"Aliyah Sayang!" Bisik Hafiz sembari memeluk Aliyah dari belakang.
Aliyah terperanjat mendapat pelukan dari Sang suami. Kepalanya sedikit menoleh ke kanan sembari mendongak ke atas karena tunggi badan suaminya 15 cm di atasnya.
"Mas, Aliyah kaget!" Gerutu Aliyah sambil memanyunkan bibir.
"Kaget kenapa, Sayang?" tanya Hafiz sambil mengeratkan pelukannya ke Aliyah.
Kedua tangannya melingkar sempurna di perut istrinya yang langsing. Sesekali Hafiz mengecup kepala Aliyah yang tertutupi rambut.
"Tiba-tiba Mas Hafiz peluk. Gimana coba kalau tiba-tiba Aliyah jantungan?" jawab Aliyah dengan sebal.
"Tapi suka kan dipeluk gini?" tanya Hafiz sembari tersenyum.
Bibir Aliyah langsung melengkung ke atas.
"Suka lah!" jawabnya dengan menggemaskan.
Kepala Aliyah kembali menghadap lurus ke depan. Aliyah sangat menikmati pelukan dari suami tercintanya.
"Mas Hafiz romantis deh!" ucap Aliyah sambil memfokuskan matanya ke meja makan yang disulap menjadi tempat dinner romantis oleh Hafiz.
Di atas meja tersebut adalah beberapa menu makanan favorit Aliyah.
Ada ayam panggang, nasi yang menjadi hal wajib bagi Aliyah, tempe goreng tepung, kubis dan kacang panjang yang sudah direbus, dan tidak lupa sambal.
"Kamu suka nggak sama menunya?" tanya Hafiz.
Aliyah terkekeh. "Suka banget lah. Mas Hafiz kan tahu sendiri kalau itu makanan favorit Aliyah. Hanya saja----," Aliyah menghentikan ucapannya.
"Apa Sayang?" tanya Hafiz dengan khawatir karena takut Aliyah tidak puas dengan apa yang ada di depannya.
Aliyah melepaskan dirinya dari pelukan Hafiz. Dia menghadap Hafiz sembari memanyunkan bibirnya.
"Mas Hafiz kalau ngasih Aliyah makanan kayak gitu, nanti dinner nya nggak so sweet. Aliyah nggak mungkin bisa makan dengan anggun. Mas Hafiz kan tahu kalau Aliyah bakalan kalap kalau tahu makanan kayak gitu!!" jelasnya dengan sangat menggemaskan menurut Hafiz.
Hafiz tidak bisa menahan tawanya lagi. Hafiz mencubit pipi tembam Aliyah dengan gemas.
"Istrinya Mas Hafiz yang cantik, manis, menggemaskan, lucu, kayak anak kucing. Lagian siapa yang nyuruh kamu buat makan dengan anggun? Mas Hafiz mau Aliyah makan makanan kesukaan Aliyah dengan nyaman dan kalap. Biar nanti perutnya kenyang, hatinya senang, Aliyah bisa bobo cantik dengan tenang dan nyenyak!" jelas Hafiz diakhiri dengan mengecup kening istrinya.
Aliyah tersenyum sumringah dan langsung menghamburkan diri ke pelukan suaminya.
Setelah puas memeluk suaminya. Aliyah yang masih berasa di pelukan Hafiz mendongakkan kepalanya.
"Happy Anniversary yang ke-3 ya, Sayang!" ucap Aliyah dengan senyum yang manis.
Hafiz yang menunduk melihat wajah istrinya juga tersenyum. Dengan segera ia mengecup bibir istrinya.
"Happy Anniversary, Sayang!" ucapnya juga.
Hafiz ini memang bukan tipe orang yang romantis. Namun, yang Aliyah sukai adalah Hafiz selalu mencoba untuk romantis walaupun pada akhirnya ya tetap saja kurang romantis.
Akan tetapi, yang Aliyah sukai lagi adalah sejak mereka menjadi pengantin baru sampai detik ini diusia pernikahan mereka yang ketiga tahun, Hafiz selalu memperlakukan Aliyah dengan baik, lembut, tidak pernah membentak Aliyah, dan selalu mengalah.
Sosok suami yang sempurna bagi Aliyah.
"Dinner buat Anniversary pakainya piyama ya, Mas?" tanya Aliyah sambil terkekeh.
"Ini lebih so sweet, Sayang. Lagian piyama kita kan couple an!" jawab Hafiz sambil menuntun Aliyah untuk duduk di kursi.
Mereka memang menggunakan piyama couple atasan lengan pendek dan celana panjang bermotif polkadot warna hitam putih.
Di meja makan minimalis yang dilengkapi dengan empat kursi itu memang tidak ada yang berubah.
Hiasan bunga di atas meja tetap saja hiasan bunga hidup sejak kemarin. Aliyah memang suka meletakkan bunga potong Lily berwarna putih di beberapa tempat yang ia ganti seminggu sekali, termasuk salah satunya di atas meja makan.
Aliyah tersenyum saat melihat bunga tersebut.
"Tidak ada tambahan bunga lain, Mas? Siapa tahu dinner nya kan spesial jadi ada tambahan potongan bunga lain?" tanya Aliyah kepada Hafiz yang duduk berhadapan dengan dirinya.
Hafiz tersenyum sembari menggeleng. "Sejak pacaran sama kamu, Lily juga jadi bunga favoritku, Sayang!"
Aliyah mencibikan bibir. "Masa sih?" tanyanya.
Hafiz tetap tersenyum sembari mengangguk.
"Iya. Dari dulu kamu selalu minta antar buat beli Lily. Apa-apa Lily, ini itu Lily. Jadi, semakin lama aku jadi suka sama Lily. Lagipula, kalau dilihat-lihat, Lily memang cantik. Sama cantiknya seperti kamu!" ucap Hafiz sembari melihat Aliyah dengan tatapan penuh cinta.
"Hilih!" jawab Aliyah dengan cepat sembari tertawa.
"Janji loh cuma ada Lily di sini, nggak ada bunga lain!" lanjutnya dengan tatapan serius kepada Hafiz.
Hafiz terkekeh. Dia meraih kedua tangan Aliyah, membawanya dalam genggaman yang begitu hangat.
"Janji, Sayang. Hanya ada Lily di sini, tidak ada bunga lain. Hanya ada Aliyah di sini, tidak akan ada wanita lain!" ucap Hafiz dengan penuh keyakinan.
Aliyah tersipu malu. Iya percaya, Aliyah sangat percaya jika hanya ada Aliyah di hati Hafiz. Begitu pula di hati Aliyah, hanya ada Hafiz seorang.
Aliyah dan Hafiz dulu berpacaran sejak semester satu di bangku kuliah. Setelah wisuda, mereka memutuskan untuk langsung menikah.
Rumah tangga mereka yang berusia tiga tahun, yang masih seumur jagung juga tidak luput dari masalah. Namun, sejauh ini hanya masalah kecil yang bisa diselesaikan dengan cara diskusi.
"Nggak ada buket bunga, Mas?" tanya Aliyah.
"Kamu mau buket bunga?" tanya Hafiz.
"Ya maulah. Biar romantis!" jawab Aliyah.
Hafiz melepas genggaman tangannya kepada Aliyah. Hafiz tampak berpikir dan bingung.
Aliyah tersenyum. "Ya udah, kalau nggak ada ya gapapa, Mas. Lagian ada makanan ini aja Aliyah seneng banget!" Aliyah mengerti jika suaminya pasti tidak punya buket bunga untuknya. Mau mengingat ulang tahun pernikahan mereka saja Aliyah sangat senang. Sudah disiapkan makanan favorit Aliyah seperti ini, hm, Aliyah sangatlah bahagia.
"Hmm, enak banget baunya ya, Mas!" ujar Aliyah sambil mengendus aroma ayam panggang di depannya.
"Aliyah, kalau buket bunga aku nggak punya. Tapi kalau buket yang lainnya aku punya." celetuk Hafiz.
Aliyah langsung melihat suaminya dengan bingung. "Maksudnya?" tanya Aliyah.
Hafiz tersenyum. Dia berdiri dari duduknya.
"Sebentar, tunggu ya!" pintanya kepada Aliyah.
Hafiz berjalan menuju kamar tamu. Aliyah mengerutkan dahi kenapa suaminya pergi ke tempat tersebut.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu Hafiz kembali ke meja makan, karena jarak antara kamar tamu dan meja makan sangatlah dekat.
Saat Hafiz keluar dari kamar tamu, Aliyah terkejut sampai melongo. Refleks dia juga berdiri.
"Kamu suka?" tanya Hafiz yang masih berdiri di depan pintu kamar tamu.
Aliyah mengangguk sembari tertawa.
"Aliyah memang suka buket bunga, Mas. Tapi kalau yang ada buket yang seperti itu, Aliyah tentu saja lebih suka!" jawab Aliyah yang masih tertawa.
Hafiz ikut tertawa sambil berjalan mendekat kepada istrinya.
"Ini buket spesial untuk orang yang spesial!" ucap Hafiz sembari menyerahkan buket uang kepada istrinya.
Aliyah menerima dengan sumringah. Dia menatap uang berwarna merah yang berjejer dengan rapi.
"Makasih banyak ya, Mas!" Aliyah memeluk suaminya, lalu Hafiz juga mengecup dahi dan berganti mengecup bibir Aliyah.
"Ini berapa duit, Mas?" tanya Aliyah yang masih mengamati buket uang yang berada di gendongannya. Buketnya besar, uangnya pun juga banyak.
"Nanti dihitung sendiri!" jawab Hafiz sambil berjalan ke tempat semula untuk duduk di kursi di seberang Aliyah.
Aliyah meletekkan buket itu di atas meja yang masih kosong. Lalu, dia kembali duduk.
"Mas Hafiz tahu aja apa yang Aliyah suka!" ucap Aliyah dengan malu-malu tapi mau.
Hafiz terkekeh. Tentu saja tahu. Siapa sih yang tidak suka jika diberi uang. Nanti dengan uang itu, Aliyah bisa membeli sesuatu yang ia inginkan.
*****
Hai hai hai bestie Author semuaaa....
Para pembaca kesayangan Author....
Selamat datang di karya baru Author.
Cinta Tulus untuk Aliyah (Pengkhianatan dan Penyesalan)
Yuk, kita ikuti kisah hidup Aliyah!!!
Eh, sebelumnya, jangan lupa mampir juga ke karya Author yang sudah tamat ya, judulnya "Bunda Merry Hanya Milik Kami" yang pastinya ceritanya nggak kalah menarik!
Terus dukung karya-karya Author yaa..
Terima kasih🌼
Love you all ❤️
"Ini boleh dimakan sekarang kan, Mas?" tanya Aliyah sambil menunjuk makanan favorit yang ada di depannya.
Hafiz mengernyitkan dahi, lalu tersenyum. "Kenapa masih tanya sih Sayang? Ya boleh lah!" jawab Hafiz.
Istrinya ini memang menggemaskan menurut Hafiz. Lebih tepatnya terlihat menggemaskan saat di depan Hafiz.
Sebenarnya usia mereka tidak jauh berbeda. Saat ini Aliyah berusia 25 tahun, sedangkan Hafiz berusia 26 tahun. Dulu saat kuliah juga mereka satu angkatan.
"Oke, Aliyah akan menghabiskan makanan ini!" ucap Aliyah dengan bersemangat.
"Cuci tangan dulu, Sayang!" Hafiz mengingatkan Aliyah yang tiba-tiba mengambil secuil ikan panggang.
Aliyah menghentikan aksinya, lalu tersenyum kepada suaminya.
"Iya iya, Pak Suami. Maaf ya!" ucap Aliyah, lalu berdiri bersiap mencuci tangan di wastafel yang ada di dapur.
Kebetulan dapur mereka berada di sisi meja makan. Rumah mereka ini tergolong rumah minimalis, sederhana, tetapi sangat nyaman menurut Aliyah dan Hafiz.
Rumah ini juga mereka beli sekitar enam bulan yang lalu. Sebelumnya mereka berdua tinggal bersama ayah Aliyah.
Hafiz mengikuti Aliyah untuk mencuci tangan.
"Sebentar Aliyah mau ambil penjepit rambut dulu Mas!" ujar Aliyah setelah mencuci tangan.
Aliyah berlari menuju kamarnya.
Hafiz tersenyum sembari menggeleng. Istrinya ini memang sangat aktif.
Setelah Aliyah kembali ke meja makan. Ternyata Hafiz sudah duduk dengan rapi di sana.
Aliyah langsung menyiapkan piring untuk Hafiz. Mengambilkan nasi juga. Aliyah sudah paham seberapa banyak nasi yang dimakan oleh Hafiz.
"Lauknya ambil sendiri ya, Mas. Ambil sesuka hati. Ambil sebanyak-banyaknya!" ucap Aliyah sembari meletakkan piring yang sudah berisi nasi di hadapan Hafiz.
Sebenarnya Hafiz tidak pernah menyuruh Aliyah untuk mengambilkan nasi atau biasanya juga dengan lauk lengkap saat Hafiz makan.
Akan tetapi, hal ini adalah inisiatif Aliyah sendiri sejak mereka menjadi pengantin baru. Dan sekarang sudah menjadi kebiasaan bagi Aliyah.
"Jadi ceritanya rambutnya diamankan dulu ya biar nggak ganggu saat makan?" canda Hafiz kepada Aliyah sembari dia mengambil ayam panggang.
Aliyah yang sedang mengambil nasi tersenyum kepada Hafiz.
"Diamankan dulu. Dijepit dulu, biar makannya bisa tenang. Kan nggak lucu kalau nanti rambutnya ikut kemakan!" jawab Aliyah.
"Selamat makan suaminya Aliyah!" ucap Aliyah dengan romantis kepada Hafiz.
"Selamat makan juga istri cantiknya Hafiz!" jawab Hafiz tak kalah romantis dari Aliyah.
***
Aliyah sangat bersyukur bisa menikah dengan lelaki yang ia cintai. Dan pastinya juga lelaki yang mencintai dirinya.
Rasanya begitu bahagia saat mencintai dan juga dicintai. Aliyah menilai jika dirinya termasuk ke dalam jajaran wanita yang beruntung.
Kisah cinta mereka bersemi saat mereka masih sama-sama menjadi Maba saat ospek.
Hafiz yang tergolong pria tampan dan pandai menunjukkan sinyal jika dia menyukai Aliyah. Walaupun sayangnya, hari itu Aliyah sulit untuk peka.
Wajar saja jika Aliyah sulit untuk peka, karena sebelumnya Aliyah belum pernah berpacaran. Hafiz adalah pacar pertamanya. Keren kan? Dan yang lebih keren lagi, pada akhirnya Hafiz lah yang menjadi suaminya.
Seandainya kisah cinta mereka digambarkan dengan lirik lagu. Pasti lirik lagu yang cocok adalah "Kau cinta pertama dan terakhirku"
Dengan berbagai perjuangan yang dilakukan Hafiz untuk mendapatkan hati Aliyah yang masih polos. Akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih.
Selama menjalani kisah asmara, mereka sempat putus tiga kali. Ya, putus nyambung seperti itulah.
Namun, faktanya mereka berjodoh. Setelah mereka wisuda, Hafiz langsung melamar Aliyah. Lalu, enam bulan setelahnya mereka menikah.
Walaupun dulunya mereka sama-sama dari jurusan manajemen bisnis, setelah lulus kuliah mereka memiliki pekerjaan yang berbeda.
Hafiz bekerja sebagai karyawan di kantor, sedangkan Aliyah terus melanjutkan usaha toko roti milik keluarga.
Dulu mendiang ibu Aliyah sangat pandai dalam hal membuat roti atau kue, sehingga ibunya membuka toko roti.
Ternyata hal tersebut juga menurun kepada Aliyah. Sehingga, saat Aliyah kelas dua SMA. Tepatnya setelah ibunya meninggal. Aliyah dibantu oleh ayahnya yang melanjutkan toko roti tersebut.
Jika sebelumnya Aliyah hanya suka membantu ibunya. Setelah kepergian ibunya, mau tidak mau Aliyah menggantikan posisi ibunya menjadi orang yang terdepan dalam mengelola toko roti tersebut.
Toko rotinya memang tidak terlalu besar dan mewah. Tapi sudah banyak pelanggan.
Sedangkan ayah Aliyah adalah seorang kepala sekolah di SMP yang ada di kota mereka.
Aliyah dan Hafiz sama-sama bekerja. Hafiz juga tidak menghalangi Aliyah untuk terus berkarir.
Setelah mereka dinner tadi, mereka bersih-bersih lalu bersiap untuk tidur.
"Mas!" panggil Aliyah yang tengah bersandar di dada suaminya. Mereka sudah berada di atas ranjang. Hafiz bersandar di kepala ranjang.
"Hmm," gumam Hafiz yang maksudnya adalah menjawab panggilan Aliyah.
"Apa harapan Mas Hafiz untuk pernikahan kita kedepannya?" tanya Aliyah.
Begitu tenang rasanya bersandar kepada suaminya seperti ini.
Hafiz mengecup kepala Aliyah sekilas.
"Ingin kita terus bersama-sama sampai akhir hayat nanti!" jawab Hafiz.
Aliyah mengangguk. "Aku juga Mas!"
Hening terjadi di antara mereka.
"Mas!" panggil Aliyah lagi.
"Iya Sayang?" jawab Hafiz.
Aliyah mengembuskan napasnya dengan berat.
"Apa Mas Hafiz belum siap punya anak?" tanya Aliyah dengan pelan dan ragu.
Hafiz terkesiap. Hening kembali terjadi di antara mereka.
Aliyah juga masih tetap bersandar di dada suaminya. Tidak berani melihat ekspresi suaminya. Apalagi sampai wajahnya saling berhadapan.
Aliyah takut suaminya marah atau nantinya Aliyah yang kecewa mendengar jawaban dari Hafiz.
"Mas, Aliyah pengen deh ngerasain rasanya jadi ibu!" ucap Aliyah dengan pelan.
Itulah alasan mengapa diusia pernikahan mereka yang ketiga tahun belum ada anak di tengah-tengah mereka.
Bukan karena masalah kesehatan yang menyebabkan mereka lama punya anak. Tetapi karena murni keinginan Hafiz belum siap punya anak.
Sejak dahulu Hafiz menolak untuk punya anak dengan cepat dengan alasan karena mereka menikah setelah lulus kuliah. Masih tergolong fresh graduate. Masih ingin mencari uang terlebih dahulu. Masih ingin menabung.
Hal ini juga sudah mereka bicarakan sebelum menikah. Aliyah juga tidak keberatan dengan keputusan ini.
Lalu, saat usia pernikahan mereka memasuki usia kedua tahun, Aliyah mencoba menanyakan apakah Hafiz siap untuk punya anak. Ternyata belum. Katanya setelah mereka punya rumah sendiri.
Aliyah tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Lalu, sekarang diusia pernikahan yang ketiga tahun. Mereka sudah berhasil punya rumah dan mobil. Aliyah mencoba bertanya kepada Hafiz. Apakah Hafiz sudah siap punya anak?
Jika urusan finansial, Aliyah rasa finansial mereka sudah cukup baik. Mereka hidup dengan cukup. Bisa menabung juga. Sisa uang mereka juga bisa digunakan untuk jalan-jalan.
Entahlah jika berurusan dengan mental. Jika Aliyah sebetulnya siap dan sangat ingin punya anak sejak usia pernikahan mereka memasuki usia kesatu tahun.
Tapi Aliyah kan harus bertanya kepada suaminya juga. Harus menyesuaikan dengan suaminya juga.
"Sayang...," panggil Hafiz dengan pelan.
Aliyah tersenyum. Aliyah siap menerima apapun keputusan dari Hafiz setelah ini.
Aliyah sangat mencintai suaminya. Jika Hafiz tenyata belum siap juga, ya tidak mengapa. Aliyah tidak pernah memaksa.
Bisa hidup bahagia dengan Hafiz seperti ini Aliyah sudah lebih dari cukup.
"Aliyah Sayang, sebelumnya aku minta maaf ya!" ucap Hafiz dengan perlahan.
Aliyah tersenyum. Dia sudah tahu apa yang ingin dikatakan Hafiz setelah ini. Aliyah sudah berbesar hati untuk menerimanya.
Hafiz membuang nafasnya dengan berat. Hafiz berusaha mengolah kata dengan sebaik mungkin agar Aliyah tidak sakit hati dan bisa kembali menerima keputusannya.
"Aku belum siap Sayang!"
Aliyah memejamkan matanya mendengar perkataan suaminya. Ternyata benar dugaannya. Suaminya sampai detik ini belum siap punya anak.
Aliyah memang bisa menerima keputusan ini. Namun, ia ingin sekali bertanya dengan serius kenapa sampai detik ini Hafiz belum siap.
"Kalau boleh tahu, kenapa sampai saat ini Mas Hafiz belum siap?" tanya Aliyah dengan perlahan.
"Mas Hafiz tidak ingin menjadi Ayah?" lanjutnya.
Hafiz tersenyum tipis. Dia membayangkan bagaimana jika nantinya menjadi seorang ayah. Ingin, Hafiz ingin.
Aliyah mengubah posisinya menjadi duduk berhadapan dengan suaminya.
"Aliyah tidak memaksa Mas. Kebahagiaan Mas Hafiz itu adalah yang terpenting bagi Aliyah. Bagi Aliyah, yang penting Mas Hafiz bahagia. Udah itu cukup!" tutur Aliyah yang tidak ingin hal ini membuat suaminya terbebani.
Hafiz tersenyum, lalu menggenggam erat tangan Aliyah seolah takut kehilangan istrinya.
"Kenapa sih kamu kok baik banget jadi istri?" tanya Hafiz kepada Aliyah dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Aliyah langsung cemberut melihat suaminya yang ingin menangis.
"Mas Hafiz, Aliyah tanya gini nggak ada niatan bikin Mas Hafiz nangis. Aliyah nggak maksa loh. Seriusan!" ucap Aliyah dengan wajah yang menggemaskan menurut Hafiz.
"Tuhan baik banget sih ngasih aku istri sebaik kamu. Padahal aku juga bukan laki-laki yang baik. Aku dikasih bidadari secantik dan sebaik ini sama Tuhan." ucap Hafiz.
Aliyah hanya tersenyum.
"Aliyah!" panggil Hafiz.
"Iya?" jawab Aliyah dengan lembut.
"Kamu tahu kan kalau sejak kecil aku kurang kasih sayang keluarga? Sejak bayi aku nggak pernah ketemu ayahku. Ibuku juga tidak begitu menyayangiku. Duniaku ini seolah gelap Aliyah. Terus kamu datang memberikan cahaya yang sangat terang. Kamu itu cahayaku. Kamu memberikan aku kasih sayang, perhatian, dan kamu memperlakukanku dengan sangat baik. Ada ayahmu juga yang membuat aku merasakan bagaimana rasanya punya ayah. Ada keluarga besar mu juga yang sangat menerima kehadiranku dengan baik. Hari-hari ku terasa lengkap dan hangat Aliyah. Semua ini karena kamu!" jelas Hafiz dengan tatapan yang teramat dalam kepada Aliyah.
Aliyah membalas tatapan itu dengan tatapan yang penuh kasih sayang.
Suaminya ini memang anak yang malang. Kehadirannya tidak pernah diharapkan oleh ibunya. Ayah dan ibunya dulu menikah karena kecelakaan yang mengakibatkan ibunya hamil di luar nikah.
Ayah dan ibunya dulu bukanlah sepasang kekasih. Masing-masing dari mereka sudah memiliki kekasih.
Namun, karena mereka terlibat dalam pergaulan yang salah yang menyebabkan kehadiran Hafiz, yang katanya kehadirannya tidak pernah diharapkan oleh semua orang. Terpaksa ayah dan ibunya harus menikah.
Setelah ibunya melahirkan, mereka bercerai.
Lalu ibunya pergi jauh untuk bekerja, sedangkan ayahnya juga pergi entah kemana. Tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi.
Hafiz tinggal bersama neneknya. Ibunya tidak pernah menyayangi Hafiz. Ibunya selalu berkata jika Hafiz adalah penyebab masa depan ibunya rusak. Menyebabkan ibunya ditinggal oleh kekasihnya juga.
Hafiz juga tidak berusaha mencari ayahnya karena timbul rasa kebencian kepada ayahnya karena tega menelantarkan anaknya begitu saja.
Namun, lima tahun yang lalu, Aliyah mengajak Hafiz untuk mencari ayah Hafiz. Aliyah tidak ingin Hafiz menyimpan rasa dendam kepada ayahnya.
Tentu saja mencari itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi ibu Hafiz juga enggan memberikan informasi atau bantuan yang bisa Aliyah dan Hafiz jadikan modal untuk pencarian.
Mencari informasi tentang siapa dan dimana keberadaan ayahnya membutuhkan perjuangan yang keras.
Hingga pada akhirnya, perjuangan mereka bisa terbayar lunas setelah Hafiz bisa mengetahui wajah dan dimana ayahnya berada.
Akhirnya Hafiz tahu bagaimana wajah ayahnya. Setelah sebelumnya ia hanya tahu namanya saja dari akta kelahiran yang ia punya.
Hafiz jadi mengerti jika ternyata wajahnya mirip ayahnya. Walaupun sayangnya Hafiz hanya bisa melihat wajah ayahnya dari foto peninggalan yang berada di rumah saudara ayahnya.
Wujud secara nyata Hafiz tidak bisa bertemu, tidak bisa bersalaman untuk pertama kalinya, dan tidak bisa memeluk untuk pertama kalinya juga.
Hafiz hanya bisa memeluk nisan ayahnya. Ayahnya telah tiada karena sakit. Katanya sudah meninggal sejak tiga tahun yang lalu.
Jika dihitung sampai detik ini. Itu artinya ayahnya sudah meninggal enam tahun yang lalu.
"Aliyah Sayang. Aku sudah terbiasa dengan segala kasih sayang yang kamu berikan. Kamu selalu menomor satukan aku." Hafiz menghentikan ucapannya.
"Aku hanya takut. Takut kalau kita punya anak nanti, aku bukan yang satu-satunya lagi. Apalagi kata teman-temanku di kantor, sejak mereka punya anak, istrinya lebih sayang kepada anaknya. Ya, aku tahu kalau kamu pasti seimbang memberikan kasih sayang. Tapi hanya saja aku belum siap berbagi kasih sayang itu!" lanjutnya.
Aliyah tersenyum gemas mendengar perkataan suaminya. Bisa-bisanya suaminya berpikir seperti itu.
"Aliyah kamu tahu kan kalau dari dulu aku kurang mendapat kasih sayang. Terus kamu hadir di hidupku. Cinta dan kasih sayangmu ke aku full . Jadi aku sangat terlena dengan kasih sayang itu. Aku jadi rakus akan kasih sayang itu Aliyah!" jelas Hafiz lagi.
Aliyah mencubit gemas kedua pipi suaminya.
Jadi ini alasannya suaminya belum siap punya anak. Belum siap cintanya terbagi untuk anak.
"Mas...," panggil Aliyah dengan lembut.
Hafiz menjawabnya dengan anggukan seperti anak kecil.
Hm, sungguh, Aliyah sangat gemas kepada suaminya jika sudah seperti ini.
Hafiz memang kepala rumah tangga. Dia yang memimpin rumah tangga ini. Dia imamnya Aliyah.
Tapi bukan berarti Hafiz selalu bersikap selayaknya seorang pemimpin yang tegas. Ada kalanya dia bersikap seperti anak kecil yang ingin dimanja-manja oleh Aliyah.
Aliyah akui jika Hafiz memang rakus akan kasih sayang dari Aliyah. Aliyah juga bahagia akan hal itu. Suaminya sangat membutuhkan Aliyah sama seperti halnya Aliyah yang sangat membutuhkan suaminya.
"Aliyah janji nanti kalau kita udah punya anak, suami Aliyah yang ganteng ini nggak bakalan Aliyah cuekin." ucap Aliyah sembari menangkup wajah suaminya.
"Masa suami seganteng ini mau dianggurin. Nanti kalau diambil perempuan lain gimana? Kan nanti Aliyah juga yang jadi sedih!" lanjutnya.
Hafiz tersenyum dengan manis. Rasanya begitu nyaman saat tangan Aliyah menangkup wajahnya.
"Iya gapapa, Aliyah nggak maksa kok. Gapapa kalau Mas Hafiz belum siap. Aliyah akan nunggu sampai Mas Hafiz siap. Walaupun misalkan itu masih membutuhkan waktu yang lama. Nggak papa Sayang!" lanjut Aliyah lagi.
"Aliyah sedih nggak?" tanya Hafiz sambil menangkup wajah istrinya juga.
Aliyah menggeleng sembari tersenyum.
"Aliyah bahagia. Aliyah akan selalu bahagia asalkan ada Mas Hafiz di sini!" jawabnya dengan sangat manis.
Hafiz tersenyum lebar. Ia langsung menciumi wajah Aliyah tanpa tertinggal satu inci pun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!