Hari yang cerah, musim semi tampaknya sudah berakhir.
Derap langkah para penghuni kota Seoul meramaikan jalanan di distrik Gangnam.
Distrik ini terkenal dengan keelitannya.
Seorang wanita tiga puluh tiga tahun bertubuh mungil berlari sambil menggendong tas laptopnya.
Rambut panjangnya yang dicat warna coklat tua dan masih setengah basah berkibar.
“Hahh.. capek sekali.” Lee Yumi berhenti mendadak karena nafasnya mulai ngos-ngosan.
Lee Yumi adalah seorang penulis novel online di salah satu platform novel online yang sedang hot di Korea selatan bernama X-Vel.
Pagi ini dia harus bertemu editor di kantor X-Vel yang berada di distrik Gangnam.
Pagi-pagi Yumi harus menaiki subway dari rumahnya yang berada di distrik Yongsan menuju distrik Gangnam. Lalu dia harus berjalan kaki sejauh satu kilometer untuk sampai ke kantor X-Vel.
Bruk.. Bruk..
Orang-orang yang sedang mengejar waktu tidak sengaja menabrak tubuh Yumi.
“Hah.. lebih baik aku menepi sebentar.” Yumi menepi di depan sebuah toko kue, dia meneguk air mineral lalu berniat untuk melanjutkan perjalanan.
Yumi beristirahat sejenak sambil memperhatikan orang-orang yang sedang menyeberang jalan.
“Oh?? Awassssssss.” Yumi seketika berlari menuju seorang siswi berseragam yang sedang menyeberangi jalan, padahal lampu lalu lintas sudah berganti hijau.
BRUK…
BRUK…
Yumi berhasil memeluk siswi itu.
SEEEET!
Seorang laki-laki berpakaian serba hitam menarik tubuh Yumi hingga pelukannya pada tubuh siswi itu terlepas.
'Apa itu tadi yang keluar dari mulut ku? Bola jiwa?? Tidak mungkin!' Batin lelaki itu.
Sesuatu yang bercahaya dari tubuh lelaki itu keluar lalu masuk ke tubuh Yumi melalui mulut.
CIIIIIIIIT..
Suara decitan ban sebuah truk pengirim barang yang mengerem mendadak.
Truk itu berhenti tepat di belakang tubuh Yumi yang saat ini berada dalam pelukan laki-laki yang tidak dia kenal.
Kejadian ini sontak membuat gaduh pengendara maupun pejalan kaki.
“Mwohaneungeoya?? Pikyeo!” Supir truk mengeluarkan kepalanya dari jendela sambil berteriak.
*Mwohaneungeya?? Pikyeo! \= Apa yang kamu lakukan? Minggir!
Yumi melepaskan diri dari pelukan laki-laki yang berpakaian serba hitam dan memakai mantel panjang berwarna hitam pula, sungguh bukan pakaian yang tepat untuk musim panas di Seoul.
Yumi menatih siswi yang dia selamakan menuju tepi jalan.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Yumi pada siswi itu.
“Iya, eonni baik-baik saja?” Tanya siswi itu ke Yumi.
*Eonni \= Panggilan untuk wanita yang lebih tua diucapkan oleh wanita.
“Hmm.. aku baik-baik saja. Lain kali jangan menyeberang sembarangan, bahaya.”
“Iya, aku permisi.” Siswi itu berlalu, lelaki misterius itu mengikutinya.
"Hmm.. lelaki itu mencurigakan? Kenapa dia mengikuti siswi itu?” Yumi berlari ke arah lelaki misterius.
“Siapa kau? Dari tadi kau mengikuti siswi itu?” Yumi menahan tangan lelaki itu.
“KAU MELIHAT KU??” Tanyanya kaget.
‘Pertanyaan macam apa itu?’ Batin Yumi.
“Aku punya mata yang masih sehat, tentu saja aku melihat mu. Jadi siapa kamu? Kenapa sejak tadi mengikuti siswi itu?"
“Sebentar.. sebentar.. kamu benar-benar bisa melihat ku? Bisa menyentuh ku dan mendengar suara ku??” Lelaki itu tampak kebingungan.
“Kau sedang pura-pura gila ya? Agar tidak ketahuan kalau sedang mengikuti siswi tadi?” Yumi mulai terbawa emosi karena respon lelaki itu terdengar aneh.
“Tentu saja aku harus mengikuti siswi itu karena….”
“Arrrgh.. arrrgh.. kenapa ini? Kenapa perut ku sakit sekali.” Tiba-tiba Yumi merasa perutnya sakit luar biasa hingga akhirnya tak sadarkan diri.
Orang-orang di sekitar Yumi panik melihatnya.
“Agassi, kau baik-baik saja?” Seorang wanita paruh baya menggoyang-goyangkan tubuh Yumi.
*Agassi \= Nona.
“Kita harus segera membawanya ke rumah sakit.” Kata seorang wanita lagi.
“Jeogiyo.. bukannya anda bersama wanita ini? Kenapa anda diam saja? Cepat gendong dia.” Seseorang mengajak bicara lelaki berbadan tegap itu.
*Jeogiyo \= Permisi/kalimat untuk menarik perhatian seseorang.
“Aku??” Lelaki itu tampak bingung, dia malah celingukan.
“Iya kamu! Kalau memang kamu tidak kenal wanita ini setidaknya pakai rasa kemanusiaan mu untuk membantunya, dia sedang pingsan!” Wanita paruh baya memarahi lelaki bermantel hitam itu.
‘Rasa kemanusiaan? Bagaimana aku bisa tahu perasaan itu? Aku ini bukan manusia! Aku adalah Han Gyu-Sik, MALAIKAT MAUT.' Batin Gyu-Sik.
"Kenapa malah melotot ha?" Gyu-Sik semakin kena semprot wanita paruh baya itu.
Ninot.. ninot.. ninot..
Suara sirine mobil ambulan mengalihkan semua perhatian.
Petugas kesehatan membawa Yumi dengan tandu masuk ke mobil ambulan.
Wanita paruh baya menarik tangan Gyu-Sik mendorongnya untuk masuk ke mobil ambulan.
"Temani dia."
"Tapi aku.." Gyu-Sik mencoba melarikan diri.
"Hei anak muda!! Pakai sedikit rasa kemanusiaan mu! Ayo cepat masuk!" Seorang laki-laki mendorong Gyu-Sik masuk ke mobil ambulan.
'Apa-apaan ini? Kenapa aku bisa terlihat oleh manusia?' Gyu-Sik duduk di sebelah Yumi yang masih pingsan.
"Anda pacarnya?" Tanya petugas kesehatan yang duduk di sebelah Gyu-Sik.
"Hah.. yang benar saja, bukan! Aku tidak mengenalnya." Jawab Gyu-Sik dengan nada ketus.
'Wanita ini yang menggagalkan tugas ku untuk mencabut nyawa remaja tadi. Tapi bagaimana ini bisa terjadi? Selama dua ratus tujuh puluh tahun aku menjadi malaikat maut baru kali ini tugas ku bisa digagalkan oleh manusia. Aneh!' Gyu-Sik sibuk dengan pikirannya sendiri sambil terus menatap Yumi yang masih tergolek lemas.
'Jangan-jangan yang aku lihat tadi benar? Bola jiwa keluar dari tubuh ku dan masuk ke tubuh wanita ini??' Gyu-Sik masih menerka-nerka kejadian luar biasa yang terjadi barusan.
'Lalu bagaimana nasib remaja tadi? Masa dia tidak jadi meninggal?' Gyu-Sik benar-benar sibuk memikirkan kejadian tadi.
Akhirnya mobil ambulan sampai di rumah sakit.
Petugas kesehatan membawa Yumi ke ruang gawat darurat.
"Maaf.. mari ikut saya." Seorang perawat mengajak Gyu-Sik untuk ikut bersamanya.
Walau tidak tahu kenapa dia harus mengikuti perawat itu, tapi Gyu-Sik membuntut.
"Silahkan isi dan tanda tangan disini." Perawat membawa Gyu-Sik ke meja pengisian data pasien.
Gyu-Sik melihat formulir pasien yang di sodorkan oleh perawat.
"Maaf.. tapi saya tidak kenal dengan wanita itu. Saya baru bertemu dengannya."
"Saya adalah walinya." Seorang laki-laki paruh baya berpakaian serba hitam datang.
"Timjangnim akhirnya kau datang." Gyu-Sik merasa lega atasannya datang.
*Timjangnim \= Panggilan kehormatan untuk ketua tim.
"Baik tuan, silahkan diisi." Perawat menyodorkan formulir ke Dong-Bong.
"Timjangnim apa yang sebenarnya terjadi?" Gyu-Sik panik.
"Diam kau, tunggu dulu." Dong-Bong menulis formulir pasien milik Yumi.
Dong-Bong adalah ketua tim dua malaikat maut, dia adalah atasan Gyu-Sik.
Dong-Bong menyerahkan formulir ke perawat, lalu berjalan menuju ruang IGD.
"Timjangnim apa yang terjadi?? Aku benar-benar tidak paham situasinya." Gyu-Sik membuntut Dong-Bong.
"Tunggu sebentar, aku harus melihat anak itu, aku ingin memastikan sesuatu."
...----------------...
Yumi mulai membuka matanya.
"Dimana aku?" Yumi duduk lalu melihat sekitar.
"Rumah sakit?" Yumi mencoba keluar dari bilik perawatannya, dia menyibakan tirai putih.
Pemandangan IGD yang ramai.
"Permisi.. minggir.. minggir.. beri jalan." Beberapa tenaga medis mendorong tandu beroda, membawa seorang pemuda yang wajah dan sekujur tubuhnya berdarah.
Yumi bergidik ngeri melihat pemandangan yang tidak biasa itu.
Namun tunggu dulu ada yang lebih tidak biasa.
"Hahhhh.." Yumi menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Yumi melihat arwah pemuda itu keluar dari raganya lalu mengikuti seorang lelaki berbaju serba hitam.
Lelaki berbaju hitam dan arwah pemuda itu berjalan tepat di depan Yumi, melewati Yumi begitu saja.
Yumi berjalan mengikuti mereka sampai keluar dari ruang IGD.
"Tunggu.. apa ini?" Yumi berdiri tepat di depan lelaki berbaju serba hitam itu.
"Hmmm? Kamu melihat ku?" Tanya lelaki itu dengan wajah yang terlihat bingung.
'Apa-apaan sih? Pertanyaan yang sama dengan lelaki yang tadi. Memangnya pertanyaan ini sedang populer ya?' Batin Yumi.
"Lelaki yang tadi? Siapa?" Tanya lelaki berbaju serba hitam yang ternyata adalah seorang malaikat maut.
"Oh? Kau bisa mendengar apa yang aku katakan di dalam hati??" Yumi semakin bingung.
Malaikat maut itu tiba-tiba memberi hormat.
Yumi semakin bingung, "Kenapa tiba-tiba memberi hormat padaku?"
"Lee Yumi?" Suara Dong-Bong dari arah belakang membuat Yumi menoleh.
"Kamu laki-laki yang tadi kan?" Yumi menunjuk Gyu-Sik.
"Timjangnim apa-apaan ini? Kenapa manusia bisa melihat kita?" Tanya malaikat maut itu.
"Sudah kamu pergi sana, selesaikan tugas mu." Kata Dong-Bong.
"Baik Timjangnim." Seketika malaikat maut dan arwah pemuda itu menghilang.
"Apa-apaan ini??" Mata Yumi terbuka lebar, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.
***Bersambung..
Di novel ini bakal aku sisipkan kata-kata berbahasa Korea.
Karena latar belakang novel ini adalah kehidupan di kota Seoul jadi bakal banyak budaya dan kebiasaan yang berbeda dari negara kita, harap maklum!
Naladhipa💜***
"Ayo kita ke atap rumah sakit, kita perlu bicara di tempat yang sepi." Ajak Dong-Bong.
Gyu-Sik mengikuti Dong-Bong.
"Kenapa diam saja? Ayo ikut." Ajak Gyu-Sik ke Yumi.
"Eoh? Aku juga?" Yumi mengikuti Gyu-Sik dan Dong-Bong meski tidak tahu untuk apa dia harus ikut.
Yumi menoleh saat melihat seorang pasien yang baru saja keluar dari ruang operasi.
Pasien itu masih belum sadar, alat bantu pernafasan terpasang di hidungnya.
Yumi mengerutkan dahinya, dia memfokuskan pengelihatannya untuk melihat sesuatu di dahi pasien itu.
Ada sebuah tulisan seperti tato berwarna merah 'D-6'.
Yumi merasa aneh, kenapa ada orang yang mau mentato dahinya sebesar itu.
Yumi berlalu begitu saja, lalu mengejar Dong-Bong dan Gyu-Sik.
Yumi kembali dibuat heran saat melihat seorang pasien yang sedang duduk di kursi roda.
Di dahi pasien itu terdapat tulisan seperti tato berwarna merah bertulis 'D-3'. Ukuran, warna dan jenis tulisannya sama persis seperti yang sebelumnya dia lihat
"Apa tato model seperti itu sedang menjadi trend?" Yumi menggumam sendiri.
...----------------...
Yumi, Gyu-Sik dan Dong-Bong akhirnya sampai di atap rumah sakit.
"Baiklah akan aku mulai penjelasannya." Kata Dong-Bong.
"Namaku Dong-Bong, seorang kepala tim malaikat maut. Dan dia adalah Han Gyu-Sik, dia juga seorang malaikat maut. Dan lelaki berjubah hitam yang kamu lihat di ruang IGD tadi juga malaikat maut." Intronya saja sudah membuat Yumi hampir serangan jantung.
"Apa? Malaikat maut?? Hahahaha.." Yumi merasa lucu bercampur aneh. "Yang benar saja, ini kehidupan nyata bukan di novel, jadi bagaimana bisa malaikat maut terlihat oleh orang biasa??" Yumi merasa sedang dibodohi.
"Coba lihat ke kaca itu, kamu tidak akan melihat bayanganku." Dong-Bong menunjuk jendela kaca besar.
Yumi menengok, dia hanya melihat pantulan bayangannya dan bayangan Gyu-Sik.
"Apa-apaan ini?? Kenapa ada bayanganku??" Gyu-Sik heboh melihat pantulan bayangannya di kaca.
"Karena kamu sekarang berstatus malaikat maut yang dibebas tugaskan, maka kamu terlihat oleh semua orang." Jawab Dong-Bong.
"Apaa???!"
"Bola jiwa yang ada di dalam tubuh mu keluar lalu masuk ke tubuh Yumi, makanya dia bisa melihat malaikat maut dan arwah yang baru saja dicabut nyawanya. Dan juga kamu bisa melihat sisa umur manusia kan sekarang? Sudah lihat kan?" Dong-Bong mengajak Yumi bicara.
"Sisa umur manusia??" Yumi tidak paham apa yang dibicarakan oleh Dong-Bong.
"Kamu tadi lihatkan ada pasien yang memiliki tato berwarna merah bertulis D- ? Itu adalah sisa umur mereka, D-6 artinya dia akan meninggal enam hari lagi. Kamu bisa melihat sisa umur manusia yang akan meninggal tujuh hari kedepan."
"APAAA??!" Yumi kaget bukan main setelah menyadari bahwa yang tadi dia lihat adalah orang-orang yang sisa umurnya sangat pendek.
"Kalau begitu beritahu aku bagaimana caranya agar bola jiwa itu kembali ke tubuhku." Jata Gyu-Sik.
"Caranya hanya satu, kamu harus menghamili Yumi dan nantinya dia akan melahirkan seorang anak yang akan membawa bola jiwa itu keluar." Jelas Dong-Bong.
"APAAAA???!" Yumi dan Gyu-Sik sama-sama kaget mendengar perkataan Dong-Bong.
"Jangan bercanda timjangnim, ayolah katakan sejujurnya." Gyu-Sik berharap apa yang dikatakan Dong-Bong tidak benar.
"Aku tidak bercanda." Wajah Dong-Bong tampak sangat serius.
Yumi dan Gyu-Sik terdiam.
"Tugas mu sementara akan diambil alih ke malaikat maut yang lain. Ya sudah begitu saja, aku masih banyak kerjaan."
TRING..
Seketika Dong-Bong menghilang.
"TIMJANGNIIIIIIIM." Gyu-Sik berteriak.
Yumi masih terdiam, dia masih belum sadar dari syok yang dia alami.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Gyu-Sik sambil mencolek bahu Yumi.
"Bagaimana aku bisa baik-baik saja? JELAS SAJA AKU SEDANG TIDAK BAIK!!" Yumi melampiaskan kekesalannya pada Gyu-Sik.
"Hey! Kenapa marah padaku? Kamu yang menggagalkan tugasku! Kamu yang membuat bola jiwa itu keluar dari tubuh ku, kamu sendiri yang membawa malapetaka ini!!" Gyu-Sik balik memarahi Yumi.
"Lalu aku harus bagaimana? Aku tidak ingin punya anaaaak, huhuhu.." Yumi mulai menangis. "..apalagi punya anak dengan malaikat maut. Akan jadi apa anak itu nanti? Hiks.. hiks.." Yumi menyeka air mata di pipinya.
"Sudah diam, aku akan cari cara untuk mengeluarkan bola jiwa itu, jadi tolong jangan menangis." Gyu-Sik menepuk-nepuk pundak Yumi.
"Hikss.. hiksss.. aku mau pulang saja." Yumi kembali ke rumah sakit menuju ruang IGD untuk mengambil barang-barangnya lalu pergi ke kasir untuk membayar.
Gyu-Sik yang tidak tahu harus apa dan harus kemana mengikuti kemana Yumi melangkah.
"Kamu mau apa sih?! Kenapa dari tadi mengikuti ku??" Tanya Yumi.
"Bawa aku pulang ke rumah mu, aku tidak tahu harus kemana." Jawab Gyu-Sik dengan wajah polos.
"Apa?? Aku harus menanggung hidup seorang malaikat maut??"
"Tapi aku harus memantau bola jiwa itu."
"Hahhhh.. entahlah." Yumi berjalan menuju stasiun subway, dia tidak menyetujui Gyu-Sik ikut dengannya, tapi Yumi membelikan tiket subway dan pada akhirnya membiarkan Gyu-Sik mengikutinya sampai di rumah.
"Hahh.. aku sungguh tidak percaya, bagaimana bisa aku tinggal dengan seorang malaikat maut." Yumi membanting tasnya ke sofa lalu mengambil sebotol air mineral dari lemari pendingin.
Gyu-Sik sedang melihat-lihat isi rumah Yumi.
"Apa pekerjaan mu?" Tanya Gyu-Sik.
"Penulis novel online."
"Memangnya jadi penulis novel online bisa menghasilkan uang banyak?"
Yumi tersenyum kecut mendengar pertanyaan Gyu-Sik yang terdengar seperti sedang meremehkannya.
"Penghasilannya lebih dari cukup. Lagian tahu apa kamu malaikat maut soal hal-hal duniawi?" Sindir Yumi.
"Waaah.. kamu meremehkan martabat malaikat maut. Jelas saja kami tahu segalanya tentang manusia dan bumi ini. Kami sama seperti kalian, merasa lapar, kami makan, merasa mengantuk dan lelah kami tidur, sama kan?"
"Kalian punya rumah??"
"Tentu saja, rumah kami di alam nirwana."
"Hah.. sudahlah pusing aku mendengarnya." Yumi mencari ponselnya.
"Aku haus, lapar juga." Gyu-Sik menuju dapur.
"Hey! Dasar malaikat maut tidak punya sopan santun! Seenaknya saja menjamah milik orang lain. Seharusnya kamu ijin dulu dong!" Yumi merasa kesal.
"Boleh aku minta minum dan makan nona Yumi?" Gyu-Sik sengaja mengeluarkan nada bicara yang menjengkelkan.
"Hihh.. menyebalkan." Yumi membiarkan Gyu-Sik berkutat di dapur.
Yumi menelepon seseorang.
"Halo editor Kang?" Sapa Yumi.
"Yumi kenapa belum datang? Tidak jawab telepon pula." Jawab sekrang editor yang bertanggungjawab atas karya-karya Yumi.
"Maaf editor Kang, tadi ada kecelakaan kecil." Yumi tidak bisa menjelaskan secara rinci apa yang sudah dia lalui hari ini.
"Apa kamu kecelakaan?? Bagaimana keadaan mu sekarang? Apa masih di rumah sakit? Bagian apa yang terluka?" Suara Kang Jae-Bom lelaki empat puluh dua tahun itu terdengar khawatir.
"Ahh.. tidak, di rumah kok. Aku baik-baik saja editor Kang. Yasudah kalau begitu, aku cuman mau mengabari soal itu, aku harus membuat bab baru untuk novel yang tenggatnya sudah dekat."
"Tidak usah dipikirkan soal novel, lebih baik kamu istirahat saja dulu. Setelah pulang kerja aku akan mampir ke rumah mu."
"JANGAAAAN!!" Yumi menolak dengan sangat jelas.
"Kenapa?"
"Eh.. tidak, tidak usah editor Kang, aku baik-baik saja kok. Besok aku akan pergi ke kantor X-Vel, terimakasih. Selamat bekerja." Yumi mengakhiri panggilan ke Jae-Bom.
"Siapa?" Tanya Gyu-Sik sambil sibuk membuat ramyeon.
"Bukan urusan mu." Yumi mulai membuka laptopnya, memasang kaca mata bening anti radiasi dan mengucir rambutnya, dia siap bekerja.
“Pacar mu?”
“Bukan, dia orang yang seharusnya aku temui tapi karena bertemu seorang malaikat maut hidpku terasa berubah seratus delapan puluh derajat.” Yumi sudah sibuk dengan laptopnya.
“Kamu tidak makan?” Gyu-Sik sudah siap dengan ramyeonnya di meja makan.
“Tidak.”
Kruuuuuuk..
“Hahaha.. kamu memelihara monster ya di dalam perut?” Gyu-Sik mengek Yumi setelah mendengar suara perut Yumi yang meronta minta diberi makan.
“Nih.. belum aku makan, aku buat lagi yang baru.” Gyu-Sik meletakan panci kecil berisi ramyeon yang masih panas di meja kerja Yumi.
Yumi melirik ke ramyeon yang seolah memohon untuk dihabiskan.
“Makan saja, nanti kalau perut mu kosong tidak dapat ide untuk menulis.” Gyu-Sik berada di dapur mencari ramyeon dan peralatan untuk masak.
“Gomawo.” Ucap Yumi sebelum menyantap ramyeon yang dibuat Gyu-Sik.
*Gomawo \= Terimakasih ( bahasa informal )
to be continued.....
Pagi hari yang cerah, matahari mulai menampakan diri.
“Hoaaaam..” Yumi membuka penutup mata berbentuk panda yang selalu dia pakai saat tidur.
“Aaaah.. enak sekali rasanya tidurku kali ini.” Yumi meregangkan badan di atas kasur.
“Snif.. snif..” Yumi mencium bau gurih dari luar kamar, dia lalu keluar.
“Ckckck.. baru bangun?” Gyu-Sik sedang memasak di dapur.
Yumi mengusap-usap matanya, dia masih belum terbiasa melihat seorang laki-laki di rumahnya sepagi ini.
Dan yang lebih fantastis lagi, lelaki itu adalah seorang malaikat maut yang baru dibebastugaskan dan sekarang sedang memasak di dapurnya.
Aura seram malaikat maut hilang dari Gyu-Sik, bahkan sekarang dia nampak menggemaskan karena memakai kaos Yumi yang berwarna kuning, celana olahraga Yumi yang nampak kekecilan, dan celemek pink bergambar kelinci.
Tidak sadar Yumi senyum-senyum sendiri melihat penampilan Gyu-Sik.
“Kenapa diam saja? Sana cuci muka lalu sarapan. Katanya kau ada janji pagi ini?” Gyu-Sik seperti seorang suami yang mengingatkan kegiatan istrinya.
“Iya.” Yumi lalu masuk ke kamar mandi.
Lima menit kemudian Yumi keluar dari kamar mandi.
“Howaaa..” Yumi tidak dapat berkata-kata saat melihat sup ayam hangat yang baunya gurih, nasi hangat yang membumbung di mangkok, dan juga pajeon.
*Pajeon \= pancake daun bawang, lauk khas Korea Selatan.
"Ayo makan, nanti keburu dingin." Ajak Gyu-Sik yang sudah siap di kursi makan.
"Jal meoggessseubnida." Yumi lalu melahap makanan yang dibuat Gyu-Sik.
*Jal meoggessseubnida \= saya akan menikmati makan ini. ( biasa diucapkan saat mau makan, sebagai tanda terimakasih terhadap penyedia makan )
Tidak butuh waktu lama untuk Yumi dan Gyu-Sik menghabiskan makan pagi mereka.
"Waaah.. gila.. enak sekali makanan yang kamu buat." Yumi sangat suka rasa dari makanan yang Gyu-Sik buat.
"Sudah sana mandi, lalu siap-siap." Gyu-Sik menyuruh Yumi untuk mandi.
"Emm.. aku harus panggil kamu dengan sebutan apa? Malaikat maut? Gyu-Sik ssi? Ahjeossi?" Yumi masih merasa canggung dan bingung mau memanggil Gyu-Sik dengan sebutan apa.
*Ssi \= honorific yang disematkan pada belakang nama seseorang saat belum terlalu akrab.
*Ahjeossi \= paman / om.
"Ahjeossi?? Memangnya muka ku setua itu?? Panggil aku oppa."
*Oppa \= Kakak laki-laki dipanggil oleh perempuan yang lebih muda. ( biasanya memakai kata oppa saat sudah akrab )
"Oppa?? Memangnya kita sudah seakrab itu sampai aku harus panggil kamu oppa?" Yumi tidak terima.
"Memangnya kita belum akrab? Kita tinggal bersama, makan bersama, bukannya sudah bisa dibilang akrab ya?" Kata Gyu-Sik.
'Eh? Benar juga.' Batin Yumi.
"Emm.. tapi tidak ah.. aku panggil nama saja, boleh?"
"Terserah kau saja." Gyu-Sik sedang mengangkut piring-piring bekas makan ke tempat cuci piring.
"Aku mandi dulu." Yumi lalu pergi mandi.
Tiga puluh menit berlalu, Yumi keluar dari kamar mandi.
Pemandangan tidak biasa kembali dia lihat.
Gyu-Sik sedang beres-beres di ruang tamu.
"Emm.. hari ini apa yang akan kamu lalukan? Tanya Yumi pada Gyu-Sik yang sedang memakai vacum cleaner.
" Tidak tahu, aku hanya akan berdiam disini sambil memikirkan cara agar bola jiwa di dalam tubuh mu bisa keluar." Jawab Gyu-Sik.
"Emm.. baiklah, aku akan pulang saat jam makan siang. Aku akan membawakan mu makan siang."
"Jangan lupa beli bahan masakan, di lemari pendingin hanya tersisa air mineral dan soju."
"Iya." Yumi berjalan menuju kamar.
"Kenapa dia berlaga seperti seorang ibu sih, ckckck.. benar-benar imajinasiku tentang malaikat maut hancur lebur karena dia." Yumi mulai mengeringkan rambut, lalu berdandan.
"Aku pergi dulu, kalau bosan dirumah kamu boleh keluar tapi jangan sampai tersesat ya." Yumi keluar dari rumah.
"Cch.. tersesat? Memangnya aku ini anak kecil? Sebelum kamu lahir aku sudah hapal seluruh jalan di kota ini." Gyu-Sik masih bersih-bersih.
...----------------...
Yumi sampai di gedung X-Vel, dia disapa banyak karyawan. Yumi adalah salah satu penulis novel eksklusif di X-Vel jadi dia diperlakukan baik di sini.
Tok…tok..
Yumi mengetuk pintu ruangan editorial.
"Masuk penulis Lee, editor Kang sudah menunggu di ruangannya." Sapa salah seorang editor saat melihat Yumi di depan pintu.
"Terimakasih." Yumi menyapa semua editor sebelum masuk ke ruangan Jae-Bom.
"Selamat pagi." Sapa Yumi ke Jae-Bom.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Jae-Bom.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja kan?" Yumi duduk di sofa berwarna merah.
Jae-Bom ikut duduk.
"Memangnya kamu kecelakaan apa sih?" Tanya Jae-Bom.
"Emm.. aku tiba-tiba sakit perut lalu pingsan di jalan saat menuju kesini." Jelas Yumi.
"Lalu apa kata dokter?"
"Anehnya dokter sama sekali tidak menemukan hal aneh pada tubuhku, dan rasa sakitnya juga cepat hilang."
"Syukurlah."
"Oke kalau begitu, apa yang harus kita bicarakan kali ini?" Tanya Yumi semangat, dia selalu semangat saat membicarakan tentang pekerjaannya.
"Jadi begini.."
Pembicaraan mengenai rencana kerja Yumi dan X-Vel berlangsung serius, hingga tidak terasa sudah lebih dari satu jam.
"Ahhh.. akhirnya selesai." Yumi meregangkan badannya yang terasa sedikit kaku.
"Mau kopi?" Tanya Jae-Bom.
"Boleh."
Jae-Bom mengajak Yumi ke cafe yang berada di seberang kantor X-Vel.
Mereka minum kopi sambil ngobrol.
Tiba-tiba Yumi melihat seorang pemulung laki-laki yang sudah tua sedang menarik gerobak berisi kardus-kardus bekas.
Di dahi laelaki tua itu terlihat tato merah bertilis 'D-2', Yumi terkejut.
"Emm.. maaf Jae-Bom, aku baru ingat ada janji, aku harus pulang, bye." Tiba-tiba Yumi berlari keluar cafe meninggalkan Jae-Bom.
"Aneh sekali sikapnya." Jae-Bom memperhatikan Yumi yang sedang berlari seolah sedang dikejar sesuatu.
...----------------...
Yumi mengejar pemulung itu.
"Harabeoji.. tunggu." Yumi berteriak hingga membuat pemulung itu berhenti.
*Harabeoji \= kakek.
"Hahh.. akhirnya." Yumi mengatur nafas sejenak.
"Ada apa anak muda?" Tanya pemulung itu.
"Emmm.. emmm.." Yumi tidak tahu harus berkata apa, fokusnya tercuri pada tato merah D-2 pada dahi pemulung itu.
"Ada yang bisa aku bantu?" Pemulung itu tampak bingung.
"Emm.. boleh aku membantu mu?" Tanya Yumi.
"Kamu pasti orang baik yang tidak tega melihat orang tua seperti ku menarik grobak, hehe.. tapi aku baik-baik saja. Ini pekerjaanku, jadi aku sudah terbiasa, terimakasih." Pemulung itu menolak bantuan Yumi dengan halus, lalu berjalan lagi.
"Apa yang harus aku lakukan?" Yumi merasa bingung harus melakukan apa.
Yumi kembali mengejar pemulung itu.
"Kakek, apa anda sudah makan siang?" Tanya Yumi.
"Hem? Apa ini sudah masuk jam makan siang?" Tanya kakek pemuling itu.
Yumi melirik jam tangannya, masih jam sebelas siang.
'Ahh.. sial, mau alasan apalagi ya?' Batin Yumi.
"Nak.. ada apa dengan mu? Kenapa sepertinya ingin menyampaikan sesuatu padaku? Katakan saja."
Mendengar kakek pemulung berkata seperti itu membuat hati Yumi sedih, dia tidak mungkin menyampaikan bahwa umur kakek pemulung itu tinggal dua hari.
"Kakek, apa aku boleh menjadi cucu mu?" Hanya pertanyaan ini yang Yumi dapat dari otaknya.
To be continued.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!