Tok... tok... tok...
"Tiur... bangun, ngak ada perempuan di kampung ini yang bangun siang. cepat bangun...."
Itu adalah suara melengking dari ibu mertuaku, yang berusaha membangunkan Ku, di hari pertama menjadi menantunya. sebenarnya Aku sudah bangun jam 5 pagi untuk keramas.
Acara pernikahan Ku dengan Bang Andri selesai jam 9 malam, setelah melepaskan kebaya dan sanggul yang keras ini, bang Andri langsung mintak jatah malam pertama sebanyak 2 kali.
Dengan memakai celana pendek dan masih dibawah lutut serta kaos oblong yang longgar aku keluar untuk menemui ibu mertuaku yang sedari tadi berteriak memanggil Ku.
"ada apa Inang (panggilan ibu mertuaku di kalangan masyarakat Batak Toba)? pagi-pagi kok sudah bising?"
"bising kau bilang? bangun harus pagi, untuk menyiapkan segala keperluan Suami Mu. karena sebentar lagi Suami Mu akan kerja ke kantor camat." kata mertuaku dengan bertolak pinggang.
"bang Andri kan masih cuti Inang, biarkan dulu kami istirahat sejenak iya Inang."
"bah....bah..... hebat kali lah kau, kalau Suami Mu masih libur. perhatikan itu kerbau pendek di belakang (ternak babi) bersihkan kandang Nya dan kasih Makan." perintah ibu mertuaku dengan suara melengking Nya.
"iya Inang."
Langsung ku Iya kan, karena suaranya begitu mengganggu gendang telinga Ku. setelah itu langsung ke belakang rumah, jaraknya sekitar 50 meter dari arah dapur.
Ternak Mertuaku ada sekitar 30 ekor babi, kandang nya lumayan banyak dan terlihat rapi, sebenarnya aku tidak tahu harus melakukan apa. karena keluarga kami tidak pernah melihara ternak di tambah lagi selama 7 Lebih aku merantau dan tidak pernah memelihara ternak seperti ini.
"Tiur...... ngapain kau di belakang itu? sudah masak kau?" Gabe adik ipar berteriak dari dapur memanggil namaKu.
Gabe memang lebih tua dari Ku , dan dia ini kakak dari suamiku sehingga memanggilku dengan nama, secara adat Batak seharusnya Gabe memanggilku dengan sebutan Edak (panggilan ipar perempuan * dalam tradisi Batak Toba).
Wajahnya terlihat begitu marah setelah Aku mendekat kearahnya, dan ibu mertuaku yang berada disampingnya juga demikian.
"tadi langsung di suruh inang untuk mengurus ternak, makanan dapur ngak sempat ku pegang."
"makanya cepat bangun, masak habis itu bereskan kandang ternak dan setelah ke kebun kopi untuk kerja."
Aku hanya bisa terdiam, dengan penuturan ibu mertuaku ini. posisi Ku disini adalah istri dari anaknya, kok Aku merasa seperti budak yang baru di beli ya.
"hasilnya nanti gimana Inang? apakah sistem harian atau Setelah menunggu masa panen baru di bagi?"
Ibu mertuaku dan kakak ipar ku yang masih jomblo ini langsung melotot ke arah ku, Karena Ku singgung mengenai hasil kerjaan.
"apa kau bilang? maksud kamu ingin di upah gitu atau ku gaji? enak aja, asal kamu tahu ya Tiur. sinamot ( mahar) itu 300 juta, lain lagi dengan kebaya mu. dan biaya hidup mu selama ini. dengan semua itu kamu masih mintak upah?"
Sert... Sert.... Sert....
Darahku terasa mengalir di sekujur tubuhku, Mahar itu adalah kesepakatan. dan semua biaya pernikahan memang harus di tanggung oleh pihak pengantin pria, tapi kenapa ini semua di ungkit lagi. toh juga Mahar yang diberikan keluarga suami ku ini tidak sepersen pun aku terima.
"Aku mau ke kamar dulu, saya disini bukan pembantu permisi."
Langsung menuju kamar dan kulihat bang Andri masih ngorok sementara Aku, sudah di tatar oleh MamaNya tanpa sedikitpun pembelaan dari Suamiku ini.
hiks.... hiks.... hiks....hiks.... hiks.... hiks... !!!
Rasanya begitu pedih hati ini, sesak dada ku dan air Mataku tumpah di pipiku ini. tanpa ku sadari tangan bang Andri sudah memegang pundak Ku dari belakang.
"kenapa dek? pagi-pagi kok sudah nangis?" tanya Suamiku sembari menggosok-gosok kedua bola matanya.
Hanya bisa menatapnya dengan tatapan kosong, bang Andri baru bangun sementara Aku sudah diserang oleh Mama nya dan Kakaknya.
"bang, berapa gaji mu kerja di Kantor camat itu?"
Pertanyaan dariku membuatNya mengangkat kedua alisnya, seolah-olah tidak terima ketika perihal gaji Nya Ku pertanyaan kan.
"ngapain pula adek tanya gaji Abang? asal adek tahu Abang di kantor itu hanya Honor yang di gaji per tiga bulan. tapi sekitar 10 juta Rupiah berikut dengan bonusnya." jawab suamiku.
Gaji sepuluh juta per tiga bulan, dan Aku masih punya tabungan selama kerja di perantauan. jadi masih cukuplah untuk biaya hidup kami nanti.
"Abang tahu kan tulang pak Saor? (adik laki-laki dari pihak Mama * tradisi Batak Toba), tulang pak Saor punya rumah kosong lengkap dengan kandang ternak di belakang rumahnya. tulang Saor sudah menawarkan itu kepada Tiur sebelum kita nikah. bagaimana kalau kita hidup mandiri saja di rumah itu.
Tulang bersedia memberikan kita anak ternak, dan biaya kontrakan rumah bisa kita bayar setelah panen ternak.
Untuk biaya hidup kita sebelum Abang gajian, Tiur masih punya tabungan untuk kita bang. kita hidup mandiri aja ya bang."
Bang Andri langsung berdiri, dia sepertinya tidak menerima saran dariKu dari sorot matanya terlihat kalau dia marah.
"dek, ngak mungkin kita hidup mandiri. hanya Abang anak laki-laki di rumah ini, rumah ini nantinya milik kita. setiap gajian Ku berikan kepada Mama dan nanti kita akan di jatah oleh Mama."
Di jatah oleh Mama Nya, dari sini saja sudah bisa ku bayangkan betapa menderitanya kelak nanti kedepannya.
Lidahku kelu dan mulut ini terdiam, hanya air mataku mengalir di pipiku dan bang Andri melihat Nya karena memang aku belakangi.
"sudah ada sarapan? tolong bawa kemari ya, sekalian kopi ya?"
Bang Andri masih sanggup menyuruhku untuk membuat kan sarapan dan Kopi untuk Nya, dia tidak tahu betapa beringasnya mama dan kakaknya itu.
"suruh aja Mamak mu itu, kan kau di jatah oleh Mamak mu!."
Karena ucapan Ku, bang Andri langsung membalikkan tubuhku dan menghadap Nya. air Mataku yang mengalir langsung ku seka.
"kau kan Istriku, seharusnya kau melayaniku bukan Mama ku lagi. dimana peran mu sebagai Istrimu?"
Nada suaranya sudah tinggi, tapi Perkataan tidak ku sanggah. karena aku masih terdiam akhirnya bang Andri keluar kamar.
Tidak berapa lama bang Andri datang bersama Mamanya dan Gabe kakaknya. mereka bertiga seolah-olah menjadi hakim yang akan mengadili orang bersalah.
"hebat kau ya, baru saja sehari jadi menantu sudah berani melawan. mau ku balikkan kau ke orang tua Mu?" kata Mertuaku yang tepat berada di hadapan Ku.
"silahkan, saya juga tidak sudi menikah dengan laki-laki di bawak ketiak mamak Nya."
Jawab kepada ibu mertuaku yang sangat lantang ini, dan lagi-lagi suamiku tidak sedikitpun membela Ku.
"sekarang beres kan pakaian mu, dan pulang ke rumah orang tua Mu." ujar mertuaku.
Pakaian memang sedikit yang masih ku bawa ke rumah ini, sisanya masih ada rumah orang tua Ku, sesuai Adat nanti akan ku bawa dari rumah dengan acara adat yang sederhana.
Selesai memasukkan pakaian ke tas ransel milikku, langsung ku langkahkan kakiku keluar dari kamar untuk pergi dari rumah ini.
Aku tahu apa yang terjadi nantinya, atas perbuatan Ku. semuanya harus memakai Adat dan Aku tidak perduli dengan semua itu.
Begitu sampai di rumah, Mamak langsung membawa Ku masuk dan mengunci pintu rumah. karena tradisi di kampung ini, aib bagi keluarga Istri jika anak perempuan nya yang menikah datang ke rumah tanpa di dampingi oleh suami.
Bapak melihat Ku dengan begitu marahnya, tapi Mama hanya terdiam membisu dengan segala kesedihannya karena anak perempuan Nya pulang ke rumah tanpa di dampingi oleh suami.
"kenapa kau pulang? suami mu dimana?" tanya Bapak dengan raut wajahnya yang marah.
"Tiur mau cerai, dari awal juga Tiur ngak mau menikah dengan si Andri itu. dia itu anak manja, di bawah ketiak Mamanya."
"sekarang kamu masuk kamar, jangan pernah keluar sebelum suami mu dan keluarganya menjemput kemari." perintah Bapak.
Masuk ke dalam kamar dan kembali air mataku ini tumpah di pipiku, saat ini hanya ini bisa ku lakukan.
Bukan kehendak Ku mau menikah dengan bang Andri, tidak sedikitpun ada rasa cinta untuknya. tapi nyatanya Aku harus menikah dengannya karena paksaan dari Bapak dan keluarganya.
"Tiur, ini mamak bawakan makanan. makan ya Nang (sebutan untuk mama ke anak perempuan nya * tradisi Batak Toba)."
"kalau Seandainya Mama ngak bohong kalau Mamak sakit, Tiur tidak akan pernah menikah dengan laki-laki dibawah ketiak mamak Nya itu. dia itu laki-laki yang tidak berguna Mak."
Ujar Ku kepada Mamak, tapi Mamak hanya terdiam sambil meletakkan piring yang berisi makanan itu.
"Mak, kenapa Tiur tidak bisa menentukan jodohku sendiri? apa mamak tidak tahu kalau Andri itu anak manja?"
Mamak pergi begitu saja, walaupun terlihat air matanya di seka nya dari Pipinya. tapi ini awalnya Aku terjerat di rumah dengan pernikahan yang menyakitkan ini.
Karena memang lapar, makanan yang dibawa Mamak langsung ku makan dan setelah itu Aku berlalu ke kamar mandi untuk mandi.
Selesai Mandi dan sudah berpakaian, Ku lihat Tulang pak Saor adik laki-laki Mamak. sudah berada di ruang tamu bersama Bapak dan Mamak.
"bere (panggilan kepada keponakan dalam tradisi Batak Toba) duduk disini, tulang mau dengar apa yang jadi masalah Mu?" ujar tulang pak Saor.
Aku duduk dekat mamak yang menghadap ke tulang Saor (Tulang artinya Paman, saudara laki-laki dari Mamak, tradisi Batak Toba) dan tatapannya begitu teduh dibandingkan tatapan bapakku dengan tatapan yang penuh amarah.
"bang Andri dengan gaji per tiga bulan sekitar 10 juta lebih, dan nantinya akan diberikan kepada Mamanya dan kami akan di jatah nantinya.
Tiur harus menjadi pembantu di rumah itu, kerja di kebun kopinya dan memelihara ternak Nya. untuk membayar Sinamot (Mahar) yang di terima oleh bapak dan Mamak serta biaya pernikahan kami dan juga biaya hidup kami.
Kami akan di jatah dan harus siap seberapa pun yang akan diberikan oleh Mertuaku kepada kami."
Mendengar penuturan dariKu, Tulang pak Saor menghela napas panjang. sementara Bapak masih terlihat marah.
"inilah yang tulang takutkan, sudah jelas tulang tahu, kalau Suami kamu itu laki-laki yang tidak bisa diandalkan, tapi bapak mu ini bersikeras untuk menikahkan kamu dengan-nya.
Begini saja bere, kalian langsung mandiri saja. jangan tinggal di rumah mertua mu itu. rumah tulang masih kosong dan ternak tulang sudah lepas Asi dari induknya, anak ternak akan tulang berikan sebagai bekal kalian dan tulang akan bersedia meminjamkan modal untuk biaya hidup sebelum ternak nya bisa panen."
"Tulang, itu yang sudah ku bicarakan dengan bang Andri. Tiur juga masih ada pegangan berupa gelang dan kalung, jika di jual masih bisa untuk biaya hidup 3 bulan ke depan. tapi bang Andri tidak mau pisah dari Mamaknya."
Lagi-lagi tulang pak Saor menghela napas panjang. dan Tulang menoleh ke arah bapak karena tidak mendapatkan respon akhirnya menoleh ke mamak.
"ito (panggilan saudara laki-laki ke saudara perempuan Nya, demikian juga sebaliknya), kita panggil raja Huta (Pemangku adat/kepala adat) biar bagaimanapun Tiur adalah putri Kalian." tutur tulang pak Saor.
"uang nya dari pak Saor?" bapak bertanya dengan amarah Nya.
"uang? Sinamot (mahar) 300 juta hanya berkurang 100 juta, sisa nya kemana? baik, biar saya yang talangin dan semuanya saya yang urus."
*talangin dalam dialog Medan, yang artinya mendahulukan pembayaran atau memberikan uang terlebih dahulu untuk keperluan.
Bapak terlihat kesal dengan penurutan Tulang pak Saor dan Pak Saor langsung pergi dari rumah, sementara Mamak menuntunKu masuk ke dalam kamar.**
Sore harinya, tulang pak Saor bersama istrinya sudah tiba di rumah dengan membawa makanan berupa ikan mas arsik yang banyak.
Tidak berapa lama raja Huta (Pemangku adat) beserta dengan rombongannya yang berjumlah kurang lebih 10 orang laki-laki yang didampingi oleh istri-istrinya.
Tidak berapa lama, Suamiku bersama kedua orang tuanya dan 6 orang rombongan sudah tiba di rumah ini. selesai makan makan malam acara adat di mulai lebih tepatnya negosiasi.
"baik bapak-ibu, sebagai penengah kami hadir disini bersama dengan rombongan dari setiap marga. disini saya ingin mendengar akar permasalahan yang di mulai dari Istri, silahkan Inang (panggilan umum untuk perempuan yang Sudah menikah di kalangan masyarakat Batak)" ujar Kepala Adat yang biasa di panggil Oppung Doli Tyas (karena cucu pertamanya bernama Tyas)
Dalam tradisi Batak anak pertama atau cucu pertama akan menjadi nama panggilan.
'oppung Doli artinya Kakek dan pasangan nya oppung Boru yang artinya Nenek.
"begini oppung Doli, saya di suruh ibu mertuaku menjadi pembantu sekaligus pekerja tanpa di upah di rumahnya. untuk membayar Sinamot ( Mahar), biaya pesta pernikahan, dan biaya hidup kelak nanti. gaji suami ku setiap pertiga bulannya akan disetorkan kepada Mamanya dan kami akan dijatah olehnya.
Saya sudah mengajak Suami untuk hidup mandiri tapi Suami Ku tidak mau berpisah dengan Mamaknya Karena suami adalah anak laki-laki di rumah tersebut.
Saya tidak mau hidup berkeluarga di bawah terkekang ibu mertuaku. dan saya tidak mau kehidupan pribadi di urusi oleh ibu mertuaku."
Dari ujung sudut terlihat ibu mertuaku menahan emosi mendengar perkataan Ku, tapi aku mencoba untuk sabar dengan sikapnya itu.
"apalah mau kau?" tanya ibu Mertuaku itu ditengah keheningan ini.
"saya mau hidup mandiri bersama bang Andri, dan gaji bang Andri harus saya pegang sebagai istri."
"dek, aku anak laki-laki bapak dan Mamak. tidak mungkin ku tinggalkan bapak dan Mamak di rumah, lagian gaji ku hanya dibayarkan per tiga bulan."
Sanggahan dari bang Andri yang melihat Mamanya setelah mengucapkan perkataan Nya.
"bang, pagi itu sudah ku bilang. aku punya tabungan dan itu cukup sampai Abang gajian dan ternak bisa kita jual. kalau kita sepakat apapun bisa kita lakukan.
Sekarang bang Andri harus tegas, memilih mamak mu atau saya Istrimu ini. dan ingat mamak Mu tidak selamanya bersama Mu, baru kemarin pendeta yang menikahkan kita berkata, laki-laki akan meninggalkan kedua orangtuanya demikian juga dengan mempelai perempuan dan kemudian bersatu untuk membangun rumah tangga. dan kau itu laki-laki bang, sudah seharusnya kau keluar dari ketiak Mama mu itu."
"kurang ajar kau, dimana sopan santun!" ujar mertuaku yang berdiri sambil menunjuk Ku.
"inang tenang, harap tenang." perintah ketua adat dengan tegas.
Ibu mertuaku akhirnya duduk kembali setelah di paksa duduk oleh bapak mertuaku, tapi wajahnya masih tersimpan raut amarahnya yang dalam.
"jika Abang memilih mamak, apa yang kamu lakukan?" tanya bang Andri tiba-tiba.
Perhatian tertuju kepadanya, dan kepala adat terlihat kesal dengan ucapan Suamiku. ingin rasanya menampar Suamiku di hadapan MamaNya.
Tradisi Batak Toba, jika istri pulang ke rumah orangtuanya karena pertikaian dalam rumah tangga. jika Suaminya ingin menjemput istrinya harus dengan Adat.
"berarti bang Andri menyangkal firman Tuhan yang disampaikan oleh pendeta saat pernikahan kita di gereja dan Abang juga sudah menyangkal janji di hadapan para jemaah dan Tuhan, abang adalah kepala rumah tangga.
Apa pantas Abang menjadi suami yang sudah menyangkal firman Tuhan? berarti itu artinya Abang juga menyangkal janji suci pernikahan kita di hadapan hamba Tuhan dan jemaat Nya. dan jika Perkataan Ku benar, saya mintak cerai?" jawab Ku kepadanya
Oppung Boru Tyas, istri dari Pemangku adat langsung menghampiri Ku dan memegang kedua tanganku.
"Tiur, kamu harus jika kamu yang mintak cerai maka kamu dan keluargamu yang harus membayar denda adat yaitu tiga kali lipat dari Sinamot (Mahar) yang kamu terima.
Pikirkan baik-baik dulu, kita bisa bicarakan dengan disini. sinamot mu itu besar Tiur, apalagi di tambah tiga kali lipat." ujar istri ketua adat dengan suara yang lembut.
"oppung Boru, apa lebih berharga sinamot (mahar) dari pada janji suci yang di ucapkanya di hadapan hamba Tuhan? bukan adat Batak mengharuskan untuk mandiri setelah menikah? Oppung boru Tyas, semua anak-anak Oppung yang sudah menikah hidup mandiri kan?
Tolong Oppung boru jelaskan Kenapa anak-anak Oppung mandiri setelah menikah? tolong kasih paham kepada ibu mertuaku itu serta suamiku yang hidup dibawah ketiak Mamak Nya."
"Tiur.... jaga sopan santun mu, ingat sinamot mu (mahar) sangat besar." ujar bapak dengan penuh emosi.
"pak.... mertuaku itu kakak kandung Bapak sendiri, kakak kandung Bapak memperlakukan putri ini sedemikian rupa. dan dimana sikap pembelaan bapak terhadap Ku.
oh ya, bapak yang menerima Sinamot (Mahar) bapak aja yang menikah di Andri menggantikan Tiur, atau bapak bayarkan denda adatnya dan masalah selesai.
lagipula Tiur tidak pernah menginginkan pernikahan ini, semuanya atas kehendak bapak. kalau sudah begini bapak malah menuntut sopan santun dari harga diri putri bapak sendiri."
"cukup..... "
Bapak mertuaku berteriak karena penuturan dariKu, semua tertuju kepada Nya. ibu mertuaku terlihat begitu geram sementara bang Andri hanya terdiam.
"apanya yang cukup amang (panggilan kepada bapak mertua, dalam tradisi Batak yang artinya bapak mertua.)?"
Mendengar pernyataan dariku, bapak mertuaku langsung terdiam. wajahnya merah dan sorot matanya terlihat begitu marah.
"setelah saya pikir-pikir, keluarga Mu tidak akan mampu membayar denda nya. Tiur.... parmaen (Menantu dalam tradisi Batak Toba) kamu dan Andri sudah di jodohkan oleh Oppung kalian sejak Kecil.
Bapakmu sudah menerima sepasang kerbau dan ulos si Rara (ulos Batak yang berwarna merah, Ulos adalah kain tenun yang merupakan kain khas Batak Toba) sebagai pertanda kalau Inang adalah calon istri Andri.
Parmaen, kamu tidak bisa memungkiri semua itu. ingat kamu itu adalah pariban (sepupu dari pihak Mama yang bisa dinikahi). dalam adat kita pariban pantang menolak. kecuali kerelaan dari Andri selaku pariban Mu.
Parmaen mau melanggar sumpah Oppung Kalian berdua? bagiamana dengan pertanda dari Oppung Kalian? dan denda sinamot nya bagaimana?" ujar mertuaku dengan nada suara rendah.
"Amang (panggilan kepada bapak mertua). Tiur akan menyangkal Nya, sebagaimana bang Andri menyangkal janji sucinya dan firman Tuhan.
Mengenai pertanda dari Oppung itu bukan urusan Ku, dan Denda sinamot (Mahar) itu urusan Bapak Ku. jika tidak sanggup membayarnya pidanakan aja ke Polisi."
"baik, situasinya semakin bertambah rumit. dan sepertinya belum ada kejelasan. sekarang saya mau tanya kepada pihak paranak (pihak Suami) Apakah kalian masih ingin Tiur menjadi istri Andri?
Trus apa solusinya jika kalian masih mengingkan Tiur menjadi menantu Kalian? saya ingin mendengar penjelasan dari Andri sebagai suami Tiur. dan ingat kalian masih Keluarga dekat. Andri silahkan jawab."
Mendengar pertanyaan dari raja Huta (Pemangku adat) Bang Andri langsung menoleh Mamaknya.
"Andri.... kau itu laki-laki, ngapain harus kau lihat Mamak kau itu? apa kau mau masuk ke perut mamak kau lagi?"
Pertanyaan skakmat dari Pemangku adat membuat bang Andri menunduk, suara bisikan dari ibu-ibu pendamping rombongan Pemangku adat terdengar melecehkan sikap dari bang Andri.
"Aku suka Tiur Oppung, dan saya ingin dia tetap jadi Istriku. tapi saya tidak mau berpisah dari Mamak." jawab bang Andri dengan pelan.
"Tiur, bagaimana dengan Mu?"
"karena sudah terlanjur menikah, dan Tiur juga tidak membebani bapak dan Mamak. Tiur mau jadi istrinya lagi. tapi dengan syarat, Aku dan bang Andri hidup Mandiri dan gaji bang Andri saya pegang. serta mertuaku tidak bisa ikut campur dengan segala urusan rumah tangga kami."
Dengan jawaban terlihat ibu mertuaku semakin murka, sorot matanya memandangku seolah-olah ingin menerkam ku dan menelan Ku bulat-bulat.
"bagiamana caramu menebus Mahar dan biaya pernikahan kalian haaaa?" tanya ibu mertuaku dengan murka.
"maaf Inang, saya tidak pernah mintak segitu. itu berdasarkan kesepakatan. kalau inang ngak mau keluar uang untuk biaya pernikahan, ngak usah kawinan anak mu."
"lantang kamu ya Tiur." sanggahan ibu mertuaku tidak kalah sengit Nya.
"haloo...... itu lagi dan itu lagi, ingat inang Mak iren ( nama panggilan ibu mertuaku karena anak pertamanya bernama Iren). mahar itu sudah jadi kesepakatan. jika inang Mak Iren keberadaan bukan sekarang saatnya tapi dulu. jadi tenang ya, kita selesaikan dengan damai.
Sekarang saya tanya kepada bapak Iren, selaku bapak dari Andri, apa salah dari pak Iren?
Pemangku adat begitu tegasnya berkata, dan terlihat bapak mertuaku menatapku dengan teduhnya.
"Baik, dengan saya tegaskan. Andri dan istrinya akan Mandiri di rumah Pak soar, tulang dari Tiur, sebagai orang sebagai seorang bapak yang mempunyai 6 Putri dan sekaligus kepala keluarga. dan saya akan memberikan modal hidup untuk sementara.
Parmaen, apa yang kamu mintak setelah Mandiri dari kami? dan mudah-mudahan bisa amang wujudkan."
"tapi pak, Andri ngak mau pisah dari Mamak?" sanggah bang Andri secara tiba-tiba yang memotong pembicaraan bapak mertuaku.
"kalau begitu ceraikan Tiur dan mahar hangus, Karena Tiur jelas-jelas tidak mau serumah dengan Mertuanya. ingat Andri, mamak mu dulu tidak mau tinggal serumah dengan mamaku. Andri tahu kenapa?
Tiur sudah menjawabnya, Mamak mu sama seperti mertuanya yaitu oppung Boru mu. yang selalu mengungkit Mahar.
Sebagai Bapakmu, meminta kejelasan dari mu, masih mau bersama Tiur dan hidup mandiri dan gaji mu yang tidak seberapa itu di pegang oleh Tiur atau kamu menceraikan Tiur?
Mungkin Mamak mu sanggup mencari Istri untukmu sekaligus pembantu dan budaknya.
Andri jawab....."
Bang Andri kembali melihat Mamanya dan bapak mertuaku terlihat kesal, Begitu juga dengan Pemangku dan rombongannya dan tidak ketinggalan para ibu-ibunya.
"Andri..... " bapak mertuaku berteriak kepada bang Andri karena tidak kunjung menjawab.
"iya, saya mau pak." jawab bang Andri secara spontan.
"baik, sekarang amang mau tanya ke Tiur. inang parmean (menantaku), apa yang inang Mintak? dan ini adalah sebagai bekal hidup kalian nantinya.
"Jika amang bersedia, Tiur ingin dibelikan mesin jahit dan mesin bordir, Tiur sudah bertanya kepada penjual Nya yang kebetulan punya toko bakal kain. dengan biaya 15 juta Rupiah sudah dapat mesin jahit dan mesin bordir serta paket bakal kain yang sudah cukup sebagai modal, dan itu satu paket dengan semua peralatan jahitannya.
Di ibukota kecamatan ini, baru satu yang menjadi tukang jahit dan Tiur sudah bertanya kalau Beliau kewalahan melayani pelanggannya itu artinya Tiur masih punya kesempatan untuk menjahit.
Dulunya saya bekerja untuk sebagai desain dan menjahit di tempat kerjaku, dan itu menjadi modal utama ku amang."
"ok, kebetulan amang baru menjual kerbau kita dan ini sisanya 20 juta, amang berikan sekarang. usahamu dan Anakku Andri ini, Amang percayakan kepada Tiur.
Inang parmean, maaf atas perlakuan kami. dan ingat Mertua mu ini tetap lah menjadi amangboru Mu (panggilan kepada suami dari adik perempuan Bapak) itu artinya kita keluarga."
Bapak Mertuaku begitu Begitu bijaksana, tapi kenapa Anaknya berbeda?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!