NovelToon NovelToon

DENDAM SANG MAFIA

Bab 1: Awal Pertemuan!!

Selain menangis...

Apa lagi yang bisa dilakukan oleh seorang bocah berusia 10 tahun saat melihat seluruh keluarganya dib*ntai tepat di depan matanya. Tidak hanya dib*nuh dengan sangat s*dis, tetapi tub*h mereka juga dibakar setelah seluruh org*n dalamnya di ambil untuk di jual di pasar gelap .

Kobaran api yang sangat besar membakar di setiap inci bangunan yang memiliki tiga lantai tersebut. Tidak ada yang tersisa, seluruh bangunannya telah hancur dan rata menjadi dengan tanah.

Bocah laki-laki dengan luka hampir di sekujur tubuhnya, terlihat keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri tiga jas*d manusia yang telah terbakar dan tak bisa dikenali lagi tersebut.

Bocah itu menangis keras di depan jas*d kedua orang tua dan juga kakak laki-lakinya. Luka di sekujur tubuhnya dan luka pada mata kirinya yang terus mengeluarkan darah pun tak dia hiraukan. Karana luka itu tak sebanding dengan rasa sakit yang dia rasakan dihatinya saat ini.

"Mama, Papa, Kakak, kenapa kalian meninggalkan Zian sendirian? Kenapa kalian tidak membawa Zian untuk ikut pergi bersama kalian. Zian sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi sekarang. Hiks...! Mama, Papa, Kakak. Bangun dan temani Zian lagi."

Tangis bocah laki-laki itu meledak. Hatinya hancur melihat tiga jas*d yang telah terbakar hangus itu. Kini dia tidak memiliki siapa-siapa lagi, dia kini hidup sebatang kara di dunia yang kejam ini.

Tappp...

Tappp..

Tappp...

Derap langkah kaki yang datang menggema dan berkaur di dalam telinga bocah laki-laki tersebut. Zian menoleh, seorang pria dalam balutan pakaian serba hitam dan seorang gadis kecil berusia 8 tahun menghampiri dirinya.

Pria itu berlutut di depan bocah laki-laki itu yang terus menangisi kepergian keluarganya yang dibantai secara keji.

"Tidak ada gunanya menangisi dan meratapi kepergian mereka. Kau harus bangkit untuk membalaskan dendam keluargamu yang telah dibantai dengan sangat keji. Ayo, kita pulang ke rumah barumu!!"

Zian mengangkat wajahnya dan menatap gamang tangan yang terulur padanya itu. Dia tidak mengenal siapa pria dan gadis kecil di depannya itu. Apakah pria itu berniat membantunya atau hanya ingin memanfaatkannya saja?!

"Jangan takut Kakak tampan, kami bukan orang jahat kok. Daddy ku cuma ingin membantumu, perkenalkan aku adalah Stella." Gadis kecil itu memperkenalkan dirinya dan meyakinkan pada Zian jika ia dan ayahnya bukanlah orang jahat.

"Bisakah aku mempercayai kalian berdua?"

Laki-laki paruh baya itu mengangguk. "Tentu, Nak. Karena hanya aku satu-satunya orang yang bisa kau percayai dan kau andalkan saat ini!!"

Dengan penuh keraguan, akhirnya Zian menerima uluran tangan pria asing itu. Entah salah atau benar, tujuannya saat ini adalah balas dendam. Dia akan membalas kematian keluarganya, dia akan membuat mereka membayar mahal semua kejahatannya. Orang-orang itu, harus mati ditangannya.

-

-

(15 tahun kemudian)

"Dasar sampah!!"

Pemuda itu hanya menatap sinis mayat-mayat yang bergelimpangan di tanah dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Berani mencari masalah dengan Black Phoenix sama saja dengan memberikan nyawanya secara suka rela.

Zian Lu, sebut saja nama pemuda itu. Pemuda berdarah dingin yang tidak pernah mengenal kata ampun pada mereka yang berani mencari masalah dengannya, Zian tak pernah segan-segan menyingkirkan siapa pun yang berani menghalangi jalannya.

"Tuan Muda, kenapa Anda harus turun tangan sendiri lagi. Kenapa tidak menunggu sampai kami datang?!" mata kanannya menatap beberapa pria itu dengan tatapan tak bersahabat.

"Kalian semua sungguh tidak berguna!! Bereskan mayat-mayat itu, dan jangan tinggalkan jejak apapun ditempat ini!!" Perintahnya dan pergi begitu saja.

Dalam sejarah dunia gelap mafia, Zian tercatat sebagai pemimpin termuda. Dia menggantikan posisi Billy William sebagai pemimpin Black Phoenix saat berusia 18 tahun. Dan Billy sendiri yang menunjuk putra angkatnya tersebut sebagai penerusnya.

Zian begitu ditakuti dan disegani, bahkan polisi pun tak berani mencari masalah dengannya. Mereka memilih menutup mata daripada harus berurusan dengan Iblis seperti dia.

Ting...

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Zian. Pemuda itu memicingkan matanya melihat nomor asing tertera di layar ponselnya yang menyala terang. Bukan nomor luar negeri, tapi nomor Korea, penasaran siapa yang mengiriminya pesan, Zian pun membuka pesan tersebut.

"Kakak, jemput aku di bandara sekarang juga. Jangan katakan apapun pada Daddy, apalagi mengabarkan tentang kepulanganku padanya!!"

Zian memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku celananya. Dan tanpa membuang banyak waktu, Ia pun segera pergi ke bandara untuk menjemput orang yang mengirim pesan singkat padanya.

-

-

"Ck, kenapa kakak lama sekali? Apa dia tidak tau jika aku sudah hampir lumutan menunggunya disini?!"

Gadis itu menghembuskan napas berat. Hal yang paling dia benci dalam hidupnya adalah menunggu, dan sekarang dia harus sedikit bersahabat dengan apa yang dibencinya itu.

Sudah hampir 30 menit sejak dia mengirim pesan singkat itu, tapi orang yang dia tunggu belum juga menampakan batang hidungnya. Dan ia pasti akan membuat perhitungan dengan orang itu, karena sudah membuatnya menunggu.

"Beer, tidak baik untuk kesehatanmu!!"

"Yakk!!"

Baru saja dia hendak membuat perhitungan dengan orang yang berani merebut minumannya tanpa ijin. Tapi hal itu ia urungkan setelah melihat siapa yang berdiri di depannya.

Kedua matanya langsung berbinar-binar saat menatap sosok tampan tersebut. "Kakak!!" Ia berseru dan berhambur ke dalam pelukan orang itu. "Kakak, aku merindukanmu," gadis itu menutup matanya dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Gadis nakal, berani sekali kau kabur dari London dan meninggalkan kuliahmu sebelum liburan musim semi tiba, apa kau cari mati?!"

Gadis itu 'Stella' melepas pelukannya dan menatap sebal pemuda di depannya. "Jangan salahkan aku, tapi salahkan dirimu yang sudah hampir 6 bulan tidak pernah datang menjengukku, apa kau lupa jika memiliki seorang adik yang jauh dari sanak saudara?!"

Zian menghela napas berat. "Baiklah, Kakak minta maaf, sekarang juga kembalilah ke London. Satu bulan lagi Kakak akan mengunjungimu di sana."

"Kakak sudah gila?! Jauh-jauh aku terbang dari London kesini, dan dengan teganya kau memintaku untuk kembali ke sana?! Yang benar saja, kenapa kau semakin kejam dan tidak berhati?! Dari pada memintaku untuk kembali ke London. Sebaiknya traktir aku makan siang, aku lapar,"

Zian menjitak kepala Stella saking gemasnya, membuat gadis itu meringis ngilu. "Kenapa kau tidak berubah sama sekali, tetap saja kekanakan dan suka berbuat seenaknya. Baiklah, kau ingin makan siang dimana?"

"Restoran Eropa. Anggap saja itu sebagai hukuman untuk Kakak karena sudah membuatku menunggu. Ayo kita pergi, aku sangat lapar. Dan jangan lupa bawakan koperku, oke,"

Zian mendengus berat. Kesabarannya selalu diuji ketika sudah berhadapan dengan gadis itu. Dan anehnya Zian tidak pernah bisa marah apalagi tersinggung meskipun Stella suka bertindak dan berbicara dengan sesuka hati.

-

-

Bersambung.

Bab 2: Kepulangan Stella

Zian dan Stella meninggalkan restoran tempat mereka menyantap makan siangnya. Tak sedikit uang yang harus Zian keluarkan hanya untuk empat jenis makanan dan dua minuman. Satu juta won, adalah nilai yang sangat fantastis hanya untuk 4 porsi makanan dan dua minuman.

Tak ada penyesalan sedikit pun yang terpancar dari mata kanannya yang dingin. Uang sebesar satu juta won tentu saja bukan apa-apa bagi seseorang seperti Zian.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang dari 30 menit. Mereka tiba disebuah mansion mewah yang memiliki 3 lantai, mansion mewah itu banyak dijaga oleh orang-orang berpakaian rapi dan bersenjata.

Bagi orang yang belum terbiasa, pemandangan semacam itu tentu sangat mengerikan, tapi tidak untuk Stella yang sejak kecil sudah terbiasa dengan kehadiran mereka.

Stella sendiri adalah cucu dari pendiri Black Phoenix, mendiang kakeknya yang mendirikan organisasi besar tersebut. Yang kemudian diserahkan pada ayahnya, dan sekarang kepemimpinan Black Phoenix berada di tangan Zian.

"Daddy, I'm Home!!"

Suara nyaring yang berasal dari teras depan mengejutkan Billy William yang sedang menikmati kopinya. Cairan hitam itu menyembur keluar dari mulutnya dan mengotori kemeja putih yang dia pakai.

Mata Billy memicing melihat sosok yang tampak begitu familiar itu. Kemudian ia memakai kacamatanya, dan kedua matanya langsung membelalak sempurna.

"Stella?!"

Gadis itu melempar tasnya lalu melompat ke dalam pangkuan sang ayah. "Daddy, I Miss You," ucap Stella sambil mengeratkan pelukannya.

"Tunggu dulu, Daddy butuh penjelasan sekarang. Bagaimana tiba-tiba kau bisa berada disini, bukankah saat ini seharusnya kau masih melanjutkan studimu di New York?!"

"Gadis ini melarikan diri dari New York dan pulang diam-diam," sahut Zian menimpali.

"Stella!!!"

Gadis itu meringis ngilu karena jeweran sang ayah pada telinga kanannya. "Daddy, sakit." Pekik Stella sambil memegangi telinganya yang baru dijewer oleh ayahnya. Stella mempoutkan bibirnya.

"Bukan salahku, tapi salah Daddy. Kenapa kau malah mengirimku ke luar negeri hanya untuk kuliah, sementara kalian berdua ada disini, Daddy pikir enak hidup tanpa sanak saudara di sana. Pokoknya aku tidak mau kembali ke New York, Daddy harus mengurus kepindahanku dan aku mau melanjutkan kuliahku disini!!"

Billy William menghela napas panjang. Menghadapi Stella yang keras kepala terkadang membuatnya merasa frustasi. Tapi Billy tidak bisa marah apalagi sampai membentaknya, dia telah berjanji pada mendiang istrinya untuk selalu menjaga buah cinta mereka dan memperlakukannya dengan baik.

"Baiklah, biarkan Paman Kim yang mengurusnya." Ucap Tuan William pada akhirnya.

Stella tersenyum lebar dan kembali memeluk ayahnya seperti tadi. "Daddy memang yang terbaik, aku semakin mencintaimu. Baiklah, aku istirahat dulu." Stella mencium pipi ayahnya dan pergi begitu saja.

Tuan William hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya. "Sejujurnya Stella adalah anak yang sangat malang. Sejak lahir, dia belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Karena ibunya meninggal tak lama setelah melahirkannya."

"Dan Itulah alasanku kenapa selalu memanjakannya dan menuruti semua kemauannya. Aku hanya ingin putriku menyadari satu hal, jika dia masih memilikiku sebagai ayah dan ibunya." Tutur Tuan William masih dengan senyum tipis di bibirnya.

Zian tak memberikan tanggapan apapun. 15 tahun dia mencari jawaban dari satu pertanyaannya, dan hari ini akhirnya dia menemukan jawaban yang selama ini dicarinya. Yakni tentang ibu Stella, yang ternyata sudah meninggal sejak lama.

"Pa, kepalaku agak pusing, aku ke kamar dulu." Ucap Zian dan pergi begitu saja.

.

.

Zian menghentikan langkahnya di depan kamar Stella yang sedikit terbuka. Tampak seorang dara jelita berambut panjang terurai tengah berdiri di depan jendela kamarnya yang terbuka.

Mata kanan Zian memicing, seingatnya rambut Stella tadi tidak sepanjang itu. Dan warnanya bukan coklat terang melainkan hitam legam. Sampai akhirnya matanya menangkap sesuatu yang akhirnya membuatnya sadar. Jika sebenarnya rambut Stella sangatlah panjang, yang kemudian dia sembunyikan dibalik wig-wig pendeknya.

"Boleh Kakak masuk?"

Gadis itu menoleh kemudian mengangguk, mempersilahkan Zian untuk masuk. "Kak, kenapa kau terlihat agak kurusan. Apa selama ini kau tidak makan dan tidur dengan teratur?" Ucap Stella saat memperhatikan penampilan Zian.

"Mungkin itu hanya perasaanmu saja, bahkan bulan ini berat badanku bertambah satu kilo. Bukan tidak teratur, hanya membatasi asupan kalori." Jawabnya.

Tubuh Zian tak bergeming sama sekali saat Stella tiba-tiba memeluknya. "Kak, aku sangat merindukanmu, kenapa aku merasa selama 6 bulan ini kau sengaja menjauhiku. Dulu kau sering datang dan pergi, tapi kenapa sikapmu seolah berubah setelah malam itu. Apa kau marah padaku karena menyukaimu?" Stella mengangkat wajahnya dari pelukan Zian, sepasang biner hazel-nya menatap mata dingin itu, dalam.

Zian membuang muka ke arah lain. Kemudian dia melepaskan pelukan Stella. "Kau pasti lelah, sebaiknya istirahat saja. Masih banyak kerjaan yang harus aku selesaikan!!" Zian kemudian berbalik dan pergi begitu saja.

Kedua mata Stella menatap kepergian Zian dengan berkaca-kaca. Hatinya terasa seperti dicabik-cabik, kenapa dia harus jatuh cinta pada orang yang salah?!

.

.

"Kak, aku mencintaimu. Bukan sebagai seorang adik, tapi sebagai seorang wanita!!"

Zian menutup rapat-rapat mata kanannya. Kata-kata yang Stella ucapkan 6 bulan lalu masih terasa begitu segar di dalam ingatannya. Gadis itu menyatakan perasaannya dan mengatakan jika dia mencintainya. Membuat Zian terbungkam dan terbisu.

Bohong, jika Zian mengatakan dia tidak mencintai Stella. Karena pada kenyataannya dia sudah lama memiliki perasaan itu padanya. Tapi Zian masih waras, dia tidak akan mengecewakan orang yang telah menyelamatkan hidupnya dengan mengencani putrinya.

"Tuan, kami berhasil menemukan keberadaan orang itu. Anda mau turun tangan sendiri atau~"

"Kalian urus saja, aku sedang tidak ingin pergi kemana pun!!" Zian menyela cepat.

Laki-laki itu mengangguk paham. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu." Dia membungkuk dan pergi begitu saja.

Zian dalam keadaan kacau saat ini. Stella mengungkit tentang perasaannya lagi, dan itu membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Zian pikir Stella akan melepaskan perasaannya dan melupakan pernah mencintainya. Tapi ternyata Zian salah, gadis itu bahkan masih mencintainya hingga detik ini.

"Stella, perasaan itu memang tidak seharusnya ada diantara kita!!"

-

-

Suara ketukan pada pintu mengalihkan perhatian Stella dari ponselnya. Gadis itu berseru dan meminta orang itu untuk masuk karena pintu kamarnya memang tidak dikunci. Seorang pelayan menghampirinya.

"Nona, Tuan Besar memanggil Anda untuk makan malam."

Stella mengangguk. "Katakan pada Daddy, lima menit lagi aku turun,"

"Baik, Nona."

Stella meletakkan ponselnya diatas nakas kecil samping tempat tidurnya, kemudian dia beranjak dari duduknya dan melangkah meninggalkan kamarnya.

Setibanya dimeja makan, Stella hanya melihat ayahnya saja, dan sosok Zian tidak tampak batang hidungnya.

"Dad, dimana kakak, apa dia tidak ikut makan malam bersama kita?"

"Kakakmu masih di kamarnya, sebentar lagi juga turun. Tidak perlu menunggunya, dia akan segera bergabung bersama kita."

Stella mengangguk. "Baiklah,"

-

-

Bersambung.

Bab 3: Jangan Remehkan Wanita!!

Stella mengangkat kepalanya setelah mendengar suara derap langkah kaki seseorang yang datang. Seorang pemuda tampan namun minim ekspresi terlihat menuruni tangga dengan tenaganya. Pakaian yang melekat ditubuhnya tampak berbeda dari yang dia pakai sebelumnya.

Langkah kakinya terhenti di tangga terakhir. Bukan pada Stella, tapi pandangannya tertuju lurus pada sang kepala keluarga William, yakni Billy William yang merupakan ayah Stella juga ayah angkat si pemuda.

"Zian, kau mau kemana? Kenapa sudah rapi, apa kau mau keluar?" Tegur tuan William pada putra angkatnya tersebut.

Zian mengangguk. "Aku ada janji dengan seseorang untuk makan malam diluar. Malam ini mungkin aku pulang agak sedikit terlambat. Papa tidak perlu menungguku!!" Ucapnya. Sebelum pergi, pandangan Zian bergulir pada Stella yang menatapnya dengan tatapan tak terbaca.

Mengakhiri kontak matanya. Kemudian Zian pergi begitu saja. "Aku pergi dulu," ucapnya di tengah langkah.

Stella menghembuskan napas berat. Gadis itu bangkit dari duduknya tanpa menyentuh makan malamnya. "Daddy, aku sudah kenyang. Aku duluan ya." Ucapnya dan pergi begitu saja.

Tuan William menatap Stella dan makanan di piringnya secara bergantian. "Kenyang bagaimana, jelas-jelas makanannya masih utuh. Dasar anak-anak tidak berhati, masa iya membiarkan ayahnya makan malam sendirian, sungguh terlalu kejam!!" Dan akhirnya ayah dua anak itu pun menyantap makan malamnya sendirian.

-

-

Zian menghentikan mobil mewahnya di sekitar sungai Han. Pemuda itu kemudian turun dari mobilnya dan berdiri menatap sungai yang mengalir dengan tenang itu.

Salah satu tangannya merogoh saku celananya, mengambil sebungkus rokok dan pematiknya. Mengeluarkan satu lalu menyulutnya. Kepulan asap putih keluar dari sela-sela bibir Kiss Able-nya, yang kemudian terbang ke udara dan hilang tersapu angin.

"Kau terlihat begitu kacau," komentar seseorang dari arah belakang. Zian menoleh dan mendapati seorang pria berwajah kebarat-baratan berjalan menghampirinya.

"Kau hanya asal tebak!!"

"Benarkah?! Tapi aku rasa tidak, penampilanmu yang rapi tidak bisa menipu mataku, bung. Aku mengenalmu dengan baik, Zian. Sebenarnya masalah apa yang sedang kau hadapi sampai membuatmu sekacau ini?"

"Jangan sok tau dan seolah peduli pada semua masalahku, Max!! Karena kau tidak benar-benar mengenalku dengan baik!!"

Max tersenyum tipis. Ia melangkahkan kakinya lalu berdiri tepat disamping Zian. "Ya, tapi setidaknya aku adalah orang pertama dan satu-satunya yang bisa bertahan dengan manusia kutub sepertimu!! Lebih tepatnya satu-satunya teman yang kau miliki!!" Ucapnya.

Zian tertawa sinis. "Bukankah sangat aneh jika seorang anggota CIA yang tugasnya memberantas kejahatan tapi malah berteman dengan Bos Mafia?!"

"Bukan aneh, tapi unik. Mungkin kita adalah yang pertama dan satu-satunya." Jawab Max menegaskan.

Zian menghisap batang rokoknya."Bagaimana kau bisa tau aku ada disini?" Suasana diantara mereka berdua mulai mencair. Tidak sedingin tadi.

"Aku hanya kebetulan lewat dan melihat mobilmu, tapi kau tidak kelihatan. Karena takut kau bunuh diri, jadi aku langsung kemari." Ujar Max.

"Konyol!!"

Max dan Zian bertemu sekitar 5 tahun yang lalu. Saat itu Max sedang terluka parah karena tertembak oleh target yang diburunya. Dan disaat dirinya berada diantara hidup dan mati, tiba-tiba seseorang datang dan menyelamatkan nyawanya. Berkat orang itu, nyawa Max pun berhasil diselamatkan.

Awalnya Max sangat terkejut saat mengetahui siapa orang yang telah menyelamatkannya itu. Bukan warga sipil ataupun rekan kerjanya, melainkan Bos utama dari para Terget yang sedang diburunya.

Dan saat Max bertanya kenapa Zian menyelamatkannya, dia memberikan jawaban yang sangat unik dan tidak masuk akal. Zian mengatakan jika dirinya mati lalu siapa yang akan memburunya. Itu adalah jawaban terkonyol yang pernah Max dengar.

"Bagaimana kalau kita ke cafe, aku akan mentraktirmu minum kopi," usul Max.

Zian membuang puntung rokoknya yang hanya tinggal setengah. "Kebetulan aku juga belum makan malam." Ucapnya lalu masuk ke dalam mobilnya. Mereka pergi dengan mobil masing-masing.

-

-

Stella memandang jalanan kota Seoul dan menghela napas berat. Sejauh ini tidak ada yang menarik dimatanya, hanya hilir mudik kendaraan yang berjalan silih berganti. Gedung-gedung tinggi, pertokoan, para remaja yang sedang berkencan dan para pejalan kaki.

Stella merasa seperti anak hilang. Bagaimana tidak, duduk dipinggir jalan sendirian dengan pakaian yang sangat kontras dengan udara malam ini.

Orang-orang yang berlalu lalang menatapnya dengan berbagai tatapan, mungkin saja mereka berpikir jika Stella adalah gadis yang terusir dari rumahnya. Tapi Stella tak mau ambil pusing, toh dia juga tidak mengenal mereka.

"Hei, Nona. Kenapa kau sendirian saja disini, bagaimana kalau ikut kami dan kita bersenang-senang?!"

Stella mengangkat wajahnya dan menatap dingin beberapa pemuda brandal yang berdiri menjulang di depannya. Sedikitnya ada 5 orang, dan sangat jelas mereka bukan pemuda baik-baik.

Aroma alkohol begitu menyengat dari tubuh masing-masing dan itu membuat Stella ingin muntah, bahkan tiga diantaranya juga masih memegang botol minuman keras yang isinya hanya tinggal setengah.

"Pergilah, aku tidak berminat sama sekali,"

"Ayolah, jangan jual mahal begitu. Kita akan sama-sama merasa enak kok. Kau puas, kami juga puas, kita sama-sama saling menguntungkan,"

"Jangan menyentuhku!!" Bentak Stella sambil menarik lengan orang yang menyentuhnya dan membantingnya ke tanah.

Gadis itu berdiri dan menatap tajam empat pemuda brandal yang masih berdiri dengan tegak. "Kebetulan sekali aku ingin menelan orang hidup-hidup. Dan kalian datang diwaktu yang tepat. Katakan, siapa yang harus aku habisi terlebih dulu?!"

"Wow, kau sangat liar, Sayang. Dan kami semakin bergairah untuk membuka lebar-lebar kakimu!!" Ucap ketua dari para berandal itu.

"Tunggu apa lagi ketua, langsung disergap saja,"

"Kalian benar-benar menjijikkan!!"

Tanpa banyak basa-basi, Stella langsung menghajar keempat berandal itu tanpa ampun. Mereka yang awalnya sombong dan arogan langsung tidak berkutik dihadapan gadis berdarah campuran Korea-America tersebut.

Dua diantara mereka berhasil Stella lumpuhkan hanya dalam hitungan menit saja, tersisa dua orang lagi yang masih bisa berdiri dengan tegap.

Meskipun hanya seorang gadis yang terlihat lemah dan tidak berguna, tapi bagaimana pun juga Stella adalah putri dari mantan Bos Mafia yang paling ditakuti dan disegani, jadi tidak salah jika dia menguasai ilmu bela diri dengan sangat baik.

"Sekarang giliran mu, kau ingin membuka lebar-lebar kakiku kan?! Maka terima ini!!"

Stella menendang senjata tempur ketua brandal itu dengan keras. Membuat matanya langsung membulat dan dia jatuh terduduk ditanah. Kedua tangannya memegangi mentimunnya yang mungkin saja salah satu telornya pecah akibat tendangan maut Stella.

"Masih ingin tambah lagi?!"

"A..Ampun, Nona. Ka..Kami tidak berani lagi."

"Makanya jangan main-main dengan perempuan, jangan hanya karena kami mahluk yang lemah. Maka kalian bisa merendahkan dan mel*cehkan kami begitu saja. Dasar kalian para sampah!!"

-

-

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!