NovelToon NovelToon

Merman, I'M In Love!

Lahirnya Kekuatan Dahsyat

Seorang perempuan berambut merah menangis di tepi teluk Orelia. Ia menggendong bayi yang baru ia lahirkan. Terus memanggil nama seseorang di sana dengan penuh cinta kasih.

Sesosok wanita cantik yang berjalan di atas permukaan laut, menghampiri, perempuan itu tanpa disadarinya.

“Ikutlah aku, Medelline! Aku akan melindungi kalian berdua.”

“Te-tetapi Yang Mulia. Saya ingin bersama dengan suami saya. Mempertemukannya dengan putranya ini.” Medelline menunjukkan bayi dalam gendongannya.

“Aku tahu. Tetapi tidak aman jika kau berada di sini. Pasukan Merman akan menangkap dan membunuhmu juga anakmu itu.” Sosok dengan mahkota berkilauan di atas kepalanya itu terlihat khawatir.

“Selamatkan saja putra kami, Yang Mulia. Dan aku ingin menukar perlindungan Anda dengan ekor mermaid untukku!”

Ratu Merine menggelengkan kepala. Heran dengan keinginan manusia di hadapannya.

“Baiklah, jika itu maumu.”

Kemudian, perempuan itu mengulurkan sebuah botol berisi ramuan dengan warna keemasan yang baru saja ia munculkan di telapak tangan dengan sihirnya.

“Maafkan ibumu, Nak. Ibu akan kembali padamu setelah menemui Ayahmu.” Medelline mengecup dahi bayi dalam gendongannya. Kemudian ia menyerahkan anak itu kepada Ratu bangsa Nereid.

“Ini, bawa ini juga, Medelline! Liontin kerang dengan sihir nereid di dalamnya. Sentuh itu jika kau dalam kesulitan atau bahaya.”

Ekor berwarna merah keemasan cemerlang, mengganti kaki Medelline. Kepalanya tertunduk, menahan rasa sakit di bagian bawah tubuhya itu. Setelah menyambar liontin di tangan Ratu Merine, ia menggelepar lalu menceburkan diri ke lautan. Terus dan terus berenang ke dasar laut.

***

Puluhan tahun sebelumnya ....

Samudra yang biasanya tenang, tiba berombak besar dan tinggi. Kilat menyambar-menyambar di batas cakrawala. Badai besar menerjang setiap daratan yang dilalui. Beberapa kapal nelayan atau kapal-kapal besar yang masih berlayar, terombang-ambing di atas air yang bergejolak, tanpa kepastian. Setiap orang berdoa penuh harap untuk keselamatan masing-masing.

Di dunia bawah laut pun tidak ada bedanya. Kekacauan membuat ikan-ikan berenang ke sana ke mari tanpa arah jelas. Terkadang mereka saling bertabrakan. Beberapa prajurit dari Nereid, membantu para manusia dengan cara menahan kapal-kapal mereka agar tidak terbalik karena amukan cuaca.

Para Mermaid berenang dengan cepat masuk ke dalam ceruk-ceruk gua di bawah laut. Penduduk Mertopia menatap air di sekitar mereka dengan rasa khawatir. Seolah-olah lautan sedang diaduk-aduk. Merman penjaga, berpatroli untuk mengevakuasi penduduknya yang kesulitan.

“Apa Yang Mulia belum kembali dari Olympus, Panglima?”

“Belum, Tuan Putri.”

“Ibunda juga entah di mana.”

Di belahan lautan lain, seorang wanita dengan mahkota di kepalanya, berjalan mondar-mandir di depan singgasananya. Ia telah mengerahkan banyak orang dari kaumnya untuk mengendalikan badai dan ombak di lautan. Namun, semuanya masih sia-sia.

Ya, bangsa Nereid adalah peri yang hidup di alam bebas. Namun, mereka menguasai lautan di sisi lain. Nerepolis adalah tempat tinggal mereka di bawah laut Aegis. Berbeda dengan bangsa Mermaid yang tinggal di Mertopia, Nereis—sebutan untuk rakyat mereka—bertubuh seperti manusia sempurna. Satu kemampuan mereka yang tidak dimiliki oleh bangsa peri laut lain adalah pengendalian cuaca di lautan.

Seorang prajurit Nereid datang menghadap pada sang ratu yang tengah duduk di singgasananya. Baju zirah bermotif seperti sisik ikan, melekat di tubuh prajurit tersebut. Wanita itu bersoja.

“Apa kau sudah tahu penyebab kacaunya samudra, Prajurit?”

“Ya, Yang Mulia. Menurut penyelidikan kami, ada sebuah kumpulan energi di sebuah titik, di dasar samudra.”

“Energi apa yang kau maksud?”

“Itu ... energi pengendalian badai dan cuaca. Berasal dari kediaman putri Penelope.”

Merine terkejut mendengar nama adiknya disebut. Seperti yang diketahui oleh bangsa Nereid, Penelope dirawat jauh dari Nerepolis, di suatu tempat, karena tubuhnya yang lemah sejak lahir. Keberadaannya tidak diketahui oleh rakyat biasa. Namun, perempuan itu tidak yakin dengan apa yang baru saja di dengar. Tidak mungkin bahwa saudarinya, mampu menghasilkan energi sebesar itu, pikirnya.

“Ada apa dengan Penelope?”

“Apakah Yang mulia Ratu tidak tahu bahwa Putri Penelope hamil dan sedang berjuang untuk melahirkan?”

Kali ini, Merine langsung berdiri dari singgasananya. Ia terdiam lama. Kemudian, ia bergegas pergi. Beberapa pengawal kerajaan mengikuti tanpa perintah.

Di sisi lain, Triton mendampingi sang kekasih, Penelope yang sedang berjuang melawan rasa sakit saat melahirkan. Laki-laki itu memberi semangat agar wanitanya itu sanggup bertahan. Tangannya terus menggenggam tangan yang mulai melemah itu. Sementara di sekelilingnya, pelayan menyiapkan segala keperluan untuk lahirnya bayi.

“Aku mohon, Sayang. Sedikit lagi, bertahanlah!” pinta Triton.

Penelope mengangguk, ia mengerahkan segala tenaga terakhir yang ia miliki. Beberapa menit kemudian, seorang bayi mungil lahir. Kulitnya putih bersih dengan wajah yang rupawan, kornea mata hijau seperti yang dimiliki sang ibu. Pipi bersemu merah dan ketampanan yang dimiliki ayahnya, menurun kepada bayi laki-laki tersebut. Namun sayangnya, bayi itu juga memiliki ciri seperti mer-baby. Bayi Mermaid.

“Lihatlah bayi kita, sangat rupawan bukan?”

Penelope tersenyum mendengar perkataan laki-laki yang ia cintai itu.

“Jika aku tidak ada, apa Yang Mulia akan merawat putra kita?”

“Jangan berbicara seperti itu, Peny, Sayangku. Kau akan tetap hidup sampai putra kita dewasa.”

“Tidak, Yang Mulia. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku mohon, jaga putra kita Yang Mulia. Biarkan ia tinggal di Mertopia dalam perawatan dan kasih sayang Anda.”

Penelope menggenggam tangan Triton dengan kedua telapak tangannya. Ia menggenggam kuat-kuat, lalu melepaskannya perlahan. Mata perempuan itu mulai terpejam buliran air matanya menjadi kristal jernih yang mengambang di air.

Triton menangis, ia tahu kalau perempuan Nereid yang ia cintai itu, sudah pergi. Begitu pun gadis pelayan, semua menunduk, sedih. Seakan tahu akan kepergian ibunya, bayi setengah Mermaid setengah Nereid itu menangis kencang. Tangisannya membuat pusaran badai dan petir yang menyambar-nyambar di atasnya.

Triton ingin membawa jasad kekasihnya itu untuk disemayamkan di kerajaannya. Namun, para gadis pelayan mencegahnya. Mereka khawatir hal itu akan menyebabkan pertikaian kedua ras penguasa bawah laut. Pada akhirnya, laki-laki itu berniat pergi hanya membawa bayi yang terbungkus kain tersebut.

Kenangan-kenangan indah tentang perjalanan cinta mereka berkelebat di kepala Triton. Dengan berat hati, ia meninggalkan peri cantik kecintaannya itu. Meminta pelayan untuk memberi penghormatan terakhir yang paling indah.

Triton menyihir tanaman laut kesukaan Penelope menjadi seperti rangkaian bunga untuk mempelai, Halymenia merah. Kemudian meletakkannya di tangan perempuan tersebut.

“Kau terlihat sungguh cantik, Peny. Aku sungguh mencintaimu.” Triton mengecup dahi Penelope dengan penuh kasih sayang sebelum ia pergi.

Badai di samudra mulai reda ketika Triton menggendong bayi yang dilahirkan Penelope.

Beberapa waktu kemudian, Ratu Merine sampai di kediaman Penelope. Wanita itu menangis saat melihat tubuh sang adik terbaring tak bernyawa. Ia bertanya pada gadis pelayan, di mana keponakannya berada. Salah seorang pelayan bercerita bahwa bayi itu dibawa pergi oleh Raja Mertopia, Triton. Ia hampir saja menyusul Triton untuk mengambil bayi tersebut. Namun seorang Nereis tua yang tinggal bersama Penelope mencegahnya.

“Jangan, Yang Mulia Ratu. Putri Penelope memang menitipkan bayi itu kepada Raja Triton. Jika Anda bersikeras untuk mengambil anak itu, hal itu akan mengakibatkan perseteruan dua ras.”

“Hish, Raja mata keranjang itu! Tidak ada bedanya dengan sang ayah. Lalu, apa yang harus aku lakukan?”

“Kita adakan acara pemakaman Putri Penelope terlebih dulu, Yang Mulia.”

Merine mengusap kedua ujung matanya. Kemudian ia memerintahkan prajurit dan pelayan untuk menyiapkan acara penghormatan terakhir bagi adik yang sangat dikasihi itu.

Setelah sampai di kediamannya, Mertopia, Triton melepaskan kain yang membungkus putranya itu. Ia menyentuh dahi bayi tersebut tepat di tengah-tengahnya. Bayi itu membuka mata, menggeliat dan mulai berenang-renang mengitarinya.

“Ya, ya! Kau memang putraku! Aku beri nama Cyrano. Agar kau kelak hidup mulia melebihi kemuliaanku di samudra, Putraku.”

Triton mengusap kepala Cyrano yang berenang tegak di hadapannya. Bayi itu tersenyum, mata hijaunya berkedip-kedip. Kemudian, sang raja meniup trompet kerang sakti, pusaka miliknya. Memperbaiki beberapa bangunan kerajaan yang hampir roboh karena badai yang terjadi sebelumnya.

Di sudut istana, seorang gadis Mermaid merasa kesal saat ia melihat kebahagiaan ayahnya bersama saudara yang entah dari mana asalnya tersebut. Semenjak itu, ia sudah merasa terintimidasi oleh kehadiran Mer-baby tersebut.

“Vaelia, kemarilah, Putriku! Temui saudaramu, Cyrano!” panggil Triton saat menyadari kehadiran sang putri.

“Cisss!” desis Vaelia. Meski kesal, gadis itu menuruti kemauan sang ayah.

Bersambung ....

Neremermaid?

Seorang Merman dengan rambut bergelombang hitam, berenang cepat mengejar ikan Marlin di depannya. Matanya yang hijau, berbinar-binar saat ia bisa menangkap ikan berwarna keperakan tersebut.

Tawa bahagia terdengar dari mulut laki-laki muda tersebut. Seperti biasanya, Merman itu selalu bermain sendirian. Hanya ikan-ikan dan kuda laut yang menjadi temannya. Meski ia bertubuh Mermaid, tetapi ciri fisiknya sangat berbeda dengan Mermaid biasanya. Ia juga memiliki sirip dan ekor yang cemerlang.

Seekor kuda laut betina, mendekati Cyrano yang masih asik berkejaran dengan ikan Marlin tadi.

“Kau yakin, kau adalah Merman?” tanya kuda laut.

“Ya, tentu saja! Kau tidak lihat ekorku ini?”

“Bukan begitu. Aku belum pernah melihat seorang Merman dengan wajah dan tubuh seelok dirimu.”

“Benarkah?”

Ikan Marlin yang tadi dikejar Cyrano, berenang mendekat.

“Kau tidak tahu? Dia itu setengah Nereid dan setengah Mermaid. Mereneid atau Neremaid,” bisik ikan bermulut runcing tersebut.

“Haish! Jauhkan mulut panjangmu itu dariku! Bahaya! Lagi pula, dia Merman!” pinta kuda laut dengan nada kesal.

“Terserah kau saja, cerewet!”

“Ikan Marlin memang suka bergosip!”

“Aku tidak bergosip! Aku mendengar itu dari seorang pelayan nereid!”

“Ya, ya! Teruslah berlagak seperti makhluk yang tahu segalanya!”

Cyrano tertawa melihat tingkah kedua hewan laut tadi. Ia duduk di sebuah kerang yang masih menutup.

“Sejak kecil, aku memang tidak punya teman. Aku tidak tahu, mengapa. Tetapi Ayah berkata, tidak masalah tidak punya teman. Mermaid tidak seperti ikan teri yang hidup bergerombol ke mana-mana.”

“Aha, terima kasih atas leluconnya!” seekor ikan teri yang terpisah dari rombongannya mendengkus.

“Ups, Maaf!” teriak Cyrano merasa bersalah.

Namun, perkataan Merman itu sukses membuat kedua hewan tadi tertawa.

Cyrano merasa bosan, ia mulai berenang cepat ke arah permukaan laut.

“Hei! Mau ke mana?” teriak kuda laut yang sudah tertinggal jauh di bawah.

“Aku hanya ingin melihat daratan sejenak. Kalian pulang saja!”

“Aku ikut!” sahut ikan Marlin.

Saat hampir tiba di permukaan, Cyrano mendengar teriakan seorang gadis meminta tolong. Ia mengintip dengan menyembulkan separuh kepalanya. Di kejauhan, terlihat seorang gadis kecil berambut merah, bermata hijau, menangis di atas sekoci. Tangan kecilnya memegangi laki-laki dewasa yang hampir tenggelam. Terdorong rasa iba, Cyrano berusaha menolong manusia itu.

Dengan kemampuannya berenang cepat, Cyrano berhasil mendekat dan mendorong laki-laki dewasa itu naik ke sekoci dengan bantuan seorang gadis kecil tadi. Manusia itu pingsan. Kemudian, ia mendorong sekoci itu sampai mendekati daratan.

Gadis kecil yang ditolongnya itu, terus memandangi Cyrano dengan tatapan takjub.

“Terima kasih! Kau Mermaid bukan? Ayahku dan orang dewasa lainnya bilang bahwa Mermaid itu tidak pernah ada! Mereka pasti belum pernah melihat Mermaid sepertimu!”

Cyrano tersenyum.

“Kau tahu? Mungkin kau adalah Mermaid tertampan di bawah sana. Bahkan aktor opera kesukaan Ayahku, tidak tampan dibandingkan denganmu!” Gadis itu terus berbicara dengan antusias. Ia bahkan tidak menangis lagi, menunggui ayahnya hingga laki-laki itu terbangun.

Cyrano melambaikan tangan, saat laki-laki dewasa itu menggeliat, mulai sadar. Ia pergi begitu saja tanpa berbicara sepatah kata pun. Ia ragu suaranya bisa terdengar di daratan. Ia pun hanya mengangguk dan menggeleng saat mencoba berkomunikasi dengan manusia. Penasaran dengan pemikirannya, Merman muda itu membuka mulutnya dan mulai berbicara.

"Hai!"

Perkataan, bukan desisan yang terdengar. Ia takjub dengan dirinya sendiri.

Sepeninggal Cyrano, laki-laki yang telah ditolongnya, sudah siuman dan beringsut duduk.

“Medelline? Kau berbicara dengan siapa tadi?”

“Aku? Berbicara dengan Mermaid, Ayah.”

“Ayah sudah berkata padamu berkali-kali. Mermaid atau Merman atau apalah itu, hanya sebuah dongeng, Anakku!”

“Tidak, Ayah. Mereka ada dan nyata! Dia sudah menolong kita.”

Robert menggelengkan kepala, ia merasa kesal dengan ucapan terakhir putrinya.

***

Saat Cyrano pulang ke Mertopia, beberapa Mermaid dan Merman memandanginya dengan tatapan tidak suka. Pada umumnya, makhluk itu tidak suka berinteraksi dengan makhluk yang berbeda ras. Bahkan, manusialah, makhluk yang paling tidak mereka sukai. Namun, beredar kabar bahwa seorang Merman menyelamatkan manusia. Mereka tidak tahu, bahwa Raja mereka memiliki putra dengan ras yang bercampur. Yang mereka tahu, Cyrano anak yang aneh.

Rahasia Cyrano memang belum terbuka sampai saat ini. Rakyat Mertopia hanya tahu bahwa ia putra yang dibuang ibunya. Mereka tidak tahu bahwa ada darah peri mengalir dalam tubuh laki-laki tersebut.

“Anda baru dari mana, Pangeran?” Seorang Merman menyambut kedatangan Cyrano.

“Aku hanya bermain-main sebentar, Paman.”

“Saya dengar, Anda telah menyelamatkan manusia lagi kali ini.”

“Aku merasa iba, Paman.”

“Saya sudah mengatakannya berkali-kali, bahwa Mertopia tidak ikut campur dengan urusan manusia, Pangeran! Bagaimana Anda bisa menjadi penerus takhta jika Anda sering berinteraksi dengan makhluk daratan itu, Pangeran.”

“Aku tidak tertarik dengan hal tersebut, Paman Odahinu!”

Cyrano merasa kesal didikte seperti itu oleh seorang yang bukan siapa-siapanya. Triton ayahnya, tidak pernah melakukan hal seperti itu. Ia merindukan sang ayah. Akhir-akhir ini, Merman bijaksana itu sulit ditemui. Dalam perawatan tabib kerajaan. Sebab sakit yang diderita. Hanya orang-orang tertentu yang diperbolehkan masuk ke tempat tersebut.

Cyrano mengenang masa-masa bahagia saat bermain dengan sang ayah. Mulai dari berlomba renang hingga menangkap ikan-ikan yang berenang gesit. Pria muda itu menghela napas. Kemudian, masuk ke kediamannya.

“Apa yang kau harapkan dari makhluk setengah-setengah itu, Paman Odahinu?”

“Ah, Anda rupanya Putri Vaelia. Maaf, saya tadi tidak melihat Anda.”

“Bukan sebuah masalah besar.”

“Terima kasih, Putri.”

“Bukan untukmu. Tetapi anak itu! Bukan masalah besar untuk kukalahkan!”

Vaelia pergi, setelah membuat Odahinu begitu kesal. Merman yang sekaligus panglima Mertopia itu semakin tidak menyukai gadis Mermaid itu. Apalagi membayangkan bahwa Mertopia akan diperintah oleh ratu seperti dia.

Di sisi lain, Cyrano masih dijauhi Mermaid dan Merman lain karena ciri fisiknya yang mencolok. Namun kenyataan bahwa ia berekor seperti mereka, membuat mereka tidak bisa mengusirnya dari Mertopia. Kata-kata gadis manusia tadi malah menghibur hati pria muda tersebut.

“Aku pikir, Manusia itu begitu buruk. Tetapi, rakyat Mertopia lebih buruk ketimbang mereka,” gumam Cyrano. Matanya memandang hamparan dasar laut yang luas. Beberapa ikan, duduk bersamanya di sana.

“Apa ada ikan di sini yang tahu tentang ibu kandungku?” tanya Cyrano.

“Aku bukan ikan, tetapi pernah mendengar kisah tentang siapa ibumu.” Seekor kura-kura berumur ratusan tahun, berenang mendekat.

“Kakek kura-kura? Benarkah itu?”

“Ya, ibumu bukan berasal dari Mertopia tetapi Nerepolis. Di bawah laut Aegis. Tempat tinggal para peri laut, Nereid.”

“Benarkah? Kenapa Ayah tidak membawa ibuku kemari?”

“Ibumu sudah tidak ada. Lagipula, rakyat Mertopia tidak akan mengijinkan seorang Nereid tinggal di kerajaan ini.”

Cyrano menghela napas. Ia merasa perkataan kura-kura tua itu benar. Sekarang ia tahu, kenapa orang-orang di istana, tidak menyukainya. Ia hanya berdarah separuh.

“Aku tidak pernah bisa memilih, menjadi apa saat dilahirkan.”

“Tak perlu khawatir, Merman muda. Kelak kau akan menjalani takdirmu yang luar biasa.”

Kura-kura tua tadi, sedikit memberi ketenangan di hati Cyrano. Mulai sekarang, ia tidak mempermasalahkan sikap rakyat Mertopia lagi. Ia yakin, apa yang dibicarakan binatang bercangkang keras tadi benar adanya. Ia melambaikan tangan pada makhluk yang berenang pergi itu.

Hari-hari dilewati Cyrano dengan kesendirian. Tidak ada Mermaid maupun Merman yang mau berteman dengannya. Ia tumbuh dewasa dengan mewarisi ketampanan ayahnya, Raja Triton dan kulit serta matanya, mewarisi ciri fisik peri sang ibu. Kulitnya memang lebih pucat dibandingkan kawan-kawan sebayanya. Bahkan, Aphrodite sempat ingin mengunjunginya. Tertarik oleh desas-desus yang mengatakan ada merman tampan di dasar laut. Hanya saja, begitu sulit menjangkau tempat tinggal Merman itu.

Bersambung ....

Luka yang Menyebabkan Bencana

Seorang mermaid berenang cepat dengan kantong yang ia bawa di tangannya. Ia bertabrakan dengan seseorang. Merasa kesal, ia bermaksud memarahi sosok tersebut. Hatinya semakin kesal setelah mengenali siapa yang bertabrakan dengan dirinya.

“Kau? Apa kau tidak bisa lewat jalan lain? Sampai-sampai kita bertabrakan begini!”

“Maafkan aku, Kak.”

Vaelia tertawa, ia menyelipkan kantong tadi di pinggangnya. Kemudian berjalan mendekati Cyrano.

“Kau panggil apa tadi? Kak? Aku bukan kakakmu!”

“Tetapi, Ayah berkata....”

“Ibu kita tidak sama! Berbeda kelas! Ibumu entah siapa, dan ibuku ratu Mertopia. Mengerti?”

“Iya, Kak.”

Vaelia berenang menjauh, tetapi terhenti saat Cyrano mengucapkan kalimat terakhirnya.

“Sudah kubilang, aku bukan kakakmu! Jangan panggil aku kakak! Ibumu yang murahan itu, tidak sepadan dengan penduduk Mertopia mana pun!” Vaelia berenang cepat dengan kesal. Namun ia tidak tahu, bahwa perkataannya akan berakibat buruk kelak.

Cyrano terpancing emosi. Amarahnya memuncak. Ia memang belum pernah melihat ibunya. Perkataan kakak seayahnya itu benar-benar membuatnya marah. Tanpa disadari, laki-laki itu menggenggam tangan, genggamannya itu mengumpulkan energi peri yang ada di dalam tubuhnya. Lama kelamaan, energi itu menjadi sebuah pusaran yang makin membesar. Air laut mulai bergejolak lagi. Ia berteriak sekeras-kerasnya, hingga membuat petir menyambar di permukaan laut.

Tangisannya, seperti didengar awan yang mulai mencurahkan hujan lebat. Rakyat Mertopia memandangi air laut yang berpusar dan bergejolak. Mereka khawatir seperti puluhan tahun lalu. Seorang penasihat kerajaan, meminta Triton untuk menenangkan amukan badai dan gelombang dengan trompet kerang sakti yang ia miliki. Namun, ia berkata dalam pembaringannya, trompet itu tidak ada di tempat.

Mendengar Raja Triton yang kehilangan pusaka, seorang prajurit Merman yang baru pulang berpatroli melaporkan bahwa ia melihat seorang Merman ada di tengah pusaran badai. Triton memerintahkan Odahinu untuk mendatangi tempat yang dimaksud. Sang raja yakin, orang itulah yang mencuri benda penting miliknya. Berdasarkan asumsi, tidak ada mermaid yang mempunyai kemampuan menciptakan badai.

Betapa terkejutnya sang panglima saat melihat siapa di tengah pusaran badai. Tidak lain adalah putra Triton sendiri, Cyrano. Ia tidak yakin bahwa pemuda itu yang mencuri trompet tersebut. Namun, prajurit yang lain berusaha meringkus sosok itu dan memasukkannya ke dalam kurungan. Sangkar yang terbuat dari tulang-tulang hiu, yang disihir Triton.

“Paman, aku tidak mencuri apa pun. Tolong lepaskan aku, Paman!” pinta Cyrano saat ia sudah kembali tenang.

“Tidak mungkin seorang Merman atau Mermaid bisa mengubah cuaca seperti itu tanpa bantuan benda tersebut.”

“Tetapi kau tahu, aku siapa, Paman.”

“Rakyat Mertopia tidak tahu siapa dirimu sebenarnya!”

Cyrano frustasi, ia memukul-mukul sangkar itu. Odahinu sudah pergi melapor kepada Triton, bahwa pelakunya sudah ditangkap. Dari kejauhan, Vaelia tersenyum licik. Ia senang, saudara tirinya itu menderita. Baginya itu sepadan dengan rasa kesal yang ia tanggung bertahun-tahun karena kehadiran Merman tersebut di Mertopia. Gadis itu akan terus melakukan usaha untuk mengusir laki-laki itu.

Beberapa binatang laut, sahabatnya, datang menjenguk Cyrano yang dikurung dalam sangkar besar tersebut. Mereka merasa sedih melihat kawannya meringkuk di dalam sana.

“Cyra, kau baik-baik saja?” tanya kuda laut gemuk dengan nada khawatir.

“Aku baik-baik saja, hanya tidak bisa keluar dari sini.”

“Aku dengar, kau dituduh mencuri ....”

“Oh, ayolah, Marley! Bagaimana aku bisa mencuri milik ayah jika aku terus bermain bersama kalian di luar?”

“Ah, iya. Betul juga!”

“Kami semua ingin menolongmu, tetapi kau dianggap bersalah. Kalau kami menolongmu. Kami juga akan dianggap bersalah, maaf.”

“Tidak masalah. Aku akan menunggu dewan kerajaan membuktikan aku benar-benar bersalah atau tidak.”

“Ya, hingga saat itu, kau akan mengering seperti ikan asin!” cibir sang kuda laut.

“Diamlah! Kau jangan menakut-nakuti Cyra,” sergah Marley si ikan Marlin.

Cyrano terdiam, ia tahu ayahnya sangat bijaksana. Namun, jika ia tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak mencuri. Hukum tetaplah hukum. Laki-laki itu mendesah kesal. Mulai memikirkan cara lain. Ia ingin melarikan diri saja dan tidak ingin kembali ke Mertopia untuk selamanya.

“Cyra, hey, dengar! Seingatku, kau adalah setengah Nereid. Kau bisa melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh Mermaid.” Marley mendekat dan berbicara dengan volume suara yang diturunkan.

“Lalu, apa yang semestinya kulakukan?”

“Gunakan sihirmu! Sihir para Nereid.”

Cyrano terdiam, ia memikirkan perkataan Marley dalam-dalam. Yang ia tahu, ia hanya bisa menciptakan badai dan gelombang, serta menghentikannya. Akan tetapi, apa salahnya untuk mencoba?

Cyrano tersenyum.

“Terima kasih, kawan. Perkataanmu memunculkan sebuah ide di kepala.”

Kemilau cahaya muncul dari genggaman Cyrano. Ia berusaha menghapus sihir yang melingkupi sangkar tempat ia dikurung.

“Kalian semua, pergilah dari sini!” perintahnya pada binatang-binatang laut yang ada di tempat itu.

Cyrano memusatkan pikirannya untuk mengalirkan semua energi sihir yang dimiliki ke dalam genggamannya. Pusaran air mulai terbentuk kembali, membesar dan makin membesar. Ia tidak bisa berhenti lagi, sampai air mulai bergejolak.

Sementara itu, Odahinu yang melihat pergerakan air yang mulai aneh, berdecak kesal.

“Bertingkah apa lagi, anak itu?” Ia mengambil tombak bermata tiga andalannya. Memanggil pasukan Merman menuju ke tempat di mana Cyrano dikurung.

Sesampainya di tempat tersebut, sangkar kurungan itu sudah terbungkus pusaran air, tidak ada satu pun yang bisa mendekati.

“Ah, jenggot Poseidon! Merepotkan sekali!” keluh sang panglima Mertopia.

Sangkar yang terbuat dari tulang itu mulai terangkat bersama pusaran air yang semakin tinggi.

Seolah-olah seperti bambu, benda itu menjadi lebih ringan dan terus naik menuju permukaan laut. Cyrano dalam kondisi tidak sadarkan diri. Namun sihirnya masih bekerja. Tenaganya mulai habis. Ia terkulai lemah di dalam kurungan yang mulai mengapung di permukaan laut.

Di saat yang sama, sebuah kapal pesiar mewah yang berlayar dari kerajaan Inggris, berhenti di tengah lautan karena badai. Beberapa orang sudah bersiap-siaga untuk menyelamatkan diri, jika kapal mulai tidak stabil. Namun seperti biasa, beberapa Nereid berusaha menolong kapal yang oleng terkena gelombang besar. Setelah lautan menjadi tenang, kapal itu kembali melanjutkan perjalanan.

Seorang gadis dengan rambut merah dan bermata hijau, duduk di anjungan kapal. Ia memandang sekeliling lautan sambil menikmati semilir angin beraroma garam. Ia merasa heran, tadi laut seperti murka. Namun, sekarang begitu tenang. Di pangkuannya, terdapat sebuah buku. Beberapa lukisan, ia gambar sendiri di lembaran kertas itu.

“Medelline! Kau masih bermimpi untuk bertemu duyung itu?” teriak seorang laki-laki paruh baya dari atas balkon.

“Ya, Paman. Aku yakin betul dengan itu! Tanya saja ayahku.”

Suara tawa cemoohan terdengar dari laki-laki tadi.

“Kau tak pernah tahu bukan? Mereka suka makan manusia! Apalagi gadis muda sepertimu!”

“Omong kosong!”

Medelline kembali memusatkan pandangan ke air yang berwarna biru menghampar di depannya. Ia terkejut dan hampir tidak percaya saat melihat sebuah sangkar, mengapung di permukaan laut. Ia memicingkan mata agar lebih jelas, mengamati objek tersebut. Kebetulan, kapal yang ia tumpangi berjalan ke arah tak jauh dari sangkar itu.

Seketika, muncul ide di kepala gadis berkulit pucat itu. Ia menuju buritan kapal. Menurunkan sebuah sekoci darurat. Kemudian, ia mendayung cepat, mendekati sangkar tadi.

“Astaga! Itu benar-benar ....”

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!