NovelToon NovelToon

Serendipity Next Door {Lee Jeno}

Kenalan

"Bagaimana laporan kasusnya ?" Seorang pria kekar berjalan dengan penuh karisma di koridor. Wajahnya yang dewasa membuat pesonanya bertambah puluhan kali hingga membuat siapa saja yang berpapasan dengannya akan terperangah.

"Sudah di serarkan ke kejaksaan profesor. Tapi terdakwa mengelak telah memberikan opium pada korban."

"Dia berdusta. Jelas-jelas penyebab kematiannya karena overdosis opium. Yah.. hanya itu yang bisa kita lakukan, sisanya serahkan pada hakim."

Lee Donghae, nama pria itu begitu tenar di inggris karena kepiawaiannya dalam mengungkap sebuah kasus kriminal. Dia bukan seorang polisi, melainkan seorang ahli forensik asal Korea yang lama bekerja di bawah kepolisian London.

"Profesor Lee...." Panggil seorang gadis yang sejak tadi mengekorinya.

Donghae menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya menghadap gadis itu.

"Ya?"

"Apakah anda serius ingin pensiun? Maksudku... yah... anda memiliki karir yang bagus di London."

"Apa kau mencoba menahanku?" Donghae menahan senyumannya karena tingkah lucu gadis yang sejak lama menjadi asistennya itu.

"Yah bisa dibilang begitu. 5 tahun bekerja dengan anda membuatku tidak nyaman jika harus bekerja dengan orang lain nantinya."

Donghae bersedekap. Dia menatap gadis itu lekat.

"Rosela, mau kembali ke Korea bersamaku? "

"Huh???"

"Aku punya koneksi yang bagus di sebuah rumah sakit besar di Seoul. Selain itu apa kau juga tidak merindukan papamu? Sudah lama kau meninggalkan Korea dan menetap di inggris."

Penuturan Donghae memang benar. Sejak sma hingga mengambil pendidikan kedokteran Sela- sapaan akrab gadis itu- tidak pernah sekalipun menengok papanya di Korea. Mereka hanya bertukar kabar melalui telepon.

Rosela Jung adalah seorang jenius dimana dia lulus sma pada usia 16 tahun dan menempuh pendidikan kedoktetan di bawah bimbingan profesor Lee Donghae, lalu berakhir menjadi asisten pria itu selama 5 tahun.

"Menurut anda itu hal yang bagus?" Tanya Sela.

"Ya, kenapa tidak. Kau bisa memiliki karir yang bagus di Korea."

Donghae mengelus dagunya sembari berpikir, dia kembali berucap,

"Oh ya berapa usiamu ?"

" 25 tahun, hampir 26."

"Ahhh... sepertinya kalian akan cocok."

Sela yang tidak mengerti menaikkan sebelah alisnya.

" 'kalian?' " ulang Sela.

"Aku memiliki seorang putra yang tampan. Berpacaranlah dengannya.... hahaha..."

Entah apa yang lucu, Donghae meninggalkan Sela dengan tawa keras yang terdengar di sepanjang lorong.

Sela semakin lama semakin tidak paham dengan selera humor seorang jenius berstatus profesor itu.

"Humor orang pintar memang beda." Komentarnya.

...🌱🌱🌱🌱...

Donghae tidak main-main ketika dia bilang akan mengajak Rosela kembali ke Korea dan mengenalkannya pada putra tunggalnya.

Pria itu mengetuk pintu apartemennya di pagi buta dan mengabari mereka akan ke korea saat itu juga.

Hal lain yang membuat Sela shock dengan kelakuan random sang atasan ialah ketika dia dihadapkan dengan seorang pria tampan gagah yang berdiri kaku di hadapannya. Donghae mengenalkannya sebagai putranya yang tampan.

"Kenalan Jen, jangan cuma di tatap." Donghae menyenggol lengan putranya.

"Lee Jeno." Katanya dengan suara berat yang bernada ketus. Pria bernama Jeno itu juga tidak mau repot-repon mengulurkan tangannya.

"Rosela Jung." Balas Sela. Dia sedikit tersinggung melihat sikap Jeno yang di anggapnya tidak sopan itu.

'Ganteng sih.. tapi kayak robot.' Batin Sela.

"Kudengar Yunho sedang di italy dan rumah kalian sedang di renovasi. Jadi untuk sementara waktu dia menitipkanmu padaku." Donghae berjalan keluar dari terminal kedatangan lalu mendadak  terlihat kesal melihat betapa tidak pekanya sang putra pada Sela.

Melihat Sela yang kesulitan membawa koper besarnya dan Jeno hanya diam saja tanpa berniat membantu.

"Aku yakin sudah mengajarkanmu sikap gentleman di hadapan seorang wanita." Sindir Donghae.

Jeno masih terlihat acuh hingga sang papa menatapnya tajam.

"Lee Jeno !!" Bahkan suara Donghae lebih mirip seorang komandan upacara.

"Iya-iya pa.."

Jeno si kepala batu rasanya malas untuk menyerah, tapi membangkang perintah Donghae bukan hal yang menguntungkan untuknya. Lee Donghae yang mengamuk rasanya lebih parah dari serangan shukaku di gurun pasir suna.

"Lepaskan." Kata lelaki itu pada Sela.

"Huh..?" Sela yang telat menyadari maksudnya langsung saja melepas genggamannya pada handle koper ungu miliknya dan membiarkan Jeno membawa kopernya.

'Ga bisa ramah sedikit ya? nyebelin banget wajahnya.' Batin Sela.

Kecanggungan ini tidak juga berakhir sampai mereka hendak meninggalkan bandara. Entah angin apa yang membuat Donghae berinisiatif membuat putranya yang kaku duduk di samping Sela, yang jelas perdebatan sengit terjadi akibat ide gila itu.

"Biar Jeno yang nyetir pah.." kata Jeno.

"Papa yang mau nyetir. Kamu duduk di belakang saja temani Sela ngobrol."

"Itu ga sopan. Papa pasti capek.. biar Jeno saja yang.."

"Duduk di belakang Lee Jeno.." Tegas Donghae sekali lagi.

"Ck..." Jeno berdecak kesal dan terpaksa menuruti kemauan papanya. Lelaki itu duduk dengan canggung di samping Sela dengan posisi yang sangat tidak nyaman.

"Jangan tegang. Aku ga menggigit." Sela menyeringai dan membuat semua bulu di tubuh Jeno meremang seketika.

Bersambung....

"Selamat Pagi"

Kediaman keluarga Lee tampak sangat nyaman dengan suasana yang hangat.

Jessica Jung istri Donghae yang juga mama nya Jeno sebenarnya memaksa Sela untuk menempati kamar tamu di lantai 2, sayangnya Sela terus menolak karena sungkan.

Gadis itu lebih memilih menempati kamar di rooftop rumah tersebut meski tempat itu terbilang kecil. Jessica bilang tempat itu dulunya ruang bermain untuk Jeno saat kecil tapi karena Jeno nya sudah besar akhirnya ruangan itu beralih fungsi menjadi kamar, dan Sela cukup nyaman dengan hanya menempati rooftop tersebut.

Ruangan di rooftop hanya berisi sebuah kamar, dan kamar mandi kecil. Di bagian teras terdapat beberapa sofa yang bisa digunakan untuk bersantai.

Karena keterbatasan tempatnya itu akhirnya Jessica harus membuat dapur dadakan di atas. Wanita cantik itu meletakkan teko dan panci listrik, dan juga mesin pembuat kopi mahal yang mengesankan. Katanya buat jaga-jaga kalau Sela mau masak malam-malam.

Sebuah keajaiban juga bagi Sela bertemu dengan orang yang hangat dan hebat seperti Donghae karena sehari di Korea tidak membuat Sela jadi pengangguran. Donghae memenuhi janjinya untuk memperkerjakan Sela di rumah sakit terbaik di Seoul.

Pagi ini adalah hari pertamanya masuk kerja, tapi sebelum itu dia berencana untuk jogging terlebih dahulu untuk menjaga proporsi tubuhnya.

Sela keluar saat matahari baru terlihat permukaannya, gadis itu bersiap dengan crop top hitam ketat kesayangannya yang dia padukan dengan celana training hitam longgar.

Gadis itu tidak mengambil jarak yang jauh, dia hanya berlari berkeliling kompleks yang kebetulan bersebelahan dengan sungai Han.

Namun Hal yang tidak pernah dia duga justru terjadi.

Diantara sederet orang jogging yang berpapasan dengannya, Sela tidak sengaja bertemu dengan Jeno yang juga sedang jogging.

Selain itu Sela juga tidak mengerti mengapa dirinya memiliki dorongan aneh untuk menyapa lelaki itu atau sekedar beramah-tamah dengannya. Sela pikir ini membuang waktu tapi anehnya dia ingin.

Gadis itu melaju lebih cepat untuk menyamakan langkahnya dengan Jeno.

"Selamat pagi." Sapanya dengan senyuman secerah matahari pagi.

Jeno sedikit terkejut dengan sapaannya dan lebih terkejut lagi melihat penampilan Sela yang cukup terbuka di area perut. Lelaki itu mungkin juga shock melihat abs tipis di perut Sela.

Jeno tidak mengatakan apapun dan berlari lebih cepat agar Sela tidak mengejarnya.

"Dia itu kenapa sih?? Alergi wanita ya ??"

...🐣🐣🐣...

Pagi yang tenang nampaknya hanya akan jadi kenangan bagi seorang polisi seperti Lee Jeno.

Lelaki itu baru saja menempelkan bokongnya di kursi kantor ketika sebuah telepon darurat memecah suasana damai pagi itu.

Seorang pria tua yang merupakan pejabat terkenal negara ditemukan tewas gantung diri di rumahnya.

Lee Jeno langsung menuju ke lokasi saat itu juga dan tidak sengaja bertemu dengan Mark dan Jemin di lokasi.

"Sudah di evakuasi??" Tanyanya, dia memakai sarung tangannya sebelum masuk ke tkp.

"Sudah. Ada bekas jeratan di lehernya. Itu menguatkan dugaan kalau ini memang bunuh diri. Tapi...." perkataan Mark terpotong.

"Aroma tubuh dari mayat tercium seperti almond." Lanjut Mark.

Jeno menatap Jaemin penuh arti. Ketiga detektif kepolisian itu bisa di bilang sangat berpengalaman dengan kasus-kasus semacam ini. Terbukti dengan banyaknya kasus yang sudah berhasil mereka pecahkan.

"Ya. Itu mungkin potasium sianida." Gumam Jaemin.

Jeno memeriksa tkp sekali lagi di temani Mark dan Jaemin.

Ruangan itu tampak berantakan. Seperti telah terjadi perkelahian disana. Tidak di temukan surat wasiat dari korban dan kematian korban bisa di bilang sangat mendadak mengingat korban juga mencalonkan diri menjadi walikota Seoul tahun ini.

"Kita langsung ke rumah sakit saja. Biarkan para junior yang menyisir TKP." Kata Mark.

Ketiganya sepakat pergi ke rumah sakit untuk  mengawasi jalannya autopsi.

Sejak lama kantor polisi Seoul bekerja sama dengan universe hospital dalam berbagai kasus. Begitu pula dengan kasus ini.

Mark meminta ijin untuk membuat ijin pemeriksaan  di bagian resepsionis sementara Jeno dan Jaemin melanjutkan perjalanan ke kamar mayat.

Beberapa orang disana sudah mengenal mereka karena seringnya mereka bertugas kesana, tapi hal lain justru membuat Jeno terkejut.

"Huh..? Lee Jeno...?" Seorang gadis familiar terkejut saat melihatnya.

"Kami dari kantor polisi Seoul,  mau mengawasi jalannya autopsi korban Lee Dongmin." Jaemin mengeluarkan tanda pengenalnya ketika melihat ada orang baru di tim forensik.

"Kau bekerja disini?" Ini pertama kalinya Jeno mengajukan pertanyaan pada Sela setelah 2 hari mereka bertemu.

"Iya. Profesor Lee yang merekomendasikannya."

"Kalian saling kenal? " Jaemin bersiap mengenakan masker dan sarung tangan karetnya sebelum masuk ruang jenazah.

"Dia asisten papaku." Jawab Jeno.

"Hai namaku Rosela Jung. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Kata Sela. Menuntun mereka ke dalam.

"Aku Na Jaemin. Jika kau butuh seseorang yang bisa di andalkan, kau bisa menghubungiku." Jaemin memberi Sela tatapan menggoda.

"Okey Jaemin, aku harap kau tidak menyesal sudah menawarkan dirimu. "

"Untuk wanita cantik sepertimu aku tidak akan menyesal tenang saja. " Jawab Jaemin. Jeno terlihat bosan dengan kelakuan rekannya itu.

"Apa aku perlu mengingatkanmu kalau kita sedang di kamar mayat, bukan di taman bermain?"

Sela menahan senyumannya di balik masker melihat ekspresi lucu yang Jeno tunjukkan. Selera humor lelaki itu sangat buruk kan..?

"Eoh.. Jaemin.."

Tepat sebelum Sela membuka penutup mayat itu, Mark memanggil Jaemin. Entah ada hal penting apa hingga Jaemin harus keluar untuk berunding dengan Mark.

Kecanggungan tiba-tiba menghampiri Jeno ketika hanya ada Sela dan dirinya bersama seonggok mayat dalam satu ruangan. Lebih tepatnya hanya Jeno yang canggung sementara Sela biasa saja.

"Bekas jeratan di leher mayat mendatar bukan menyamping, disini bisa aku simpulkan kalau dia di jerat bukan gantung diri..."

Jeno mengangguk paham, dia melirik Sela sesekali dan menatap mata gadis itu ketika dia sedang menjelaskan.

"Dan ada aroma potasium sianida di mulutnya. Aromanya seperti almond, aku yakin kau juga paham. Di lambungnya juga ditemukan 5mg kandungan sianida. Selain itu ada efek kerusakan paru dan pendarahan lambung sebagai efek tubuh karena terpapar sianida. "

Jeno memperhatikan organ terbuka dari mayat itu. Ini bukan pertama kalinya Jeno melihatnya jadi dia sudah terbiasa.

"Untuk saat ini hanya itu yang bisa aku simpulkan." Kata Sela. Menutup kembali kain penutup mayat.

Sela baru saja akan melepas sarung tangan dan mencuci tangannya ketika tangan mayat mendadak terjatuh dari atas tubuhnya seolah mayat itu sedang bergerak.

Sela yang terkejut refleks memeluk Jeno dan diam dalam posisi itu selama beberapa saat.

"Kau ini ahli forensik tapi penakut." Terdengar nada mengejek dalam satu baris kalimat Jeno.

"Aish.. aku hanya terkejut." Sela melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah wastafel untuk mencuci tangan.

Jeno tersenyum tanpa sadar. Satu tangannya bergerak menyentuh dada kirinya untuk menenangkan denyut jantungnya yang menggila.

Bersambung....

Gombalan

Sela sudah menyelesaikan laporan kasusnya hari ini, gadis itu mengambil 10 menit di akhir siftnya untuk membersikan diri sebelum pulang.

"Sela, bukunya aku pinjam yah.." Yuka teman barunya mengetuk pintu kamar mandi 2 kali untuk mengajaknya bicara.

"Oke bawa saja." Kata Sela.

"Kamu sudah tau rute keretanya kan??? Jangan sampai tersesat yah.." kata Yuka lagi.

Lama di negeri orang membuat Sela lupa tentang rute bus maupun kereta, dia juga tidak ingat jalan pulang jika memakai taksi.

"Okey.. tenang saja, aku tidak akan tersesat..."

'Mungkin.' Tambah Sela dalam gumamannya.

Yuka harus pulang lebih dulu karena kakaknya sudah menjemput sementara Sela masih sibuk merapikan bekas pakaian kotornya.

Gadis itu berjalan santai dengan menenteng snelli nya lalu membuka gelungan rambutnya dan membiarkannya tergerai. Di depan pintu menuju lobby Sela sempat menempelkan id cardnya sebagai tahap akhir penutupan sift nya hari itu. Dia lalu berjalan ke halaman depan dan tidak sengaja bertemu Jeno lagi.

"Belum pulang??"

"Ini baru mau pulang." Jawab Jeno.

Sela melihat lelaki itu memakai helmnya dan bergegas mengenakan jaket kulit hitam yang sangat pas di tubuhnya.

Dalam hati Sela berteriak berharap Jeno mau memberinya tumpangan. Toh tujuan mereka sama kan.

Tapi disini Sela sadar, kalau Jeno selalu bersikap dingin padanya sejak awal. Jeno mungkin tidak menyukainya.

Jadi Sela menepis keinginannya untuk meminta tumpangan lalu berjalan lemah ke Halte di samping rumah sakit.

Tidak disangka Jeno mengikutinya, lelaki itu menghentikan motornya di depan halte lalu menbuka kaca helmnya.

"Mau pulang bareng?" 

Wajah Sela berubah sumringah. Gadis itu mengangguk penuh semangat.

"Jangan salah paham. Papa yang nyuruh bareng."

Siapa yang peduli itu. Yang penting Sela bisa cepat sampai rumah dan tidur.

Dugaan awal Sela memang benar, Jeno bukan pengendara yang mau bersabar di kecepatan 40km/jam. Lelaki itu terbiasa untuk ngebut hingga jantung Sela hampir ketinggalan di perempatan.

Gadis itu mau tak mau harus merapatkan tubuhnya ke arah Jeno lalu memeluknya dari belakang karena takut jatuh.

Jeno terkesiap, Sela menyadari itu. Dia pikir mungkin Jeno risih dengan perilakunya. Padahal tidak. Jeno hanya deg-degan saja karena ini pertama kalinya dia melakukan skinship dengan wanita selain mama nya.

Sela yang merasa tidak enak akhirnya menegakkan kembali tubuhnya dan menarik tangannya dari perut Jeno. Tapi lelaki itu menahannya.

"Pegangan. Nanti jatuh." Katanya.

"Jeno.."

"Hmm??"

"Kalau hatiku yang jatuh bagaimana? Mau mungut ngga ?"

"Hah???"

...🌱🌱🌱...

Ini sudah pukul 11 malam ketika perut Sela memberontak karena lapar. Gadis itu sudah makan tadi sore tapi saat ini dia lapar lagi. Dia juga baru ingat jika dia lupa membeli cemilan dan ramen saat pulang kerja. Alhasil sekarang Sela harus merapatkan jaketnya untuk bertahan menembus hawa dingin menuju supermarket 24 jam di ujung komplek.

Tidak banyak yang dia beli, hanya beberapa varian ramen dan nori lalu kopi dan teh juga biskuit. Sela lalu berjalan capat menyusuri jalan yang sebelumnya ia lewati.

Suasana malam ini sangat sunyi. Di tambah suara jangkrik yang menjadi backsoundnya membuat nyali Sela sedikit menciut.

Sela bahkan harus setengah berlari ketika sadar ada langkah lain di belakangnya.

'Sial, itu hantu atau orang? ' batinnya.

"Hoy...!!!"

Sela terlonjak kaget dan  tanpa sengaja menghamburkan belanjaannya. Gadis itu menoleh cepat.

"Jeno !!" Sela berteriak protes ketika tau siapa oknum yang mengejutkannya barusan.

"Sstt.. jangan teriak, ini tengah malam." Katanya tanpa rasa bersalah. Padahal kan dia yang membuat Sela berteriak.

"Ck... kamu kan gara-garanya..." Sela cemberut. Lalu berjongkok untuk memunguti belanjaannya yang jatuh.

"Dokter forensik tapi takut hantu.." ledek Jeno. Dia ikut jongkok membantu Sela.

"Bukannya takut, aku cuma kaget."

Jeno tersenyum meremehkan,

"Iyadeh.. iya kaget.. bukan takut."

Untuk sepersekian detik Sela tertegun. Ini pertama kalinya dia melihat senyuman Jeno, dan itu benar-benar manis.

"Hey.. malah ngelamun. Ayo pulang." Kata Jeno. Lelaki itu sengaja membantu Sela membawakan belanjaannya lalu berdiri untuk menunggu Sela jalan bersama.

"Kenapa senyum-senyum?"

Sela terkejut ketika Jeno sadar kalau dia tadi tersenyum sambil melirik Jeno. Gadis itu berusaha bersikap biasa dan mengedikkan bahu.

"Senang saja karena kau tidak bersikap dingin lagi padaku."

Jeno tiba-tiba terdiam, memikirkan kalimat Sela barusan.

Gadis itu benar, dia bersikap lebih ramah padanya. Ini sangat tidak biasa mengingat Jeno sering menghindar jika berdekatan dengan wanita. 

Tapi dengan Sela rasanya beda. Sejak mereka bekerja sama tadi siang dan sedikit mengobrol, Jeno sudah merasa nyaman berada di dekat Sela. Padahal mereka baru kenal 2 hari. Iya kan...

Jeno tidak mengatakan apapun lagi sampai mereka tiba di rumah lalu kembali menyerahkan belanjaan Sela.

"Terima kasih." Kata Sela. Satu kakinya sudah menapak di tangga outdoor yang menuju ke rooftop sampai ia kembali berhenti dan melihat Jeno.

"Jeno."

Dan Jeno pun menoleh,

"Hm??"

"Selamat malam."

bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!