𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜
Awalnya aku mengira pernikahanku dengan mas Jarot akan menjadi pernikahan yang bahagia. Pernikahan yang diimpikan oleh banyak kaum hawa diluaran sana. Tapi ternyata, aku tidak seberuntung itu. Aku adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang tidak beruntung dalam pernikahannya.
Aku mendapatkan seorang suami yang bejat, tukang selingkuh, dan dia bahkan tidak segan melakukan kekerasan fisik kepadaku.
𝙎𝙖𝙩𝙪 𝙏𝙖𝙝𝙪𝙣 𝙇𝙖𝙡𝙪
Namaku adalah Asri, aku adalah seorang kembang desa di desa tempat tinggalku. Aku hanya lulusan SMA saja. Aku tidak melanjutkan kuliahku karena aku memutuskan untuk sibuk saja berjualan nasi liwet didepan rumahku sendiri.
Aku tinggal sebatang kara, semua keluargaku sudah mati. Aku berkenalan dengan mas Jarot saat festival tahunan desa yang rutin diselenggarakan di desa tempat tinggal aku setiap tahunnya.
Desa Bojongwaru namanya, salah satu desa terindah di kecamatan ini. Dikelilingi oleh hamparan pemandangan alam yang sangat memanjakan netra manusia yang melihatnya.
Festival tahunan desa yang selalu rutin diadakan pada setiap tahunnya ini menampilkan pertunjukan-pertunjukan kesenian daerah, lomba, dan lain-lain.
Waktu itu, aku jualan nasi liwet di acara festival ini. Aku ditunjuk oleh kepala desa buat menjadi salah satu pedagang yang berjualan di acara festival ini karena rasa masakan nasi liwetku yang katanya enak itu. Banyak juga pembeli yang membeli daganganku, bahkan tidak sampai dua jam sudah hampir habis.
Sisa satu bungkus lagi yang waktu itu dibeli oleh seorang laki-laki tampan dari kota. Namanya adalah Jarot. Aku berkenalan dengannya, dia mendokumentasikan acara ini juga orang-orang yang hadir di acara festival ini termasuk aku. Aku diwawancarai olehnya.
Dia datang dari kota dan kebetulan dia sedang jalan-jalan mengelilingi desa ini. Ingin mendokumentasikan apa yang ada di dalam desa ini termasuk festival dan juga aktifitas para rakyatnya.
Sejak saat itu kita berkenalan dan sering bertemu, namun mas Jarot yang seorang anak kota dia tidak selamanya tinggal di desa ini. Aku cukup sedih tapi beberapa minggu setelah mas Jarot pulang ke kota, dia datang bersama dengan ibunya untuk melamarku.
Betapa senangnya aku dilamar oleh laki-laki yang aku cintai. Setelah prosesi pernikahan kita di desa, mas Jarot mengucapkan janji-janji yang sangat manis kepadaku.
"Sayang, meski kamu hanya seorang gadis desa biasa, tapi aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak memandang dinding pemisah yang kata orang bakalan mengganggu pernikahan kita, tidak ada cerita soal si kaya dan si miskin diantara kita." ucap mas Jarot dan kemudian dia mengecup keningku didepan para tamu undangan.
Semua tamu undangan yang adalah warga desa tampak kagum dan senang melihatnya. Apalagi cewek-cewek desa lain yang tampak iri melihatku dipersunting oleh laki-laki tampan dan kaya dari kota.
Tapi satu hal yang mas Jarot belum mengetahuinya, sebenarnya aku bukan ini gadis desa biasa. Aku tahu dari seorang pengacara bahwa aku adalah pewaris ribuan hektar sawah ketika aku berusia 25 nanti, aku akan mendapatkan semua hak itu. Warisan rahasia dari almarhum kedua orang tua aku.
Sekarang usiaku 23 dimana hanya butuh waktu 2 tahun lagi untuk aku mendapatkan hak atas warisanku.
Tapi aku belum akan menceritakan soal siapa aku yang sebenarnya kepada mas Jarot. Biarlah dia dan keluarganya mengenaliku dulu sebagai gadis desa yang sederhana. Aku ingin tahu, apakah mereka beneran tulus menghargai seorang gadis desa yang biasa saja seperti aku ini?
Singkat waktu sudah tiga bulan pernikahan kami berjalan, semua berjalan dengan baik-baik saja dan aku merasa bahagia memiliki mas Jarot yang sangat menyanyangi aku, tapi semua itu perlahan berubah ketika aku membaca ada chat mesra yang masuk ke ponsel mas Jarot.
Aku membaca pesan mesra itu, aku tidak tahu ini dari siapa karena mas Jarot tidak memberikan nama untuk nomor HP ini tapi isi dari pesan itu adalah,
"Mas, kapan sih kamu ke apartemen aku? Udah seminggu loh kamu gak kesini, maaf ya aku chat kamu pakai nomor lain, takut istrimu yang kampungan itu curiga!"
Nafasku rasanya seketika sesak, tiba-tiba seolah ada ribuan gajah yang menginjak diri aku. Hanya dalam waktu tiga bulan mas Jarot dengan tega dia mengkhianati aku. Mana janji setia yang dulu ia ucapkan kepadaku?
Perselingkuhan adalah hal yang paling ditakuti oleh orang-orang yang menginginkan kesetiaan dalam hubungan rumah tangga mereka. Dan ketakutan yang aku takuti sekarang itu benar-benar menjadi kenyataan!
Sepulangnya mas Jarot bekerja, aku tidak langsung mempertanyakan soal SMS dari selingkuhannya itu. Seperti biasa aku selalu menyambutnya dengan ramah, menyiapkan air hangat, dan juga makan malam.
"Mas, tadi HP kamu ketinggalan ya?" tanyaku sembari melepas sepatu di kaki mas Jarot.
"Emang iya ketinggalan? Aku sendiri lupa loh seharian ga mikirin itu, terlalu sibuk dengan beban pekerjaan yang diberikan bos di kantor. Oh iya sayang, maaf ya, jatah bulanan kita buat bulan depan bakalan mas potong sebesar tiga puluh persen? Ini cuma sementara waktu aja kok,"
"Kenapa gitu mas?"
"Mamaku sedang membutuhkan uang untuk membayar hutang-hutangnya. Aku ingin membantu mama mencicil hutang-hutangnya,"
"Oh gitu. Yaudahlah gapapa mas,"
Memang sebulan terakhir keuangan mama mertuaku sepertinya sedang seret. Maka dari itu mas Jarot mulai menyisihkan sebagian uangnya untuk membantu mama mertua. Aku tidak masalah soal itu tapi soal perselingkuhannya, jelas aku marah banget!
Setelah makan malam nanti, aku akan mempertanyakan soal SMS mesra itu. Setelah makan malam selesai, mas Jarot pergi ke depan rumah sendiri. Aku mengikutinya dari belakang, aku mendengar mas Jarot sedang ngobrol dengan seorang wanita lewat panggilan telepon.
Aku berusaha mendengar mereka sedang ngobrolin apa tapi sepertinya mereka sedang membahas soal rencana beli mobil baru untuk selingkuhannya itu. Air mataku mengalir tepat jatuh diatas sebuah bunga melati yang berada di bawahku.
Aku merasa sedih telah salah memilih seorang laki-laki yang aku kira awalnya dia akan baik dan bertanggungjawab penuh dengan janji setia yang telah ia ucapkan kepadaku.
Tapi ternyata dia sama saja dengan laki-laki kejam diluaran sana yang tega mengkhianati, melukai perasaan istrinya. Sampai tak sadar aku terus menangis sembari menatap bunga melati yang ada di bawahku ternyata mas Jarot sudah berbalik badan dan dia mengetahui keberadaanku disini.
"Asri, kamu ngapain disitu? Dari tadi kamu disitu ya?" tanya mas Jarot dengan tampang kaget.
Aku juga kaget karena mas Jarot melihatku memergokinya sedang telponan dengan selingkuhannya. Aku memutuskan untuk berlari saja kedalam kamar lalu aku mengunci pintu kamar.
"Sayang, buka pintunya!" panggil mas Jarot kencang sembari menggedor-gedor pintu kamar kita.
"Aku jijik sama kamu mas!" sahutku dari dalam kamar sembari menangis deras membasahi selimut dan bantal.
Tiba-tiba, mas Jarot mendobrak pintu kamar sampai terbuka, dia tampak marah, emosi, mengepalkan kedua tangannya. Apa yang akan ia lakukan kepadaku?
𝘽𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙗𝙪𝙣𝙜
Aku memeluk sebuah bantal guling sembari meremasnya, melihat laki-laki yang berstatus sebagai suamiku itu seperti sedang emosi banget kepadaku tentu saja aku cemas. Aku tidak tahu dia mau berbuat apa dengan mengepalkan kedua tangannya itu tapi kemudian dia berjalan mendekat kepadaku.
Aku agak gemetar melihatnya, apakah dia mau memukulku dengan tangannya? Setelah rahasia besar yang ia tutupi aku mengetahuinya.
"Mau apa kamu, mas?" tanyaku panik sembari mengusap air mata di wajahku.
***
Keesokan harinya, suara burung-burung berkicauan dengan merdunya diatas pohon. Pagi ini alam terlihat sangat indah dan menenangkan. Tapi aku tidaklah bahagia. Aku sedang menggoreng telur untuk lauk mas Jarot sarapan pagi ini.
Semalam itu adalah kejadian memilukan yang pertama kali terjadi dalam kehidupan aku. Ini adalah kali pertama ketika aku mendapatkan pukulan dari seorang laki-laki dan laki-laki itu adalah suamiku sendiri.
Wajah lebam di pipiku belum aku kompres hangat pagi ini. Aku terlalu sibuk menyiapkan semua keperluan mas Jarot sebelum dia berangkat kerja. Sembari menggoreng telur aku mengingat kejadian semalam itu. Kejadian tragis yang dinamakan dengan sebutan KDRT.
Buuug! Plaaak!
Semalam mas Jarot memukul wajahku lalu dia melanjutkannya dengan menampar wajahku hingga aku terjatuh ke lantai. Aku hanya bisa pasrah mendapat perlakuan kasar itu, melawan seorang lelaki yang tenaganya lebih kuat daripada aku, aku jelas tidak sanggup.
Lalu aku tidak diizinkan tidur diatas kasur melainkan tidur diatas lantai yang dingin tanpa bantal, tanpa selimut. Jika aku keluar kamar untuk tidur di tempat yang nyaman, mas Jarot mengancam akan memukulku lagi. Dia sudah berubah menjadi laki-laki yang dipenuhi dengan aura kegelapan.
Pagi ini, aku hanya bisa menangis sembari masak sarapan pagi. Ya, aku memang perempuan lemah, perempuan cengeng yang bisanya hanya menangis ketika mendapat perlakuan kasar dari manusia lain.
Hingga tak sadar karena aku terus memikirkan kejadian semalam, indera penciumanku mendengus aroma gosong yang menyengat, yang jelas tidak nyaman ketika orang menghirup aromanya.
Ternyata telur ceplok yang sedang aku goreng ini sudah berubah warna menjadi warna menjadi hitam. Aku bergegas mengangkat telur gosong ini tapi tiba-tiba, mas Jarot datang ke dapur marah-marah karena perutnya sudah lapar sekali.
"Heh perempuan kampungan! Kamu bikin sarapan lama banget aku udah lapar nih!" ucap mas Jarot membentakku.
"Bentar lagi ya mas, nasi gorengnya udah siap tapi telur ceploknya belum siap, aku mau buat lagi yang baru." balasku sembari mengambil sebutir telur didalam lemari tempat menyimpan bahan masakan.
Mas Jarot melihat sebuah telur gosong diatas piring kecil yang aku letakan diatas meja. Dia melihat itu dengan tatapan kesal dan kemudian, rambutku dijambak olehnya. Aku memejamkan kedua mataku, rasanya sakit ketika rambutku dijambak olehnya. Pagi ini aku kembali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan lagi dari mas Jarot.
"Mas hentikan, ini ya perangai asli kamu? Kamu itu laki-laki kasar yang bisanya menyakiti hati dan fisik seorang wanita? Iya?"
Mas Jarot semakin marah lalu dia mendekatkan kepala aku kedalam wajan berisi minyak mendidih. Apakah mas Jarot ingin menenggelamkan wajahku kedalam minyak mendidih ini? Mataku mendelik ngeri saat melihat jarak wajahku dengan minyak panas ini yang teramat dekat.
"Ampun mas?" pintaku pilu.
"Segera siapkan sarapanku atau wajahmu yang jelek itu akan semakin jelek karena terkena minyak panas ini!" titah mas Jarot kemudian dia menarik kepalaku keatas.
Dia meninggalkan aku dalam keadaan rambutku yang acak-acakan. Aku menatap penuh kebencian kepadanya ketika dia melangkah keluar dari dalam dapur. Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian aku mulai menggoreng telur lagi. Aku membayangkan seandainya tadi wajahku masuk kedalam minyak panas ini akibat tekanan mas Jarot, betapa pedih dan panasnya.
Setelah selesai menyiapkan semuanya, aku membawa makanan-makanan ini ke meja makan. Aku melihat mas Jarot sedang duduk sambil melihat ponsel dengan ekspresi wajah yang bahagia. Dia senyum-senyum senang sembari mengetik sesuatu.
Apakah dia pagi ini sedang chat mesra dengan selingkuhannya itu? Aku menaruh makanan-makanan ini diatas meja kemudian mempersilahkan mas Jarot buat sarapan.
"Mas, ini sarapannya sudah siap. Oh iya hari ini aku mau pergi cari bis mas, mau pulang ke desa beberapa hari. Aku kangen desa,"
Mas Jarot langsung menggebrak meja setelah aku menuntaskan perkataanku barusan.
"Tidak ada yang mengizinkan kamu buat kembali ke desa! Selamanya kamu akan tinggal disini, bersamaku!" marah mas Jarot.
Aku langsung bersimpuh dihadapannya sembari memegang lembut kedua tangannya.
"Aku mohon mas? Aku ingin pulang ke desa cuma beberapa hari aja. Soalnya aku ingin menenangkan diri aku disana, setelah apa yang telah kamu lakuin sama aku, kamu laki-laki jahat mas. Tolong jangan begini terus sama aku, aku ini istrimu mas? Aku mohon, bersikap baiklah kepadaku, mas?" aku berusaha menyadarkan mas Jarot dengan kata-kataku barusan.
Mas Jarot malah mendorongku ke lantai lalu dia menginjak salah satu tangan aku. Tangan yang sering aku gunakan buat melakukan banyak pekerjaan. Termasuk mengurusi dirinya juga.
"Ahh, sakit mas hentikan! Ampun," pintaku seraya merintih kesakitan ketika sepatu mas Jarot terus saja menginjak kasar salah satu tanganku.
Aku menepuk-nepuk kaki mas Jarot, menyuruhnya untuk menghentikan penyiksaan yang sedang ia lakukan kepadaku.
"Aku mohon hentikan mas? Iya, aku akan tetap disini, tidak jadi pulang ke desa, mas sakit mas?" ucapku pasrah dan setelah itu, mas Jarot menghentikan kakinya yang sedang ia gunakan untuk menyiksa tanganku.
Kemudian, mas Jarot kembali duduk diatas kursi utama. Dia mulai mengambil dua centong nasi goreng dan satu buah telur ceplok yang barusan aku masak. Dia tidak mengajak aku sarapan bersama pagi ini.
Sadar diri karena tidak diajak sarapan bareng dia pagi ini, aku memutuskan untuk kembali saja ke dapur akan sarapan sendirian disana.
Tapi tiba-tiba saat aku bangkit dan akan berjalan pergi dari ruang makan, mas Jarot membanting sendoknya ke piring. Apalagi yang akan ia lakukan?
"Siapa yang nyuruh kamu pergi!" kata mas Jarot dengan nada dingin kemudian aku kembali menatapnya.
"Apalagi mas?"
"Ambil telur gosong yang tadi jangan dibuang!"
"Memangnya mau dibuat apa dengan telur gosong itu mas?"
"Ambil aja gausah banyak bacot kamu ya!"
Mas Damar terus membentak aku, telingaku rasanya bising mendengar amarahnya yang meledak-ledak terus menerus. Akupun bergegas pergi ke dapur untuk mengambil telur goreng gosong yang tadi, lalu aku bawa ke ruang makan sesuai perintah mas Jarot.
"Ini mas? Kamu mau makan ini kah?" tanyaku bingung dengan perintah mas Jarot.
"Goblog! Istri goblog! Mana sudi aku makan makanan gosong kayak gitu! Bukan aku yang makan tapi kamu! Jadikan telur gosong itu sebagai lauk sarapanmu pagi ini!"
Air mataku kembali mengalir sembari menatap penuh kesedihan ke wajah mas Jarot. Tapi tiba-tiba terdengar suara orang yang mengetuk pintu depan rumah. Siapakah yang datang?
"Assalamu'alaikum, apa ada orang didalam? Kok kaya ada yang lagi ribut ya didalam?" tanya orang itu yang sepertinya dia adalah ibu-ibu tetangga sebelah.
Bersambung...
Aku mau membuka pintu itu tapi mas Jarot melarangnya. Malah dia yang berlekas pergi ke depan buat bukain pintu itu.
"Ada apa ya bu?" tanya mas Jarot sembari membuka pintu depan rumah.
"Maaf, hm selamat pagi? Saya ada keperluan dengan Asri apa dia ada didalam? Saya beserta ibu-ibu komplek yang lain mau membahas soal rencana kerja bakti bersama di bukit belakang sini,"
Mas Jarot terlihat terdiam sejenak, aku memperhatikannya dari ruang tengah. Apa mas Jarot akan memanggilku untuk keluar menemui ibu tetangga itu?
"Iya, Asri ada didalam kok. Tapi, dia sedang kurang enak badan bu. Jadi mungkin dia tidak bisa ikut kerja bakti bersama kalian para ibu-ibu komplek hari ini. Saya tidak ingin istri saya bekerja disaat sedang sakit seperti itu."
"Oh gitu ya mas Jarot?" tanya ibu-ibu tetangga itu. Tapi wajahnya tampak tidak yakin dengan perkataan suamiku.
Mas Jarot berbohong kepada ibu-ibu tetanggaku. Padahal aku sendiri memang sedang sakit. Sakit hati dan juga sakit fisik, tapi aku tidak sedang sakit karena penyakit. Rasanya aku ingin melangkah kedepan sana tapi aku merasa enggan. Aku masih merasa takut dengan mas Jarot yang sekarang berubah menjadi kasar seperti itu.
Kemudian mas Jarot menutup pintu depan meski ibu tetangga itu belum pergi. Dia seperti mengusir ibu tetangga itu namun secara halus, lalu mas Jarot kembali dan menyuruhku untuk duduk di kursi. Aku dipaksa makan telur gosong itu sebagai lauk sarapanku.
Daripada disiksa lagi aku pun memakan telur gosong ini meski rasanya pahit sekali. Aku memakannya sampai habis meski mulut dan perutku rasanya jadi tidak nyaman. Sesuai dugaanku mas Jarot tidak marah lagi ketika aku menghabiskan telur gosong ini.
"Pokoknya, selama memar di wajah kamu itu belum hilang aku melarangmu pergi keluar buat bersosialisasi dengan warga sekitar, mengerti?"
"Tapi siapa yang beli bahan masakan kalau aku tidak belanja mas? Dirumah kita tidak ada pembantu?"
"Kamu gak usah memusingkan soal itu, nanti aku saja yang belanja kebutuhan rumah buat seminggu kedepan. Yaudah, aku mau berangkat kerja udah terlambat nih gara-gara kamu!" ucap mas Jarot kencang kemudian dia bangkit dari duduknya.
Aku juga bergegas bangkit untuk merapikan dasinya yang masih kurang rapi. Setelah itu aku merasa lega ketika laki-laki kasar itu sudah pergi dari rumah ya meski nanti malam dia pulang dan kembali. Tapi aku berharap semoga dia tidak bersikap kasar lagi kepadaku.
Untuk kali ini aku masih bisa memaafkan dan aku akan berusaha memisahkan mas Jarot dengan perempuan itu. Aku tidak mau terus menerus dikhianati oleh mas Jarot. Lalu seperti biasa aku mulai melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, mencuci pakaian di mesin cuci, menyapu, mengepel, melakukan rutinitas ibu-ibu rumah tangga pada umumnya.
Meski rumah kami cukup besar tapi mas Jarot belum ada niatan sama sekali buat menggunakan jasa pembantu. Mungkin kalau aku sudah hamil nanti, dia baru akan menggunakan jasa pembantu buat meringankan tugasku di rumah.
Tiba-tiba saat aku sedang mengepel lantai aku mendengar seperti ada suara ketukan di bagian jendela depan rumah. Aku menaruh mopel yang sedang aku pegang ini di tembok dan bergegas mengintip siapakah orang yang mengetuk jendela depan rumah itu, saat aku intip ternyata dia adalah ibu tetangga yang tadi datang.
Aku bingung mau menemui dia atau tidak soalnya mas Jarot melarangku buat keluar dulu selama luka lebam ini masih ada tapi mungkin ibu tetangga itu mau membicarakan hal yang penting. Aku tidak mungkin mendiamkan dia begitu saja kita kan tetanggaan.
Tapi tadi mas Jarot bilang aku lagi sakit, aku bisa saja tidak menemui ibu tetangga itu dengan alasan sakitku. Ah, aku jadi serba bingung.
"Asri, Asri, kamu didalam kan?" panggil ibu tetangga itu dengan nada tinggi.
"Asri, ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan kamu? Apa kamu sedang tidur Sri?" lanjut ibu tetangga itu mencariku.
Nama ibu tetangga itu adalah Yani. Bu Yani adalah orang yang baik. Dia menjabat sebagai ibu RT di komplek ini. Segala permasalahan yang sedang terjadi di komplek ini, dia ikut andil untuk membantu atau menyelesaikannya sampai masalah itu usai.
Ya sudah aku keluar saja buat menemui bu Yani. Sepertinya memang benar-benar penting hal yang ingin ia bahas denganku. Aku membuka pintu rumah kemudian aku menyapanya.
"Selamat pagi bu Yani? Ada apa ya ibu mencari saya?"
Bu Yani tampak terkejut melihat luka lebam yang ada di wajahku. Netranya terus menatap dengan intens luka memar yang ada di pelipis mataku, tepian bibir, dan juga pipi. Kemudian bu Yani mengajak aku untuk duduk diatas teras depan rumah ini.
"Rumah tanggamu sedang tidak beres, suamimu melakukan kekerasan kepadamu ya Sri? Tadi aku mendengar suara ribut suamimu? Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Berkatalah dengan jujur, Asri?"
Kemudian aku kembali menitikkan air mata kesedihan. Aku menangis dalam pelukan bu Yani. Aku mengangguk dalam pelukan ini sembari menatap kearah kupu-kupu cantik yang sedang hinggap diatas sebuah bunga.
"Mas Jarot tiba-tiba berubah menjadi kasar setelah aku mengetahui perselingkuhan dia dengan wanita lain. Semalam, wajahku menjadi samsak atas kemarahannya." aku menceritakan itu kemudian melepas pelukanku dengan bu Yani.
Bu Yani menghapus air mataku dia juga ikut bersedih. Aku lihat raut wajah sedihnya yang begitu tulus. Sebagai sesama wanita dia pasti bisa merasakan apa yang sedang aku rasakan. Suatu kesedihan yang pastinya itu sangat pedih buat diriku.
"Ayo kita laporkan Jarot ke pihak yang berwenang? Kekerasan dalam rumah tangga itu bukanlah hal yang bisa dibiarkan begitu saja. Itu harus ditindaklanjuti biar suamimu yang durjana itu menjadi kapok dan ga akan lakuin hal yang sama lagi kepadamu Asri?"
Aku menggelengkan kepala.
"Untuk saat ini aku belum kepikiran buat lakuin itu bu Yani. Kecuali kalau mas Jarot benar-benar sudah sangat keterlaluan. Sekarang aku mau fokus mencari tahu siapa wanita yang menjadi selingkuhan mas Jarot saja."
"Kamu ini asalnya hidup sebatang kara Asri, kamu ini tidak punya siapa-siapa di kampung, apa kamu membutuhkan bantuanku? Aku siap membantumu kapan saja kamu perlu, Asri?"
Aku kembali menggelengkan kepala. Aku ingin berusaha sendiri dalam mencari tahu siapa wanita selingkuhan suamiku itu. Tapi, kita berdua tiba-tiba dikejutkan dengan kembalinya mas Jarot ke rumah. Dia datang naik mobilnya.
Dia keluar dari dalam mobilnya lalu dia menatap terkejut kearahku dan juga bu Yani. Bu Yani mendadak amarahnya muncul ketika melihat mas Jarot dihadapannya. Bu Yani bergegas bangkit lalu sepertinya dia akan melabrak mas Jarot.
"Jarot! Keterlaluan kamu ya! Laki-laki biadab kamu! Lihat luka memar yang ada diwajah istrimu! Kamu ini harus dikasih pelajaran ya! Kamu harus bertanggungjawab!" marah bu Yani sembari menunjuk-nunjuk wajah mas Jarot.
Dimarahi bu Yani aku lihat kedua mata mas Jarot menatapku dengan tatapan marah, mas Jarot mendelikan bola matanya. Pasti dia marah besar karena bu Yani tahu KDRT yang dia lakukan kepadaku.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!