[ Lomba Menulis Cerita Horor 10 Bab ] Warung Bu Lasmi
Bab 01
Risa
"Saya datang lagi, Bu....kali ini membawa 2 orang teman,"
Bu Lasmi
"Oh, non Risa .. lama tak singgah kemari. siapa nama teman-temannya itu ? Cantik-cantik, ya ?"
Risa
"Ini Clara, dan ini Leticia,"
Bu Lasmi
"Non Risa beruntung, karena hari ini, ibu memasak menu istimewa. Sebagai pelanggan pertama hari ini, kalian dapat potongan 25% ditambah lagi gratis minuman apapun yang kalian suka. Tapi, cuma sekali pesan, ya ?"
Risa
"Hari ini, ada masakan spesial apa, Bu ?"
Bu Lasmi
"Silahkan pilih sendiri krengsengan daging sapi, rica-rica, daging asam manis atau sup sehat ala Bu Lasmi?"
Risa
"Menu yang dilingkari ini saja, yang dapat potongan. Saya pesan Sup Iga sapi, Bu... tidak tahu teman-teman suka yang mana ?"
Bu Lasmi
Bu Lasmi tersenyum dan menulis pesanan Risa sambil menunggu pesanan yang lain.
Clara
"Menurut Risa, Krengsengan daging sapi nya Bu Lasmi enak dan lezat... saya mau coba itu saja dulu," ujar Clara.
Leticia
"Daging asam manis, Bu," sahut Leticia.
Bu Lasmi
"Baik. Siap dihidangkan. Minumnya, apa, dong ?" tanya Bu Lasmi.
Risa
"Es jeruk nipis saja, Bu.... bagaimana dengan kalian ?" sahut Risa.
Clara dan Leticia menganggu berbarengan, "Sama"
Bu Lasmi
"Oke, siap..." ujar Bu Lasmi sambil membalikkan badan meninggalkan tempat itu.
Leticia
"Warung ini kelihatannya kecil, ya.... tapi, begitu masuk ke dalam... wauw, ternyata besar dan bagus lagi. Dari sini kita bisa melihat-lihat pemandangan yang bagus... Apa kau sudah lama berlangganan di warung ini, RIS ?" tanya Leticia.
Risa
"Lumayan. Dulu sewaktu Ayah masih hidup, aku selalu diajak kemari... makanya, giliran saya mengajak kalian. Lagipula, masakan di Warung Bu Lasmi ini, sekalipun terdiri dari menu-menu daging, juga ada sayur mayur. Bu Lasmi memang pandai memasak...satu lagi kelebihan warung ini yaitu... tidak terlalu mahal,"
Bu Lasmi
"Sambil nunggu masakannya, kalian nikmati dulu es jeruk nipisnya, karena tadi saya sudah bilang, dapat diskon... kalau minuman kalian habis, bisa minta lagi, ya ?!" katanya ramah sekali.
Risa
"Terima kasih, Bu..." ujar Risa sambil membantu menyajikan es jeruk nipis itu kepada Clara dan Leticia.
Bu Lasmi
Bu Lasmi tersenyum, "Sebentar lagi matang, non Risa... sabar, ya ..."
Sepeninggal Bu Lasmi, 3 gadis cantik itu kembali berbincang-bincang, suara mereka nyaris tak terdengar karena berbisik-bisik. Sesekali berhenti saat ada beberapa tamu masuk, duduk dan memilih menu. Bu Lasmi tampak sibuk melayani tamu yang mulai memadati warung tersebut.
Tak lama kemudian seluruh pesanan Risa dan kawan-kawannya sudah disajikan di meja. Asap yang mengepul, terbawa angin menebarkan aroma sedap dan harum. Menggelitik hidung para tamu dan sebagian dari mereka memesan masakan yang sama seperti Risa dan kawan-kawannya.
Cacing-cacing dalam perut mereka berontak, air liur nyaris menetes pada piring mereka yang sudah diisi dengan nasi. Merekapun segera menyantap makanan tersebut dengan lahap. Sementara, Bu Lasmi tersenyum simpul, senyuman dingin dengan sejuta makna.
Tamu pada berdatangan, memesan makanan yang lezat dan menggiurkan, memesan minuman yang menyegarkan. Tanpa menyadari bahwa apa yang mereka makan bukanlah daging sapi, ayam, kambing ataupun yang lainnya. Mereka makan dengan lahap, tak ada seorangpun yang melihat seringai mengerikan Bu Lasmi menghiasi bibirnya.
Bu Lasmi
"Juragan, lihatlah mereka itu... bersyukurlah kau telah memberikan milikmu untuk mereka ini yang menderita akibat tangan Besimu. Harusnya, kau bangga bisa mengenyangkan perut lapar mereka yang selalu kau panggil dengan sebutan 'Budak' ini," gumamnya.
Risa, Clara dan Leticia telah menyelesaikan makan siangnya, saat membayar tagihan makanan dan minuman, mereka terkejut tidak percaya. Tapi, memang itulah, Bu Lasmi tidak mematok harga setinggi langit. Leticia memberanikan diri bertanya.
Leticia
"Lho, Bu... apa tagihannya tidak salah ?"
Bu Lasmi
"Tidak, non... emh... siapa nama nona tadi ?"
Leticia
"Leticia, Bu... ibu bisa memanggil saya Letis,"
Bu Lasmi
"Oya, non Letis... itu tidak salah. Warung ibu ini memang beda dari warung-warung yang lain... biasanya, menu daging sapi itu dipatok seharga ... lebih kurang 25rb ke atas... tapi, ibu hanya mengambil sedikit saja, di bawah 25rb. Selebihnya, nona bisa pergunakan uang nona itu untuk yang lainnya. Ibu tidak rugi, kok,"
Leticia
"Serius, Bu..." tanya Leticia.
Leticia
"Baiklah, kalau begitu, Bu.... terima kasih... lain kali Letis akan bawa teman-teman untuk makan dan minum di warung Ibu... semoga makanan dan minuman ibu cocok dengan selera mereka, Bu...."
Bu Lasmi
"Terima kasih, non.... terima kasih, sehat selalu, banyak rejeki dan panjang umur,"
Risa dan yang lainnya segera meninggalkan warung Bu Lasmi... kepergian mereka tak lepas dari pandangan mata Bu Lasmi yang tajam.
Bab 02
Bu Lasmi
"Kemarilah, nak,"
Bu Lasmi
"Ibu dengar... di sekolah tersebut kau sering dilecehkan teman-temanmu ?"
Maya
"Ti... ti... tidak, Bu..."
Bu Lasmi
"Jangan bohong, nak... kau pikir ibu tidak tahu... kemarin sepulang sekolah, kau mengompres pipi dan pelipis kananmu,"
Maya
"Maya, terjatuh dari tangga, Bu... kebetulan pelipis dan pipi kanan Maya membentur tembok,"
Bu Lasmi menatap tajam ke arah Maya, gadis bertubuh tinggi kurus itu hanya bisa menundukkan kepala, sesekali menutupi pelipis dan pipi kiri dengan telapak kanannya, sesekali pula ia buru-buru mengalihkan wajahnya ke arah lain saat beradu pandang dengan Bu Lasmi.
Bu Lasmi
"Jangan bohong ! Sudah ibu katakan berkali-kali, ibu tidak ingin puterinya berbohong !"
Bu Lasmi menjambak rambut Maya dan gadis itu tak bisa lagi menutupi pelipis dan pipi kirinya yang matang biru. Sepasang mata Bu Lasmi terbelalak seakan biji matanya hendak keluar.
Bu Lasmi
"Katakan pada ibu... siapa yang telah membuatmu babak belur seperti ini ! Jika kau berbohong, ibu akan memasukkanmu ke dalam kuali. Cepat katakan !!"
Maya
"Di ... di... dia bernama Rohan, Bu. Ayahnya mantan tentara yang dimutasikan dari kota Medan,"
Bu Lasmi
"Baik... ibu akan mengatasinya... kau tenang saja. Mengapa kau harus membuatku marah terlebih dahulu untuk mengatakan yang sesungguhnya... atau mungkin bukan cuma Rohan saja yang mem-bully-mu, pasti ada orang lain, bukan ? Jawab dengan jujur..."
Maya
"Sebenarnya ada 4 orang, Bu... mereka adalah Tari, Fahmi dan Jessica,"
Bu Lasmi
"Bagus.... ibu kenal mereka semuanya karena sering makan di tempat ini. Sekarang pergilah tidur... ibu akan mempersiapkan segala-galanya... jadilah anak yang penurut. Tahu ?!"
Maya mengangguk, lalu bergegas menuju ke kamar tidurnya. Ia membanting tubuhnya ke tempat tidur sementara ada dua titik bening mengalir dari sudut matanya.
Maya
"Maafkan, aku..." desahnya.
Bu Lasmi
"Selamat sore, pak Petrus... bagaimana kabar Anda hari ini ?"
Piets
"Selamat sore, juga, Bu... hari ini luar biasa baik... daging karenya ada, Bu ?"
Bu Lasmi
"Oh... untuk Pak Petrus, saya tidak berani bilang tidak ada. Tumben sendirian ? Mana ibu dan Mas Rohan ?"
Piets
"Kebetulan, mereka ada acara sendiri... di rumah saudara,"
Bu Lasmi
"Baik, pak... mohon ditunggu, ya... satenya tidak pesan, pak ?"
Piets
"Lain hari saja, Bu... untuk sementara, saya ingin makan kare,"
Bu Lasmi tersenyum, saat Pak Petrus membalikkan badan dan melangkah menuju ke meja no 13 tak jauh dari meja kasir, sepasang matanya menyorot tajam.
Tak lama kemudian, pesanan Pak Petrus sudah tersaji di meja, kepulan asap menebarkan aroma harum, membuat pria berusia lebih kurang 48 tahun itu tak bisa lagi mengendalikan rasa laparnya. Iapun segera makan dengan lahapnya. Ia tak menyadari seringai mengerikan terukir dari sudut bibir Bu Lasmi, sepasang matanya tajam berkilat-kilat bak mata sebilah pisau dapur yang tajam.
Piets
"Waduh... masakan Bu Lasmi ini, lain daripada yang lain,"
Bu Lasmi
"Lain bagaimana, pak ? Bukannya, bapak seringkali makan disini.... kok bilang begitu ?"
Piets
"Saya tidak bisa berkomentar apapun... yang jelas, enak... lezatnya nomor satu,"
Bu Lasmi
"Syukurlah kalau begitu, pak... bapak senang dan puas... ini adalah motto warung Bu Lasmi... kepuasan pelanggan adalah segala-galanya,"
Pak Petrus tertawa, selesai membayar tagihan, ia pun melangkah meninggalkan tempat itu. Kala itu warung Bu Lasmi sudah sepi tersisa satu dua orang saja. Mereka asyik dengan makanannya masing-masing.
Mendadak tubuh laki-laki itu limbung dan saat hendak roboh, Bu Lasmi sudah menahan dan menariknya ke dalam ruangan berukuran 3x5 M². Ia mengikat erat kaki dan tangan pria itu.
Bu Lasmi
"Bapak, SDH sadar ?"
Piets
"Hai, aku kenal suara itu, kau pasti Bu Lasmi. Mau apa, kau ? Dan mengapa kau ikat aku seperti ini ?"
Bu Lasmi
"Kau benar... Aku Lasmi. Sudah saatnya aku melakukan tugasku sebagai malaikat maut penjagal karena anakmu dan teman-temannya telah melecehkan Maya, puteriku,"
Piets
"Apa katamu ? Anakku sama sekali tidak pernah melecehkan siapapun. Jangan mengada-ada. Kau tahu siapa aku ?"
Bu Lasmi
"Tentu aku tahu, siapa kau Petrus... kau adalah mantan marinir TNI AD yang bodoh. Kau selalu bertindak seenak perutmu. Lidahmu begitu tajam, mari kita lihat, setajam apa lidahmu setelah dipotong,"
Bu Lasmi menyeringai mengerikan, tangan kanannya menimang-nimang sebilah pisau dapur yang cukup besar. Sebagian nyala api yang membakar tungku menerpa mata pisau itu. Tajam berkilat-kilat... wajah Pak Piets pucat pasi, ia berontak hendak melepaskan diri dari tali-temali yang mengikat tangan dan kakinya. Tapi, semakin keras ia berontak, ikatan itu sepertinya semakin kuat.
Piets
"Wanita sialan, ketahuilah begitu tali-temali ini terlepas, aku akan membunuhmu,"
Bu Lasmi
"Oh, coba saja... seberapa lama kau berjuang melepaskan ikatan itu. Tali itu akan membuat siapapun yang terikat akan mengalami keputusasaan,"
Piets
"Keparat, aku akan membunuhmu, memisahkan semua anggota badanmu ke segala penjuru mata angin,"
Bu Lasmi
"Jangan berkhayal, bung... lihat saja keadaanmu... masih saja berharap pada sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Nah, kini perlihatkan lidah tajammu itu, aku akan membuat sup lidah terenak untuk isteri dan anak-anakmu,"
Sambil berkata demikian, Bu Lasmi menjambak rambut Pak Piets sekuat mungkin hingga laki-laki itu menjerit kesakitan. Lidahnya terjulur dan ....
"Ssrrtt..."
Gerakan itu sama sekali tidak terduga, tahu-tahu lidah Pak Piets sudah terpotong menjadi dua bagian... darah mengucur deras. Teriakan-teriakan Pak Piets sudah tidak bisa didengar dengan jelas lagi. Bu Lasmi memungut lidah itu dan memasukkannya ke dalam kuali
Pak Piets terus menjerit-jerit menahan sakit, matanya yang basah oleh air mata nyalang menatap Bu Lasmi yang kini baginya, merupakan perwujudan sosok Malaikat maut penjagal.
Bu Lasmi
"Ternyata, setelah dipotong...
lidahmu tak setajam tadi.... kini aku ingin tahu apa benar rumor tentang Pak Petrus yang memiliki ilmu kebal bahkan peluru pun tak bisa menembus badanmu ? Otot-ototmu terdiri dari tautan kawat dan tulang-tulangmu terbuat dari besi ? Nah, kalau memang benar ... mari kita buktikan, mampukah pisau dapurku ini, menggoresnya... jika tidak mampu, kau kulepaskan dan kau boleh membunuhku kapanpun kau mau,"
Pak Petrus membelalakkan mata saat mata pisau dapur itu terayun dan menyambar leher kanannya. Darah merah kehitaman menyembur keluar, muncrat kemana-mana, sebagian memercik ke tubuh Bu Lasmi yang tertutup dengan jas hujan. Untuk sesaat tubuh pria berumur 48 tahun itu mengejang-ngejang dan sepersekian detik kemudian, tak bergerak-gerak lagi.
Bu Lasmi tersenyum dingin. Pisau dapur yang masih bersimbah darah itu terayun kesana-kemari memotong tali-temali pengikat tangan dan kaki Pak Piets.
Bu Lasmi
"Ternyata, rumor itu bohong... kau adalah sampah masyarakat. Tahukah, kau ... berapa banyak orang yang menderita akibat ulahmu itu ? Berapa banyak orang yang menanggung fitnah yang kau tebar ? Sayangnya, tak ada hukum yang bisa menjangkaumu. Kau kebal hukum, akulah hukum. Hukuman yang paling cocok adalah kulitmu yang kotor itu dikuliti. Setiap organ yang ada di dalam tubuhmu, kotor.... harus dicuci. Daging dan tulang-tulangmu harus direbus biar mereka ikut merasakan apa yang telah kau rasakan,"
Sambil berkata demikian, tangan-tangan terampil Bu Lasmi bergerak sesuai dengan apa yang dikatakannya. Tubuh Pak Piets yang sudah dipotong menjadi ukuran kecil-kecil itu direbus ke dalam kuali setelah itu memasukkannya ke dalam lemari pembeku.
Bu Lasmi
"Kurasa, dagingnya cukup untuk persediaan beberapa bulan ke depan,"
Bab 03
Peristiwa menghilangnya Pak Piets hangat dibicarakan di berbagai media. Bu Piets dan puteranya tampak sibuk menghubungi kantor tempat suaminya bekerja. Tapi, tak seorangpun tahu dimana keberadaannya. Para aparat penegak hukum pun tidak menemukan titik terang. Bu Piets yang tampak lelah, sepasang matanya dihiasi cekungan hitam. Tak terbayangkan, berapa hari ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sepanjang waktu digunakan untuk mencari keberadaan suami.
Bu Lasmi
"Selamat malam, Bu... Apakah sudah mendapatkan kabar kemana suami ibu pergi ?"
Bu Piets
"Belum, Bu.... saya sudah mencarinya kemana-mana. Entah ini sudah yang kesekian kalinya saya mencari, tapi, tetap saja tidak ada kabar,"
Bu Lasmi
"Sabar, Bu... ini cobaan,"
Bu Piets
"Saya pesan sate Padang nya 20 tusuk, ya..."
Bu Lasmi
"Baik, Bu... mohon ditunggu sebentar,"
Bu Lasmi
" Minumnya, apa, Bu ?"
Bu Piets
"Es kunyit asam saja, Bu..."
Bu Lasmi tersenyum, ia memanggil salah seorang pelayan dan membisikkan sesuatu ke telinganya.
Bu Lasmi
"Khusus untuk ibu ini, berikan daging berkualitas tinggi di lemari pembeku no 3. Tolong, ya, Gus ?"
Lemari pembeku nomor 3, adalah tempat dimana daging Pak Piets disimpan. Setelah dimasak sesuai pesanan. Sate Padang itu sudah tersaji di meja Bu Piets.
Bu Lasmi
"Bu... saya sengaja memberikan daging berkualitas tinggi khusus untuk Anda... bisa menambah stamina, energi dan menjauhkan kita dari penyakit. Silahkan dinikmati, ya... karena anda sedang mengalami musibah... maka, sate Padang ini, saya kasih potongan 50%. Sisa uangnya, bisa ibu pakai untuk keperluan sehari-hari Ibu dan putera ibu, Rohan,"
Bu Piets
"Bu Las.... kau bisa rugi kalau begini terus. Saya juga enggan untuk makan di warung Anda,"
Bu Lasmi
"Jangan begitu, Bu... saya pernah mengalami apa yang ibu alami, rasanya menyiksa sekali... jadi, jangan sungkan atau apa.... kita senasib dan sepenanggungan. Demi mengingat itu, saya berani berkata demikian,"
Bu Piets
"Te... te... tetapi... "
Bu Lasmi
"Sudahlah, Bu... santai dan nikmati sajalah. Keberuntungan tidak boleh ditolak, jelek akibatnya..."
Bu Piets mengangguk perlahan, dua titik bening keluar dari sudut matanya, terharu akan ucapan Bu Lasmi, maka, setelah mengusap air matanya, ia mulai menyantap sate Padang yang memang sudah menggoda rasa laparnya itu, sementara, Bu Lasmi hanya memandanginya dengan tatapan dingin.
Bu Lasmi
"Bu Piets... sudah selesai makannya ?"
Bu Piets
"Sudah, Bu... berapa tagihannya ?"
Bu Lasmi
"25rb saja, Bu..."
Bu Piets
"Bu, saya kasih 50rb, ya... kembaliannya, ibu simpan,"
Bu Lasmi
"Terserah ibu saja, dech. Oya, saya sudah menyediakan gulai dan sate kambing untuk Mas Rohan, ya..."
Bu Piets
"Waduh, Bu... ga usah saya harus bayar lagi, nich..."
Bu Lasmi
"Tidak perlu, Bu... bawalah dan biar dijadikan lauk untuk besok sebelum berangkat sekolah,"
Sepasang tatap mata Bu Lasmi begitu tajam menusuk, sementara, ia menyodorkan tas plastik hitam ke hadapan Bu Piets. Wanita berumur 45 tahun itu tak mampu menolaknya.
Bu Piets
"Kalau begitu, terima kasih, Bu Lasmi... kebaikan hati ibu saya tidak bisa membalas... biarkan Gusti Allah SWT yang membalas kebaikan hati ibu,"
Bu Lasmi
"Terima kasih. Semoga Pak Piets segera bisa ditemukan dan kembali menemani ibu,"
Bu Piets membalikkan badannya dan dengan langkah-langkah lesu meninggalkan warung tersebut dengan tatapan tajam dan dingin.
Bu Lasmi
"Kau dan anakmu pasti akan segera bertemu dengan keparat itu,"
Menghilang tanpa bekas, itulah yang kini terjadi pada Pak Piets. Pihak aparat penegak hukum putus asa dan memutuskan untuk menutup kasus tersebut. Tentu saja hal itu, membuat Keluarga Bu Piets tidak terima.
Maka, mereka memilih untuk menyelidiki sendiri. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, Bu Piets mendengar rumor bahwa puteranya, Rohan terlibat aksi kebut-kebutan dan pelecehan terhadap salah seorang siswi satu sekolah.
Bu Piets
"Benarkah, isu yang beredar itu, nak ?"
Rohan
"Tentu saja tidak benar, Bu... kalau boleh Rohan tahu, siapa yang menebar rumor tersebut. Ibu harus menuntut penyebar kabar burung itu,"
Bu Piets
" Nak, jangan berbohong, katakanlah dengan jujur. Barangkali, ini ada hubungannya dengan menghilangnya ayahmu,"
Rohan
"Tentu saja tak ada hubungannya, Bu... mana mungkin ?"
Bu Piets menatap anaknya dalam-dalam. Rohan berusaha menghindari kontak mata dari ibunya dengan berpura-pura melirik ke layar hpnya.
Bu Piets
"Kau berbohong, nak...
Temuilah ibu setelah kau berkata jujur... Atau tak perlu menemuiku, sama sekali !!"
Sambil berkata demikian, wanita itu melangkah meninggalkan Rohan. Sesampai di dalam ruang kamarnya, ia membanting daun pintu sekeras mungkin hingga pria berumur lebih kurang 16 tahun itu tersentak kaget.
Jessica meringkuk di sudut ruangan seluas 3x5 m². Satu-satunya cahaya adalah nyala api pada tungku, melenggak-lenggok tertiup angin yang masuk melalui celah-celah lubang angin.
Wajahnya pucat pasi, tubuhnya bergetar hebat saat Bu Lasmi berjalan mendekat sambil menimang-nimang pisau dapur yang masih basah oleh cairan kental berwarna merah kehitaman. Cairan yang didapat dari beberapa sayatan pada urat-urat nadi di pergelangan tangan dan kaki wanita berambut cepak itu. Senyumnya bagaikan senyuman Malaikat maut penjagal yang sewaktu-waktu mengeksekusinya.
Jikalau tanpa luka di pergelangan tangan dan kakinya, mungkin Jessica bisa segera membela diri atau bahkan melarikan diri dari tempat itu. Tapi kini, wanita berumur sekitar 16 tahunan itu hanya bisa menggigit bibirnya keras-keras hingga berdarah sambil merangkak bagai cacing kepanasan.
Jessica
"Ma... maafkan saya, Bu... maafkan saya karena telah melecehkan Maya beberapa hari yang lalu... saya mohon lepaskan saya... biarkan saya pergi..."
Bu Lasmi
"Tenanglah anak manis... ibu hanya ingin mengambil beberapa potong dagingmu saja untuk stok makanan bulan depan,"
Jessica
"Ja... jangan, Bu... saya mengetahui kesalahan saya... tolong ampuni saya, Bu..."
Bu Lasmi
"Apakah kau dan teman-temanmu melecehkan Maya, kalian memberi ampun dan membiarkannya pergi ? Bayangkan saja kalau Maya itu dirimu atau yang lain... bagaimana perasaan kalian, ha ?!"
Jessica
"Ma... maafkan, saya, Bu... saya janji takkan melakukan hal itu lagi,"
Bu Lasmi
"Iya. Kau takkan pernah melakukannya lagi, sebab, kau harus mati hari ini,"
Tangan Bu Lasmi bergerak cepat, menjambak rambut Jessica. Gadis itu berteriak kesakitan, tapi, hanya sebentar saja sebab, mata pisau dapur itu sudah menyayat lehernya. Ia terbelalak lebar seakan biji matanya terlepas keluar. Tubuhnya mengejang, setelah itu tak bergerak lagi.
Tangan-tangan Bu Lasmi bekerja dengan cepat, dalam waktu singkat telah mengubah Jessica menjadi potongan daging kecil-kecil dan memasukkannya ke dalam kuali.
Tanpa ia sadari, ada sepasang mata mengintip dari celah-celah pintu. Pemilik mata itu adalah...
Bu Lasmi
"Maya... aku tahu kau ada disana, kemarilah, bantu ibu membersihkan ruangan ini,"
Tak ada jawaban, sepasang mata Bu Lasmi beralih ke arah pintu, sosok itu masih ada.
Bu Lasmi
"Maya... jangan membuat ibu kesal atau marah... cepat masuk dan bantu ibu sekarang juga !! Atau kau ingin kujadikan suguhan anjing liar di luaran sana ?! Cepat masuk !!!"
Pintu terbuka perlahan-lahan, Maya melangkah masuk sementara sepasang matanya menyapu ke sekeliling ruangan. Bau anyir darah bercampur menjadi satu dengan aroma yang keluar dari dalam kuali membuat kepalanya pening, perutnya serasa diaduk-aduk.
Maya tak bisa menahan lebih lama lagi, seisi perutnya tumpah ruah di lantai bercampur dengan genangan darah Jessica. Wajah Bu Lasmi merah padam, namun, masih mampu menahan diri.
Bu Lasmi
"Nantinya kau akan terbiasa, nak jadi usahakan secepatnya kau memuntahkan seisi perutmu, setelah itu bantu ibu,"
Maya
"Me... mengapa ibu melakukan ini ?"
Bu Lasmi
"Aku melakukannya untukmu, nak... kita adalah wanita... jangan sampai kita ini dilecehkan oleh orang-orang di sekitar,"
Maya
"Haruskah kita membunuh mereka semua ?"
Bu Lasmi
"Harus ! Apakah kau lupa dengan perbuatan Ayahmu pada ibu dulu sewaktu kau masih berumur 3 tahun ?"
Maya
"Maya tak pernah melupakannya, Bu...."
Bu Lasmi
"Nah, itulah penghinaan Ayahmu yang selalu membekas di hati ibu... jangan sampai terjadi padamu, nak. Jika orang-orang seperti itu dibiarkan hidup... tak tahu berapa banyak lagi kaum wanita yang akan jadi korban selanjutnya,"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!