NovelToon NovelToon

The Eagle White

1

“Siapa gadis kecil itu? Penampilannya sangat kacau.” Tanya seorang pelayanberbisik menatap risih gadis berambut perak yang berjalan tergopoh-gopoh dengan jubah hitam yang robek dimana-mana.

“Aku tidak tahu. Tapi, kudengar ada pembawa pesan pribadi Yang Mulia Ratu baru saja kembali ke kerajaan ini.” jawab pelayan lain berdiri di tepi dinding dekat jendela besar saling berbisik.

Jauh di belakang, terdengar suara gemuruh besi datang melewati koridor kerajaan.

“Tunggu dulu, Nona.” tegur salah seorang pengawal muda memakai zirah dengan jubah biru menghampiri gadis kecil itu dan segera menopang tubuh kecil tersebut, saat goyah hampir terjatuh. “Oh. Hampir saja.” Gumam pengawal itu pelan, menatap iba pada penampilan gadis berambut perak yang ditopang dari belakang olehnya.

Pasti perjalanannya sulit. Aku harus segera melaporkan ini pada Yang Mulia Ratu.—pikir pengawal tersebut hendak membopongnya, tiba-tiba tangan kirinya mencegah tangan kiri pengawal itu. Mereka semua tercekat kaget, kecuali pengawal tersebut.

Apa yang akan dilakukannya? Apakah anak itu penyihir?—pikir para pelayan yang melihat tampak ketakutan dan resah.

“Bisa antar aku menghadap Yang Mulia Ratu Ionles? Aku membawa pesan untuk beliau.” Pinta gadis berjubah hitam berambut perak dengan lirih. Pengawal muda itu tersenyum memberi hormat, seraya menawarkan bantuan sebagai pegangan agar tidak jatuh. “Tentu, Nona. Anda bisa mengikuti saya.”, “Aku akan memegang jubahmu saja.” Tolak gadis itu yang langsung dimaklumi olehnya.

“EH?!” mereka semua terkejut tidak percaya.

“Gadis itu pembawa pesan kerajaan?!”

“Aku tidak pernah melihatnya.”

“Aku juga baru pertama kali melihatnya”

Bisik mereka semua heran dan penasaran. Setelah cukup lama, gadis misterius yang dianggap pembawa pesan dan pengawal muda tadi pergi. Ada sesuatu yang melesat dengan cepat dan tidak terlihat begitu jelas melewati mereka, hanya sekelebatan putih melewati jalan yang baru saja dilalui oleh gadis berjubah dan pengawal muda.

Di ujung ruangan koridor luas, seorang pelayan wanita mengetuk pintu yang sedikit terbuka seraya membungkuk, “Yang Mulia Ratu, ada yang ingin bertemu dengan anda.” Wanita tiga puluh tahun berambut hitam berkilau lurus sepinggul memakai gaun berwarna biru dingin tengah duduk di kursi panjang sedang menikmati minum teh—Ratu Ionles. “Masuklah. Mungkin dia sudah pulang.” Ujar Ratu Ionles yang langsung dilaksanakan oleh pelayannya dengan membuka pintu lebih lebar.

Ratu Ionles berdiri dari kursinya memutari meja dan berdiri tiga meter dari meja, menunggu.

Tampak seorang pengawal muda dengan rambut merah panjang yang diikat rendah dan mata biru seindah lautan, “Permisi, Yang Mulia Ratu.” Membungkuk,  memberi hormat padanya. “Ada apa pengawal?” tanya Ratu Ionles memperhatikannya, begitu pengawal itu bangkit, Ratu langsung mengenalinya, “Oh, rupanya Tuan Muda Becrox. Apa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?” tanya Ratu Ionles untuk yang kedua kalinya, tapi terdengar agak ramah.

Pengawal itu—Becrox menundukkan kepala dengan takzim, “Ada yang ingin bertemu dengan Yang Mulia—”

jawabannya terpotong tatkala gadis berjubah tadi langsung berlari ke arah Ratu Ionles.

Becrox terkejut dan panik, “Nona! Berhenti!” tegurnya yang tidak digubris sama sekali.

Gadis berjubah tersebut segera melompat sedikit memeluk Ratu Ionles, sampai tudung jubah terbuka, membuat rambut perak lurus sedikit bergelombangnya menyembul indah. “Ratu Ionles. Aku pulang!!” teriakannya mengejutkan mereka semua, termasuk Becrox.

Hei, kau tidak bisa melakukan itu sembarangan Nona—tunggu. Apa aku tidak salah dengar?—pikir Becrox heran tidak percaya, termangu kaget ditempatnya. Dan sesuatu yang cepat berkelebat mengenai kepala Becrox, lalu mendarat dengan bertengger di atas lampu hias dekat kursi panjang.

Elang Putih?—batinnya semakin heran dan penasaran.

Ratu Ionles membalas pelukan gadis itu dengan erat dan tersenyum lega, “Selamat datang kembali ke rumah. Sayangku.” Para pelayan hanya diam ikut senang mendengar kebahagiaan Ratu Ionles, berbeda dengan Becrox yang dilanda kebingungan. Sayangku? Apakah Nona itu anggota keluarga kerajaan?—pikir Becrox penasaran, tapi ia segera mengusir semua pertanyaan itu.

Gadis itu tersenyum, dan saat melihat ke arah Becrox, mata merah semerah berlian yang berkilau terhalang oleh rambut yang berantakan, itu membuat Becrox gugup. “Terima kasih sudah mengantarku sampai kemari. Nanti aku akan menemuimu lagi, Tuan.” Katanya perlahan melepas pelukan dengan Ratu Ionles.

Becrox diam hanya mengangguk, membungkuk, dan beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.

Ratu Ionles memegang wajah gadis itu dengan lembut, “Kau berantakan sekali. Kita harus membersihkan semuanya dengan segera. Setidaknya Tian Feng tidak tertinggal.” Ujar Ratu menoleh ke arah burung elang putih itu.

Gadis tersebut tersenyum, mengangguk, “Tentu.” Ratu pun ikut tersenyum dengan mata coklat berbinar.

Di taman kerajaan Gidlove, Becrox berpatroli sudah cukup lama dengan melihat sekitar, lalu ia berhenti saat menemukan sebuah pohon besar yang rindang. Kakinya melangkah kesana, menginjak tanah berumput pendek yang ditumbuhi rumput liar lain, ia mendekati pohon besar itu perlahan. Tangan kanannya yang berbalut sarung tangan merah bata menyentuh pohon besar setinggi dua puluh kaki. Dan ketika mendongakkan kepala, betapa terkejutnya ia melihat untaian helai rambut perak panjang yang berkibar-kibar diterpa udara sejuk musim panas.

“Hei, Tian ingat kataku. Kau tidak akan dapat jatah makan kalau berbuat ulah tanpa ijinku.” Ujar seorang gadis bersandar pada cabang pohon, memakai pakaian  serba putih layaknya pelayan laki-laki, dengan lengan baju panjang, celana selutut, bermantel jubah sedada yang ada tudungnya. Eh? Ini seperti suara Nona berjubah hitam.—batin Becrox penasaran.

Tian Feng terbang ke bawah tiba-tiba ke arahnya, itu membuat Becrox sangat panik sampai jatuh terduduk ke belakang dan berteriak, “WOAH!!”

Gadis itu kaget mendengar teriakan Becrox, langsung melompat turun bergelantungan pada cabang pohon dengan lincah, “Tian Feng! Apa yang kau lakukan?! Jangan menakuti orang lain!!” tegur gadis tersebut yang kini mendarat mulus di depan selangkah dari Becrox. Sedangkan Tian Feng kembali bertengger pada cabang lainnya yang tidak jauh dari gadis itu. Elang putih itu pasti miliknya.—batin Becrox masih panik melihat Tian Feng.

Dia mendongak ke arah Tian Feng, “Huh, dasar burung tidak jelas. Kau menakuti orang yang sudah mengantar kita pada Ratu Ionles.” Omelnya pada burung itu dengan kesal. Kemudian, dia menoleh ke arah Becrox, itu membuatnya kaget karena masih panik. Tuan ini ketakutan?... hmmm. TIAN FENG!!!—pikir gadis tersebut melirik tajam burung elang besar yang bertengger. Tian Feng merasakan bahwa jatah makannya berkurang lebih banyak daripada sebelumnya.

Kepanikan Becrox hilang perlahan, matanya memperhatikan sosok gadis kecil bertudung yang memiliki burung elang. Tudung gadis itu turun karena, tiba-tiba angin bertiup kencang, membuat rambut perak lurus panjang sedikit bergelombang itu menari-nari bersama daun-daun yang  ikut terhempas oleh angin.

2

Ia menatap takjub padanya, bulu mata lentik, mata bulat dengan warna merah semerah berlian yang begitu indah membuat Becrox termangu.

“Hmm. Anginnya kencang juga. Sampai daun-daun ini menyangkut di rambutku.” Gerutunya sebal melihat Tian Feng yang tampak menertawakannya dari cabang pohon disana. Oh iya! Tuan pengawal!—pikirnya hampir lupa ada Becrox yang masih diam terduduk disitu. Dia tersenyum dengan tatapan ramah seraya berjongkok, “Halo, Tuan pengawal. Kita bertemu lagi.” Sapanya membuat Becrox segera sadar, “Ah, iya. Maaf.” Balas Becrox gugup.

Dia menatap heran, “Hei, seharusnya aku yang minta maaf. Burung elangku sudah membuatmu takut. Apa kau tidak apa-apa, Tuan?” tanya gadis itu sambil menyingkirkan daun-daun yang menempel di rambutnya. Becrox mengangguk,  dan cepat-cepat dia merubah posisinya dengan berlutut padanya, “Nona, sebelumnya maafkan saya karena tidak mengetahui, bahwa Nona adalah anggota keluarga kerajaan.” Becrox menundukkan kepala mengatakannya dengan penuh hormat, dan gadis itu terdiam beberapa saat.

Tidak ada reaksi, Becrox pun mendongak sedikit, ia heran dengan ekspresi gadis itu yang terlihat sedang menahan tawa. “Maaf. Apa saya salah?” gadis itu menelungkupkan  wajah ke lutut seraya memberi isyarat ‘Tidak apa-apa.’

Gadis itu tertawa, dan Becrox memalingkan wajahnya karena malu, sudah salah menyangka kalau dia adalah anggota keluarga kerajaan. Dan dia segera menghentikan tawanya, berganti posisi ke duduk bersila, “Tuan pengawal pastinya orang baru disini. Begitu pula, beberapa pelayan sebelumnya juga tidak tahu menahu tentangku, karena aku selalu keluar kerajaan untuk membawa pesan dan mengantarnya. Jadi, maaf atas sikapku tadi, karena sudah menertawakan anda, Tuan.” Jelasnya pada Becrox yang masih berlutut padanya. Kemudian, dia bangkit berdiri melompat bergelantungan pada cabang pohon, “Kalau anda diam saja, aku tidak tahu apakah Tuan memaafkan saya atau tidak.” Lanjutnya kini melompat dan mendarat di cabang itu.

“Tidak apa, Nona. Itu bukan masalah.” Sahut Becrox bangkit berdiri di tempatnya.

Tian Feng terbang menghampiri gadis tersebut, tangan kanan gadis itu terulur, lengan bawah bajunya terpasang manset kulit yang dibuat khusus untuk tempat bertengger elang. Tian Feng bertengger di tangannya, “Tian Feng.” Katanya melihat ke depan pada Becrox, mata merah berliannya memancarkan kedamaian. Becrox heran, bertanya-tanya, apa maksudnya.

“Itu adalah namanya.” Lanjutnya seraya tersenyum, senyumannya begitu menyejukkan. Kini Tian Feng berpindah terbang dengan bertengger di samping kirinya. Dan dia mengelus Tian Feng dengan lembut.

“Nama itu berasal dari cerita negri timur. Nama seorang panglima besar di kahyangan. Bukankah itu keren?” usulnya mengajak bicara Becrox, “Ya. Itu sangat keren. ” jawab Becrox melihat pohon dan gadis yang sedang asik menikmati waktu santai bersama elangnya.

Ia merasakan kedamaian yang menenangkan disana. Tentram sekali rasanya disini. Apakah ini karena Nona atau energi alam sendiri?—pikir Becrox ingin bertanya, tapi ia mengurung niatnya saat gadis tersebut sudah kembali bicara, “Kalau boleh tahu, siapa nama Tuan pengawal? Agar lebih mudah untuk diucapkan dan tidak sulit untuk menyapa Tuan.”

Gadis itu menunggu, “Sepertinya—” perkataannya terpotong saat Becrox mulai bicara, “Becrox. Nama saya Becrox Edinhart, dari keluarga Duke Edinhart.” Dia tampak berpikir begitu mendengarnya sambil menutup mata, “Hmmm, Edinhart... apakah itu keluarga Jenderal Edinhart yang pernah membantu menyelesaikan perang di kawasan Barat Daya seminggu lalu?” tebaknya kembali membuka mata sambil mengeluarkan potongan daging segar kecil, dan memberikannya pada Tian Feng. Tian Feng segera memakannya.

Becrox tersenyum kaku, “Nona tahu banyak rupanya.”  Itu bukanlah hal yang patut dibanggakan.—pikir Becrox yang hanya merespon dengan sangat biasa, gadis itu pun heran melihatnya, dia mengerutkan kening sambil menggerakkan kakinya maju mundur, “Tuan Becrox tidak terlihat senang. Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?” Becrox menggeleng masih dengan senyum kakunya, “Tidak, Nona. Saya hanya berpikir bahwa tidak ada yang patut dibanggakan. Hanya pergi berperang melawan musuh kerajaan dan mendapat penghargaan.”

Dia memayunkan bibir, tidak setuju. “Hmp... banyak orang yang menginginkan pujian, penghargaan atas kerja keras mereka. Orang-orang akan datang memuji, menawarkan bantuan, dan mendukung. Kenapa Tuan justru berpikir bahwa itu tidak patut dibanggakan? Maaf, apabila ini membuat anda tersinggung. Aku tidak menyukai Anda.” Cetusnya sarkas membuat Becrox tercengang kaget.

Disisi koridor lain, ada dua prajurit muda yang melihat mereka. “Hei, lihatlah disana. Bukankah itu Tuan Muda Edinhart?” tanya salah satu dari mereka tanpa melepas pandangan dengan menunjuk sosok. Salah satu temannya tertawa, “Haha, kau benar. Itu Tuan Muda Edinhart. Ayo kita kesana, menyapanya.” Ajak prajurit lain yang langsung

disetujui. Dua prajurit itu pun datang menghampiri Becrox yang berdiri di depan pohon besar taman kerajaan.

“Tuan Muda Edinhart. Tuan Muda Edinhart.” Panggil dua prajurit itu penuh semangat. Becrox menoleh, “Ya?”

“Selamat siang, Tuan. Maaf,  sudah mengganggu waktu anda. Kami melihat Tuan disini, jadi kami berpikir untuk datang menyapa, sekaligus ingin berkenalan dengan Tuan, apabila diperkenankan.” Celatuk prajurit pertama basa-basi dengan ragu. Becrox tersenyum ramah. Prajurit kedua menyikut lengan temannya itu, “Tuan Muda Edinhart, kami permisi lebih dulu. Ada tempat yang belum kami periksa. Kalau ada sesuatu yang ingin Tuan ketahui. Anda bisa menemui kami berdua di gedung sederhana sebelah barat laut Istana. Anda bisa memanggil saya Noth dan teman saya Kinzver.” Jelas Noth menunjuk dirinya dan Kinzver di sebelahnya.

“Senang berkenalan dengan kalian berdua Tuan Noth, Tuan Kinzver. Terima kasih atas tawarannya.” Sahut Becrox ramah, ia sudah terbiasa dengan ini, terlebih ada yang secara terbuka menawarkan informasi saat dirinya butuh.

Setelah berbincang cukup lama, Noth dan Kinzver, memberi hormat, kembali menjalankan tugas berpatroli mereka. Ia menghela napas, lalu melihat ke pohon, matanya membeliak kaget.

Gadis itu sudah pergi bersama Tian Feng. Manik birunya terlihat sendu, kepalanya tertunduk melihat lekungan akar pohon yang mencuat keluar dari tanah, aku belum tahu nama Nona. Sepertinya dia tidak suka dengan sikapku tadi. Apa aku kurang bersyukur?—pikirnya segera meninggalkan tempat yang menenangkan itu. Dan kembali menjalankan tugasnya.

Di koridor kerajaan, gadis tersebut barjalan santai bersama Tian Feng yang terbang secara berpindah-pindah perlahan. “Bukankah tadi sudah cukup membuatnya sadar. Aku tidak suka dengan orang yang tidak bersyukur atas pengorbanan keluarganya seperti Tuan Becrox.” Ucapnya menggenggam tangan ke belakang. “Ah, aku mau ke dapur istana dulu. Apa kau ikut, Tian Feng?” ajaknya yang dijawab Tian Feng dengan terbang mendahuluinya ke depan.

Dia terkekeh senang, segera menyusul Tian Feng. Sedangkan di dapur istana banyak pelayan pria dan wanita tampak sibuk menyiapkan bumbu, merebus potongan sayur bersama beberapa potongan daging, mereka bekerja keras untuk menyiapkan makan siang keluarga kerajaan, dan lainnya.

3

Seorang pria empat puluh tahun memiliki kulit coklat gelap, berbadan besar tegap, gagah nan kekar, rambut hitam gondrong, dengan celemek sederhana tampak serius menata setiap makanan di atas meja yang akan disajikan dan diantar menggunakan meja troli kepada keluarga kerajaan.

Tangan besarnya bergerak dengan hati-hati menaruh setiap wadah yang berisi makan siang ke meja troli. Tiba-tiba, sesuatu yang bergerak cepat seperti sekelebat putih di belakang pria itu membuatnya heran. Ia menoleh ke belakang, mata hitam keabu-abuannya melihat semua makanan  yang ada di meja. Tangan kanannya mengusap dagu heran, “Hmmm, apa itu tadi?” gumam pria itu berpikir. Tanpa menyadari sebuah tangan mengambil tiga buah apel segar di atas mangkuk besar yang akan disajikan dengan meja troli.

“Mencurigakan sekali. Aku merasakan kehadiran seorang pembuat onar. HAP!!!” tegas pria itu sambil mengeluarkan spatula kayu panjang yang diayunkan secara horizontal ke kanan belakangnya. Dan berhasil mengenai tangan kiri gadis itu, “Aduh!” Tebakannya benar, ia tersenyum miring penuh bangga dengan masih memegang spatula, “Huh, kau pikir bisa mengambil semuanya? Tidak.” Tegas pria tersebut mengeluarkan kain lap sedang dari balik saku, yang kemudian dilemparkan ke arah atas meja, sehingga sekelebat putih yang bergerak cepat itu terperangkap ke dalam kain lap, dan segera ditangkap dengan cepat oleh pria itu.

Di dalam bungkusan kain lap, Tian Feng pasrah, sedangkan dia memanyunkan bibir, menatap tidak suka pada pria tersebut. Mata oranye pria itu menatap lekat dirinya, “Aku tidak akan membiarkanmu mengambil makanan yang sudah disajikan ini. Ataupun yang lain, tanpa seijinku, bocah surat. Seharusnya kau diam di pohon besar taman disana, tidak datang kemari. Hmm.” Kata pria tersebut menutup mata bertopang dagu tampak berpikir. “Dapur bukanlah tempat bermain dan kau tidak bisa mencuri makanan disini seenaknya.” Omel pria itu yang membuatnya bosan.

Tanpa sepengetahuannya, tangan gadis itu melempar pelan dua bola ke belakangnya,  yang sudah disulut oleh api, dan perlahan keluar asap tipis yang semakin tebal. Pria tersebut kaget diikuti rasa panik, karena tidak tahu.

“Asap?! Hei! Jangan tinggalkan masakan, sebelum matang, dan mematikan apinya!! Siapa yang memasak sampai terbakar?!” tegur pria itu mendongak ke pintu sebelah selatan. “Tuan Uyoutte, tidak ada yang terbakar. Sebagian masakan masih berproses.” Sahut salah seorang pelayan dapur dari ambang pintu. HA-!!—Uyoutte terpekik kaget, menoleh ke arahnya. “Bocah surat.” Uyoutte geram sehingga terlihat otot kecil di wajah garangnya.

Dia tersenyum puas, “Hehe. Karena Kepala Koki Uyoutte berkata begitu, maka aku akan mengambil apa yang kuinginkan.” Ujarnya memasang kuda-kuda, sambil mengeluarkan tiga buah bola kecil dari jubah mantel jubah yang dilempar ke arah Kepala Koki Uyoutte, dan meledak.

PWOOF!!!

Uyoutte tidak sempat bereaksi, asap dari bola yang dilempar gadis tersebut membuatnya tidak dapat melihat apa-apa, sampai terbatuk-batuk karena tidak sengaja terhirup. Kain lap tadi lepas dari tangannya, Tian Feng segera terbang ke langit-langit dapur, lalu terbang turun secepat mungkin ke arah Uyoutte, kemudian menyambar potongan daging besar yang tersaji di atas piring di atas meja troli, sehingga piring tadi terguncang, dan bumbu kecap yang tersisa di piring itu mengenai wajah Uyoutte.

Disaat yang sama, gadis tersebut lari keluar dari dapur istana bersama Tian Feng ke koridor terbuka yang langsung menampakkan halaman luar dan pagar rumput setinggi lutut. Dia melompati rumput penuh kegirangan, terus berlari lurus tidak tahu kemana.

“WAH!!” teriak Uyoutte kaget. Dan piring tersebut segera diambil menggunakan tangan kiri. Suara teriakan Uyoutte membuat beberapa pegawai datang karena khawatir, “Tuan Uyoutte, ada apa?”

“Tuan Uyoutte, apa yang terjadi?” tanya salah seorang pelayan menghampiri Uyoutte sambil memberikan sapu  tangan padanya.

“Anak itu pasti sudah kembali.” Gerutu pelayan lain melihat bola kecil yang tidak jauh dari mereka berdiri sudah tidak bisa mengeluarkan asap lagi.

“Lihatlah kekacauan ini. Kita harus menyiapkan makanan yang baru untuk disajikan, karena ulahnya.” Kata pelayan lain berjalan mengambil bola-bola kecil tadi ke dalam karung.

Desas-desus mereka yang segera membereskan piring yang berantakan, dan mengganti makanan yang sudah hilang diambil oleh gadis itu.

Uyoutte terlihat lelah, “Sudahlah. Lebih baik melanjutkan tugas kalian memasak. Aku akan menata kembali makan siang untuk disajikan nanti kepada Yang Mulia Ratu Ionles.” Tuturnya menggaruk kepala yang tidak gatal.

Pelayan lainnya hanya diam menurut, “Baik, Tuan.” Balas mereka hampir bersamaan. Tetapi, salah satu dari mereka terlihat sangat tidak suka mendengarnya sambil berjalan kembali untuk memasak.

Lagi-lagi ulah bocah surat itu!! Kali ini akan kuberi dia pelajaran!! Tunggu saja kau bocah surat!!!—batin pelayan itu penuh ancaman.

*****

Gadis tersebut duduk bersila di atas rerumputan bersama burung elang putihnya.Tian Feng mengoyak sebagian daging  dengan diapit cakarnya, daging panggang yang sudah dibagi rata oleh gadis berambut perak itu, dia juga memakan daging panggang bagian paha dengan lahap bersamanya dibelakang Istana Vincle. Istana Vincle, biasanya dipakai keluarga kerajaan untuk menghabiskan waktu bersama dan bersantai setelah melakukan perjalanan jauh atau pekerjaan berat lainnya, seperti perang.

“Hmmm. Dawging panggwang wini sangatwlah ewnak.” Ucapnya yang sepemikiran dengan Tian Feng. Wajahnya belepotan karena bumbu daging panggang yang dimakannya, dia melihat Tian Feng masih asik memakan daging panggang. Dia diam memperhatikannya, karena tidak nyaman, Tian Feng menatap tajam pada gadis itu, “Apa? Aku tidak akan mengambil daging panggang bekas paruh burung dan cakar kotor itu.” Cercanya agak sarkas, mendengar itu, Tian Feng kembali melanjutkan makannya.

Sementara itu, gadis berambut perak tersebut meluruskan kaki dan kedua tangannya. Dia teringat kalau tangannya masih kotor karena bekas bumbu dan daging panggang setelah makan. Gadis itu melompat berdiri, “Tian. Kalau makanmu sudah selesai kau bisa mencariku di sekitar air mancur. Aku mau berkeliling lagi mencari tempat tidur.” Katanya beranjak meninggalkan Tian Feng.

Tian Feng berhenti mengoyak daging sejenak, mata elangnya terlihat memperhatikan punggung kecil gadis berambut perak yang hendak pergi mencuci tangan.

Setelah berjalan cukup jauh dari Istana Vincle, akhirnya dia menemukan air mancur yang dicari. Kakinya melangkah mantap ke arah air mancur besar bertingkat tiga seperti aliran air terjun disana. Dan dari tidak jauh dari tempatnya, tiga orang prajurit melihatnya sendirian, lalu mengikuti langkah gadis itu ke air mancur tanpa disadari olehnya.

“Kukira aku lupa tempatnya. Ternyata masih sama.” Dia tersenyum kecil, tangannya direndam ke dalam kolam air mancur besar itu dengan santai. Sedang, dibelakangnya tiga prajurit tadi mendorongnya dengan keras sampai tercebur ke dalam kolam  besar air mancur.

“HWAAA-!!” teriaknya yang seketika terhenti saat dia tercebur ke kolam besar air mancur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!