NovelToon NovelToon

Langit Aurora

0.1 Langit Aurora

..."Kebencian kadangkala membuatmu kesepian, sendirian.”...

......................

Happy reading!!!

.

.

.

“Ibu!! Lihat, salju pertama sudah turun!”

Seorang gadis kecil berseru riang saat melihat benda seputih kapas jatuh dari langit dengan perlahan, disusul butiran-butiran lainnya yang semakin lama semakin tak terhitung jumlahnya. Warna putih salju begitu menarik di mata gadis kecil itu, namun berbeda di mata sosok jelita berparas barbie satu ini. Bukan lagi rahasia bila Aurora sangat membenci datangnya salju dan musim dingin.

“Salju lagi, salju lagi. Kenapa di dunia ini harus ada salju!” keluhnya yang terdengar begitu frustasi.

...

...

Luna mengerutkan dahinya melihat sikap sang adik dan responnya ketika melihat salju turun. Luna menghampiri Aurora dan berdiri disampingnya.

“Apa kau masih begitu membenci salju?” tegur Luna yang entah sejak kapan berdiri disamping Aurora.

“Katakanlah sesuatu”. Gadis itu menoleh lalu mengangguk. “Salju hanyalah butiran putih bersih yang penuh kepalsuan. Dibalik warnanya yang indah salju menyimpan kepedihan, kemunafikan dan dinginnya hati seseorang!” ujar Aurora dengan mata berkaca-kaca.

Mata hazelnya menerang jauh dan tampak berkaca-kaca, dan Luna tahu pasti apa yang membuat gadis itu begitu membenci datangnya musim dingin, terlebih itu salju.

Hiruk-pikuk mulai terdengar ditengah keramaian malam kota Seoul. Orang-orang yang berada diluar rumah sengaja menghentikan aktifitasnya dan menyempatkan diri untuk melihat butiran-butiran salju yang melayang dari langit dan jatuh perlahan kebumi.

Turunnya salju pertama di awal musim dingin memberikan kesan tersendiri bagi sebagian warga, terlebih bagi warga yang tinggal di negara empat musim. Namun tak sedikit pula yang membenci musim dingin dan salju, karena turunnya salju memberi pengaruh besar pada menurunnya suhu udara.

Namun tak sedikit pula yang menunggu musim salju tiba, karena banyak hal yang bisa mereka lakukan dengan tumpukan salju.

“Ibu, Ayah. Bagaimana kalau kita bermain salju?”seru seorang gadis kecil pada Luna dan Hans.

Gadis kecil itu menarik paksa lengan kedua orang tuanya dan membawa mereka kehalaman rumah yang penuh salju .

“Ains, pelan-pelan. Kau bisa jatuh!” seru Luna memperingatkan. Ainsley tersenyum dengan polosnya. “Jika aku sampai terjatuh, bukankah masih ada kalian berdua yang akan menangkapku!” jawab gadis kecil itu sambil tersenyum manis. Membuat Luna dan Hans menjadi gemas sendiri, keduanya menghampiri dan mencubit pipi gembilnya.

Namun sepertinya tidak semua penghuni rumah megah itu menyambut datangnya salju dengan gembira. Aurora contohnya. Gadis bersurai coklat panjang itu mendongak menatap langit dengan datar.

Ia hanya memperhatikan rintikan salju yang turun tanpa respon apa pun. Iris hazelnya hanya memberikan tatapan kosong tanpa berminat. Perlahan matanya terpejam saat sekelebat bayangan masa lalu dengan jelasnya melintas dipelupuk matanya.

Flashback:

Ditengah kegelapan malam dan dibawah rintikan salju yang turun dengan lebatnya. Terlihat seorang gadis cantik dalam balutan mantel hangatnya berjalan seorang diri ditengah kegelapan.

Sudut bibirnya tertarik ke atas, senyum tak pudar sedikit pun dari wajah cantiknya. Gadis itu menatap bingkisan yang ada ditangan kanannya dengan riang, sedangkan tangan kirinya merapatkan mantel yang membungkus tubuh rampingnya. Dan tak jarang Ia menjinjitkan kakinya yang seperti mati rasa karena udara yang semakin menurun. Ditambah dengan lebatnya salju yang turun.

“Mobil siapa ini? Mungkinkah sedang ada tamu yang datang!” gumam gadis itu sedikit heran saat melihat sebuah sedan merah terparkir disamping mobil si pemilik rumah.

Mengangkat bahunya acuh, gadis itu ‘Aurora’ menghiraukan dan melanjutkan langkahnya. Tanpa ragu sedikit pun, Aurora melangkahkan kakinya dan memasuki bangunan mewah tersebut.

“,,,, eeemmmppp!!!”

Tappp!!!

Aurora menghentikan langkahnya dan menoleh pada sumber suara. Dengan perlahan, Aurora melangkah menuju pintu bercat putih yang merupakan pintu kamar si pemilik rumah

“Ez,,,,!!! Ezzaaa!!” suara itu semakin lama semakin terdengar jelas ditelinga Aurora, dan parahnya lagi, Aurora sangat mengenal siapa pemilik suara itu.

Dengan jantung berdebar, Aurora membuka pintu itu dan betapa terkejutnya dia setelah melihat kegiatan dua orang yang ada di dalam kamar itu.

“EZAA!! AEELA!!”

Tubuh terpaku ditempat dengan getaran-getaran kecil yang berasal dari dalam tubuhnya. Kedua matanya membulat berkaca-kaca, nafasnya menderu tak karuan. Lidahnya tercekat, dadanya terasa sesak. Melihat kekasihnya bercumbu mesra dengan wanita lain, dan parahnya lagi wanita itu adalah sahabat Aurora sendiri.

Aurora mundur beberapa langkah kebelakang. Dan pekikan keras Aurora, menyita perhatian dua orang sejoli yang tengah memadu cinta di dalam sana. “Kalian berdua keterlaluan!” teriak Aurora membentak. Dengan air mata berderai. Aurora meninggalkan kediaman sang kekasih, perasaan hancur lebur.

“Aur, tunggu!!!”

Flashback End:

Aurora menutup rapat-rapat matanya. Hatinya kembali berdenyut sakit ketika sekelebat bayangan masa lalu kembali berputar di kepalanya. Kenangan buruk yang ingin sekali ia lupakan tapi selalu tidak bisa. Terlalu menyakitkan untuk di ingat, tapi terlalu sulit untuk dilupakan.

“Bibi, bermainlah salju bersama kami!!!” seru Ainsley dan membuyarkan Aurora dari lamunan panjangnya.

Aurora sedikit tersentak saat merasakan seorang gadis kecil mengayunkan tangannya. Gadis itu menundukkan wajahnya dan mendapati wajah polos Ainsley menatapnya memohon. Aurora mensejajarkan tingginya dengan gadis kecil itu.

“Ains bermain dengan, Ibu dan Ayah saja ya, Bibi sedang tidak ingin bermain!” balas Aurora memberi pengertian.

Ainsley mencerutkan bibirnya lucu. “Bibi, tidak asik!” ucapnya dan berlari menghampiri Ayah dan Ibunya.

Dan karena kejadian dua tahun yang lalu itulah kenapa Aurora semakin membenci musim dingin terlebih turunnya salju. Namun itu bukan alasan yang sebenarnya, ada alasan lain yang membuat Aurora sangat membenci salju.

Pagi ini terasa lebih dingin dari biasanya padahal ini masih awal musim dingin dan itu mau tak mau membuat semua orang berjalan dibalik long coat milik mereka. Salju sudah turun sejak semalam. Banyak orang yang bersuka cita menyambutnya, tapi tak sedikit pula yang mengeluhkan kedatangannya.

Di sebuah rumah mewah yang memiliki dua lantai. Terlihat dua wanita berbeda usia tengah berkutat di dapur menyiapkan sarapan. Siapa lagi jika bukan Luna dan Aurora. Kakak beradik itu tengah memasak.

Aurora mengerutkan dahinya melihat kakak iparnya masih bersantai di rumah padahal ini bukan hari libur. Bahkan dia masih mengenakan piyama tidurnya. Saat ini Hans sedang membaca koran di ruang keluarga.

“Tumben, kak Hans masih duduk-duduk santai. Apa dia tidak pergi bekerja?” tanya Aurora sedikit kebingungan.

“Kakak mu mengambil cuti hari ini, kita semua akan pergi ke bandara untuk menjemput sepupu jauhnya. Jadi setelah sarapan sebaiknya kau segera bersiap-siap.”

“Aku tidak ikut!!” Aurora menyela cepat. Gadis itu menoleh dan matanya bersirobok dengan mata Luna. “Kalian pergi saja. Aku akan di rumah saja.” Lanjutnya menambahkan.

“Tidak!! Pokoknya kita semua akan pergi, tanpa terkecuali!!” Aurora mendesah berat. “Dasar menyebalkan!!” dan sepertanya ia tidak memiliki pilihan lain selain ikut pergi bersama kakak dan kakak iparnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

0.2 Langit Aurora

...“Aku benci menunggu.

...

...Tapi semua itu berubah saat yang aku tunggu itu kamu.”...

......................

Happy Reading!!!

.

.

.

Seorang pemuda tampan berjalan santai kearah pintu keluar dan menuju lobi tunggu dibandara. Sesampainya di sana, kedatangan pemuda itu sudah ditunggu oleh seorang laki-laki berusia matang dan dua wanita berbeda usia serta seorang gadis kecil yang tampak begitu menggemaskan. Mereka adalah keluarga yang menjemput kedatangannya.

“Kak Hans!” merasa terpanggil. Hans pun mengangkat wajahnya kemudian melambai pada pemuda tersebut.

“Langit,”

Hans menghampiri pemuda itu dan mereka berpelukan. Hans melepas pelukannya lalu menatap Langit dari ujung rambut sampa ujung kaki. “Lama tidak bertemu, kau tumbuh dengan sangat baik. Kau sudah semakin tinggi dan semakin tampan!” pemuda dalam balutan jenas hitam, kaos putih polos yang di balut jaket kulit hitam itu tersenyum tipis mendengar pujian Hans.

“Tampan apanya? Jelas-jelas dia itu cantik!” sahut Aurora menanggapi.

Luna mendelikkan matanya pada Aurora dan menatapnya sedikit tak bersahabat. “Jaga ucapanmu, Aur!” Aurora hanya memutar matanya jengah mendengar teguran Luna. Gadis itu berdecak sebal dan pergi begitu saja.

Tanpa menghiraukan kakak, kakak ipar serta keponakannya juga Langit yang menatap kepergiannya dengan sejuta pertanyaan. Hingga Langit berpikir bila dia tidak menyukai keberadaannya.

“Aur, kali ini kakak sependapat denganmu. Langit memang cantik, bahkan kau dan Luna kalah cantik dari dia!” ujar Hans dan membuat langkah adik iparnya itu terhenti.

Aurora menatap Hans dan berdecak sebal. Lalu pandangan dingin beralih pada Langit. Dan ada getaran tak biasa ketika mata mereka bersirobok. Buru-buru Aurora mengakhiri kontak mata itu dan berlalu begitu saja.

“Jangan dipikirkan, Langit. Aurora memang seperti itu. Sebaiknya kita segera pulang sebelum udaranya semakin dingin!” ujar Luna dan menyadarkan Langit dari lamunan panjangnya. Pemuda itu menoleh kemudian mengangguk.

“Aku sangat heran dengan gadis itu. Jelas-jelas dia memiliki julukan Ice Princess, tapi malah membenci musim dingin!” ujar Hans sambil menggelengkan kepalanya.

“Eeehhhh??” Langit menghentikan langkahnya saat merasakan sentuhan jari mungil pada pergelangan tangannya.

Langit menundukkan wajahnya dan mendapati Ainsley tengah tersenyum manis padanya.”Paman, aku rasa penglihatan bibi Aur dan ayah mengalami gangguan. Jelas-jelas paman ini sangat tampan, lalu kenapa malah dibilang cantik!” ujar Ainsley dengan polosnya.

Langit tersenyum tipis dan mengacak rambut panjang Ainsley dengan gemas. “Benarkah? Jadi menurutmu paman ini tampan? Bukan cantik?” Ainsley mengangguk antusias. Langit benar-benar gemas dengan kelucuan dan kepolosan gadis itu.

“Yakk, kenapa kalian lama sekali?” teriak Aurora kesal.

“Bibi, kau berisik!” seru Ainsley menyahut.

Aurora menatap kesal keponakannya dan menghentakkan kakinya kesal. Aurora menggembungkan pipinya kemudian meniup poninya, kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika sedang kesal ataupun bosan.

Melihat sikap kekanakan Aurora membuat Langit menarik sudut bibirnya. Pemuda itu tersenyum tipis ‘Gadis yang unik!’ lirih Langit membatin.

“Huaaa, akhirnya tiba juga di rumah!” seru Aurora dan melesat masuk ke dalam rumahnya.

Gadis itu berlari menuju perapian untuk menghangatkan tubuhnya yang terasa membeku. Aurora benci jika harus keluar rumah ketika salju turun. Melihat salju rasanya seperti melihat tumpukan mentimun family yang begitu menjijikan dimatanya. Bahkan kebencian Aurora pada salju lebih dari itu. Karena salju merenggut seluruh kebahagiaannya. "Bibi, geser. Aku dan paman tampan juga kedinginan!" seru Ainsley dan membuat gadis itu sedikit terlonjak kaget. Gadis itu mendongak dan mendapati Langit berdiri disampingnya dengan tatapan datarnya."Bibi!!" seru Ainsley dan segera menyadarkan Aurora dari lamunannya. Gadis itu menggeser duduknya lalu mempersilahkan Langit untuk duduk. Setelah Langit duduk di samping Aurora, Ainsley segera turun dari pangkuan pemuda itu kemudian menghampiri kedua orang tuanya. "Ibu, Ayah. Bagaimana jika kita jodohkan saja bibi Aur, dengan paman tampan. Mereka terlihat cocok!"

Luna dan Hans mengikuti arah pandang putri kecilnya. Senyum tipis tersungging dibibir Luna."Gadis nakal, memangnya siapa yang sudah mengajarimu tentang kisah orang dewasa? Sebaiknya sekarang Ains pergi ke kamar dan bobok siang. Ibu tidak ingin mendengar penolakkan." Ucap Luna yang kemudian di balas anggukan oleh Ainsley.

Hans menahan lengan Luna membuat langkah wanita itu terhenti. “Aku sependapat dengan putri kita. Mereka berdua memang tampak sangat serasi!” Luna tersenyum kemudian mengangguk.

“Tapi semua keputusan kita serahkan pada mereka berdua saja. Jika memang Langit yang terbaik dan dapat membahagiakan Aur, aku sih tidak masalah!” ujar Luna.

Luna tidak melarang adiknya untuk berhubungan dengan siapa pun. Bahkan jika itu adalah penjahat sekali pun, selama orang itu bisa membahagikan adiknya. Luna rasa tidak ada masalah, karena hanya kebahagiaan Aurora yang terpenting untuk Luna.

Sementara itu, kecanggungan mewarnai kebersamaan Langit dan Aurora. Tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir keduanya. Mereka sama-sama diam dan terlarut dalam fikiran masing-masing. Tidak ada satu kalimat pun yang keluar dari bibir mereka berdua.

Meskipun itu hanya sekedar basa-basi saja. Sesekali Langit melirik Aurora menggunakan ekor matanya, ada kepedihan dan kesedihan yang terpancar dari sorot mata hazelnya.

“Apa ini pertama kalinya kau datang ke Korea?” setelah diam cukup lama. Akhirnya sebuah pertanyaan meluncur dari bibir Aurora. Gadis itu menoleh, dan mata hazelnya bersirobok dengan mata abu-abu milik Langit. Langit menggeleng.

“Bukan, tapi ini adalah kedatanganku yang kedua ke negara ini. 10 tahun lalu aku dan papa datang ke Korea untuk menghadiri pernikahan putri rekan bisnisnya!” ujar Langit memaparkan.

“Begitu ya, lalu apa hubungamu dengan Kak Hans??” tanya Aurora lagi.

Aurora memang tidak pernah tau apa hubungan antara Langit dan kakak iparnya. Karena Hans memang pernah bercerita jika dia memiliki saudara yang tinggal di China. Tapi Aurora tak yakin jika orang itu adalah Langit.

“Dia kakak sepupu jauhku, aku datang kemari karena undangannya. Saat Kak Hans dan Kak Luna aku memang tidak datang, saat itu aku berada di Inggris untuk melanjutkan sekolah. Dan ketika dia memintaku untuk datang, aku fikir tidak ada salahnya. Lagi pula aku juga merindukannya!!” tutur Langit panjang. Aurora mengangguk.

“Ahh begitu ya!!”

Setelah berbincang dengan Aurora. Langit menarik kembali anggapannya tentang gadis itu. Ternyata gadis itu tidaklah sedingin yang terlihat. Dia cukup menyenangkan untuk dijadikan teman mengobrol.

“Apa kau hanya tinggal bersama mereka bertiga saja? Jika boleh tau dimana kedua orang tuamu? Kenapa sejak tadi aku tidak melihatnya?”

Deg !!!

Aurora tersentak mendengar pertanyaan Langit yang begitu tiba-tiba. Gadis itu menundukkan wajahnya, sorot matanya berubah sendu. “Ibu, meninggal saat aku berusia 9 tahun. Sementara ayah, dia meninggalkanku dan Kak Luna kemudian menikah dengan wanita lain!” tutur Aurora memaparkan.

Mendengar hal itu terbesit penyesalan dihati Langit karena sudah bertanya seperti itu pada Aurora dan mengungkit luka lamanya. “Aur, aku-“ Aurora tersenyum hambar kemudian menggeleng.

“Tidak apa-apa, Langit. Maaf, aku ke kamar dulu!” kata Aurora dan beranjak meninggalkan Langit sendiri di depan perapian. Langit sungguh-sungguh menyesali pertanyaannya. Tapi mau bagaimana lagi, toh itu juga sudah terjadi.

Aurora berdiri balkon kamarnya dengan pandangan hampa. Hamparan salju yang memenuhi halaman belakang rumahnya membuat kepala Aurora berdenyut sakit. Inilah yang selalu dia benci ketika musim dingin datang. Salju putih yang suci selalu membawa kembali kenangan buruk yang ia alami di masa lalu

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

0.3 Langit Aurora

..."Kenangan masa lalu, ternyata masih berlaku dan mempengaruhi masa depan seseorang. Aku harap semua dapat terkendali, walau rasa ini hampir menyakiti."...

......................

Happy Reading!!!

.

.

.

Aroma mirip besi berkarat yang kental menyengat menyeruak dan masuk ke dalam indera penciumannya. Padahal tidak ada darah sama sekali. Dan disaat bersamaan, sekelebat bayangan masa lalu melintas begitu saja dikepalanya.

Flasback:

“IBU!!!!”

Aurora kecil menjerit histeris melihat tubuh wanita yang selama 9 bulan mengandung dirinya terkapar dihalaman rumahnya dalam keadaan bersimbah darah.

Cairan merah segar itu membuat salju yang awalnya berwarna putih bersih seketika menjadi merah akibat tergenangi darah yang berasal dari kepala Ibunya. Bau amis yang begitu menyengat masuk ke dalam indera penciuman gadis kecil itu.

“Ibu, apa yang terjadi padamu? Ibu, aku mohon, buka matamu. Ibu, tidak boleh meninggalkanku!!” jerit gadis kecil itu sambil mengguncang tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa.

Air mata tak luput dari mata hazelnya yang membasahi wajah bak boneka barbie itu. Aurora kecil terus mengguncang tubuh Ibunya berharap agar sang Ibu segera membuka matanya, namun apa yang la lakukan tetap tak membuahkan hasil. Mata wanita itu tetap tertutup rapat.

Menyadari tak ada respon dari sang Ibu membuat tangis Aurora semakin pecah. Aurora menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh kaku ibunya. Bahkan Aurora tidak peduli meskipun pakaian mahalnya akan kotor karna darah Ibunya.

“Ibu, hiks,, hiks,,, Ibu bangun, hiks,, hiks,,,!” Lirih gadis kecil itu dengan suara paraunya. Suaranya terdengar pilu, membuat siapa pun yang mendengarnya akan merasa iba dan terenyuh.

Sedetik kemudian, gadis kecil itu beranjak dari posisinya dan berlari menuju pagar rumahnya untuk mencari bantuan.

Gadis kecil itu menoleh kekanan dan kekiri, namun tak ada satu orang pun yang bisa la temui. Jalanan begitu sepi dan legang.

“Tolong,,,, tolong,,,,, siapa pun tolong Ibuku,,,, Ibuku… meninggal!” teriak Aurora dengan bercucuran air mata.

Menyadari tak ada yang merespon teriakannya. Aurora kecil kembali pada Ibunya yang sudah terkapar. Salju yang turun cukup lebat membuat tubuh wanita malang itu tertutup oleh benda seputih kapas tersebut. Dengan perlahan dan hati-hati, Aurora kecil membersihkan salju yang menutupi wajah ibunya.

Sebuah keajaiban datang, disaat Aurora kecil benar-benar frustasi. Sebuah mobil sedan mewah berhenti didepan pagar rumahnya. Seorang pria dan anak laki-laki turun dari mobil itu dan menghampiri Aurora yang sedang menangis sambil memeluk jasad ibunya.

“Nak, apa yang terjadi pada Ibumu?”

Mendengar ada yang bertanya padanya. Sontak Aurora mengangkat wajahnya, dan mendapati seorang laki-laki seumuran dengan ayahnya dan anak laki-laki berlutut disampingnya. Aurora menyeka air matanya dan menggenggam tangan laki-laki itu.

“Paman tolong, Ibu telah dibunuh.” Ucap Aurora dengan wajah memelasnya.

“Apa? Dibunuh!”

Anak laki-laki yang berlutut disamping ayahnya mengedarkan pandangannya, dan tanpa sengaja mata abu-abunya melihat sebuah pot bunga yang penuh darah tergeletak tak jauh dari tempat Ibu Aurora kecil terkapar.

“Papa, lihat!” seru anak laki-laki itu.

Sang ayah pun menoleh. “Ada apa, Langit?” Anak laki-laki yang dipanggil ‘Langit’ itu menunjuk pot bunga tersebut.

“Aku rasa nyonya ini dibunuh menggunakan pot bunga itu. Ada darah di pot bunga itu!!” ujar Langit.

Laki-laki itu memperhatikan pot tersebut dan Ia sependapat dengan putranya. “Papa rasa kau benar. Langit, tetaplah di sini bersama gadis kecil ini. Papa akan memanggil polisi!” anak laki-laki itu mengangguk.

Anak laki-laki itu berpindah dan duduk disamping Aurora kecil. “Apa yang harus aku katakan saat kakakku pulang dari sekolah!!” ujar gadis itu risau. Anak laki-laki itu mengusap punggung Aurora kecil dengan gerakan naik turun.

“Jangan cemas. Papa yang akan menjelaskan pada kakakmu! Kamu tenang ya!!” Aurora mengangguk.

“Terimakasih, Kak!” anak laki-laki itu mengangguk.

“Sama-sama!”

Flasback End:

Aurora memejamkan matanya, setetes kristal bening mengalir dari pelupuk matanya yang kemudian jatuh membasahi wajah cantiknya. Peristiwa yang terjadi 10 tahun lalu itu membuat hati Aurora kembali terkoyak. Ibunya meninggal tepat ketika salju turun, dan hal itulah yang membuat gadis itu selalu membenci musim dingin terutama ketika salju turun.

Kematian ibunya menjadi alasan utama kenapa Aurora begitu membenci salju. Di musim salju ia kehilangan segalanya. Ibu yang teramat dia kasihi, kekasih yang dia sayangi dan ayah yang selalu dia banggakan.

“Aur,” seru seseorang dari balik punggung Aurora. Tapi tak ada respon dari gadis itu.

Sampai ia merasakan tepukan pada bahunya dan membuat ia tersadar dari lamunan panjangnya. Gadis itu menoleh dan sosok Luna berdiri disampingnya dengan senyum terbaiknya. “Apa kau kembali teringat peristiwa mengerikan itu?” tanya Luna sambil menatap sang adik dengan sendu.

Alih-alih menjawab. Aurora malah berhambur ke dalam pelukan Luna dan terisak kecil. “Hiks,, hiks… , aku merindukan ibu!” Luna mengusap punggung Aurora dan ikut memejamkan matanya.

Hati Luna terenyuh mendengar isakan Aurora. Luna dapat merasakan apa yang Aurora rasakan, hanya saja Luna enggan menunjukkannya didepan Aurora dan membuat gadis itu semakin sedih.

“Begini saja, bagaimana jika akhir pekan ini kita kunjungi ibu?” Luna melepaskan pelukannya dan menatap Aurora dengan senyum terbaiknya. Aurora ikut tersenyum kemudian mengangguk.

“Aku rasa bukan ide buruk. Apalagi cukup lama kita tidak mengunjunginya!” ujar Aurora tersenyum. Luna menyeka sisa air mata di pipi Aurora tanpa melunturkan senyum itu dari wajah cantiknya.

“Nah begini ‘kan cantik, kau terlihat jelek saat menangis!” Aurora merenggut mendengar ucapan Luna. Lagi-lagi Luna mengejeknya.

“Kakak, jahat!” seru Aurora masih dengan menekuk wajahnya. Namun detik berikutnya gadis itu tersenyum dan kembali memeluk Luna.

Langit dan Hans tidak mampu berkata-kata ketika melihat pemandangan di depan mereka. Mereka begitu terharu. Kemudian Hans menghampiri mereka berdua.

“Boleh aku ikut berpelukan juga?” seru Hans sambil membuka lebar kedua tangannya. Luna dan Aurora menggeleng, Hans mengerutkan dahinya. Bingung dengan penolakan Istri serta adik iparnya.

“Tidak!” Aurora mendengus geli, “Karena kakak belum mandi!!!” jawabnya sambil menutup hidung.

“APA???”

“Hahahahah!!!”

Suara tawa menggema di rumah itu. Sedangkan yang di tertawakan langsung memanyunkan bibirnya. Dia kesal karena istri dan adik iparnya malah menertawakan dirinya. Mereka memang selalu kompak dalam membuat dirinya kesal.

Sementara itu, Langit yang juga berada di ruangan itu hanya bisa mengurai senyum setipis kertas. Melihat kedekatan dan keharmonisan mereka membuat Langit merindukan keluarganya yang saat ini berada di China.

Lalu pandangan Langit bergulir pada Aurora. Ada sesuatu istimewa dalam diri Aurora yang tidak bisa Langit lihat dan Langit temukan dari kebanyakan gadis yang pernah ia temui. Aurora adalah satu-satunya dari gadis yang tidak menunjukkan ketertarikannya ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya. Bahkan gadis itu bersikap dingin dan sedikit tak bersahabat.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!