NovelToon NovelToon

Love And Blood

prolog

Lumina kecil berlari kesana kemari memegang bunga dandelion nya. Sesekali ia menoleh kebelakang untuk memeriksa ibunya, Elena Despina yang sedang memetik sayuran untuk di jadikan makanan mereka.

Lumina kecil berjalan mendekati ibunya, "Mama apakah ada yang bisa aku bantu?" Ia bertanya dengan wajah berseri, Dengan tatapan berbinar menunjukkan kedua matanya yang seindah samudra.

"Tidak perlu sayang, Mama sudah selesai. Dan sebaiknya kita cepat kembali dan mengolah sayuran ini, sebab sebentar lagi papa mu akan datang" Lumina yang antusias setelah mendengar perkataan ibunya segera berlari pulang.

Lumina dan ibunya tinggal di desa Biertan. Sebuah desa terpencil yang berada di provinsi Hunedoara Transilvania. Berada di perbukitan yang seluruhnya di kelilingi berbagai kebun buah dan sayur, serta terdapat aliran sungai kecil yang memanjang dari hulu ke hilir bukit.

Sedang ayahnya Philip Andreas bekerja sebagai abdi di kastil Corvin. Sebuah Pekerjaan yang di perolehnya secara turun temurun dari garis keluarganya.

Lumina dan Despina yang baru sampai di rumahnya langsung mengolah sayuran serta buah yang mereka dapat. Ya, Lumina serta ibunya memang terbiasa menyantap makanan yang tidak berbahan daging . Hal itu sudah di lakukan mereka sejak lama.

Tetapi selain buah dan sayur, mereka sesekali memakan olahan tepung seperti roti gandum, roti manis yang mereka dapat di pasar. Itu pun hanya saat Philips mengirimkan uang. Mungkin jika di lihat uang yg di berikan philips lebih dari cukup untuk mereka berdua, tetapi Despina yang murah hati. Sering kali menyisihkan sebagian uang nya untuk gelandangan yang ada di sekitar pasar Biertan.

Sejak beberapa tahun terakhir, Biertan di hantui dengan banyaknya warga yang meninggal secara misterius. Banyak desas-desus yang menyebutkan bahwa meraka di bunuh mahluk penghisap darah seperti Strigo, Vampire dan sebagainya.

Tetapi Despina menampik semua itu, ia beranggapan bahwa orang-orang di desanya mati di karenakan krisis pangan yang tengah melanda desa itu. Sebab sebagian hasil dari perkebunan di desa di salurkan langsung di kastil-kastil yang ada di Rumania, salah satunya di kastil tempat suaminya bekerja.

Para penduduknya hanya di berikan sedikit bagian dari hasil panen meraka. Jika meraka ingin hasil lebih, mereka harus datang langsung untuk bekerja. Tapi tak hayal banyak pekerja yang datang dan tak pernah kembali. Pihak kastil beralasan bahwa mereka telah melakukan perjanjian seumur hidup di kastil dan mendapat upah yang di salurkan langsung ke keluarga mereka masing-masing. Tetapi setiap bulan dan seterusnya selalu ada permiantaan pekerja baru untuk semua castle.

Pintu yang berdecit menyita perhatian Lumina dan Despina yang baru selesai menyiapkan makan siang. Lumina dengan senyum merekahnya segera mencuci tangan dan langsung berlari menghampiri Philips.

"Papa!" Teriak Lumina dengan kegirangan serta melompat-lompat ingin di gendong. Dengan senang hati pria dengan uban putih yang mulai memenuhi kepalanya menggendongnya.

"Sayang, apa yang kau lakukan hari ini dengan ibu mu, apakah ada sesuatu yang baru yang akan kau ceritakan pada papa?" Lumina yang mendengar pertanyaan ayahnya menjawab dengan lesu. "Maaf kan aku papa, hari ini aku hanya memetik bunga dandelion serta menemani mama memetik sayur. Aku bosan melakukan semua aktivitas dengan mama, aku ingin melakukan sesuatu yang baru dengan papa"

Philip yang paham maksud dari perkataan sang putri hanya tersenyum miris, iya tidak bisa bersama putrinya terus menerus karena tuntutan perjanjian dengan tuannya Sir Louis Alexander Abraham. Ia di berikan keringan dengan pulang 6 bulan sekali untuk menengok keluarganya, itu pun hanya 2 hari.

Demi menghibur hati putrinya. Ia mengeluarkan sebuah buku kuno yang ia dapat dari perpustakaan kastil. Ia tahu Lumina yang gemar membaca dan menulis. Karena buah tangan yang di berikan ayahnya, Lumina tak merasa sedih lagi, ia bertanya pada Philips.

"Ini buku apa papa?" Buku berwarna coklat tebal dengan sampul yang berukiran unik serta lembaran halaman yang mulai menguning karena di makan usia cukup menyita perhatian Lumina.

"Itu buku silsilah keluarga kastil sayang, papa harap kau menyukai nya. sebab hanya itu buku yang papa dapat dari kastil. Jika harus mampir di pasar itu akan menyita waktu papa untuk pulang"

Lumina tersenyum karena jawaban ayahnya, ia tidak mempermasalahkan apapun buah tangan yang di dapatkan dari ayahnya.

Despina yang datang dari arah dapur beranjak menghampiri Philips, ia memberikan pelukan hangat serta kecupan di pipinya.

Night

Desir angin musim semi saat malam hari di Biertan membawa suasana mencekam di penduduk desa. Saat pagi hingga menjelang petang para penduduk berantusias segera menyelsaikan segala pekerjaan dan urusan nya. Berbeda saat malam hari para penduduk tidak ada yang berani keluar rumah dikarena desas desus yang beredar.

Setidaknya selama seminggu pasti akan ada kabar orang meninggal secara misterius, tetapi seolah di tutupi dan tak ada kejadian, hal itu tak pernah di permasalahkan. Setiap ada yang meninggal keluarga mereka akan langsung menguburkan mayat nya sendiri dan tak bernah membicarakannya lagi. Rata-rata orang yang meninggal memiliki ciri-ciri kondisi tubuh yang sama, tubuh mereka masih utuh dan warna kulit yang pucat membiru.

Mereka berspekulasi bahwa wabah yang sedang beredar hanya karena krisis pangan yang sedang melanda, tetapi dari semua kejadian kematian yg terjadi, rata-rata kejadian terjadi saat malam hari lewat tengah malam. Di malam musim semi desa Biertan, kabut akan turun dengan cepat saat petang tiba. Seolah menambah kecurigaan akan adanya wabah tersebut, ketika malam hari para penduduk sering kali mendengar suara bisikan aneh dan tangis lirih.

**********

Lumina kecil yang tertidur pulas tak menyadari saat dirinya lelap, ayah dan ibunya memandang penuh haru dengan sesekali memberi usapan di kepalanya.

"Philips apakah kabar itu benar, tentang wabah itu?" Elena bertanya dengan was-was sambil memegang tangan suami nya. Philips beranjak dari ranjang memastikan jendela terkunci dan tertutup rapat serta memastikan tidak ada orang yg mendengar percakapan mereka.

"Entahlah Elena, aku tidak bisa memastikan apapun padamu, yang bisa aku pastikan hanya keselamatan kalian, itu pun jika aku tetap menuruti apa kata tuanku."

Philips yang stengah frustasi menyandarkan punggungnya di kursi kayu dekat jendela. Elena yang paham betul akan maksud suaminya mendekat dan bertumpu pada dua lututnya sambil memegang tangan suaminya.

"Philips aku mengetahui segalanya, mahluk itu ada, iblis itu ada disini. Dia berlalu lalang saat malam hari di desa untuk mencari santapan mereka, aku sudah mengetahuinya sejak lama saat tuan Thomas kehilangan istrinya. Nyonya Dawson mati saat malam hari, mayat nya masih utuh tapi ada bekas gigitan di pergelangan tangannya. Setelah kejadian itu tuan Thomas tak pernah keluar rumah, bahkan untuk menyapa seseorang pun dia tak berani. Tak lama di juga mati karena hal yang sama, tetapi orang menganggap nya gila pasca di tinggal mati Nyonya Dawson. Kumohon tinggalkan kastil itu, kita pindah dari negara ini" Mohon Elena dengan nada yang lirih tapi sedikit memaksa.

Philips yang mendengar perkataan istrinya di landa frustasi hebat. Beberapa kali ia memikirkan hal yang sama, tapi lagi-lagi ia terikat perjanjian dengan tuannya, dia juga berpikir tak akan pernah bisa keluar dari tempat itu. Elena masih tidak tahu betul siapa tuan suaminya yang sebenarnya. Pikir Elena Philips hanyalah seseorang yang memegang teguh akan perkataanya. Ia tak pernah menyadari bahwa hal yang paling menakutkan baginya ada di sisi suaminya.

Philips beranjak dari kursinya, dan mendekat kearah Elena. Ia mendekap erat tubuh yang terlihat ringkih itu. Di sela pelukannya sesekali ia meneteskan bulir bening dari sudut matanya. Elena yang di perlakukan seperti itu hanya bisa menangis tersedu.

"Elena kumohon jangan pernah katakan itu lagi, aku tidak ingin kau dalam bahaya, dan jangan pernah memberi tahu siapapun atas apa yang terjadi pada Nyonya Dawson dan Tuan Thomas" Satu kecupan hangat ia daratkan di pelipis Elena.

"Dengan ku yang tetap berada di kastil itu, keselamatan kalian akan tetap menjadi jaminan. Jika Sir Louis telah kembali, aku akan mengajukan permintaan untuk memindahkan kalian dari tempat ini. jadi kumohon bersabarlahh."

Malam hari di kastil corvin, semua pelayan di haruskan masuk kedalam kamarnya masing-masing. Mereka dilarang keluar kamar dan hanya keluar jika ada perintah dari tuannya.

Seorang pria berperawakan tinggi kekar dengan mata berwarna topaz serta berambut perak panjang sedang mengamati pekatnya langit malam. Ia berdiri di balkon kamarnya sambil mengendus udara malam, bau anyir serta tanah basah memenuhi indra penciumannya.

Seringai licik nya muncul, ia meregangkan kedua otot tangannya serta sedikit memiringkan kepalanya hingga timbul suara gemeltuk. Ia melompat kebawah balkon mencari asal dari aroma anyir tersebut. Tepat di tengah hutan ia menemukan wanita tua yang tengah terkapakar kehabisan darah, di samping nya ada Johnathan yang sedang bertumpu dengan kedua kaki sambil membersihkan bekas darah yang tersisa di mulutnya.

"tuan" Louis menatapnya dengan tatapan datar tanpa ada rasa tertarik dengan hal tersebut.

"Kau ceroboh, sudah kukatakan jangan terlalu sering mengambil seseorang dari tempat itu, orang-orang mulai curiga akan hal ini, jika kau tidak bisa menahan nafsu mu kau bisa mengambil seseorang dari desa lain!"

Johnathan yang baru kali pertama mendengar tuan nya bicara panjang lebar seketika menunduk dengan ekspresi yang sedikit ketakutan. "Maafkan aku tuan tapi wanita ini sudah tua dan penyakitan"

Louis yang tidak peduli akan hal itu tak menghiraukan penjelasannya.

"Kapan phillips akan kembali?"

"Lusa tuan"

tragedy

Tak terasa 2 hari cepat berlalu, Philips yang di haruskan segera kembali ke istana dengan cepat mengemas barang bawaannya. walaupun tergolong sedikit ia tetap melakukanya dengan cepat. ia hanya tak ingin mengecewakan tuan nya. Ia berpamitan kepada Lumina dan Elena, sedikit tangis haru menyertai kepergiannya.

"Jaga dirimu baiik-baik disini Lumina dan turuti semua perkataan ibumu" Lumina kecil hanya mengangguk dengan bulir air bening yang terus merembes di pipi merah nya. Elena yang paham akan situasi ini segera menggendong Lumina agar tangisannya ssedikit mereda.

"Jaga dirimu papa, dan sering-seringlah untuk pulang. Aku menyayangimu" Ia memeluk erat kedua tubuh yang enggan di tinggalkannya. Philip segera beranjak pergi dan tak ingin berlama-lama dalam suasana tersebut.

Tepat saat petang tiba Lumina baru menyelsaikan belajarnya, ia mengisi harinya dengan membaca buku dan menulis.

Elena masuk ke dalam kamarnya dan menuntun Lumina ke meja makan untuk makan bersama. Ia tak mengatakan banyak hal, hanya menyuruhnya untuk tidur lebih awal karena esok meraka akan berkunjung ke rumah bibi marry .

Selesai makan, Elena mengantar putri nya ke kamar. Dengan telaten ia mengantar ke kamar mandi dan membantunya membersihkan badan. ia beranjak ke tempat tidur .

"Lumina, berdoalah dulu sebelum tidur"

"Tentu mama"

'Malam ini aku menyerahkan istirahat malamku ke dalam tanganmu ya bapa, biarkan kiranya tidurku dari segala hal yang tidak baik. Jauh kan aku dari roh-roh jahat. Lindungi aku dan orang orang yang aku kasihi dengan kuasa darah mu'

Elena tersenyum dan mengecup kening putrinya, ia beranjak dari ranjang tetapi sebelum menutup pintu ia berucap pada Lumina.

"Jangan pernah membuka jendela saat malam hari, dan jangan beranjak dari kamarmu, jika kau butuh sesuatu panggil mama sayang" Lumina menimpalinya dengan senyuman.

"Mama ada sedikit pekerjaan sayang, ada sedikit rajutan yang tertunda dan besok harus segera di bawa ke rumah bibi marry, jika mama sudah selesai mama akan menemanimu tidur" Lumina kecil hanya menimpalinya dengan anggukan .

Tak selang lama, suasana kamar yang redup hanya menggunakan lampu tidur kuning di atas nakas serta hawa yang sedikit lebih dingin dari biasanya, membuat lumina cepat terlelap.

Waktu berputar hingga menunjukkan pukul 1 dini hari. Lumina terbangun, ia tidak mendapati Elena di samping nya, ia ingin beranjak dari ranjang dan mencari ibunya. Tapi sesuatu menarik perhatiannya, jendela yang tengah tertutup rapat itu menimbulkan suara aneh seperti lemparan kerikil di sertai rintihan seseorang sedang menangis .

Karena rasa penasaran yang teramat sangat dan di saat elena belum tiba di kamarnya, dengan berani dan sedikit was-was. Lumina membuka jendelanya, ia menengok ke arah luar dan saat di periksa ia tidak menemukan apa pun, hanya kabut pekat serta dinginnya angin yang memenuhi luas nya kebun sejauh mata memandang. Bermaksud berbalik arah ingin memanggil Elena, belum sempat ia memanggil ibunya secara tiba-tiba ia di tarik sesuatu dari luar jendela dengan cepat. Dengan spontan ia berteriak memanggil ibunya.

"mamaa...!"

Elena yang tertidur pulas karena kelelahan, tiba-tiba saja bangun saat mendengar teriakan Lumina. Seketika ia berdiri menuju kamar lumina dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, ia masuk dengan raut tegang dan menahan tangis, ia memeriksa kedalam kamar dan tidak mendapati keberadaan Lumina.

Tatapannya terpaku dengan kondisi jendela yang terbuka lebar, sontak ia segera keluar rumah dan memanggil nama Lumina. Karena jarak rumah para penduduk yang berjauhan di tambah wabah misterius yang sedang beredar, tidak ada satu pun orang yang keluar rumah. Dengan keadaan kalut dan frustasi, ia terus berlari di tengah pekatnya kabut sambil memanggil Lumina. Saat di ujung jalan di tepi hilir sungai kecil, ia mendapati suara tangisan anak kecil. segera ia menghampiri asal suara tersebut.

Saat sampai di tempat ia di kejutkan Lumina yang tengah meringkuk di akar pohon besar dengan seorang lelaki stengah baya sedang menunduk bersiap siap menerkam gadis itu, elena yang melihat itu seketika berteriakk .

"lepaskan dia! lakukan itu padaku jangan gadis kecil itu."

Pria yang tak lain Johnathan itu menyeringai sambil melirik ke arahnya.

"Bagaimana jika kalian berdua menjadi santapanku malam ini, aq pastikan akan melakukannya dengan cepat" Johnathan yang sudah tak sabar itu pun segera berlari menarik Elena dan mengigit lehernya. Lumina yang menyaksikan itu menangis histeris, ia terisak sambil memanggil mamanya .

"Mama...! tidak ...! jangan lakukan itu pada mama ku, lakukan saja padaku"

Elena di tengah kesadarannya yang hampir hilang ia berucap tanpa suara berkata lari beberapa kali sambil melambaikan tangan nya, bermaksud agar Lumina segera lari dan mencari pertolongan atau bersembunyi.

Di sela tangis Lumina yang begitu menyayat, gadis kecil itu terpaksa berlari dengan tubuh ringkihnya tanpa menggunakan alas kaki. Ia berlari kencang keluar hutan dan menginjak guguran daun kering serta ranting yang sedikit banyak melukai kakinya, saat baru sampai menyebrangi aliran sungai kecil, ia di kagetkan dengan kehadiran Johnathan yang sudah di depannya .

"Mau kemana kau gadis kecil ? ibu mu di sana sudah tertidur dengan lelap dan tidak merasakan sakit lagi" Lumina yang mendengar itu semakin histeris. Johnathan yang merasa muak dengan keadaan itu, dengan cepat menarik pergelangan tangan Lumina dan segera menancapkan taring nya di sana. Belum sempat ia merasakan darah gadis itu sebuah suara menghentikan gerakannya.

"Hentikan itu!"

Ia menoleh dan mendapati tuannya Sir Louis Alexander Abraham berada tepat di belakangnya, ia menunduk dengan raut muka panik karena paham telah melakukan hal ceroboh.

"Maaf kan aku tuan" Ia menunduk tak berani menatap tuannya, berbeda dengan gadis kecil yang tengah menatapnya dengan bingung serta sorot mata yang terlihat meminta tolong.

"Kau sudah ku peringatkan berulangkali tapi kau tak mengindahkan perkataan ku, ini masih sepekan dan kau melakukannya di tempat yang sama dan berulang kali. Katakan padaku Johnathan jika kau ingin kembali ke basilica"

Seketika Johnathan langsung menegang saat mendengar perkataan tuannya, ia semakin bergetar hebat karena katakutan. Ia tak akan pernah mau kembali ke tempat para iblis dan mahluk pengerat di kurung.

"Maaf kan aku tuan, kumohon maaf kan aku, ini di luar kendali ku, ini semua karena nafsuku yang tidak terkontrol, aku berjanji tak kan mengulanginya lagi tuan ku. kau bisa memegang janji ku kali ini tapi kumohon jangan kembalikan aku ke basillica."

Louis yang mendengar itu hanya memasang wajah datar tak tertarik sama sekali dengan perkataan itu, ia hanya membutuhkan Johnathan untuk beberapa hal, maka dari itu ia menyuruhnya pergi.

Setelah kepergian Johnathan ia juga beranjak pergi, tapi sebelum itu suara gadis kecil menghentikan langkahnya.

"Tunggu, tuan kumohon tolong aku dan mamaku. Mamaku ada disana dan sedang terluka."

Entah apa yang sedang di pikirkan Louis saat itu, ia mendekat pada Lumina.

"Apa yang kau inginkan?"

"Tolong ibuku"

"Dimana dia?"

"Di sebelah sana."

Dengan sedikit sesegukan Lumina mendekat ke arah Louis, ia menarik tangan Louis untuk menunjukkan arah. Louis pun sedikit mengerutkan alisnya. Ia mengikuti langkah gadis itu, Tiba di tempat Lumina segera berlari ke arah ibunya , di sana ia menemukan Elena sudah terkapar dengan kulit pucat yang sedikit membiru, suhu tubuhnya turun derastis. Tangannya terasa sedingin es seperti tidak ada aliran darah sama sekali . Lumina yang melihat itu seketika menangis tersedu-sedu. Louis yang melihat itu tak menujukkan reaksi apapun, Ia memandang tanpa rasa belas kasih karena baginya kematian adalah hal yang biasa.

"Berhentilah menangis, ibu mu sudah mati" Lumina yang mendengar itu semakin terisak. Entah apa yang membuat Louis sedikit bersimpati, ia berjongkok sambil menepuk pelan pundak gadis itu.

"Siapa namamu?"

"Luu ..mina, Lumina Cathleen"

"Apa kau punya orang tua lain?"

"Aku hanya punya mama dan papa, papaku Philips Andreas , ia bekerja di kastil corvin" ucapnya dengan suara terbata dan sedikit terisak.

"Ohh... Jadi kau anak Philips" Louis menimpali dengan senyum manis penuh maksud .

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!