NovelToon NovelToon

Terlahir Untuk Menghilang

Bab 1

Manusia fana menggambarkan surga kesembilan penuh dengan dewi seindah giok dengan suara bak nyanyian murai, terbang di antara awan dan menggoda kupu-kupu. Seluruh tanah di tutupi bunga warna-warni dengan langit biru sebagai atap. Para abadi akan memetik sitar dengan lengan jubah lebar tersebar di samping, cangkir anggur berdenting dan udara abadi dari dupa persembahan.

Faktanya, beberapa gambaran tentang surga kesembilan benar adanya. Tapi hal itu tidak berlaku untuk saat ini.

Awan gelap membentang dari ufuk timur ke ufuk barat. Sesekali suara gelegar guntur terdengar, cangkir giok dalam genggaman seorang abadi berpakaian biru terlepas. Berdenting nyaring ketika membentur lantai. Sang abadi bergegas keluar dari istananya, menengadah. Langit biru dengan awan putih mengambang kini menghilang, di gantikan awan gelap menggantung. Bukan karena malam, karena surga kesembilan tidak memiliki malam namun hanya senja.

Awan hitam itu bergerak, berduyun-duyun menuju satu arah yang sama. Itu adalah istana dewa perang Xue Yuan Qing!

"Astaga!" Dia memekik ketika awan gelap semakin bergulung. Surga kesembilan yang selalu terang seolah kehilangan semua sinar. Guntur kembali terdengar beberapa kali, peristiwa ini mengingatkan sang abadi ketika dia hendak naik ke surga kesembilan. Mengingatkannya akan kesengsaraan surgawi yang akan di lalui setiap pembudidaya.

Gelap di mana-mana. Sang abadi berpakaian biru menjentikkan ujung kaki, berpindah puluhan meter dalam sekejap mendekati tempat awan gelap berkumpul.

Beberapa abadi lain telah sampai, menyaksikan awan hitam yang terus bergulung di atas istana dewa perang. Tidak ada sapaan ramah yang mereka pertukarkan, hanya ada kerutan dalam di kening masing-masing.

"Bagaimana menjadi seperti ini?" Suara itu menarik perhatian para abadi, mereka memberi hormat serempak pada sang penguasa Langit berjubah emas dengan mahkota tirai manik-manik.

"Menjawab Kaisar langit, Tuanku sedang menyempurnakan sebuah artefak tingkat surga. Tuanku menyebutnya Lonceng pemecah takdir. Benda ini dapat membolak-balik ruang dan waktu tanpa memperingatkan hukum surgawi."

Tarikan napas seketika terdengar ketika pelayan abadi sang dewa perang berbicara. Untuk menciptakan artefak yang menentang surga seperti ini, tidak salah jika mampu menarik guntur kesengsaraan, memperingatkan hukum surgawi.

Seolah menjawab pemikiran para abadi, guntur menggelegar, petir ungu berderak. Menyambar dari langit gelap yang menggantung, membentuk retakan di langit, menyambar semua yang di sentuh. Ledakan keras terdengar dari istana dewa perang, pohon di sisi halaman yang rimbun seketika berubah menjadi cabang gundul berbau asap.

Aura kuat menyebar, menekan para abadi. Memaksa mereka melangkah mundur, berdiri di kejauhan.

Ini adalah hukum surgawi!

Guntur kembali menggelegar dan petir ungu menyambar, kali ini meledakkan atap istana yang kokoh.

Bak kembang api ungu yang di sulut terus menerus, petir menyambar berulang kali. Aura tirani terakumulasi, memaksa para abadi untuk menjatuhkan lutut.

Setelah sembilan puluh sembilan kali sambaran petir ungu, awan hitam perlahan menyebar dan menghilang meninggalkan tetes hujan. Langit yang semula kelabu kini mendapatkan kembali warnanya, rintik hujan membasahi jubah brokat para abadi.

Setiap tetes air mengandung energi abadi yang kaya, meremajakan setiap tanaman yang hangus. Memulihkan cedera akibat paksaan hukum surgawi.

Meski kesengsaraan surgawi telah berakhir, tidak ada seorangpun abadi yang memiliki cukup keberanian untuk memasuki istana dewa perang. Dan tidak butuh menunggu waktu lama, seorang pria berpakaian ungu melangkah keluar.

Pria itu memiliki wajah adil dengan rahang tegas dan mata phoenix. Bibir membentuk garis lurus, membuat wajahnya yang adil tampak dingin dan terpisah bagai es abadi di puncak gunung.

Ujung pakaiannya tampak compang camping seolah telah terbakar. Terdapat bekas robekan di lengan kanan dengan cairan merah menetes di antara jari-jarinya. Sebuah lonceng giok ada di genggaman tangan kiri, itu seharusnya artefak yang baru saja di sempurnakan dengan sembilan puluh sembilan guntur surgawi.

Lonceng pemecah takdir.

“Dapatkan Lonceng pemecah takdir!” Seorang pria bersurai hitam berseru. Sepasang tanduk hitam di kening tampak bersinar dengan cahaya kemerahan. Sosok itu memiliki iris kuning dengan pupil menyempit.

Dia berseru pada ribuan tentara berbaju zirah hitam di belakang. Ribuan tentara dengan tanduk atau sisik menyerbu semakin brutal atas seruannya.

Energi hitam penuh kebencian menguar dari masing-masing mereka.

Di seberang, tentara berbaju zirah putih berusaha memblokir. Menghalangi musuh menginvasi.

“Jangan biarkan iblis menang!” Seorang pria muda menaiki kuda dengan tombak di tangan. Baju zirah perak tampak berkilau di bawah sinar matahari, beberapa bekas merah dan hitam menodai beberapa tempat. Wajahnya yang adil penuh semangat perjuangan.

“Jangan biarkan iblis menang!” tentara di belakangnya menjawab seruan.

Dua kubu maju di tanah lapang, debu mengepul. Tombak dan pedang mengayun, menuai kehidupan lawan. Darah merah dan hitam tumpah menjadi satu, mewarnai tanah coklat menjadi kehitaman. Kulit pecah, anggota tubuh terputus menjadi pemandangan yang lumrah.

Teriakan semangat dan raungan melebur dalam medan syura.

Langit tertutup, awan menggantung dengan tetes-tetes air seolah berduka. Rintik ringan berubah menjadi guyuran deras, membilas kekotoran dan anyir yang merebak.

Sosok pria berdiri melayang di ketinggian dengan jubah ungu yang tertutup baju zirah emas. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi tapi tatapan sepasang matanya tampak nanar. Aliran bening mengalir menuruni pipi dan dagu, tidak jelas apakah itu air mata atau tetes hujan.

Xue Hualing terdiam, dia melihat sekeliling dengan bingung. Tempatnya berada hanya memiliki satu warna, itu adalah putih yang dingin sejauh mata memandang. Itu terlihat seperti gua yang di penuhi es dan salju. Dinding batu hitam hampir tidak lagi terlihat, hanya putih dan putih.

Dia mendongak, cahaya menyilaukan menyerang mata. Hualing mengangkat lengan, menghalau cahaya terang itu. Di antara jari-jarinya dia melihat biru yang tinggi.

Kening Hualing berkerut, bibirnya mengerucut. Hualing ingat dengan benar, dia adalah pelayan dewa tertinggi Xue Yuan Qing sang dewa perang di surga ke sembilan. Dia adalah satu-satunya pelayan yang di ijinkan mengikuti dewa tertinggi kemanapun dewanya pergi. Dia juga mengingat jika beberapa saat lalu dia masih menemani dewanya di ruang belajar. Jadi mengapa dia ada di tempat serba putih yang dingin ini sekarang?

Hualing berdiri kemudian menunduk, melihat kaki putih dengan jari bulat dan merah muda yang meringkuk beberapa saat dan berjalan menuju sekeliling dengan kakinya yang tanpa alas menginjak salju lembut.

Tempat ini sangat aneh, tidak ada energi abadi di udara. Lingkungan ini lebih seperti alam fana yang pernah dia kunjungi dengan dewanya

Hualing terus berjalan. Suara air yang mengalir deras terdengar jelas di telinganya. Dia mengikuti arah suara, air terjun rendah terlihat di depan. Air jernih mengaliri dinding beku putih. Kolam kecil tampak menampung derasnya air yang mengalir. Sebatang teratai putih beristirahat di tepi kolam dengan bermandikan sinar dari celah yang terbuka di atap gua.

Aroma harum menggelitik hidungnya. Hualing mendekat, jarinya yang ramping menyentuh kelopak lembut teratai. Membuat tetes air mengalir turun dari helai kelopak, memercik dan membentuk riak di sekitar daun yang tenang. Hualing mendekatkan hidung, mencoba menghirup aroma harum yang menyenangkan itu. Dia menutup mata, kemudian membuka setelah merasa cukup membaui.

Kedua belah bibir Hualing terbuka, menengok ke kanan dan kiri di sekitar kolam. Teratai putih itu telah menghilang.

Dia mengangkat tangan ketika merasakan sesuatu di dalam genggaman, itu adalah setangkai biji teratai.

Hualing tidak mengerti bagaimana setangkai bunga bisa hilang begitu saja, dan setangkai biji teratai muncul di tangannya. Namun dia enggan untuk memikirkannya jadi dia berjalan menjauh, mencari jalan keluar dari gua putih ini.

Bab 2

Lorong panjang berkelok-kelok seperti labirin tiada akhir. Jalan di depan bercabang dua, Hualing mengambil jalan kiri tanpa pertimbangan.

Lagi pula apa yang dapat dia pertimbangkan? Dia berada di alam fana dan tidak lagi memiliki energi abadi untuk menelusuri jalan.

Hualing berjalan lurus, hanya untuk menemukan jalan buntu. Dia menghela napas, situasi ini terjadi tidak hanya satu atau dua kali. Nampaknya dia sungguh tidak berbakat untuk berjudi, lihat saja! Semua jalan yang dia pilih tidak satu pun tepat, Hualing bahkan telah kehilangan hitungan tentang berapa kali dia telah berbalik karena jalan yang di pilihnya buntu.

Kembali ke jalan awal, kini dia memilih jalan kanan. Arah kali ini pasti tepat, karena salju putih dan es dingin sepanjang jalan yang dia lewati tidak sepadat sebelumnya. Dinding batu hitam terlihat di bawah es tipis dan setitik cahaya bersinar di ujung jalan.

Seolah mendapatkan kembali semangatnya, Hualing berjalan lebih cepat. Kaki telanjangnya menginjak kerikil tajam dan es tipis, tetapi sama sekali tidak terlihat perubahan ekspresi di wajahnya.

Mungkin hanya ada selusin langkah lagi sebelum dia keluar dari gua itu. Hualing menghentikan langkah ketika melewati sebuah batu besar yang menghalangi jalan gua, bukan karena dia lelah dan ingin beristirahat tetapi karena dia merasakan jari-jari dingin mengenggam pergelangan kakinya. Dia melihat ke bawah, itu adalah jari pucat dengan kulit berkeriput.

Hualing berusaha menarik kakinya, tetapi jari-jari keriput itu enggan melepas. Menghela napas berat, dia menggeleng dengan penuh ketidakberdayaan. Dia berjongkok, kemudian melongok pada sosok yang bersandar di balik batu. Itu adalah seorang pria tua dengan jenggot putih dengan luka di sekujur tubuh. Pakaiannya yang berwarna putih hampir sepenuhnya di lebur menjadi merah dengan beberapa bagian hangus.

“Tolong,” pria tua itu berkata dengan susah payah kemudian batuk keras beberapa kali. Suaranya terdengar serak namun lirih. Setiap kali batuk, setiap itu pula darah mewarnai lantai batu.

“Aku tidak dapat membantumu.” Hualing berbicara dengan lugas, mengabaikan pria tua yang entah mendengar perkataannya atau tidak.

Jari-jari yang melingkari pergelangan kakinya mengencang. Itu tidak menyakitkan hanya seperti gulungan sulur tanaman, namun Hualing tidak dapat melepaskan jari-jari itu

“Apakah kamu lapar, ingin biji teratai?” Hening menjawab pertanyaan yang terdengar tidak berhubungan itu. Setangkai biji teratai di sodorkan pada pria tua yang bahkan tidak dapat membuka mata.

Sosok itu terdiam dengan mata tertutup rapat dan jenggot putih ternoda merah.

Melihat kondisi pria tua ini, Hualing teringat dewanya. Dewanya adalah eksistensi paling menakjubkan yang pernah Hualing lihat. Dia adalah sosok luar biasa yang tiada banding.

Pernah suatu kali dewanya pulang dengan tubuh penuh luka. Saat itu dia sangat khawatir, dia bertanya beberapa hal tapi dewanya enggan menjawab. Dia menangis dengan keras hingga matanya sembab tapi dewanya masih enggan berbicara, dewanya hanya menggenggam tangannya dan kemudian semua luka menakutkan itu pulih.

Hualing teringat kejadian itu, saat itu dewanya yang menggenggam tangannya. Memikirkannya kembali, dia tidak bisa tidak berpikir jika dia memiliki kemampuan penyembuhan.

Jika saat itu adalah dewanya yang menggenggam tangannya, mungkinkah akan berhasil jika dia yang menggenggam?

Mungkinkah pria tua ini akan pulih jika dia menggenggam tangannya?

Dengan keyakinan coba-coba Hualing mengambil tangan pria tua itu, menggenggam dengan kedua tangan. “Aku tidak tahu apakah ini berhasil, tapi aku berharap kamu akan pulih seperti semula!”

Dia sama sekali melupakan kejadian dalam ingatannya ada di alam abadi, sementara saat ini dia berada di alam fana.

Cahaya emas berpendar dari tangan yang tergenggam, menyebar ke seluruh tubuh pria tua. Setiap luka akan berpendar emas kemudian pulih dengan kecepatan yang dapat di lihat dengan mata telanjang.

Hualing melihat dengan takjub kemudian mengangguk puas. Hal ini sungguh-sungguh berhasil.

Dia memerhatikan pria tua itu. Wajahnya tidak lagi sepucat sebelumnya, napasnya tidak lagi berat. Beberapa luka nampak telah pulih sepenuhnya tetapi beberapa dalam proses pemulihan.

Hualiang hendak berdiri, hanya untuk menemukan tangan keriput itu masih menggenggam pergelangan kakinya dengan erat. Dia menghela napas berat, tampaknya harus menunggu pria tua ini bangun sebelum dia dapat keluar.

Dia tidak tahu berapa lama dia duduk di lantai batu ini. Dia hanya tahu dia tertidur setelah menunggu selama dua jam tapi tangan pria tua itu tetap tidak melepaskannya. Hualing bermimpi, dia melihat dewanya. Tapi dewanya berlalu pergi tanpa melihat dia yang tertinggal, meski bagaimanapun dia berteriak, dewanya enggan menoleh.

Sementara matanya tertutup rapat, air mata mengalir menuruni pipi lembut.

Hualing membuka mata dengan napas memburu, bukit keringat mengalir dari keningnya meski udara di dalam gua begitu dingin. Dia menyentuh pipinya yang terasa basah.

Sebuah pikiran terlintas.

Bagaimana jika dewanya terluka dan dia tidak ada di samping. Siapa yang akan menyembuhkan dewanya? Akankah dewanya kesakitan?

Hualing sangat sedih, dadanya terasa sesak. Dia mencengkeram erat pakaiannya, berharap itu dapat sedikit meredakan rasa tidak nyaman yang dia rasakan. Hualing tahu dia harus segera pergi, dia harus menemukan dewanya.

Tapi kemana dia harus mencari dewanya?

Sang dewa ada di langit ke sembilan, sedangkan dia tampaknya berada di alam fana.

Hualing merasa matanya memanas, setetes air mata jatuh di atas tangannya yang menggenggam tangkai teratai. Dia menunduk, menunjukkan bahu ringkih yang naik turun bersama suara isakan lirih.

Ketika Cao Ping terbangun dia disuguhi isakan lembut seorang wanita sesaat setelah dia membuka matanya, dia merasa ketakutan setengah mati. Di sampingnya terdapat seorang gadis yang mungkin baru berusia lima belas tahun. Gadis itu terisak dengan air mata menetes satu demi satu, membasahi punggung tangan. Sementara satu tangannya menggenggam pergelangan kaki gadis itu. Cao Ping segera melepaskan genggaman seolah tangannya telah menggenggam bara api.

Dia sungguh ketakutan dengan pikiran buruk yang menyeruak. Mungkinkah setelah melewati kesengsaraan surgawi untuk mencapai ranah memecah kekosongan dia mengalami penyimpanan Qi?

Mungkinkah dia telah berbuat tidak adil pada gadis kecil ini?

Wajah Cao Ping berubah menjadi pucat, kemudian berubah hijau kemudian hitam. Seolah semua warna bermekaran di wajah tuanya.

Jadi setelah mengumpulkan seribu keberanian, Cao Ping bertanya dengan ragu, jantungnya bertalu.

“Nona kecil,”

Hualing mendongak ketika mendengar suara serak itu, menunjukkan wajahnya yang bagai buah pir setelah hujan. Isakan yang tertahan sesekali lolos. Kedua pipinya memerah dengan air mata membasahi.

Jantung Cao Ping berdetak semakin kencang melihat wajah penuh air mata itu.

"Kamu sudah bangun?" Hualing bertanya sembari menarik isakan.

Mendengar pertanyaan Hualing, seketika Cao Ping merasa terbebas. Tidak ada permusuhan dalam tatapan gadis itu. Jadi seharusnya apa yang dia takutkan tidak benar.

Ping menghela napas lega, tubuhnya terasa ringan seolah tanpa beban.

“Apakah kamu yang menolong orang tua ini?” tanyanya ketika Cao Ping tidak menemukan luka berarti di tubuhnya. Hanya ada bekas darah dan noda hitam di pakaian dan sedikit nyeri.

Cao Ping melihat gadis itu mengangguk kemudian menarik kaki yang telah dia lepaskan. Menekuk di depan dada kemudian memeluknya erat. Setangkai biji teratai menarik perhatiannya. Dari energi spiritual yang terasa, itu seharusnya adalah biji teratai es. Namun bukan teratai es biasa, melainkan teratai es fana yang telah di pelihara langit dan bumi. Itu adalah tonik yang sangat berharga.

Bab 3

Teratai es fana.

Bunganya dapat mensolidkan budidaya; bijinya dapat menjadi tonik yang mampu menyelamatkan jiwa dan akarnya dapat di tempa menjadi tubuh tiruan. Ini adalah harta alami yang akan di perebutkan setiap pembudidaya.

Tidak hanya pembudidaya benar, namun juga pembudidaya iblis.

Cao Ping hanya dapat menghela napas untuk keberuntungan gadis kecil ini.

Cao Ping melihat pada gadis muda yang kini sesegukan. Kedua matanya merah dengan pipi bulat kemerahan dan bibir mengerucut, mengingatkan Cao Ping pada kelinci putih.

Hatinya melunak.

Gadis muda ini, Cao Ping tidak dapat mendeteksi energi spiritual darinya. Seharusnya gadis ini masih seorang fana, jadi satu-satunya alasan lukanya pulih seharusnya karena gadis itu memberinya biji teratai es.

'Sungguh gadis yang baik hati.' pikirnya.

Mendengar pertanyaan Cao Ping, Hualing mengangguk sekali kemudian kembali terdiam, dia masih memikirkan dewanya.

“Nama pria tua ini adalah Cao Ping, tuan puncak kedua dari sekte Awan melonjak.”

Wajah Hualing masih tampak tidak bahagia. Dia hanya mengangguk singkat, pertanda dia mendengarkan. Hal ini membuat Cao Ping cukup terkejut, pasalnya tidak ada yang tidak mengenal sekte Awan melonjak dari daratan tengah.

Benua Qing Long ini di bagi menjadi tiga daratan utama. Daratan utara, daratan selatan dan daratan tengah. Diantara ketiga daratan utama terdapat berbagai sekte budidaya, baik besar maupun kecil. Di antara semua sekte, sekte Awan melonjak di setujui sebagai sekte terbesar dan berpengaruh di benua ini.

Setiap keluarga akan bangga jika salah satu keturunan mereka mampu menjadi murid sekte, bahkan jika itu hanya murid luar yang tidak relevan.

Tapi gadis muda ini tetap acuh meskipun Cao Ping mengatakan dia merupakan salah satu tetua sekte besar ini, yang sungguh membuatnya takjub.

Cao Ping : “Terimakasih telah menolong pria tua ini. Jika kamu memiliki beberapa kesulitan, orang tua ini akan membantu jika dia bisa.”

Xue Hualing seketika menegakkan punggung, matanya yang lebar berbinar penuh sukacita, “dapatkah kamu membawaku ke langit ke sembilan? Dewaku akan sangat khawatir jika aku tidak juga kembali!”

Ternyata dia yang berhasil di buat takjub oleh gadis muda ini.

Cao Ping terdiam, tidak dapat menanggung betapa antusiasnya gadis muda ini. Dan melihat binar bak bintang di mata Hualing, entah mengapa dia merasa sedikit bersalah.

Dia melihat Hualing yang duduk bersila menghadapnya, gadis muda ini tidak dapat di katakan sebagai kecantikan yang menghancurkan negara. Tapi penampilannya juga bukan sesuatu yang mudah di lupakan. Begitu pula apa yang dia katakan. Cao Ping merasa sangat tua, tidak pernah setua ini dalam ratusan tahun hidupnya.

Tampaknya setelah ini dia harus pergi ke puncak ketiga untuk mencari perawatan, dia merasa telinganya sedikit bermasalah.

“Langit kesembilan?” Cao Ping mengulangi poin yang tidak dia mengerti.

Xue Hualing mengangguk cepat.

“Kamu dari langit kesembilan?” Cao Ping melihat kembali gadis muda itu. Dia tidak dapat merasakan energi spiritual maupun aura abadi darinya.

Apakah aku di tolong oleh gadis gila?

Xue Hualing kembali mengangguk, “aku adalah pelayan dewa perang Xue Yuan Qing, Xue Hualing!” dia memperkenalkan dirinya dengan bangga. Meski dia hanya pelayan tapi tuannya adalah dewa perang yang disegani di tiga alam dan enam lautan.

‘Tampaknya aku sungguh di selamatkan oleh gadis gila.’ Pikir Cao Ping.

“Nona kecil, tidakkah kamu tahu bahwa surga kesembilan telah runtuh sepuluh ribu tahun yang lalu?” Cao Ping berkata dengan hati-hati. Tidak ingin penolongnya ini tiba-tiba histeris. Tapi kekhawatirannya tampak tidak berguna, Hauling yang dia pikir akan histeris terlihat terdiam. Sangat diam hingga cukup aneh.

Mata gadis itu melebar, wajahnya menunjukkan raut terkejut yang kentara.

Hualing merasa dunianya sunyi begitu suara Cao Ping jatuh. Kalimat itu berputar berulang kali di dalam otaknya. Dia mengerti setiap kata yang di ucapkan pria tua ini, tapi begitu di satukan menjadi kalimat, dia tidak dapat mengerti. Otaknya tiba-tiba kosong, tidak dapat mencerna kalimat itu.

Surga kesembilan telah runtuh katanya?

Lalu bagaimana dengan dewanya?

Bagaimana surga kesembilan dapat runtuh sementara dewanya yang perkasa ada di sana?

“Runtuh? Bagaimana dapat runtuh?” Hualing bertanya dengan suara tercekat.

“Sepuluh ribu tahun yang lalu terdapat perang besar antara ras iblis dan para dewa, surga kesembilan yang suci berubah menjadi medan perang. Hal itu diakibatkan karena perebutan Lonceng pemecahan takdir oleh ras iblis. Dewa tertinggi Xue Yuan Qing menggunakan seluruh energi abadinya untuk mengakhiri perang, mengusir ras iblis kembali ke tanah kematian dan menyegel kaisar iblis. Para dewa gugur, surga kesembilan runtuh karena kekurangan aura abadi.”

Cerita runtuhnya surga kesembilan, sepuluh ribu tahun yang lalu telah diketahui baik oleh fana atau pembudidaya. Dari dongeng di kedai teh hingga buku-buku di perpustakaan. Semua hal yang dia katakan telah tercatat. Tetapi melihat raut wajah gadis muda ini, dia tidak bisa tidak berpikir kembali, mungkinkah yang dikatakan gadis ini benar?

Mungkinkah gadis muda ini adalah salah satu abadi yang selamat dari bencana itu?

“Itu tidak mungkin! Dewaku sangat kuat. Tidak mungkin dewaku-“ Hualing berbicara dengan suara tercekat. Dia tidak dapat melanjutkan kata tabu itu.

Dewanya sangat hebat, tidak mungkin para iblis dapat menekannya hingga sejauh itu. Tapi keberadaannya di alam fana memukul mundur keyakinan itu.

Seolah dia mendengar sesuatu yang hancur, dadanya kembali terasa sesak seolah jantungnya di cengkeraman erat dan matanya memanas. Tampaknya semua hal yang menyangkut dewanya dapat membuat Hualing emosional.

Air mata menetes satu demi satu, berubah menjadi isakan kemudian raungan. Berusaha melepaskan semua beban berat di dada. Udara dingin di dalam gua semakin terasa dingin.

Cao Ping merasa bersalah. Awalnya dia takut gadis muda ini akan histeris dan membuat keributan, tapi begitu mendengarnya menangis keras seperti itu, hatinya luluh. Dia mendengarkan, tidak berusaha menyela; tidak menghibur.

Dia tidak tahu bagaimana menghibur seorang gadis yang menangis!

Hanya setelah satu batang dupa Hualing menghentikan tangisannya. Dia masih sesegukan dengan hidung memerah dan wajah penuh air mata. Meski seperti itu wajahnya masih menyenangkan untuk dilihat, seperti bunga yang indah setelah di guyur hujan. Tetes air mata membuatnya semakin menawan, membuat Cao Ping merasa iri dengan anak muda.

“Apakah semua yang kamu katakan benar?” tanya Hualing di antara sesegukan.

Cao Ping : “Kamu dapat menemukannya di buku-buku atau mendengarnya dari dongeng di kedai teh.”

Hualing kembali terdiam kemudian berdiri. Dia harus memastikan perkataan pria tua itu. Dia harus keluar dari gua ini dan mencari tahu.

Cao Ping : “Tunggu nona kecil! Orang tua ini berhutang karma kepadamu dan tidak dapat memenuhi permintaanmu. Jadi maukah kamu mengikuti pria tua ini kembali ke sekte awan melonjak dan menjadi murid orang tua ini?”

Hualing tidak menghentikan langkah atau menoleh sekalipun, seolah dia tidak mendengar perkataan Cao Ping.

“Orang tua ini akan mengajarkan semua yang orang tua ini tahu. Dan kamu dapat pergi kemanapun untuk mencari berita tentang surga kesembilan.” Cao Ping berjalan cepat dan berkata dengan cepat pula. Jika benar gadis kecil ini adalah abadi yang jatuh, maka membudidayakannya dengan baik tidak akan merugikan.

Kali ini meski dia berhasil menembus tahap memecah kekosongan, dia akan mati karena petir surgawi jika bukan karena gadis muda ini. Karma yang dia tanggung kali ini begitu besar.

Langkah Hualing seketika terhenti, dia menoleh pada pria tua yang ada di sebelahnya, “sungguh?”

Cao Ping : “Tentu saja. Meskipun dunia fana tidak memiliki energi abadi, namun memiliki energi spiritual. Jika berkultivasi dengan rajin, kamu dapat pergi kemanapun tanpa kekhawatiran.”

Lima puluh tahun kemudian.

Sekte awan melonjak adalah sekte terbesar di seluruh benua Qing Long. Terletak di daratan tengah, gunung Mu Xing.

Jika di lihat dari kota Luo di kaki gunung, gunung Mu Xing akan tampak seperti puncak Kun lun dalam legenda. Terdiri dari lima puncak yang di dominasi warna hijau dan tertutup kabut putih tebal sepanjang tahun, menambah kesan abadi.

Plakat spiritual bertuliskan Sekte Awan Melonjak mengambang di ketinggian dengan cahaya emas.

Hari ini adalah puncak pemilihan murid yang di lakukan setiap sepuluh tahun sekali. Seleksi murid di lakukan pada awal musim semi ketika bunga bermekaran dan burung berkicau.

Peserta seleksi akan mendaki tiga ribu anak tangga menuju puncak gunung dalam waktu dua hari, jika melewati waktu ini maka akan di anggap gagal.

Sesuatu yang istimewa dari ujian yang nampak sederhana ini adalah formasi yang terdapat pada anak tangga yang berfungsi untuk menguji ketekunan dan keteguhan hati. Setiap kandidat akan memasuki formasi yang berbeda dengan cobaan yang berbeda. Jika telah memulai jalan kultivasi, seseorang harus melewati iblis hati untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Dan formasi ini dapat menggali sisi terdalam seseorang yang terjebak, target harus dapat mengalahkan ketakutan di hatinya masing-masing.

Seorang gadis muda yang tidak lebih dari tiga belas tahun berjalan tertatih mendaki satu demi satu anak tangga. kakinya gemetar dan langkahnya goyah, namun semangat tidak juga surut. Sampai di puncak anak tangga, dia segera jatuh tertelungkup dengan satu tangan menggenggam tanah. Dia mengerang tampak kesakitan dengan kepala yang dicengkeram erat, membuat rambut hitam yang di tata rapi kini tampak berantakan.

Rasa sakit itu hanya sesaat, tetapi seolah telah berlalu selama seratus tahun. Dan ketika rasa tidak nyaman itu mereda, dia menurunkan tangan dari rambutnya. Sebuah senyum berkembang di bibirnya.

Dia Chen Qinyang, telah bertransmisi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!