NovelToon NovelToon

Cinta Yang Tak Ku Rindukan

Part 1 (364 Hari yang Tak Berarti)

"Mas!" seru Calina mencoba mengejar langkah cepat suaminya yang meninggalkan ruang tengah.

Pria bernama Zio Alfaro itu tak memperdulikan panggilan istrinya. Ia langsung masuk ke dalam mobil begitu sampai di garasi rumahnya.

Membiarkan istrinya yang akhirnya hanya bisa berdiri terpaku di pintu menuju garasi.

📞 "Pagi, Sayang!"

📞 "Pagi, Mas! kamu belum berangkat ke kantor?"

📞 "Ini aku sudah di mobil!"

📞 "Jemput aku, ya? aku males bawa motor ini!

📞 "Ya, Sayang!"

📞 "Ok! see you, Darling!"

📞 "See you too, Honey!"

Zio mengakhiri panggilan di ponselnya dengan seulas senyuman tipis, sembari melempar ponsel ke jok di sampingnya. Dan kemudian memundurkan mobilnya, untuk meninggalkan rumah dua lantai yang ia tempati bersama sang istri, Calina Agasta.

Calina yang masih berdiri di ambang pintu, tentu dapat melihat senyuman itu dengan jelas dari kaca mobil bagian depan.

Saat mobil itu berjalan mundur, jelas terlihat jika sang pengemudi tak meliriknya sama sekali. Yang artinya ia bukanlah sesuatu yang berharga untuk sekedar di lirik saja.

Dengan menelan kekecewaan yang sudah setahun ini ia rasakan, Calina kembali masuk ke dalam rumah. Duduk di meja makan seorang diri, menatap nanar pada masakan yang sudah ia siapkan sejak subuh.

Untuk yang ke 364 kalinya ia sarapan seorang diri dalam kurun waktu menjelang 1 tahun pernikahan. Bukan hanya sarapan, tapi juga di waktu makan lainnya.

Menyedihkan 😪

Kembali mengambil nasi dan lauk pauk yang sebenarnya sudah ia selipkan do'a, agar sang suami bersedia untuk memakannya. Namun apalah daya, 364 kali ia memasak untuk sarapan, 364 kali juga masakannya tak mendapat respon baik dari suaminya.

Jangankan disentuh, dilirik pun tidak.

"Selamat makan..." lirihnya menatap kursi kosong yang tak pernah ada siapapun duduk bersamanya untuk menikmati hasil masakannya.

Selesai berkemas, Calina segera berangkat menuju tempatnya bekerja. Mengendarai motor matic yang ia miliki sejak belum menikah. Motor matic yang menemani hari - harinya sebagai perawan bersuami.

Ya! perawan bersuami. Karena sampai sampai detik ini, ia masih perawan.

Cincin pernikahan melingkar di jari manis, tapi tak ada perlakuan ataupun kewajiban khusus yang harus ia kerjakan sebagai seorang istri.

Hari - hari ia lalui bagai sebuah radio, dibiarkan bicara tanpa ada yang mendengar. Membersihkan rumah tanpa ada yang memujinya. Memasak tanpa ada yang memakan selain dirinya sendiri.

Memasuki sebuah gedung perusahaan besar, Calina sudah mengganti celana hitamnya dengan rok selutut dan membalut kakinya dengan sepatu kerja berwarna hitam. Sebagai seragam kerja yang wajib ia pakai. Rambut pun sudah ia sanggul dengan rapi dan cantik.

"Pagi, Mereen!" menyapa teman satu posisinya di kantor.

"Hai! pagi, Calina!" balas Mereen yang juga baru datang.

Mereka duduk di balik meja resepsionis. Berdua sepanjang hari, bekerja untuk meraup rezeki.

"Ini untuk mu!" Calina menyerahkan satu lunch box untuk Mereen, dan satu lagi ia simpan untuk dirinya sendiri.

"Wah! hampir setiap hari aku makan siang buatan mu!"

Calina hanya tersenyum kecut. Dari pada masakannya di buang, mending di bawa bekerja untuk makan siang bersama sahabatnya, bukan?

"Tak mau makan lagi?"

"Iya!" jawab Calina cuek. Menyembunyikan kecewa yang sudah sepenuh dada.

"Kenapa sih kamu masih bertahan?"

Menghela nafas setelah menyalakan komputernya, "Spesial untuk satu tahun pernikahan ku besok, aku akan menjawab pertanyaan mu!" ucap Calina. "Aku pernah berjanji pada mendiang ayah, bahwa pernikahan ku ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhir! Aku akan menjadikan pria yang ia pilihkan sebagai imam ku satu - satunya dan selamanya!"

"Meskipun menyakitkan?"

Calina setengah menunduk, membuang muka dari sahabatnya sejak pertama menjejakkan kaki di perusahaan itu, 4 tahun silam.

"Ya, mau bagaimana lagi..."

"Calina..Calina.. padahal suami mu punya istri lain di luar sana, tapi hati mu masih sebesar itu mau menerima dan masih saja berjuang untuk mendapatkan cintanya!" ucap Mereen setengah kesal. "Padahal dari awal aku yakin, pria seperti Zio tak akan semudah itu dapat diluluhkan! dan kamu tidak pernah peduli dengan peringatan ku setahun lalu!"

"Itu karena dia pria yang setia! hanya mencintai satu wanita di dalam hidupnya!"

"Dan sayangnya itu bukan istri sahnya!"

"Naura juga istri sahnya, Mereen!" sahut Calina. "Bahkan istri pertama!"

"Hanya sah secara agama! dan itupun tanpa sepengetahuan keluarga kalian! tidak ada harganya!" jawab Mereen tegas dan jelas.

"Tetap saja mereka sah melakukan apa saja!"

"Dan kamu adalah satu - satunya istri sah secara agama dan negara di dunia, yang masih perawan ting - ting sampai satu tahun pernikahan! Menyedihkan!"

Calina kembali tersenyum miris. Olokan itu sudah biasa ia dengar dari sahabatnya yang tukang nyerocos itu. Tapi tak pernah ia ambil hati. Karena memang benar. Dan maksud sahabatnya adalah ingin ia lepas dari derita pernikahan ini.

***

Di waktu yang sama, pria bernama Zio itu baru saja melepas hasrat bersama istri pertamanya. Istri yang ia nikahi secara agama tanpa sepengetahuan keluarganya. Istri yang ia nikahi sebelum menikah dengan Calina.

"Kaan, aku jadi harus mandi lagi..." keluh manja wanita anggun, cantik, berambut hitam legam dan lurus bernama Naura Azalea.

"Kamu sangat menggairahkan pagi ini, Sayang!" ucap Zio yang masih berdiri sembari membersihkan sisa - sisa pelepasan menggunakan tisu.

"Sesekali lah, kamu lakukan juga dengan Calina. Biar adil!"

"Dia sama sekali tidak membuatku bergairah, Sayang!" jawab Zio dengan entengnya. "Cuma kamu yang bisa bikin adikku ini berdiri!"

"Kamu benar - benar keterlaluan, Sayang!"

"Padahal aku tidak rela membagi juniorku dengan wanita lain. Tapi kamu justru memaksaku untuk berbagi!"

"Kalau pada wanita lain tentu aku tidak mau! tapi kalau pada Calina, aku tidak masalah! kan dia istri kamu!"

"Tetap saja aku tidak ingin menodai cinta kita, Sayang!" jawab Zio. "Ayo mandi bersama!" Zio mengangkat tubuh ramping Naura di depan. Dan membawanya ke kamar mandi yang ada di kamar itu.

Kembali rapi setelah berbagi sabun dan air untuk mandi bersama, kini Zio dan Naura sudah keluar dari rumah dua lantai yang di beli Zio untuk Naura tinggal sejak mereka menikah hampir dua tahun yang lalu.

"Calina berangkat sendiri?"

"Ya iyalah! memangnya dengan siapa?"

"Sesekali kamu antar dong, Mas!"

"Nggak ah! lebih baik aku antar kamu!"

"Dasar!"

Mobil yang di bawa Zio memasuki sebuah gedung menjulang. Bersama Naura di sampingnya. Turun berdua, namun tak ada yang tau jika mereka adalah suami istri. Karena di perusahaan itu tak boleh ada yang menikah dalam satu gedung.

"Thanks tumpangannya ya, Pak Zio!" ucap Naura saat seorang pria keluar juga dari mobil di sebelah mobil Zio.

"Sama - sama, Naura!" jawab Zio mengangguk.

"Selamat pagi, Pak Beni!" sapa Naura pada pria yang keluar dari mobil.

"Pagi..." balas Beni. "Pagi, Pak Zio!" sapa Beni pada Zio.

"Pagi juga, Pak Beni!" balas Zio.

Mereka memasuki gedung perusahaan bersama - sama. Dengan Naura yang berjalan beberapa langkah di belakang mereka.

"Apa istri anda tidak cemburu, anda memberi tumpangan pada seorang perempuan?"

"Kami tetangga! mana mungkin istri saya cemburu! malah dia yang meminta saya untuk memberi tumpangan pada Naura! soalnya motor Naura mogok!"

"Oh..." Beni mengangguk paham.

Zio memasuki ruang bertuliskan General Manager, dimana dirinya berposisi di perusahaan itu.

Sedangkan Beni, pria berusia 30 tahun itu berposisi sebagai manager keuangan.

Sedangkan Naura sendiri, memasuki lantai yang sama dengan mereka. Dimana ia berada di divisi pemasaran.

"Naura! Jam 10 nanti bawa laporan hari kemarin ke ruangan saya, ya!" ucap Zio pada Naura yang baru saja duduk di kursinya.

"Siap, Pak!" jawab Naura mengangguk hormat.

Di kantor, mereka akan bertingkah layaknya atasan dan bawahan. Memerintah dan menjalankan perintah sesuai aturan perusahaan.

***

Waktu terus berlalu, jam yang diminta Zio telah tiba. Setelah menyiapkan laporan yang di minta Zio, maka Naura segera membawanya ke ruangan dimana Zio berada.

Tok tok tok!

"Masuk!" suara Zio terdengar lantang dari dalam.

Naura masuk dengan membawa berkas yang di minta Zio dan kembali menutup pintu.

"Ini, Mas!" ucap Naura meletakkan berkas di atas meja Zio.

"Sayaang..." ucap Zio bangkit dari kursinya. Berjalan mendekati Naura. Meraih pinggang ramping itu untuk kemudian ia dekap hingga tak ada jarak.

"Mas, kalau ada yang masuk, bahaya!"

"Semua yang masuk ke sini pasti mengetuk pintu dahulu!" jawab Zio sembari mengendus - endus leher jenjang Naura.

"Kecuali Pak Kenzo!"

"Ya iyalah! kalau Pak Kenzo kan CEO sekaligus putra mahkota perusahaan ini!" jawab Zio. "Tapi kan hari ini beliau tidak datang!" Zio menjulurkan lidahnya, seolah mengejek pernyataan Naura.

"Oh, ya?"

"Iyaa..." jawab Zio santai.

"Kenapa?"

"Karena beliau sedang berlibur ke luar negeri!"

"Em... Sayaang.. aku juga mau di bawa berlibur!"

"Em... kapan - kapan kita cuti bersama!" jawab Zio. "Sepertinya kita memang harus berbulan madu, Sayang!"

"Ajak Calina, ya?"

Ekspresi Zio seketika berubah. Mendengar berlibur membawa nama itu saja rasanya sudah membosankan. Apalagi membawa orangnya.

"No! kita pergi berdua!"

"Sayaang...."

"Aku tidak suka di bantah!" tegas Zio justru menghujani wajah cantik Naura dengan ciuman bertubi - tubi.

Tanpa pernah berfikir atau sekedar mengingat, ada hati yang terluka. Ada cinta tulus yang tak terbalas. Ada jantung yang denyutnya tak di hargai. Ada pengorbanan yang tak pernah terlihat.

"Aku pun ingin di cintai sama seperti Naura, Mas!"

Kalimat yang sering di ucapkan Calina di hadapan cermin. Cermin meja rias yang selalu menjadi temannya bercerita.

...🪴 Happy reading 🪴...

Hai..hai..haiii...

Sebenarnya Author tidak berencana untuk menulis Novel lagi. Karena mood untuk menulis kadang bagus, kadang buruk.

But, berhenti menulis rasanya berat juga...

Jadi Othor ingin menulis Novel dengan nuansa berbeda. Dimana ide cerita bermula muncul saat melihat link lomba menulis dengan tema Air Mata Pernikahan.

Tentu kita semua tidak pernah ingin merasakan hal itu. Termasuk Othor. Dan cerita dalam novel ini hanyalah fiktif belaka. Othor cuma ngarang, untuk mendapatkan receh tambahan.

Terima kasih, semoga suka dengan jalan ceritanya.

Salam hangat,

Lovallena ❤️

Part 2 ( POV Calina Agasta 1 )

Namaku Calina Agasta, 26 tahun usiaku. Tepatnya satu bulan sebelum anniversary pernikahanku. Lahir di sebuah kota kecil, merantau sejak lulus kuliah empat tahun lalu. Dan sejak empat tahun lalu itu, aku bekerja di salah satu perusahaan besar sebagai resepsionis. Dan sampai detik ini pun, aku masih menjadi resepsionis.

Sahabat terbaik ku di tanah rantau, tak lain dan tak bukan adalah teman satu profesi, Mereen Maulidya namanya. Usia kami sama, hanya saja dia lebih senior 6 bulan dariku.

Satu tahun lalu aku menikah dengan seorang pria yang dipilihkan oleh Papa ku. Lebih tepatnya anak sahabat Papa semasa mereka kuliah.

Takdir baik, karena pria yang di jodohkan dengan ku ternyata merantau di kota yang sama dengan ku. Bahkan kantor kami berada dalam satu kecamatan yang sama.

Saat mendengar namanya di sebut Papa pertama kali, aku yakin pria itu akan menjadi imam yang baik.

Zio Alfaro, nama yang tidak kampungan dan juga terdengar tidak urakan. Sangat cocok untuk menjadi nama calon imam ku, bukan?

Papa juga bercerita, kalau Mas Zio seorang General Manager. Sudah memiliki rumah sendiri di kota. Sangat mengagumkan bukan? di usia yang belum genap 30 tahun sudah memiliki jabatan yang tinggi di perusahaan besar.

Tapi bukan itu yang menjadi alasan utama aku bersedia di jodohkan. Melainkan melihat kedua orang tua ku yang bahagia saat menjodohkan ku dengan Mas Zio.

Apalagi Mama mertua ku kala itu sakit - sakitan, dan ingin segera melihat putra semata wayangnya menikah dengan ku.

Hari - hari berikutnya, aku di tunjukkan foto pria yg bernama Zio itu. Dia tampan dan terlihat sangat pintar. Gaya rambutnya pun sangat sopan. Hitam lurus dan tertata rapi.

"Om harap, kamu bersedia menjadi menantu Om, Calina..." ucap Om Raihan, pria paruh baya yang kini menjadi Papa mertua ku. "Om ingin persahabatan Om dan Papa mu tidak akan pernah terputus!" lanjutnya lebih dari setahun lalu.

"Iya, Om!" jawabku. "Calina bersedia, asal Mas Zio juga bersedia menikahi Calina dan bersikap baik pada Calina."

"Zio sama sekali tidak menolak perjodohan ini, Calina. Dia juga anak yang menurut. Dia juga bilang... kamu cantik!" ucap Papa mertuaku tersenyum senang.

Hatiku yang mendengarnya pun seketika berbunga - bunga. Wajah merah merona, dan bibir ini tak sanggup menahan senyuman. Akupun akhirnya menunduk, guna menyamarkan rasa malu - malu yang kurasakan saat itu.

Jika dilihat secara fisik, sebenar nya kulitku tidak putih. Kulitku sawo matang, rambutku hitam panjang di bawah bahu. Sedikit bergelombang di bagian ujungnya. Wajah ku oriental, tinggi hidung ku hanya standar.

Menurutku aku memang cantik untuk gadis yang tinggal di kampung. Tapi jika di kota, memang wajahku tak sebanding. Tidak se-glowing anak muda jaman sekarang.

Untuk itulah, selama tiga tahun aku merantau, tak satu pria pun yang mendekati ku dengan tulus. Aku pun tak pernah menjalin hubungan asmara dengan pria manapun selama di kota ini.

Tapi aku tetap bersyukur, karena cantik dan manis ku adalah natural, alamu ciptaan Tuhan. Rambutku pun asli bukan permakan salon.

Hehehe 😉

Hari pernikahan itu tiba. Aku mengambil cuti satu minggu dari kantor. Aku sengaja mengambil satu hari lebih cepat, agar bisa pulang ke kampung lebih cepat.

Kami tak pernah bertemu secara langsung sebelumnya. Pernikahan kami pun di gelar tanpa pertunangan. Karena Mas Zio tidak ingin berlama - lama berurusan dengan perjodohan. Sehingga hari pernikahan ini, akan menjadi momen perdana pertemuan kami.

Aku tak mau di make up tebal, agar suami ku nanti dapat melihat diriku yang apa adanya. Bukan cantik karena make up.

Pernikahan di gelar di sebuah gedung yang di sewa oleh Papa mertua ku. Kebetulan beliau adalah orang yang cukup kaya dan salah satu pejabat di kota kecil kami.

Aku duduk di salah satu ruangan yang sudah di sekat. Khusus untuk aku bisa menunggu proses ijab qabul. Dari sekat bercelah - celah kecil, samar - samar aku bisa melihat betapa tampan calon suamiku.

Sampai telinga ku dan Mama mendengar satu kata sakral yang membuatku meneteskan air mata.

"SAH!"

"Selamat ya, nduk..." ucap Mama sembari mencium pipi ku.

"Terima kasih, Ma!" ucapku mengusap air mata.

"Ingat ya, nduk.. kamu harus menjadi istri yang taat dan menurut dengan suami. Jangan di bantah, dan jangan buat marah. Kalian harus saling setia, terus bersama sampai tua!"

"Iya, Ma... Calina tau."

Kupeluk Mama ku dengan erat. Mulai detik itu, aku sudah menjadi hak milik seorang pria. Pira 28 tahun yang baru saja mengambil ku secara sah dari kedua orang tua ku.

Aku memang tidak terlalu agamis, tapi sedikit banyak aku paham hukum agama ku. Meskipun aku bukan wanita berhijab.

Pembawa acara meminta ku untuk keluar dari persembunyian. Aku keluar dengan di dampingi Mama ku.

Aku sedikit menunduk, saat secara tidak sengaja aku melihat wajah suami ku. Betapa tampan dia dilihat secara langsung. Berlipat tampan dari beberapa lembar foto yang pernah ku lihat.

Namun sayang, sepasang mata pria tampan itu sama sekali tak melihat ke arah ku yang sedang berjalan ke arahnya.

Kenapa? Apa aku tidak terlihat cantik di hari pernikahan?

Aku pun tak tau. Ia terlihat begitu tampan namun sangat dingin. Dalam benakku, mungkin ia masih canggung dengan ku.

Aku duduk di sampingnya untuk menanda tangani beberapa berkas pernikahan kami. Setelah itu kami diminta untuk saling berhadapan. Saling menatap untuk mengenali wajah satu sama lain.

Saat itulah, aku dapat melihat dia tersenyum padaku. Aku pun tersipu malu. Kemudian saat ia mengangkat tangannya, maka segera ku raih dan kucium dengan lembut. Sebagai tanda hormat seorang istri pada suaminya.

Tak ku sangka, ia membalas ciuman tanganku, dengan sebuah kecupan di keningku.

Seketika tubuhku menegang. Kali pertama ada seorang pria yang mencium keningku. Namun aku sangat bangga, karena pria pertama yang mencium keningku adalah suami ku. Bukan pacar ku.

Setelah prosesi itu berakhir, kami beristirahat sebentar. Sebelum kemudian akan mulai berdatangan tamu di jam 11 nanti. Karena gedung disewa selama lima jam saja.

Aku duduk di salah satu kursi bersama Mas Zio setelah berganti baju pesta. Tak ada yang kami obrolkan. Kami hanya sama - sama diam untuk menunggu jam 11. Dimana waktu berkunjung tamu hanya dari jam 11 sampai jam 1 siang saja.

Sampai akhirnya suara ponsel Mas Zio berbunyi. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Setelah melihat layar, tiba - tiba ia berdiri.

"Aku angkat telpon dulu!" ucapnya datar untuk kemudian beranjak pergi dari hadapanku.

Entah sepenting dan seprivate apa panggilan itu. sampai - sampai harus menjauh dariku. Saat pikiran ki di penuhi pertanyaan yang tak kutemukan jawabannya, Mereen datang yang ku jadikan Bridesmaids mendekatiku.

"Siapa yang meneleponnya?"

Aku hanya mengangkat kedua bahuku sebagai jawaban tidak tau.

Mereen menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan. Dari awal aku mengenalkan nama Mas Zio padanya, Mereen terlihat tak menyetujui pernikahanku. Entahlah kenapa, ia bilang Mas Zio tak sebaik yang terlihat.

Dan aku mulai merasakan satu jam setelah akad nikah kala itu.

...🪴 Happy Reading 🪴...

Part 3 ( POV Calina Agasta 2 )

Setelah resepsi pernikahan berakhir dan segala riasan sudah di lepas dan kami kembali berpakaian normal, kami pulang ke rumah orang tua Mas Zio.

Waktu itu bukan kali pertama aku menginjakkan kaki di rumah orang tua Mas Zio. Karena Papa ku dan Mertua ku bersahabat erat, sehingga aku pernah beberapa kali di ajak Papa dan Mama ke rumah itu.

Hanya saja aku tidak pernah bertemu secara langsung dengan Mas Zio, suamiku.

Aku pernah mendengar, jika sebenarnya kedua mertua ku memiliki dua anak. Mas Zio adalah anak pertama. Anak keduanya bernama Zhika Alexa. Gadis yang saat itu berusia 20 tahun yang saat aku memasuki rumah itu, belum ku tanyakan kembali keberadaannya. Ia tak nampak di hari pernikahan kami.

Mungkin dia kuliah di luar negeri? Entahlah... Pikiranku saat itu hanya bagaimana aku harus bersikap di rumah mertuaku. Meskipun kini aku sudah tau, dimana Zhika berada.

"Ajak istrimu ke kamar mu, Zio!" ucap Mama mertuaku yang bernama Reni.

"Ya, Ma!" jawab Mas Zio ramah. "Ayo..." ucap Mas Zio lembut padaku.

Saat itu aku merasa Mas Zio memiliki pribadi yang baik dengan keluarganya. Sekilas dengan ku terlihat juga sangat baik dan ramah.

"Masuklah, aku ada urusan sebentar!" ucap Mas Zio datar bahkan setengah ketus padaku, saat kami sampai di depan salah satu pintu kamar di lantai 2.

"Iya, Mas!" jawab ku ramah. Tanpa peduli dengan nada bicaranya yang ku kira karena kelelahan.

Ku lihat, Mas Zio berbalik dan meninggalkan aku sendirian di depan pintu tanpa sepatah kata lagi. Ku tatap punggung tegap yang membuat ku tak berkedip untuk beberapa saat.

Postur tubuh yang sangat ideal. Menyejukkan setiap pasang mata wanita yang melihatnya. Dari segi fisik, aku tidak salah jika jatuh cinta pada pandangan pertama.

' Kenapa pria sesempurna itu tak menolak di jodohkan dengan aku yang seperti ini? Padahal di kota banyak gadis cantik! '

' Dia sangat tampan, berwibawa dan terlihat sangat menyayangi keluarganya. '

' Dan... apa mungkin pria nyaris sempurna seperti dia tidak memiliki kekasih? '

Batin ku terus bertanya - tanya. Jika bisa ku bilang, melihat punggungnya saja bagaikan menemukan bidadara yang jatuh dari surga.

Untuk pertama kali aku memasuki kamar seorang pria, yang lebih tepatnya kamar suamiku.

Jantungku berdetak hebat, membayangkan apa yang akan kami lakukan di malam pertama?

Aku penasaran, seperti apa cara Mas Zio akan meminta hak nya padaku. Dan betapa malunya aku nanti saat menyerahkan diriku padanya.

Hatiku berdebar, bibir ku tak mampu menahan senyum. Membayangkannya saja sudah membuat wajahku memerah.

Namun sayang, apa yang ku bayangkan sejak menginjakkan kaki di kamar itu ternyata tak ada gunanya.

Sore telah berganti malam, Mas Zio belum juga kembali. Sampai Mama Reni memanggilku untuk makan malam.

"Ma, Mas Zio dimana?" tanyaku saat itu.

"Di ruang tamu dengan Papa." jawab Mama Reni.

"Oh.." Aku hanya ber O ria dengan sebuah anggukan paham.

Kami bertemu di meja makan. Kami duduk bersebelahan. Aku mencoba mengakrabkan diri dengan suamiku. Bukan hal yang salah, kan?

"Mas Zio mau makan apa, Mas?" tanyaku semangat.

"Terserah..." jawab Mas Zio datar, tanpa melihatku.

Aku sedikit canggung mendapat perlakuan seperti itu. Sangat jelas terlihat jika Mas Zio cukup cuek padaku.

"Zio.. kalau bicara dengan istri harus di lihat istrinya!" seru Mama Reni.

"Iya.. Maa.." jawab Mas Zio lalu menoleh padaku. "Kamu makan apa? ambilkan aku menu yang sama denganmu." jawab Mas Zio dengan nada bicara yang membuatku melayang - layang.

"Iya, Mas!" jawabku semangat.

Ku ambilkan menu yang sama denganku sesuai permintaan baginda raja ku. Kami makan dengan khidmat. Dan aku berharap hari - hari berikutnya akan lebih baik untuk kami.

Waktu makan malam telah berakhir, aku kembali ke kamar. Namun Mas Zio entah kemana. Ia masuk ke ruang perpustakaan setelah Papa dan Mama meninggalkan kami di meja makan.

Malam semakin larut, aku masih setia menunggu suamiku yang tak kunjung datang. Kemana dia? Ku lirik jam di ponsel ku sudah menunjukkan pukul 12 malam. Tapi Mas Zio belum juga memasuki kamarnya, yang kini menjadi kamar kami.

Mataku mulai mengantuk, ku lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul satu malam. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur. Meninggalkan debaran yang tadi kurasakan saat pertama kali memasuki kamar.

Ku buang pikiran - pikiran tentang indahnya malam pertama. Ku ganti dengan mimpi, yang meskipun tidak nyata setidaknya pernah ada.

***

Sayu - sayu ku dengar suara masjid yang mulai mengumandangkan adzan. Aku menggeliat malas, karena rasanya aku baru tertidur sebentar.

Ku nyalakan lampu menggunakan remot. Untuk mencari dan mengecek jam di ponselku. Namun aku di buat terkejut oleh sosok yang tidur di sofa panjang, sebrang tempat tidurku.

"Mas Zio?" lirih ku nyaris tanpa suara.

Segera aku bergegas turun untuk membangunkan suamiku. Namun saat aku mendekatinya, aku justru tertegun. Ia tetap tampan saat tertidur sekalipun. Ia tetap terlihat maskulin meskipun rambutnya berantakan.

Sekelebat dalam benakku terlintas, apa mungkin Mas Zio enggan berdekatan dengan ku?

Kenapa ia memilih tidur di sofa di bandingkan tidur dengan ku di tempat tidurnya yang berukuran king size?

' Ya Tuhan, apa Mas Zio terpaksa menikahi ku? '

Seketika nyaliku untuk membangunkan Mas Zio menciut. Ku urungkan niatku untuk mengganggu tidurnya. Rasanya aku terlalu kerdil untuk menyentuh kulitnya.

Akhirnya aku memilih keluar kamar setelah membersihkan diri, dan sholat subuh yang hanya... sekilas. Ya... beginilah aku. Bukan wanita agamis yang layak di sebut sholeha. Aku bahkan lupa, jika kita tetap harus berdo'a, meskipun hidup kita baik - baik saja.

Aku mendatangi dapur, sebagai tempat pertama untuk aku berusaha berbakti pada suamiku. Ya, memasak untuk suamiku, yang berhasil membuat ku jatuh cinta padanya.

"Zio sangat suka berbagai olahan sayur dan daging, dan dia kurang suka dengan olahan daging ayam." ucap Mama Reni memberi ku penjelasan.

"Kalau begitu, aku harus masak apa pagi ini, Ma?"

"Bagaimana kalau sup daging?" tanya Mama Reni. "Kamu bisa?"

"Bisa dong, Ma!" jawabku sumringah.

Sup daging? hal yang mudah untuk aku kerjakan. Sedari kecil Mama ku selalu meminta ku untuk ikut nimbrung di dapur. Membantunya untuk memasak.

***

Sup daging buatan ku sudah tersaji di meja makan. Ku tengok tangga saat ujung mata ku menangkap pergerakan dari arah sana. Suamiku turun dengan baju casual, celana pendek dan kaos lengan panjang berwarna merah.

"Mas, Sarapan sekarang?" tanya ku antusias.

"Hm.." jawabnya cuek, bahkan tanpa melihat ku.

Hati kecil ku tergores melihat sikap suami ku seperti itu. Saat ada orang tuanya dia akan bersikap manis. Dan saat tak ada siapapun, maka dia akan menganggap ku angin lalu yang tidak di butuhkan.

Kekecewaan ku berawal dari pagi ini. Susah payah aku memasak sup daging yang kata Mama Reni kesukaannya, ternyata ia tak menyentuhnya sama sekali saat tau aku yang membuatnya.

' Sebegitu jijiknya kah kamu denganku, Mas? '

Tanya ku dalam hati.

...🪴 Happy reading 🪴...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!