tangan menolak. Tersenyum palsu, lalu menjauh.

Rana pergi tanpa menyadari mamanya sedang mengepal tangan tak terima.

.

.

Bersambung...

Gimana gimana?

Jangan lupa komen, like dan tap love ya bestie. biarkan aku semangat. hehe.

terima kasih atas kunjungan kalian...

Hot Kissing ...

Hotel Z

Sesampainya di kamar yang ditempati bersama Rana, putrinya, Mama Gea menghempas tas jinjingnya saat melihat Rana tengah asik menikmati mie seduh.

"Hanya ini yang bisa kau lakukan?" Gea merasa geram. Rana selalu saja seperti ini, jika sedang merasa sedih atau gagal, mie instan adalah tempat pelarian terbaik dari pada meratap dalam tangis.

"Mama jangan nekad. Kak Erick punya pacar. Harusnya mama selidiki dulu."

"Punya pacar atau tidak, dia harus jadi milikmu! Rana, jangan menyerah seperti ini! Ayo ikut mama keluar."

"Aku tidak mau. Tidak boleh mengambil milik orang."

"Rana! Dari mana kau mempelajari omong kosong itu? Kau harus merampas apa yang kau inginkan, itu baru benar!" muak dengan sisi lemah yang baru kali ini Rana tunjukkan, Gea menariknya paksa.

...----------------...

"Nona Rere, terima kasih atas bantuanmu malam ini."

"Sama-sama, Bu Megan, ini sudah tugas saya."

Megan dan Rere saling melempar senyum hangat. Kehadiran Rere malam ini bersama Erick rupanya tidak lepas dari campur tangan Megan yang sengaja membuat Erick terlihat memiliki kekasih di depan Rana.

Bagai mana tidak, di usia yang sudah matang memasuki 28 tahun, Erick masih setia menjomblo membuat Megan ketar ketir. Sebisa mungkin ia mencegah agar Erick dan Rana tidak lagi bertemu dalam situasi masih sendiri.

Gadis manapun boleh, asal jangan si Rana. Megan merasa horor kalau harus berbesanan dengan kakak sepupunya, Gea.

....

Erick Erlangga merasa kesulitan untuk memejamkan mata. Untuk itu, ia menikmati sebotol wine sebagai pengantar tidurnya.

Terana. Aku tidak menyangka bisa bertemu orang itu setelah sekian lama. Kukira ... anak itu sudah tertelan bumi. Tapi ... apa ini? Jantungku lagi-lagi berdegup kencang saat memikirkan dia. Apa aku masih menyukai orang ini?

Sudahlah, lupakan. Erick Erlangga, jangan macam-macam atau kau hanya akan mengecewakan bunda.

Drrrt drrrt drrt.

Baby M, memanggil. Erick menjawabnya segera.

[Bang E! ... Kenapa belum pulang? Bang E dimana?] bang E adalah panggilan sayang dari Mervi untuk kakak sulungnya ini.

Erick menjelaskan dengan santai pada adik bungsunya bahwa dirinya ingin enak-enakkan tinggal di hotel malam ini, dengan teganya meminta sang adik menahan rindu.

...----------------...

"Gara-gara mama, aku jadi sedikit pusing." Rana berjalan agak sempoyongan kembali ke bilik hotel setelah menghabiskan tiga gelas bir lalu cecok dengan ibunya. "mama tega banget sih, di mana ada orang tua yang memgajari anaknya melakukan yang jahat? Haha, cuma aku yang punya mama seperti itu."

Bicara yang ngelantur kemana-mana, pikiran sedikit kosong. "Sayangnya ... yang menjadikan aku kesayangan hanya mama. Mamaku sayang."

Sudah hampir tengah malam. Rana berjalan menyusuri keremangan di lorong seorang diri. Merasa kakinya sedikit pegal, Rana berjongkok melepas heels dari kakinya.

"Terana,"

Rana mendongak. Setelah itu menggeleng, memanggil kesadarannya untuk kembali penuh. Bisa-bisanya disituasi kurangnya pencahayaan, wajah Erick Erlangga tersuguhkan dengan jelas dihadapannya. "Hehehe ... Kak Erick ada dimana-mana." kembali ia menunduk

"Rana, biar aku membantumu."

Kondisi Rana yang sedikit kacau tentu membuat Erick berinisiatif karena prihatin.

Kiri dan kanan tangannya Rana menenteng kedua hellsnya. Ia tersenyum lebar. Ini bukan senyuman menggoda seperti yang diajarkan mamanya, hanya senyuman manis yang membuatnya terlihat sangat imut dimata Erick.

"Dimana kamarmu? Apa kau menginap di hotel ini?"

Rana mengangguk. Anggukan orang mabuk. "Kamarku disini." dengan berani menyentuh dada Erick. "Aku tinggal di hati kak Erick."

Bukan main. Baru kali ini Erick digombal oleh orang mabuk. Tapi kenapa terasa benar? Erick kebingungan dengan perasaannya.

"Ran, ini bukan waktunya main-main. Aku tahu kau sedang mabuk."

"Kakak, aku menyukaimu. Kau bagaimana?" Rana mendekat. Ia kalungkan kedua tangan melingkari leher Erick. Aneh, Erick tidak menolaknya.

"Rana, kau sengaja datang untuk menggodaku?"

"Bibir ini, yang pernah aku makan 11 tahun lalu. Apa kakak masih ingat rasanya? Ciuman pertama ku ada disini." Rana menatap intens bibir sexy milik pria yang ia sukai ini dari jarak yang begitu dekat.

"Kalau begitu, kau lakukan yang kedua dengan siapa?"

Erick benar-benar kesal membayangkan pertanyaan yang keluar dari mulutnya ini.

Rana menggeleng. "Akan kulakukan dengan orang yang sama."

Sial! Kenapa aku merasa senang? Apa aku tergoda olehnya?

"Lupakan sekertarismu malam ini, bagaimana? Ayo bersenang-seenang denganku saja."

Dengan kesadaran penuh, Erick menolak Rana dalam hatinya. Ini tidak benar. Rana mungkin akan menyesali kegilaannya ini jika sadar nanti.

"Kakak, samapai kapan aku harus menunggumu? Aku terus memikirkanmu. Apa kau tidak kasihan padaku?"

"Rana, kau sesuka itu padaku?"

Rana memgangguk manja.

Tak bisa dibohongi, Erick merasakan sekujur tubuhnya bergejolak. Ia sadar bahwa hatinya pun menyukai Rana. Tak lagi mengindahkan nasihat bundanya, Erick meraih pinggang Rana.

Dalam sekali gerakan ia melahap bibir cantik yang terus menggodanya.

Sorry bunda, aku memang menyukai orang ini.

Panasnya cium*an yang saling membalas terjadi begitu lama. Erick menuntun Rana menuju kamar yang ditempatinya sambil terus melahap seperti irang kelaparan.

Rana, aku juga hanya akan melakukan ini denganmu. Dengan atau tanpa restu.

.

.

Jreng...

Sore lagi ya bestie...

Mengganggu Malam Panas?

Ga tau NT lg napa. Bab ini tu di up sejak sore sekitar pada Jum'at, 28 Okt 2022 pukul 16.00.

Selamat membaca...

👇👇👇

“yes! Yes! Yes! Rana, setidaknya kau sudah berusaha anakku sayang, mama akan menunggu hasilnya sambil tidur nyenyak.” Gea merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang begitu nyaman.

Rana-ku, mama berjanji, Erick Erlangga akan menjadi milikmu. Sebagai anakku, kau akan selalu mendapatkan apa yang kau inginkan.

Gea merasa yakin, putrinya itu mampu memikat hati pria manapun, termasuk Erick Erlangga. Kurang mempesona apa putrinya sehingga pria normal menolaknya? Itu mustahil.

Gea kemudian terlelap dengan hati bahagia, siap menjemput bahagianya hari esok.

 

...****************...

Rana terus mengatakan apapun sesukanya, namun sesuka hati pula menempel pada Erick.

Orang mabuk biasanya berkata jujur. Inilah yang mendorong rasa percaya Erick terhadap pengakuan hati Rana yang barusan ia dengar.

“Erick Erlangga, kau semakin tampan.” Rana kembali mengoceh saat Erick mengakhiri sesapan untuk yang ke sekian kalinya. Disentuhnya garis wajah pria itu dengan wajah nakal setengah sadar.

“Berhenti mengoceh. Rana, apa Kau sudah puas dengan ciuman kedua kita?”

Rana menggeleng sambil mengatakan “belum puas. Aku mau tambah.” terdengar lucu, tapi bagi Erick, Rana begitu menggemaskan saat mabuk.

"Rana, kau tidurlah. Berhenti menggodaku. Kita lanjut besok saat kau sudah sadar."

Rana kembali menggeleng lemah. "Erick bermainlah denganku malam ini. Ciuman saja tidak cukup."

"kau mau main apa tengah malam begini?"

*Orang mabuk aneh-aneh saja. *Rasanya Erick ingin merekam moment ini sebagai pembuktian besok pagi saat Rana bangun, tapi Rana terus menguasai tubuhnya hingga tidak ada cela bagi Erick untuk menyentuh ponsel. Bahkan posisi mereka sungguh terlihat menakutkan. Rana berada diatas pangkuan pria yang ia rindukan ini. Untuk sesaat, Erick merasa bersyukur sebab dirinya dalam keadaan sadar penuh. Karena jika mereka sama-sama mabuk, hal gila pasti akan terjadi sejak tadi.

"Erick, kau membalas ci*manku. apa itu berarti Kau juga suka?"

"Iya, aku menyukaimu. Puas sekarang?"

"kalau begitu kau pacarku sekarang? Bagaimana dengan tante Megan? si Rere itu?"

"berhentilah bicara. Apapun yang aku katakan, Kau akan melupakannya besok pagi. Jadi percuma dan lebih baik kalau kau tidur saja."

Kau mungkin mengira aku sedang mabuk berat. Erick Erlangga, aku sedang berusaha mengikuti kata hatiku karena sudah terlanjur memulainya. Mama, doakan aku supaya tidak gagal.

Rana kembali menyambar. Hot kissing kembali diulang.

Bahagia? Ya ... Erick tidak bisa menyangkalnya. Dia merasa bahagia tak terkira.

"Tunggu, tanganmu mau apa?" Erick menangkap tangan Rana yang berjalan membuka kancing kemejanya.

Saling menatap.

.

Di hotel yang sama. Ada pasutri yang berjalan sembari bergandeng tangan terlihat sangat harmonis. Baru saja usai mengadakan pertemuan dengan beberapa rekan bisnis, keduanya memutuskan untuk mengajak putranya pulang sama-sama ke rumah. Ini demi mengiyakan permintaan anak perempuan bungsunya yang menunggu abangnya dengan tidak sabaran. Pasutri ini tentulah Megan dan Morgan.

Melihat pintu bilik bernomor 1000 itu terbuka begitu lebarnya, "Anak ini sungguh ceroboh. Memangnya ini kamar pribadinya di rumah?" Morgan masih saja heran. Erick memang sedikit ceroboh.

Tapi tunggu dulu. Keduanya tetiba hentikan langkah saat sudah berada tepat di ambang pintu. Terdengar samar suara orang dari dalam.

"Ci*man tadi belum cukup?" ini jelas suara milik Erick Erlangga.

"Emm" balas seorang perempuan. Pasutri itu kompak menelan saliva.

"Kalau begitu ... kita tutup pintu dulu." nasib baik Erick masih ingat jika dia belum sempat menutup pintu akibat aksi mereka berdua.

"Tutup pintu? Kau baru sadar kalau pintumu terbuka selebar ini?" Morgan bertanya setengah mengejek.

Terbelalak. Hampir saja mati ditempat. Erick menatap ayah dan ibunya bergantian. Wajahnya begitu gugup.

"Sayang, apa kami berdua mengganggu malam panasmu?" pertanyaan macam apa pula ini? Bunda sungguh terang-terangan. Wajah tegang ibunya ini berhasil meningkatkan kadar kegugupan yang dirasakan Erick.

"Ya? Oh.. anu ... it-itu ... ha-hanya..."

Tidak sabar lagi menyaksikan kebingungan putra sulungnya, Megan menerobos masuk. Ia penasaran, wanita macam apa yang masuk ke kamar laki-laki yang bukan suaminya.

Disamping itu, Megan tidak ingin putranya memperdaya para gadis dengan modal ketampanannya itu yang memang menjual.

"Terana Marlon? Jadi ini Kau?"

Sempat mematung dihadapan ayahnya, Erick berbalik kanan menyusul sang bunda. Morgan sendiri tidak mungkin diam di tempat. Ia pun ikut masuk tanpa disuruh.

Meski masih terpengaruh oleh alkohol, tapi mau tidak mau Rana harus segera sadar jika berhadapan dengan tante Megan.

"Ta-tante,"

PLAK..

Tentu tamparan itu dengan kasar mendarat di pipi Rana. Gadis itu mengusap pipinya yang terasa panas

"Kau rupanya ya, hah! Beberapa jam lalu kau terlihat sangat manis dan pemalu. Apa ini Rana? Kau bahkan naik ke atas ranjang laki-laki? Bikin malu!"

Megan kembali mengangkat tangan untuk tamparan ke dua.

PLAK..

Tamparan kedua di tangkis oleh Erick dengan memasang wajah tampannya disana.

"Erick! Bisanya Kau pasang badan untuk anak ini?"

"Stop, Bunda, jangan pukul Rana!"

"Rick?"

"Bunda, Rana tidak salah. Ini bukan kesalahan."

"Apa? Kau bilang ini bukan kesalahan? Rana menggodamu, Nak! Kau membela orang seperti ini?"

"Bunda, kami sama-sama saling suka. Kita baru bertemu lagi dan..."

"Dan saling mengungkapkan perasaan? Waw! 11 tahun rupanya belum cukup untuk saling melupakan?"

"Sayang, please. Tahan amarahmu. Kau marah sebesar apapun tidak akan mengubah perasaan seseorang." Morgan memilih mendinginkan suasana. Ikut memarahi Erick? Sama sekali tidak perlu bagi Morgan, sebab sudah terwakilkan oleh istrinya.

"Tante, ma-maafkan aku," ucap Rana sambil menunduk.

"Kau juga Rick, pantas saja kau mengabaikan adik perempuanmu yang sudah menunggu di rumah, Jerman to Indo bukannya langsung pulang ke rumah rupanya mau bersenang-senang dengan sepupumu sendiri? Kalian berdua,-" Megan tak kuat lagi. Kenyataan ini begitu menyesakkan dada. Apa lagi Erick mengakui perasaan sukanya terang-terangan.

Air mata Megan sampai menetes saking geramnya. Melihat ibunya meneteskan air mata membuat Erick merasa kasihan.

"Bunda ..." Erick mendekat. Morgan mencegah aksi putranya yang berlagak ingin menenangkan sang bunda, padahal biangnya adalah dirinya.

"Kami berdua akan pulang. Kalian berdua, kalau ingin tidur bersama silakan urus pernikahan dulu." Morgan pergi membawa istrinya keluar.

"Rana, apa kau baik-baik saja?" Kini kembali berdua saja, Erick dan Rana malah merasa canggung.

"Pasti sakit kan? Bunda menamparmu, maafkan bunda ya..." menyentuh kedua sisi pipi mulus Rana. Ia tampak khawatir.

Dalam keadaan tingkat kesadaran yang sedikit normal, Rana membalas tatapan Erick. "Tadi Kau pun dapat bagian, Kan? Ini tidak seberapa sakit dari pada perasaan tante Megan." Rana memijat kepalanya yang terasa sedikit pusing.

"Kenapa dengan kepalamu? Sakit kah? Rana, istirahatlah disini. Aku akan pulang."

Rana mengangguk. "Maaf ya, kau mungkin akan kesulitan memperbaiki keadaan di keluargamu."

"Tidak Ran, ini bukan salahmu. Semuanya terjadi begitu saja. Aku pulang dulu, ya... Jaga dirimu." Erick pergi.

Rana termenung lama memikirkan hal memalukan yang baru saja berlalu.

Kak Erick, maafkan aku.

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!