NovelToon NovelToon

38 +

Adinda Kaniya Putri

Kaniya melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Dari luar masih terlihat gelap. Kemana semua orang? pertanyaan itu menghantui pikirannya. Biasanya saat dia pulang di malam seperti ini, saudara dan para keponakannya telah berkumpul di teras rumah, sekedar bersenda gurau berbagi cerita.

Kaniya memang masih tinggal bersama 2 orang keponakannya. Rumahnya diapit oleh rumah kakak-kakaknya tanpa dibatasi pagar, sehingga keempat rumah itu, dari luar tampak seperti satu rumah. Yah.. rumah Kaniya adalah peninggalan orang tuanya, sebagai anak bungsu dan belum menikah, dia menempati rumah itu. Sedangkan kakak pertama, kedua dan ketiga Kaniya membangun rumah berdempetan dengan rumahnya, bahkan memiliki pintu yang terhubung langsung ke dalam rumah.

Dengan perasaan ragu, Kaniya membuka pintu rumah. Kaniya melihat Bayangan putih berlari ke dalam. Kaniya berusaha menyesuaikan penglihatannya.

"Siapa itu..?" Kaniya setengah berteriak. dia takut, itu adalah pencuri. tapi bagaimana mungkin pencuri berbaju putih. Pikiran Kaniya mulai berkelana kemana-mana.

"Itu tidak mungkin hantu kan??, rumah ini kan selalu aman selama ini? tapi.. kakinya tidak terlihat, dia seperti berlari tanpa kaki, itu apa sih sebnarnya?" Kaniya terus berbicara sendiri dalam hatinya.

Kaniya berusaha menyalakan lampu ruang tamu. setelah itu, dia meneguhkan hatinya untuk lanjut ke dalam ruang keluarga dan menyalakan lampu. Tujuannya setelah itu adalah masuk ke dapur dan menyebrang ke rumah kakak pertamanya untuk mencari orang-orang di rumah ini.

Tapi belum sempat dia menyalakan lampu, terdengar suara nyaring dari arah dapur. Kaniya bergegas kesana bahkan tanpa menghiraukan lagi kegelapan. dia berjalan karena sudah sangat hafal dengan rumah ini.

Kaniya masuk ke dapur dan tiba-tiba

"Dor...." seorang berpakaian putih, menodongkan pistol yang mengeluarkan air ke muka Kaniya.

"akhhhhhh..." teriaknya karena kaget. bersamaan dengan itu, lampu dapur menyala dan di meja makan yang penuh makanan, keluarganya berdiri dari kursi masing-masing.

"Selamat ulang tahun .. selamat ulang tahun... selamat ulang tahun, moga panjang umur" suara mereka bersama-sama

Dimeja terlihat kue ulang tahun tanpa lilin. Kebiasaan di keluarga mereka adalah merayakan ulang tahun hanya dengan memotong kue untuk dimakan bersama, tanpa tiup lilin. Hanya ada nama Kaniya di kue, tanpa menuliskan umur.

Kaniya sekarang berusia 38 tahun, tentunya bukan hal menyenangkan menyinggung umur seorang yang masih berstatus gadis, belum menikah pada usia matang seperti ini. Keluarga Kaniya pun sangat paham, sehingga tak ingin membuat sedih Kaniya dengan mengingat umurnya

"Selamat ulang tahun Tante, semoga sehat selalu, diberikan umur berkah, tambah banyak rejekinya, dan jodohnya lekas sadar dan menemukan Tante" Ucap Ridho, keponakan Kaniya yang paling tua.

"Selamat ulang tahun Tante cantik, Aku cuma mo bilang, semoga Tante sehat dan bahagia selalu agar ngomelnya bisa berkurang, heheh.." Nindya memeluk tantenya, yang disambut dengan hangat.

Mereka kemudian melanjutkan dengan acara makan bersama.

"Din, hari ini Tante Rini ke rumah, beliau kembali menanyakan kesediaanmu menikah dengan anaknya. Kamu mau? dia sekarang sudah bekerja loh di kantor desa. Dan umurmu juga sudah..."

"Maaf Kak Ranti, Saya tidak siap menikah dengannya, saya hanya menganggapnya teman" jawab Kaniya, sebelum kakaknya menyelesaikan perkataannya yang akan membahas tentang umur.

Ranti, memang terbiasa memanggil Kaniya dengan nama depannya, Adinda.

"Tapi Kaniya, usiamu sudah 38 tahun, dan sampai sekarang belum menikah juga. apa kamu tidak ingin punya pendamping, punya anak dan terlebih, apa kamu tidak malu dengan sebutan perawan tua dari para tetangga?" Tiara, saudara ipar Kaniya, turut menimpali.

"Mohon maaf kak, tapi saya tidak mau menikah hanya gara-gara umur atau desakan orang lain. saya yakin, saat jodoh saya memang ada di dunia ini, suatu saat dia akan datang dan saya akan menerimanya. Kakak-kakak sekalian tidak perlu khawatir, saya bahagia dengan hidup saya sekarang. Lagian, dengan seperti ini, saya lebih leluasa membantu kalian semua" Balas Kaniya, tak ingin dipaksa.

Kakak-kakak Kaniya hanya bisa terdiam mendengarkannya. bukan rahasia, jika keuangan mereka selalu dibantu oleh Kaniya. Biaya kuliah anak-anaknya pun kebanyakan di bayar Kaniya. Meskipun usaha Kaniya tidak begitu besar, namun selama ini cukup banyak membantu keuangan keluarga. dimana kakak-kakaknya hanya hidup dari hasil pertanian. Sawah yang mereka garap pun, sebagian adalah milik orang lain yang di sewa.

"Saya ke kamar dulu yah kak. Capek, seharian di toko. Terimakasih atas perayaannya" tanpa mendengarkan lagi jawaban kakak-kakaknya, Kaniya segera meninggalkan dapur menuju kamarnya.

Malam ini, Kaniya kembali dipusingkan dengan perkataan kakak-kakaknya. Dia menyadari betul bahwa usianya tidak muda lagi. Menolak lamaran hingga ke sekian kalinya, bukan hal mudah untuk keluarga Kaniya, apalagi jika itu adalah dari keluarga dekat. Hanya saja, Kaniya tidak merasa bisa menerima lamaran itu. selalu saja ada celah yg membuatnya merasa harus menolak setiap lamaran yang datang.

Anton adalah salah satu pemuda yang baik di kampung ini. mereka sudah berteman sejak kecil, usianya 3 tahun lebih muda. Dia tak bisa dikatakan masih muda, karena sudah berusia 35 tahun, entah apa yang membuatnya belum menikah sampai sekarang. padahal, dia selesai S1 di kota dan lama bekerja di kota sebelah. baru tahun ini dia kembali, dan bekerja di kantor desa karena katanya lelah bekerja dikota, mengejar materi tapi jauh dari keluarga.

Sesungguhnya, itu bukan alasan masuk akal bagiku. Siapa sih yg mau meninggalkan pekerjaan mapan dan kembali ke kampung hanya untuk jadi staf di kantor desa, itupun hanya honorer yang gajinya tak jelas. Tapi toh, itu bukan urusanku.

Pikiranku berkeliaran kemana-mana, bayang-bayang masa lalu pun perlahan kembali hadir, hingga akhirnya lelap menyapaku.

***

"Kaniya, hei... Kaniya, bangun sayang" Kaniya merasakan pipinya ditepuk tepuk seseorang. perlahan dia membuka matanya.

"Kak Dani...??" mata Kaniya membulat, melihat pemuda yang ada dihadapannya. Saat ini, dia tertidur di ruang tamu di rumah kostnya. Seingatnya tadi, dia menonton televisi, entah kenapa dia bisa tertidur

"hehehe... lucu banget sih pacarnya aku saat tertidur" Danu mencubit pipi Kaniya yang tembem. Kaniya berada pada fase pertumbuhan, pipinya terlihat menggemaskan untuk dicubit. Saat ini, dia sudah berada di kelas 3 SMA sedangkan Danu kuliah disalah satu Universitas negeri di kota ini, memasuki semester 5.

"ihhh... kak Dani iseng aja sih, sakit tau" ucap Kaniya, sambil mengelus pipinya.

"sejak kapan datang? bukannya lagi ke daerah yah penelitian sama teman-temannya" tanya Kaniya, berusaha mengumpulkan kesadarannya, mengabaikan semburat merah yang hadir di pipinya.

"Dah pulang dong, karena kangen langsung kesini. kamu sih, ga bisa dihubungi, mana ga punya HP, telp di rumah ga ada yang angkat, jadi langsung kesini" jawab Dani dengan lancar sambil menatap Kaniya.

Kaniya dapat melihat tatapan penuh rindu dari Dani. mereka telah menjalin hubungan 1 tahun.

"Kak..." Kaniya mencicit saat Dani semakin mengikis jarak. Dia seakan tahu apa yang akan dilakukan Dani, apakah ini akan jadi ciuman pertama mereka? Kaniya terus berpikir dan akhirnya memejamkan matanya. Nafas Dani terasa berhembus kewajahnya... Hingga..

"Tringgg...Tring...."

Suara alarm membangunkan Kaniya dari mimpi indahnya, ataukan disebut mimpi buruk ? Kenangan indah yang akan menyakiti hati saat diingat bukankah seharusnya disebut kenangan buruk?.

Kaniya masih berbaring ditempat tidur, berusaha mengenyahkan mimpi yang merupakan kilasan masa lalunya. Kenangan itu sudah berpuluh tahun yang lalu, bahkan disaat sadarnyapun dia tak akan hadir senyata ini. tapi entah mengapa, sering sekali menghantui tidurnya.

Setelah merasa baikan, Kaniya bangkit dari tempat tidur, membenahinya lalu menuju kamar mandi. Masa lalu boleh menghantui, tapi hidup harus tetap berjalan. Sendiri atau berpasangan tidak ada bedanya untuknya. setidaknya, begitulah yang dipikirkannya saat ini

Tetangga Menjengkelkan

"Nak, kalau kamu sudah ada yg lamar, langsung ibu terima yah, jangan sampai kayak si Kaniya itu, sampai sekarang belum nikah juga. Padahal, dulu sering sekali bawa pacarnya pulang kampung. ada yang lamar selalu ditolak, padahal pacarnya sendiri tidak pernah datang melamar". bisik-bisik rasa demo ini bukan hal yang baru untuk Kaniya. setiap ke acara pesta seperti ini, Kaniya seringkali mendengarkannya.

"iya Bu, terserah ibu aja, saya ngikut maunya ibu deh, hehehe.." Balas gadis remaja sekitaran 17 tahun didekatnya.

'Huftt... ini nih yang bikin malas ngikut beginian' keluh Kaniya dalam hati.

Hari ini Kaniya memang ikut membantu di rumah keluarga yang sedang mengadakan hajatan. Di desa, hajatan seperti ini belum menggunakan jasa catering, tapi masyarakat bahu membahu untuk menyediakan makanan. Ibu-ibu akan memasak, sedangkan anak gadis membuat kue. Kaniya yang tak tahu cara memasak untuk acara hajatan, apalagi membuat kue, akhirnya hanya jadi tukang bantu-bantu disegala bidang. seperti mengiris bawang ataupun mengambilkan bahan yang dibutuhkan

Hal ini pula yang terkadang membuatnya dapat mendengarkan hal yang tak seharusnya didengarkan. Gibahan tentang dirinya dari orang-orang, yang kadang tak memilih tempat untuk bergosip.

'Entah kenapa ibu-ibu itu sangat takut anak-anaknya menjadi sepertiku, tidak laku-laku. padahal, banyak wanita sudah menikah, malah hidup sengsara, KDRT atau harus kerja banting tulang karena suami malas. Padahal semasa gadis, begitu dimanja, sibuk dandan hanya agar cepat menikah, mengabaikan sekolah demi bertemu pacar. Sekalinya menikah malah zonk, boro-boro punya uang buat rawat diri, makan aja susah'. Kaniya kembali menggerutu dalam hatinya

"Kaniya, itu si Afdal teman di masa kecilmu sudah pulang loh dari kota M, katanya dia mau lamar kamu yah, sudah diterima saja, umurmu kan sudah sangat cukup untuk menikah, bahkan sudah lewat, untung masih ada lelaki lajang yang mau melamar" Ucap Bu Siska, tetangga depan rumah Kaniya.

"Iya Bu, kami pernah bertemu kok. Ibu jangan salah paham dong, saya dan Afdal hanya teman. Lagian, saya lebih tua dari dia, kan kasihan Bu, kalau dia menikah dengan perempuan yang lebih tua" Kaniya berusaha menata bahasanya sebaik mungkin

"Kamu itu susah banget yah dibilangin, nanti kamu betul-betul jadi perawan tua, menyesal loh"

"Iya nih, si Kaniya, entah lelaki seperti apa yang ditunggunya. Padahal muka biasa-biasa aja, kaya pun tidak, jangan pasang kriteria terlalu tinggilah" sambar ibu-ibu yang duduk disamping Bu Siska, sambil terus mengulek sambal.

'kenapa seolah-olah nih ibu menganggap tuh sambal diriku yah, punya dendam apa nih si ibu, kok kayak jutek gitu yah' tanya Kaniya dalam hati.

"Bukan masalah kriteria atau apa sih Bu, mungkin memang belum jodohnya saja. Kaniya kami mungkin harus banyak berdoa agar lekas ketemu jodoh" kakak Kaniya yang sejak tadi mendengarkan adiknya dipojokkan, akhirnya angkat bicara.

Kaniya masih berusaha mengingat, ibu-ibu yang ada didekat Bu Siska. sampai akhirnya, ingatan tentang seorang pemuda yang datang ke rumahnya bersama orang tuanya untuk melamar Kaniya mulai terbayang.

'akh... paham deh, ini kan ibu-ibu yang anaknya ngotot datang melamar, tapi ditolak almarhumah ibuku karena dia perokok, suka minum minuman keras, tapi masih pengangguran. meskipun orang tuanya, punya banyak sawah, tapi kebiasaannya menjadikan nilai minus Dimata ibu dan kakak-kakakku' Kaniya kembali bergelut dengan pikirannya sendiri.

"iya sih, tapi masa sampai usia seperti ini, Kaniya masih pilih-pilih, ingat yah... menikah diusia tua itu susah punya anak" ibu didekat Bu Siska masih ngotot dengan pendapatnya.

"makasih loh Bu, atas nasehatnya, doakan saja yah Bu, supaya jodoh saya cepat sadar dan menemukan saya sebelum betul-betul tua. Lagian saya masih merasa muda loh Bu. saya juga harus hati-hati dong saat pilih pasangan. Jangan sampai, gara-gara takut tidak menikah, malah salah pilih pasangan. Yang pastinya, kalau laki-laki pemabuk, saya pasti tolak" Kaniya berdiri, membersihkan roknya dengan cara menepuk beberapa kali, lalu beranjak tapi sebelumnya dia pamit pada kakak dan ibu-ibu yang tadi bekerja bersamanya.

***

Jam masih menunjukkan pukul 10.00 tapi Kaniya sudah sampai di toko, padahal hari ini dia sudah memberi tahu Nindya, akan datang setelah dhuhur karena mau membantu di rumah pak RT yang sedang hajatan. tapi karena sudah bosan mendengarkan ibu-ibu yang begitu kepo dengan kehidupan pribadinya, Kaniya memilih kabur.

"Tan, ada beberapa tamu tadi yang cari Tante. jadi saya suruh datang sore aja. Dua orang titip revisian tugasnya, ada satu orang lagi, kayaknya calon pelanggan baru deh Tan, hehhe" Lapor Nindya, begitu aku masuk toko.

"Tante dikasih duduk dulu dong nak, jangan langsung dikasih kerjaan, masih capek nih aku. capek hati, jiwa dan raga, hahaha.." ucap Kaniya agak lebay.

"Tante ih.. Kan Nindya cuma mau lapor cepat, gegara tugas Nindya juga banyak banget, mana toko juga ramai yang mau cetak foto, kak Ridho entah kemana juga, badan Nindya juga lelah Tan..." keluh Nindya manja

"jangan mengeluh gitu dong sayang, banyak kerjaan artinya banyak pemasukan. harusnya bilang Al..."

"Alhamdulillah" jawab Nindya dengan senyum terkembang.

Nindya adalah keponakan Kaniya yang ikut membantu menjaga toko. keahliannya untuk mengedit dan mencetak foto sudah lumayan, sehingga Kaniya sangat terbantu.

Urusan menjaga toko, diserahkan kepada Ridho dan Nindya. sedangkan Kaniya akan mengerjakan pengetikan tugas-tugas kuliah dari pelanggannya. termasuk membantu menyusun tugas akhir para mahasiswa yang mengetik ditempatnya, meskipun tidak bisa dikatakan membantu membuatkan. Karena tugas Kaniya hanya membantu menyusun kalimat, mengetik, dan mengerjakan revisian hasil bimbingan. tapi untuk urusan melengkapi bahan dan melakukan penelitian tetap dilakukan oleh pemilik tugas.

Pekerjaan Kaniya ini dimulai saat banyak mahasiswa di kampungnya kesulitan mengetik tugas akhir karena tidak punya laptop dan print. Meskipun, di desa ini masyarakat sudah sangat mendukung pendidikan, namun tidak semua yang bisa menyediakan keperluan kuliah anak-anaknya. Mereka biasanya mencari tempat untuk mengetik. Adapula yang kesulitan dalam merangkai kata untuk tugas-tugasnya, maka disinilah peran Kaniya, untuk membantu mereka.

Kaniya memeriksa satu persatu tugas yang ada di mejanya. lalu membuka laptop dan mulai merevisi sesuai catatan yang ada. sesekali, Kaniya terlihat menghubungi pemilik tugas. Kaniya hanya berhenti saat menunaikan kewajibannya pada sang Pencipta dan untuk makan. hingga tanpa sadar, waktu telah menunjukkan pukul 17.00. saatnya toko harus ditutup, dan mereka pulang ke rumah.

Namun, saat akan menutup toko, Kaniya dikagetkan dengan kedatangan seorang pria yang tersenyum manis menatapnya.

"Putri...." meskipun hanya seperti gumaman, tapi Kaniya cukup merasa jelas dengan namanya yang disebutkan pria itu.

Proposal

"Afdhal...? tumben kesini? mau beli sesuatu? maaf yah, dah tutup tokonya" Kaniya memberikan pertanyaan beruntun pada Afdhal yang hanya tersenyum, menunggu sampai Kaniya berhenti bicara.

"tanyanya satu-satu dong Put, akukan jadi bingung mau jawab yang mana dulu"

"Hehhe.. Sorry yah, kamu jawab yang mana aja deh... "

"Tan, Nindya pulang duluan yah, gerah mo segera mandi" tanpa menunggu jawaban tantenya Nindya segera meraih tangan tantenya, menciumnya dengan khidmat "Nindya pamit yah Om" Nindya hanya menunduk hormat pada Afdhal, lalu berjalan menuju rumah yang hanya berjarak beberapa meter dari toko.

Kaniya hanya mengerjapkan mata, melihat tingkah keponakannya yang seperti orang kebelet, cepat sekali perginya.

"Put...." Afdhal yang dari tadi memperhatikan Kaniya segera memanggil untuk menyadarkan Kaniya atas kehadirannya di tempat ini. Bukan hal yang baru bagi Afdhal, bahwa Kaniya sering hilang fokus. Bisa-bisa, Kaniya lupa kalau dia ada disini.

"yah...?. eh... Dhal, maaf yah, tadi sampai mana yah... oh iya, kamu kesini buat apa?" tanya Kaniya lagi dengan wajahnya yang menggemaskan bagi Afdhal. Meskipun sudah cukup berumur, sikap kekanakan Kaniya terkadang masih hadir.

"Ha..haa... Putri..Putri..dari tadi kamu bertanya terus deh, yang tadi saja belum kujawab. tapi inti pertanyaannya sama sih" Afdhal menjeda ucapannya lalu melihat sekitar "Put, kayaknya gak enak deh kita berbincang disini, ke cafe yang di desa sebelah yuk" ajak Afdhal, mengingat banyak hal yang harus didiskusikan nya dengan Kaniya.

"hmmm..." Kaniya tampak berpikir. Dia dan Afdhal memang berteman dari kecil, tapi sekarang mereka sudah dewasa dan ini baru pertemuan kedua mereka setelah Afdhal kembali ke desa.

" Gak usah takut, aku kesini sama teman kok, jadi kita gak bakalan berdua saja, mereka menunggu di mobil" Afdhal menunjuk ke jalan di mana mobilnya terparkir. Kaniya melihat seorang laki-laki dan perempuan di dalam mobil.

"Oh.... ok deh" mereka akhirnya melangkah bersama menuju mobil Afdhal.

Sebelum masuk mobil, mereka terlihat berkenalan, berbincang sedikit dan bertukar posisi. Laki-laki yang duduk di belakang, pindah ke depan, ke kursi samping kemudi, lalu Kaniya naik ke kursi belakang.

Kaniya meminta hal ini untuk menghindari gosip. Pergi dengan Afdhal di satu mobil saja bisa menimbulkan fitnah, apalagi kalau sampai duduk disampingnya, ditambah ada pasangan lain di belakang. bisa-bisa, mereka dianggap lagi doble date.

Gosip tentang Afdhal yang berniat melamar Kaniya pun masih terasa segar. Jadi Kaniya tidak mau menambah formalin untuk mengawetkan gosip tersebut.

Kaniya, seperti biasa terhanyut dalam pikirannya sendiri. Afdhal yang memperhatikannya dari cermin, hanya mampu geleng-geleng kepala.

'kebiasaannya tidak pernah berubah, selalu saja hanyut sendiri dalam dunianya. entah apa yang dipikirkan. huftt... andai saja lamaranku diterima..' Afdhal terus saja memperhatikan Kaniya, sehingga fokusnya ke jalan teralihkan, untung saja jalanan di desa sangat sepi dari kendaraan lain.

"Dhal, cafenya lewat tuh.." peringat Andi yang dari tadi fokus memperhatikan jalanan, namun masih bisa melihat sepupunya yang dari tadi memperhatikan Kaniya.

'chittt....'

"Au...." suara teriakan bersamaan dari Kaniya dan istri Andi karena Afdhal berhenti secara tiba-tiba.

"Put, kamu gak papa ? maaf yah.." tanya Afdhal, mengulurkan tangannya hendak memeriksa kening Kaniya. Namun Kaniya secara refleks menghindar

"eh..maaf.." cicit Afdhal salah tingkah. dia segera menarik tangannya.

"gak apa-apa kok. tadi hanya kaget dan gak siap, mobil tiba-tiba berhenti.

"Yang, kamu gak apa-pa kan? kalau ada yang sakit, ntar kita minta Afdhal tanggung jawab. berhenti kok mendadak, kalau istriku luka bagaimana, mana dia lagi hamil" Andi terus menggerutu menyalahkan Afdhal.

"gak apa-pa kok sayang, aku baik-baik saja, baby juga aman" ucapnya sambil mengusap perutnya yang masih terlihat rata.

Kaniya hanya memperhatikan, tanpa berniat menimpali. Diapun tadi hanya kaget saja dan kesulitan menjaga keseimbangannya saat mobil berhenti mendadak.

Tanpa berkata lagi, Afdhal yang merasa bersalah, hanya menatap mereka dengan tatapan menyesal. Lalu memundurkan mobil dan membelokkannya ke halaman parkir Cafe .

Mereka berempat akhirnya turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam cafe. Tampak Andi merangkul istrinya dengan posesif sambil terus bertanya keadaannya setelah kejadian tadi. Sesekali terlihat dia menyentuh perut istrinya.

Di dalam cafe, mereka duduk di kursi yang kosong, yang berada di dekat jendela, lalu memesan makanan dan minuman.

"Ok, aku cuma punya waktu setengah jam nih, harus pulang sebelum jam enam. jadi kita langsung aja yah" Kaniya segera membuka percakapan agar suasana canggung karena kejadian di mobil tadi bisa terlupakan.

"sebenarnya, aku mau mengajukan proposal.." Afdhal menghentikan ucapannya, lalu menatap Kaniya. Kaniya yang heran ditatap oleh Afdhal hanya mengerutkan kening. mengetik proposal penelitian mahasiswa, sudah biasa untuknya. Tapi, buat apa Afdhal membuat proposal, diakan sudah menyelesaikan S1nya.

"untuk...?? " tanya Kaniya, tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.

"untuk nikah sama kamu sih sebenarnya.."

"Yah...? " Kaniya membulatkan mata, mendengar ucapan Afdhal. Andi dan istrinya pun yang tadinya asyik dengan dunia mereka, menoleh mendengar teriakan Kaniya, meskipun tidak terlalu besar.

"hehhe... itu kan yang sebenarnya. tapi, berhubung karena kamu menolak, aku hanya akan mengajukan proposal untuk penelitan untuk S2 ku. berhubung karena aku sibuk bekerja, aku butuh bantuanmu" Kaniya menatap takjub pada Afdhal yang sedang berbicara. Dia tidak menyangka, Afdhal yang semasa S1 ogah-ogahan kuliah, malah lanjut S2 sekarang, saat usianya tak lagi muda.

"Ohhh..gitu yah. tapi Dhal, aku gak bisa membuatkan yah. Aku cuma bisa mengetik, dan merangkaikan kalimat dalam proposalmu. Bahan-bahan yang dibutuhkan, dan segala data di lapangan harus kamu sendiri yang kumpulkan. Disini, aku cuma bertugas membantu yah". Ucap Kaniya dengan tegas. meskipun kerapkali membantu mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir, tapi, Kaniya tidak pernah berniat membuat secara full. Mereka tetap harus memasukkan ide-idenya, dan Kaniya yang akan merangkainya ke dalam tulisan. Mereka melengkapi bahan-bahan yang dibutuhkan, terutama bahan yang tidak tersedia di perpustakaan mini Kaniya yang ada di toko Mereka tetap harus melakukan penelitian, hasilnya yang akan diberikan pada Kaniya untuk dianalisis. Jadi, meminta bantuan Kaniya bukan berarti mereka terima beres. Kaniya hanya membantu meringankan tugas mereka, tentunya dengan bayaran yang sesuai kesepakatan.

"Iya, aku paham kok. sudah biasalah dengar itu dari anak-anak yang kerja tugas ditempatmu" Afdhal sesungguhnya tidak terlalu peduli dengan bantuan Kaniya, dia bisa saja menyelesaikannya sendiri. Apalagi, selama pindah kembali dari kota sebelah, pekerjaannya tidak terlalu banyak dan ada asisten yang membantunya. Hanya saja, kesempatan ini bisa digunakannya untuk kembali dekat dengan Kaniya. ditolak berkali-kali? Afdhal belum mau menyerah, baginya itu tantangan tersendiri untuk nya menaklukkan Kaniya, cinta masa kecilnya.

"ok kalau gitu, aku bersedia membantu" mereka akhirnya melanjutkan pembahasan mengenai harga, tata cara pembayaran dan ketentuan-ketentuan lain.

Saat jam menunjukkan pukul 17.40, mereka memutuskan pulang. Kaniya diantarkan kembali ke rumah, setelah dia menerima pembayaran awal untuk kesepakatan pembuatan tugas akhir dari Afdhal.

Kaniya melangkahkan masuk ke rumah dengan perasaan gembira karena mendapatkan tambahan pekerjaan yang artinya tambahan pendapatan. Sementara Afdhal kembali ke rumah dengan perasaan senang, karena kembali memiliki celah untuk dekat dengan Kaniya, yang selalu dipanggilnya Putri.

Entah sampai kapan Afdhal akan mengejar Kaniya yang tidak pernah menganggapnya lebih dari teman. Bahkan saat dia kembali ke kota ini, agar tempat kerjanya dekat dengan kampung halamannya, orang tua dan orang yang dicintainya yaitu Kaniya yang tak kunjung peka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!