NovelToon NovelToon

Pilihan Tuan Muda

Dipilih Tuan Muda

"Bagaimana keadaannya?"

"Masih belum sadar, Tuan, tapi harusnya dia baik-baik saja, dokter bilang pingsannya karena depresi," jawab sang bawahan yang selalu setia mengikuti ke manapun bosnya pergi.

Hexagonal Prinanda, seorang pria dewasa yang menyandang sebagai CEO di sebuah perusahaan yang masih dipimpin oleh ayahnya, ia dikenal sebagai pria berdarah dingin, senyumnya adalah sebuah dambaan setiap orang. Namun, hanya akan menjadi sebuah bayangan yang tak berkesudahan. Pria itu mungkin selamanya tidak akan pernah memperlihatkan senyumannya, atau bisa dibilang dia memang tidak pernah tersenyum.

Kali ini ia sedang berada di sebuah rumah sakit elit, guna memastikan wanita yang ia tabrak tidak mengalami luka yang serius.

Entah kenapa moodnya begitu kacau saat itu, hingga tanpa fokus dan tanpa sadar ia menabrak seorang wanita yang sedang menyebrangi jalan.

"Untuk apa dirawat jika baik-baik saja? Sekarang juga kau cari latar belakangnya, di mana dan dengan siapa ia tinggal, antar pulang selagi masih belum sadar, berikan kompensasi pada keluarganya untuk biaya lanjutan jika sewaktu-waktu dia sekarat." Sesudah menyampaikan titah, ia pun melangkah pergi meninggalkan rumah sakit tersebut. Johan, sekertarisnya itu mengangguk dengan patuh.

Tidak ada yang bisa menghentikan jika atasannya itu sudah berkehendak, jika diminta untuk dipulangkan, maka ia harus memulangkan wanita itu, walau dengan keadaan tanpa sadar seperti orang mati.

...****...

"Lepaskan! Kalian tidak punya hak memaksaku. Lepaskan sekarang!" Andhira sekuat tenaga memberontak ketika dua pria mencengkram kedua lengan dan memboyongnya masuk ke kamar yang cukup besar, di dalamnya diisi dengan beberapa wanita berpakaian minim, alias seksi.

Mereka semua terlihat cantik dengan polesan make up yang mentereng serta dress yang berkelap kelip seperti disco.

Bruk!

Semua menatap ke arah Dhira saat ia dilempar masuk.

Dhira buru-buru bangun dengan ekspresi yang sedikit kaku.

Salah satu di antara mereka mendekat ke arahnya dan memerhatikan penampilan Dhira yang kusut.

"Anak baru?" Nadanya terdengar sinis.

"Guys, enaknya diapain dulu nih?" sahutnya pada teman-teman yang lain.

"Sepertinya aku sedikit haus, ya. Minta tolong dong sama anak baru buat ambilin kita semua minum!" seru wanita yang sedang dirias oleh sosok waria.

Dhira masih diam, mengamati mereka semua, berdandan begitu heboh, apakah ada yang memboking mereka secara bersamaan? Pikirnya.

Ya, saat ini dia sedang berada di rumah bordir, kenapa lagi jika bukan karena ibunya yang menjual dia ke sana.

Ia sempat kabur dari rumah saat mengetahui niat jahat ibunya itu, tapi keberuntungannya malah apes saat di tengah jalan malah ditabrak mobil. Bangun-bangun ternyata ia sudah dibawa ke tempat terkutuk ini.

"Nanti dikasih upah, deh, tapi upahnya makanan anjing." Lantas ia pun terbahak usai mengatakan itu.

Dhira mengepalkan tangan begitu kesal mendengar ucapannya yang tak bermoral.

"Dengar tidak? Ambilin minum! Pergi sana!" Wanita yang di dekatnya itu mendorong tubuh Dhira hingga tubuhnya hampir nyungsep untuk yang kedua kali.

"Dasar sekelompok anjing, mau mengupah orang, harus tanyakan dulu apakah orang itu mau dengan makanan kalian. Menjijikkan," umpat Dhira dengan berani tanpa pandang siapa yang sedang ia hadapi. Meski tubuhnya jauh lebih kecil ketimbang mereka semua, tapi itu tidak membuatnya takut dan tak akan membiarkan dirinya ditindas oleh siapapun.

"Apa kau bilang, hm?" Seketika rambut Dhira ditarik paksa oleh wanita yang mendekatinya tadi.

"Berani mengatai kami dengan mulut sampahmu itu?" Jambakannya semakin keras hingga Dhira mendongak ke atas menahan sakit.

Tanpa pikir panjang Dhira pun menghentakkan kakinya di atas kaki wanita yang menjambaknya, hingga ia pun terlepas dari wanita itu yang saat ini mengerang menahan sakit.

Melihat hal itu, tiba-tiba saja semua wanita yang ada di sana mendekatinya, lantas mengeroyoki tubuhnya dengan berbagai pukulan hingga ia pun tak dapat membeberkan betapa sakitnya pukulan dan tendangan yang mereka berikan secara bersamaan pada tubuh kecilnya.

"Sshhh, sakit sekali," batin Dhira sembari bibirnya meringis menahan rasa sakit yang teramat, rasanya seperti tulang yang sedang diremukkan secara bersamaan. Ia bahkan tak dapat berdiri. Jika mereka melawannya satu persatu, ia bisa mengatasinya, tapi jika dikeroyok, bagaimana mungkin ia bisa melawan?

'Sekelompok wanita ini ternyata lebih brutal dari perkiraanku,' batinnya sembari menatap mereka yang tampak puas melihat Dhira yang kesakitan.

"Itu akibat jika kau berani melawan perintah kami." Satu persatu mereka meninggalkan Dhira yang masih meringkuk di atas lantai.

"Kamu baik-baik saja?" ujar seorang wanita yang dengan tulus mengulurkan tangannya untuk membantu Dhira bangun.

"Tidak perlu mengasihaniku." Dhira mengabaikannya dan berusaha untuk bangun sendiri meski sulit.

Seseorang pun masuk ke ruangan itu dan menatap Dhira dengan dahi yang mengerut.

"Ada apa dengan penampilanmu ini?" Ia tampak murka pada Dhira, sementara Dhira sendiri malas untuk menanggapinya.

"Shani, kau cepatlah dandani dia, waktunya sudah mepet. Ingat, semuanya harus tampil cantik malam ini," titahnya pada pria yang setengah wanita itu.

"Madam, kira-kira seberapa kayakah orang itu?" tanya salah satu dari mereka.

Wanita paruh baya yang dipanggil madam oleh mereka adalah pendiri rumah bordir itu sendiri, dia yang mengatur bokingan buat anak-anaknya jika ada yang berminat, tapi setiap pengunjung yang memboking, tidak dapat melakukannya di tempat ini langsung, para pemboking tetap menanggung tempat atau hotel untuk bersenang-senang dengan wanita-wanita yang mereka pilih.

"Sudah, jangan banyak tanya. Kekayaan orang ini bahkan tidak bisa dibayangkan oleh otak kecil kalian," ujarnya yang tanpa berbasa basi, lantas pergi meninggalkan ruangan itu.

Setengah jam kemudian mereka yang ada di ruangan pun dipanggil untuk berkumpul di ruang utama, berdiri dengan rapi di hadapan madam dan masih ada dua orang pria lagi di sampingnya.

Dhira yang masih tak mengerti, hanya ikut berbaris seperti wanita bodoh.

Kedua pria itu tak lain adalah Tuan muda Hexa dan sekertarisnya.

Tuan Muda Hexa berjalan di barisan para wanita itu untuk memilih salah satu dari mereka. Semua wanita tampak terkesima oleh ketampanannya, bahkan tidak berniat menghentikan mata genit mereka untuk menatap makhluk yang dengan postur tubuh nyaris sempurna.

Seketika ia menghentikan langkahnya ketika berada tepat di hadapan Andhira.

Hexa menoleh, mengangkat dagu Andhira yang tertunduk menggunakan sebuah pulpen yang ia bawa di saku jasnya.

"Ck, ternyata hanya seorang wanita penghib*r?" batinnya dengan senyum merendahkan.

Andhira merasa tiba-tiba bulu romanya berdiri melihat senyuman pria di hadapannya itu.

"Apa itu tadi? Dia tersenyum seolah sedang menghinaku," batin Dhira tak terima.

"Aku mau dia, tolong Anda antarkan barangnya ke alamat yang dikirim."

"Baik, Tuan. Saya jamin akan mengirimnya tepat waktu," jawab madam dengan sopan.

Tuan Hexa pun berlalu pergi meninggalkan tempat itu diikuti oleh Sekertaris Jo.

"Apa-apaan ini? Maksudnya mereka ingin aku dikirim ke tempat pria itu? Mereka mau melakukan apa?" Seketika Dhira mulai panik, kenapa harus dirinya yang dipilih dari banyaknya wanita cantik yang ada di sana.

Dikirim Untuk Tuan Muda

"Ini uang bagianmu, gunakanlah sesuka yang kau mau. Tapi ingat, kau harus bersikap baik dan patuh pada Tuan Hexa, jangan membuat masalah jika kau masih tetap ingin tinggal di negara ini." Madam mengucapkan itu dengan tegas sembari melemparkan amplop coklat di atas meja tepat di hadapan Dhira.

Sekilas Dhira melirik amplop tersebut sebelum ia mendongakkan kepala menatap wanita paruh baya yang berdiri di sampingnya.

"Apa?"

"Untuk apa kau menatapku seperti itu? Kau berani, hm?!" bentak madam.

Memang harus diakui, wanita pendiri rumah bordir tersebut memang cukup galak dan ganas, bahkan Dhira tak berani membantahnya dengan perlawanan adu argumen.

Tangan Dhira meraih amplop tersebut dan melihat isi di dalamnya.

Ada setumpuk uang kertas di sana.

'Apa ini? Uang dari hasil menjual diriku?' batinnya.

Ia tak senang akan hal itu, sama saja seperti sedang bekerjasama dengan madam untuk menikmati uang dari hasil jual diri, sementara berada di tempat itu saja murni bukan kehendaknya.

Dhira mengembalikan amplop tersebut ke atas meja.

"Kenapa? Kau merasa itu kurang? Tinggal bilang saja berapa nominal yang kau inginkan," ucap madam.

"Kau ambillah uangnya, nikmati sesukamu, karena aku tidak sudi menggunakan uang kotor itu untuk kebutuhanku, menjijikkan," tolak Dhira sembari bangkit dari tempatnya untuk segera meninggalkan madam. Namun, madam berhasil menarik rambutnya yang tergerai, hingga ia mundur beberapa langkah dengan raut wajah yang sedang menahan rasa sakit.

"Lepaskan! Apa-apaan ini?" Dhira berusaha untuk menahan tangan madam agar kekuatan tariknya tidak begitu besar.

"Kau berani bersikap kurang aja padaku, hah?! Kau lupa, ibumu bahkan lebih brengsek! Kau itu hanya sebuah mainan penghasil cuan baginya, untuk apa kau mati-matian mempertahankan harga diri yang bahkan semua itu telah diinjak-injak oleh orang terdekatmu sendiri?" Madam tampak murka, baru kali ini ada anak tengil yang berani kurang ajar padanya.

Dhira hanya bisa menggertakkan gigi menahan amarah yang terpendam, ia pun jatuh ke lantai setelah madam melemparnya dengan keras, seketika denyutan di kepalanya pun mulai terasa akibat kekerasan sang madam.

"Bawa dia ke alamat yang kuberikan, ingat untuk lebih hati-hati, wanita liar itu mungkin bisa saja berniat untuk melarikan diri, kalau bisa kalian ikat saja dia, jangan sampai membuat ulah dan membuat murka Tuan Hexa," perintahnya pada dua orang pria yang ia bayar untuk melaksanakan tugas.

Dhira yang kehabisan tenaga setelah dikeroyok tadi, tidak mampu untuk berontak, ia kini pasrah dibawa oleh kedua pria itu.

...****...

Johan Iskandar, sekertaris dan juga kaki tangan Tuan Hexa, kini ia merasa tak enak ketika melihat majikannya itu memejamkan mata dengan tenang, takut menganggu hingga ia pun berdiri cukup lama di hadapan Tuan Hexa.

"Ada yang ingin kau sampaikan?" Bahkan tanpa membuka matanya, Hexa dapat merasakan bahwa Sekertaris Jo ingin menyampaikan sesuatu.

"Maaf, Tuan muda. Wanita itu sudah tiba di tempat yang Anda mau sepuluh menit yang lalu." Berbicara sambil menundukkan kepala.

Tuan Hexa perlahan membuka mata dan menurunkan kedua kakinya dari atas meja, jari telunjuknya mengetuk meja perlahan, serta dengan mata yang tampak terlihat sedang memikirkan sesuatu, tapi raut wajahnya tak dapat terbaca sedikit pun.

Tak lama setelah itu ia pun bangkit, sambil berjalan ia berkata, "Ke sana sekarang."

Hotel elit bintang lima.

Sekertaris Jo dengan sigap dan cepat membukakan pintu kamar yang di dalamnya sudah ada seorang wanita yang ia beli dari rumah bordir.

Hexa nampak mengerutkan alisnya ketika melihat Dhira dalam keadaan yang sedang terikat serta mata yang ditutup.

Lalu ia menoleh pada Sekertaris Jo dan memberi isyarat, Sekertarisnya langsung mengerti dan segera mendekat pada Dhira.

Dhira dapat mendengar dengan jelas suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.

"Maaf, Nona." Itulah yang ia dengar sebelum tangannya dilepaskan dari ikatan tali.

Sekertaris Jo juga melepaskan kain yang menutupi mata Dhira.

Samar-samar terlihat buram ada bayangan pria yang berdiri di hadapannya, hingga bayangan itu perlahan terlihat lebih jelas dan nyata.

"Siapa namamu?"

Suara di hadapannya itu terdengar nyaring dan berat, sungguh sangat memancarkan aura lelaki yang begitu tegas dan dingin, di balik dinginnya, mungkin itulah penyebab kenapa banyak wanita yang mengincarnya. Dia tampan dan juga kaya, bukankah itu yang menjadi tipe lelaki yang diinginkan wanita jaman sekarang? Ya meskipun tidak semua wanita menginginkan tipe pria seperti itu. Namun, jika bisa mendapatkannya, kenapa tidak?

Meski Hexa sudah mengetahui latar belakang serta nama lengkap Dhira, tapi ia tetap menanyakannya untuk melihat apakah wanita itu akan jujur atau malah berani berbohong padanya.

Melihat Dhira diam saja, Sekertaris Jo pun angkat bicara. "Tidak perlu gugup, Nona. Jawab saja."

"N-nama saya Andhira, Tuan," jawabnya tergagap. Bukannya terkesima akan ketampanan Hexa, Dhira malah lebih takut melihat tampangnya yang tak ada senyum sedikitpun.

Hexa masih diam, diam cukup lama, lalu berbalik badan dan meninggalkan Dhira di kamar itu.

"Selamat beristirahat, Nona. Sampai ketemu lagi." Sekertaris Jo ikut keluar menyusul tuan mudanya.

'Hanya seperti itu saja? Ini serius?'

"Tidak melakukan apapun?" gumam Dhira tak menyangka. Walau ia juga tak menginginkan apapun dari pria itu, tapi setelah mengeluarkan banyak uang untuk membeli dirinya, bukankah terlihat sedikit aneh jika hanya bertemu dan menanyakan nama saja.

Jangankan Dhira, bahkan Sekertaris Jo yang telah berada di sisi Tuan Hexa selama beberapa tahun bahkan tak mengerti kenapa atasannya itu hanya datang melihat dan menanyakan nama saja, tidak melakukan apapun seperti yang ada dalam ekspektasinya.

'Kapan aku baru bisa membaca pikiran Tuan muda? Beliau benar-benar misterius sekali,' batin Sekertaris Jo sambil melirik wajah atasannya lewat kaca spion mobil yang sedang membelah jalanan kota yang hanya diterangi oleh pencahayaan lampu.

"Maaf, Tuan muda, Anda Ingin kembali ke perusahaan atau pulang ke rumah?"

Masih dengan mata yang terpejam Hexa menjawab, "kembali ke perusahaan."

Sudah diduga, pria itu pasti akan kembali untuk bekerja bahkan di malam yang sudah larut, di mana sebagaian orang sudah terlelap dalam mimpi, tapi ia masih menukik di depan komputer serta dokumen perusahaan.

Apakah kehidupan orang-orang elit yang kaya raya ini begitu membosankan? Hanya menghabiskan waktu untuk bekerja dan bekerja, apakah mereka tidak terpikirkan untuk bersenang-senang bersama teman atau keluarga?

Jawabannya adalah iya, memang kehidupan Hexa yang kaya raya ini begitu membosankan bagi orang lain yang tak mengerti, tapi baginya, bekerja adalah sebuah alasan mengapa dirinya masih tetap waras sampai detik ini.

Apa itu keluarga bagi seorang Hexa? Mereka hanya seperti sebuah hiasan antik, dipertahankan membuat bosan, dibuang pun juga sayang. Keluarganya pun bahkan lebih tak peduli padanya.

Ancaman Tuan Hexa

"Harus menemukan cara untuk kabur dari sini. Aku tidak mengambil uangnya sepeser pun, seharusnya tak masalah, kan, jika aku pergi?" Dhira terus mondar mandir tak karuan, memikirkan cara bagaimana agar dia bisa keluar tanpa mengundang perhatian orang-orang.

Matanya mengarah ke jendela, berpikir sejenak lalu mendekat ke sana.

"Hanya tiga lantai saja, harusnya aku bisa menuruninya, kan?" Setelah berpikir cukup lama, ia pun memutuskan untuk nekat memilih jalur yang berbahaya.

...****...

Sekertaris Jo melihat Tuan Hexa tampak tak tenang, lantas memberanikan diri untuk bertanya. "Apa ada sesuatu yang ingin Anda katakan, Tuan muda?"

Hexa pun menatapnya cukup lama, hingga Sekertaris Jo segera menunduk, mungkin ia sudah salah bicara hingga membuat kesal Tuan Hexa.

"Kirim beberapa makanan dan plaster untuk wanita itu, jangan sampai dia sakit sebelum aku menggunakannya." Tiba-tiba Tuan Hexa bicara setelah menatap sekertarisnya begitu lama.

"Baik, Tuan." Sekertaris Jo pun berbalik badan, keluar dari ruangan dengan sedikit tersenyum.

'Ternyata itu yang membuatnya tampak gelisah dari tadi,' batinnya.

Setelah tak berapa lama ia mengirim orang untuk melakukan perintah Tuan Hexa, tiba-tiba ia mendapat kabar tak enak dari orang suruhannya.

Sekertaris Jo segera berlari masuk ke ruangan Tuan Hexa. "Tuan muda, gawat. Perempuan itu melarikan diri, orang suruhanku telah mengecek cctv, tetapi tidak terlihat bahwa ia melewati pintu utama. Dari penyelidikannya, sepertinya wanita itu kabur lewat jendela." Sekertaris Jo menjelaskan dengan terburu-buru hingga napasnya pun tersendat-sendat.

"Kerahkan orang-orangmu untuk mencarinya, harus ketemu malam ini juga." Hexa sama sekali tidak panik, ia tak berpikir bahwa Dhira bisa kabur jauh dari sana, selama masih berada di negara ini, bukan hal sulit baginya untuk mendapatkan wanita itu kembali.

Satu jam kemudian, Dhira berhasil di temukan dan kembali dibawa ke hotel yang sama.

Lagi-lagi ia dilempar masuk ke kamar itu hingga bersimpuh di lantai, tepat di bawah Hexa yang kini duduk dengan tenang menatap betapa menyedihkannya keadaan Dhira sekarang.

Dhira tak berani mendongakkan kepala menatap pria itu, melihat ujung sepatunya saja sudah membuat seluruh tubuhnya gemetar.

"Wanita berotak sempit. Itulah julukan yang pas untukmu," ujar Hexa dengan suara khasnya.

"Kau berpikir aku tidak akan bisa menemukanmu setelah kau melarikan diri dari sini?"

Dhira masih tak berani menjawab, apalagi menatapnya.

"Sepertinya kau butuh wawasan yang luas mengenai siapa diriku di negara ini, agar kau tidak berulah dengan orang yang salah." Hexa bangkit dari kursinya dan mendekati Dhira, lalu meraih pergelangan tangan wanita itu dan membawanya ke arah jendela.

Dhira begitu takut ketika Hexa memegangi tangannya, seperti ingin dieksekusi oleh pria itu.

"Angkat kepalamu dan lihatlah ke luar sana," ujarnya dengan nada suara yang kecil, tapi jelas.

Dhira tak berani membantah, perlahan ia mengangkat kepalanya dan melihat ke luar jendela.

"Apa di sini tempatnya?"

Dhira tak mengerti hingga ia secara refleks menoleh ke arah pria itu, saat Hexa juga menatapnya, ia segera sadar dan mengalihkan pandangan dengan tertunduk.

"Kau melarikan diri lewat sini, bukan?" tanyanya lagi.

"M-maaf, Tuan." Hanya itu yang bisa diucapkan oleh Dhira, bahkan hanya sekedar maaf saja begitu sulit untuk terucap.

"Sebagai wanita yang smart, seharusnya kau berpikir lebih panjang untuk melarikan diri."

"Percaya atau tidak, aku akan melemparmu dari sini dan kau akan terjun bebas ke bawah sana jika sampai berani mengulangi kesalahanmu. Itu pasti, aku tidak pernah main-main akan ucapanku." Ancaman yang cukup mengerikan bagi Dhira, ia tak menyangka pria di sampingnya bisa sekejam itu pada seorang wanita.

Hexa menyentuh ujung rambut Dhira yang hitam tergerai lurus, mendekati Dhira perlahan hingga wanita itu dapat merasakan napasnya. Dhira sedikit bergidik, ia takut Hexa akan melakukan hal yang di luar kendalinya.

"Patuhlah jika kau ingin hidup dengan waras di negara ini, aku bukan orang baik yang bisa bersabar. Jangan membuat masalah jika tak ingin dirimu terjebak dalam masalah itu sendiri," bisiknya tepat di telinga Dhira.

Napas Dhira seketika melaju dengan kencang setelah mendengar ucapan Hexa. Kali ini ia benar-benar percaya bahwa pria itu tidak semudah yang ia bayangkan.

Ada sebuah jarak besar di antara dirinya dan Hexa dan sampai kapan pun mungkin ia tak bisa dan tak akan pernah bisa menandingi pria itu.

Dari segi harta dan kekuatan, Hexa jauh lebih unggul darinya, hanya seorang wanita biasa yang tak memiliki apa pun.

Setelah merasa cukup memberi peringatan pada Dhira, Tuan Hexa pun tak membuang waktunya lebih lama di ruangan itu, ia segera melangkah pergi meninggalkan jejak langkah yang mengintimidasi.

"Bagaimana jika kita pindahkan ke tempat yang jauh lebih aman, Tuan? Mungkin dia tidak akan melarikan diri lagi." Sekertaris Jo segera memberi saran ketika Hexa keluar dari kamar.

"Tidak perlu," jawab Hexa dengan yakin, ia percaya bahwa Dhira tidak akan berani mengulangi itu setelah mendapat ancaman darinya.

Sementara di dalam kamar, Dhira merasa tak tenang, ia masih belum tahu bagaimana kehidupan kedepannya akan berjalan, membayangkannya saja terasa mengerikan.

Matanya tertuju pada dua kantong plastik yang ada di atas meja, rasa penasarannya mulai bangkit karena sebelumnya tidak ada apa pun di sana.

Setelah dilihat, ternyata ada makanan dan juga plaster, bibirnya seketika tersenyum tipis. "Ternyata dia masih tak ingin aku mati begitu cepat," benaknya merasa bersyukur.

Dhira pun segera mengganti plaster yang masih melekat di dahinya, luka itu ia dapat saat ditabrak mobil, meski tidak parah, tapi cukup perih.

...****...

"Selamat pagi, Tuan muda." Sekertaris Jo memberi hormat dengan cepat ketika melihat majikannya keluar dari rumah.

"Barang yang kuminta, kau sudah menyiapkannya?"

"Sudah, Tuan. Semua aman terkendali." Dengan senyum tipis Sekertaris Jo menjawab. Itu bahkan tak dapat menggugah hati Tuan Hexa, ia tetap berwajah datar tanpa ekspresi sedikit pun.

Mereka segera berangkat menuju ke hotel di mana Dhira berada.

"Mungkin Nona Dhira masih tidur, Tuan," ujar Sekertaris Jo setelah begitu lama mengetuk pintu, tapi tidak ada respon dari Dhira.

"Apa yang kau tunggu, langsung buka saja," jawab Tuan Hexa tak sabaran.

Dengan cepat Sekertaris Jo membuka pintu tersebut dengan kunci cadangan yang ia pegang, setelah pintu terbuka, Dhira tampak masih terbaring di atas ranjang dengan wajah pucat, plus beberapa memar di wajahnya.

Dahi Hexa mengerut, ia membuka selimut yang menutupi tubuh Dhira, dan luka memar lainnya pun terdapat di beberapa bagian tubuh wanita itu.

Jelas-jelas malam itu memar tersebut tidak ada, kenapa setelah pagi tiba-tiba penuh dengan luka.

"Apa yang sudah terjadi padanya?" Tuan Hexa tampak menatap sekertarisnya dengan murka.

"M-maaf, Tuan muda. Ini salahku yang kurang teliti menyelidiki tentang Nona Dhira, maaf." Sekertaris Jo tertunduk takut, ia tak berani untuk menatap majikannya.

"Bawa dokter ke sini sekarang!" titahnya dengan suara bentakan yang cukup keras, membuat Sekertaris Jo kalang kabut dan berlari keluar untuk melaksanakan perintah.

Hexa mengangkat tangan kirinya melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. "Ck, tak berguna, menyusahkan sekali," gumamnya dengan rasa kesal yang hanya bisa ia pendam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!