NovelToon NovelToon

Noa In The Mahō Land

Hajimari

Tik-tok! Tik-tok!

Detik jam mendominasi malam itu. Memecah keheningan malam dengan alunan suaranya yang berirama.

Aku tidak boleh tidur! kalimat itu terus ia rapalkan dalam pikirannya. Pikiran, hati, dan tubuhnya bergerak tak sinkron.

Matanya terasa begitu lelah. Berjuang keras menahan kantuk yang sejak tadi melanda dirinya. Hatinya bertekad untuk tidak ingin tidur, pun pikirannya yang terus memintanya untuk tetap terjaga hingga waktunya tiba.

Jam terus berlalu. Waktu telah menunjukkan pukul sebelas kurang lima menit.

Hanya dalam hitungan beberapa menit lagi. Tak kurun sampai satu jam, sesuatu akan terjadi.

Sesuatu yang diprediksinya akan terjadi setiap tepat pukul sebelas malam.

Sebuah fenomena aneh yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Fenomena yang akhir-akhir ini membuat adrenalinnya terpacu dan rasa penasarannya terus menghantui.

Membuat Akito semakin bertekad untuk mencaritahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tring!

Alarm pada jamnya berbunyi, membuat Akito terperanjat dan langsung sadar bahwa ia baru saja tertidur secara tidak sengaja.

Ia membuka matanya spontan dan menatap jam yang ada dihadapannya.

Pukul sebelas malam tepat. Ia segera mematikan alarmnya lalu beranjak keluar dari dalam kamarnya dengan mengenakan mantel tidur.

Sudah waktunya, batin Akito yang kemudian melangkah keluar secara perlahan.

Ia meraih kenop pintu kamarnya. Menariknya masuk hingga membuat pintu itu terbuka.

Sebelum melangkah keluar, ia menoleh ke sisi kiri dan kanan guna memastikan tidak ada seorangpun yang bangun malam itu.

Dengan sangat amat pelan dirinya melangkah keluar dari dalam kamarnya. Ia harus berhati-hati, jangan sampai langkahnya terdengar oleh seisi penghuni rumah, terutama adiknya.

Bisa gawat kalau adiknya sampai bangun dan memergokinya.

Tap! Tap! Tap!

Akito menghentikan langkahnya begitu ia mendengar suara langkah kaki yang berjalan berirama. Melangkah secara perlahan dari suatu sudut ruangan.

Akito bergegas mencari persembunyian.

Ia berdiri di belakang tembok. Kemudian secara perlahan mengintip ke arah dimana suara itu datang.

Dari sebuah lorong di ujung dekat tangga menuju lantai satu, ia melihat Noa melangkah keluar dari dalam kamarnya dengan gaun tidur dan senter kecil.

Gadis yang duduk di bangku SD kelas tiga itu melangkah menuruni tangga tanpa rasa takut sedikitpun.

Sudah kuduga dia selalu keluar tengah malam!

Ini benar-benar aneh. Apa yang sebenarnya dia lakukan di tengah malam begini? Akito membatin. Ia melangkah perlahan keluar dari persembunyiannya dan berjalan mengendap-endap menuju tangga.

Ia mengintip ke bawah dan melihat Noa berjalan menuju basement. Akito mengikutinya secara diam-diam hingga melihat Noa benar-benar masuk ke dalam basement rumah mereka.

Tak selang beberapa menit, gadis itu kembali dengan sesuatu di tangannya. Sebuah buku tua yang entah apa.

Dengan perlahan, ia kembali naik ke lantai dua dimana kamarnya berada dan mengunci rapat-rapat kamarnya.

Buku apa yang sebenarnya dia bawa? Akito mengerutkan kening. Ia benar-benar dibuat penasaran akan Noa yang penuh misteri.

Dengan rasa penasaran yang semakin menjadi, Akito berusaha mengintip ke dalam kamarnya lewat celah kunci.

Akito membulatkan kedua matanya. Wajahnya mendadak berubah pucat dengan keringat yang seketika mengucur keluar dari pori-pori kulitnya.

Brukk!

Tubuhnya lunglai dan jatuh di lantai dengan cukup keras.

"Apa itu…"

Pyass!!

Sebuah ledakan cahaya muncul dari balik pintu kamar adiknya.

...***...

Kiseki 1 - Akito Hiromichi

"Tadaima…" Akito Hiromichi, berjalan memasuki rumahnya. Tiba di dalam, ia segera melepaskan sepatunya.

(ただいま/tadaima/aku pulang)

"Kau sudah pulang?" tanya seorang pria paruh baya yang menampakkan sebagian wajahnya dari pintu ruang makan.

"Ya, aku baru pulang," jawabnya sambil mengangguk. Begitu selesai melepas sepatunya, ia beranjak dengan mengenakan sandal.

"Hm… ayah sedang memasak?" Akito mencium aroma sedap dari arah dapur dimana sang ayah berada.

"Haha, kau tahu saja."

"Apa yang sedang ayah buat?" Anak itu menghampiri ruang makan yang terhubung dengan dapur, hendak mengintip apa yang tengah dibuat oleh sang ayah hingga aroma masakannya begitu menyengat sampai keluar dapur.

"Ayah sedang memasak untuk makan malam spesial."

"Makan malam spesial?" Akito menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Malam ini, kita akan kedatangan tamu istimewa."

"Benarkah? Siapa yang akan berkunjung?"

"Kau akan tahu nanti. Lebih baik sekarang kau ke kamarmu. Ganti pakaianmu setelah itu kerjakan pekerjaan rumahmu. Begitu tamu ayah datang, ayah akan panggilkan kau."

"Ayah tidak ingin aku membantu?"

"Tidak perlu. Ayah bisa melakukan semuanya sendiri."

"Yakin?"

"Sungguh ayah tidak memerlukan bantuanmu. Ayah benar-benar harus menyiapkan semuanya sendiri."

"Baiklah kalau ayah berkata begitu. Aku akan ke kamar." Akito beranjak dari tempatnya, melangkah menaiki tangga agar bisa tiba di lantai dua dimana kamarnya berada.

Sepertinya tamu yang sedang ayah nanti adalah tamu yang begitu istimewa sampai-sampai ayah sangat menantikannya.

Ayah bahkan tidak mengizinkanku membantunya memasak.

Aku jadi semakin penasaran.

...*...

"Selamat malam!" kata seorang wanita paruh baya yang kini berdiri tepat dihadapannya.

Akito terdiam tanpa kata. Menatap wanita yang kini berdiri dihadapannya dengan raut wajah terkejut.

Wanita itu tersenyum hangat menyapanya. Di sisi itu, seorang anak kecil bersembunyi di balik punggungnya.

"Akito, kenalkan. Ini adalah bibi Shiho, teman ayah yang malam ini akan makan malam bersama kita." Tsubaki Hiromichi—ayahnya Akito, memperkenalkan wanita yang sekarang berdiri dihadapannya.

Akito mengerjap.

"H… halo, salam kenal. Aku Akito," tuturnya terbata sambil membungkuk memberi salam.

"Wah, jadi ini putramu yang sering kau ceritakan itu? Dia benar-benar tampan seperti ayahnya, ya…" puji Shiho.

"Haha, kau bisa saja." Tsubaki terkekeh pelan. "Oya, apakah ini adalah Noa—putrimu?"

Tsubaki beralih fokus pada gadis kecil yang bersembunyi di belakang punggungnya.

"Huh? Oh, benar." Shiho menoleh pada putrinya yang sejak tadi bersembunyi di belakang.

"Noa, ayo kenalkan dirimu pada paman dan kakak." Shiho memintanya memperkenalkan diri.

Gadis kecil itu terdiam tanpa merespon. Ia malah mengencangkan pegangannya pada mantel yang dia kenakan.

Tak lama, Noa menoleh pada Akito dan Tsubaki secara bergantian.

"Maaf, ya… Noa itu pemalu dan memang jarang berbicara. Jadi, mohon di maklumi." Shiho tersenyum tipis.

"Haha, tidak apa-apa. Tidak masalah, mungkin dia masih merasa asing dengan orang baru. Aku yakin nanti dia juga bisa terbiasa," kata Tsubaki.

"Ya, tidak apa-apa. Lagipula mungkin dia butuh proses." Akito menimpali sambil tersenyum.

"Haha, kau memang anak yang baik Akito. Maaf jadi merepotkan."

"Sudah, ayo kita makan. Hidangannya nanti keburu dingin." Tsubaki mengalihkan topik pembicaraan.

Mereka beranjak dari tempatnya dan berlalu menuju ruang makan yang letaknya berada tidak jauh dari lorong utama.

Di ruang makan, mereka duduk bersama di atas meja.

...***...

Kiseki 2 - Tsubaki Hiromichi

"Ada yang ingin ayah bicarakan," kata Tsubaki dengan raut wajah serius.

Sudah beberapa hari berlalu semenjak mereka menikmati makan malam bersama, dan sekarang Akito di ajak untuk makan siang diluar. Bersama dengan Shiho dan Noa tentunya.

Mereka duduk bersama di salah satu restoran yang tidak terlalu ramai. Di atas satu meja yang sama, mereka sudah terduduk dengan hidangan yang siap saji dihadapan mereka.

Akito menatap ayahnya dengan raut wajah bingung. Entah kenapa ekspresi ayahnya benar-benar tidak seperti biasanya. Terlebih situasinya mendadak terasa canggung dan serius hingga membuatnya merasa kurang nyaman.

Akito menatap ayahnya dan Shiho secara bergantian. Keduanya menatap lekat ke arahnya dengan wajah serius.

Sedangkan Noa, seperti biasanya gadis itu hanya diam tanpa mau ikut bicara.

Apa yang ingin ayah bicarakan? Kenapa aku merasa ada sesuatu yang begitu serius dan penting yang ingin ayah sampaikan? Akito membatin.

Tsubaki membenahi posisi duduknya.

"Apa yang ingin ayah sampaikan?" tanya Akito hati-hati. Tsubaki dan Shiho tampak tengah mempersiapkan diri melontarkan kalimat yang hendak mereka ucapkan.

Ini benar-benar membuatku tidak nyaman, pikir Akito.

Tsubaki menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, "ayah dan bibi Shiho akan menikah."

"Apa?!" Akito tersentak kaget. Ia memekik keras bahkan sampai membuat pengunjung lain menoleh ke arah mereka.

"Ssttt… pelankan suaramu. Jangan membuat kegaduhan," tutur tsubaki pelan sambil menempelkan telunjuknya di depan bibir.

"Ayah bilang apa barusan?" Akito benar-benar tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.

Tsubaki? Ingin menikah lagi? Sungguh? Akito harap ini semua hanyalah mimpi mendengar ayahnya berkata ingin menikah lagi dengan Shiho. Wanita yang beberapa hari lalu dikenalnya padanya.

"Um… bibi tahu ini pasti sangat membuatmu terkejut. Tapi, bibi harap kau bisa tenang dan mau mendengarkan penjelasan kami." Shiho angkat suara. Berusaha membantu Tsubaki menjelaskan niat mereka untuk menikah pada Akito.

Akito speechless. Sungguh apa yang di dengarnya tidak salah.

"Ja… jadi… kalian benar-benar akan menikah?" Akito berucap dengan agak terbata.

"Ya. Kau tidak salah dengar. Dan ayah harap, kau mau merestui hubungan kami serta menerima bibi Shiho untuk…"

Drrkkk…

Akito beranjak bangun dari duduknya. Mukanya merah padam menahan emosi yang kini memuncak dalam dirinya.

"Hentikan! Aku tidak ingin mendengar apapun lagi!" tukas Akito kesal. "Aku benar-benar tidak terima ini. Ayah ingin menikah lagi dan mengkhianati ibu?"

Kedua mata Akito mendadak berkaca-kaca. Ia nyaris menangis mengingat bahwa ayahnya akan menikah dengan wanita lain setelah kepergian ibunya bertahun-tahun lalu.

"Akito… dengarkan dulu…" Tsubaki beranjak bangun. Ia mulai panik dan berusaha menenangkan Akito.

"Aku benci ayah!" Akito berlari keluar restoran.

"Akito! Akito!" Tsubaki berusaha menahannya. Namun Shiho lantas menahannya.

"Sudahlah, jangan kejar dia. Biarkan Akito tenang. Aku mengerti ini terlalu mendadak dan membuatnya terkejut. Kalau kita paksa bicara dengannya sekarang juga, maka tidak akan ada gunanya. Lebih baik kita biarkan dia tenang dulu," ujar Shiho.

"Tapi…"

"Kau juga lebih baik tenangkan dirimu."

"Huft~ baiklah," gumam Tsubaki yang kemudian kembali duduk di kursinya. "Maaf atas sikap Akito, aku tidak menyangka kalau reaksinya akan seperti itu saat kita memberitahunya. Biasanya dia tidak pernah merasa keberatan dengan keputusanku."

"Tidak apa-apa," balasnya.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!