Hay gaes...
Ini adalah novelku yang ketiga dan harap kalian semua bersemangat memberikan author dukungan...
...🍃READING BOOK 🍃...
Seorang gadis yang berusia 16 tahun duduk tenang di bangku kantin, tak ada satu orang pun yang berniat menghampiri karena gadis ini selalu menutup diri dan cupu.
Ia bernama Berlin Aisyah Yudha, dia adalah seorang gadis yang berkecukupan. Keluarganya hanya seorang pekerja bangunan dan seorang pembantu.
Berlin cukup bersyukur karena dapat makan dan minum tanpa kekurangan, meski selalu mengeluh akan biaya sekolah.
Ia pernah meminta dengan orang tuanya untuk berkerja sambil sekolah, namun hal itu ditentang keras oleh kedua orang tuanya dan sampai jika ia membantah maka kedua orang tuanya akan marah besar padanya.
Kini Berlin berada di kantin sekolah, di jam istirahat seperti inilah ia mengisi perutnya dengan satu roti yang ia beli, ia terus mengunyah roti yang ia beli.
Saat ini perutnya sangat lapar, namun dirinya hanya mampu membeli roti, sehingga ia hanya memakan roti sebagai ganjalan perut yang kosong.
"Minggir kau cupu, ngalangin aja!" Bentak seorang gadis dengan membawa satu nampan berisi makanan.
Berlin pun bergeser sedikit untuk memberi mereka jalan.
"Kau pikir kita mau makan sama mu, sana pergi bikin sakit mata saja!!" Bentak satu temannya lagi.
Berlin pun bangkit dari duduknya, ia berjalan untuk meninggalkan meja tersebut. Namun gadis yang merebut mejanya dengan sengaja meletakkan kaki dijalan Berlin dan membuat ia langsung terjatuh ditempat itu.
"Hhhhhh....lihatlah, mangkanya punya mata empat itu dipakai bukan cuman untuk pajangan!!" Ledek gadis yang meletakkan kakinya.
Berlin meremas roti yang ditangannya, ia sangat geram. Namun ia tak mampu melakukan hal lebih.
"Apa mau marah hah!" Sinisnya. "Ups...sengaja!" Dengan menuangkan sebuah jus dikepala Berlin.
Semua orang tertawa sangat lepas, seakan mereka menonton acara lawakan secara langsung.
Berlin langsung bangkit dan mendorong gadis itu, ia berlari keluar dari kantin, menutup wajahnya yang sangat malu.
Mengapa selalu begini, apa salah berlin,' Batinnya yang terus mengeluh.
Ia berlari tak tentu arah, hingga ia tampa sadar pergi ke toilet dimana tempat yang paling nyaman untuk mengeluarkan tangisnya.
Ia langsung masuk ke dalam toilet, lalu menguncinya. Ia keluarkan semua tangisnya yang berusaha ia tahan dari tadi.
"Apa salah berlin...hiks...hiks...Berlin berusaha menghindar tapi mereka yang selalu mempermalukan ku...hiks...hiks..." Tangis Berlin pecah didalam kamar mandi tersebut.
Ia berusaha menahan suaranya agar tak terdengar keluar, namun saat ini ia menangis tak suara dan tidak ada satu pun bahu yang menenangkannya.
Tok...tok...
"Berlin! Kamu disana?" Tanya seseorang dengan mengetuk pintu kamar mandi yang Berlin berada
Berlin sejenak terdiam, ia berusaha menetralkan wajah dan tangisnya. Seakan menelan batu yang sangat besar, begitu lah yang Berlin rasakan agar tidak terlihat menangis.
Perlahan ia membuka pintu, ia melihat sahabatnya datang menghampirinya.
"Kamu menangis lagi!" Lirihnya dan langsung memeluk Berlin erat.
"Enggak..." Ucap serak Berlin khas orang yang habis nangis.
"Udah jangan nutupin lagi, sekarang menangislah! Aku akan menjadi pendengar terbaik untuk mu!" Ucapnya dengan mengelus rambut kepang Berlin.
"Hiks....hiks...aku dibully lagi cel, aku aku sakit...hiks....hiks..." Lirih Berlin dengan air mata yang tak bisa dibendung.
"Yaampun, siapa yang bully kamu Berlin, coba katakan!" Ucapnya yang berusaha menenangkan Berlin.
"Orang itu...hiks...hiks..."
"Baiklah, aku tau siapa orangnya, biar aku kesana ber dan biarkan aku memberi mereka semua pelajaran!!" Geram Celsi.
"Eng-enggak perlu cel, aku gak papa!" Ucap Berlin yang berusaha tegar.
"Gak ada, kalo dibiarkan mereka pasti selalu bully kamu!" Ucap Celsi yang berusaha menahan emosinya.
"Aku mohon jangan! Ntar mereka pasti akan balas dendam sama ku." Ucapnya menatap wajah Celsi.
"Huh...Kan ada aku, masa kau gak mau bales sih!!" Kesal Celsi.
"Aku gak papa cel!" Ucap gugup Berlin.
"Yaudah yok kita ke kelas lagi, kayaknya bel masuk udah bunyi deh!" Ajak Celsi sambil memapah Berlin.
"Tapi rambut ku!" Ucap Berlin memegang rambutnya.
"Hah...rambut? Inalillahi kok bisa sih berlin!" Ucap baru sadar Celsi bahwa rambut sahabatnya itu lengket dan basah.
"Kamu kristen cel!" Ucap Berlin memberi tahukan.
"Oh iya aku lupa!!!" Ujarnya dengan menepuk keningnya."Yaudah kita basahin aja dulu ya, sepertinya pelajaran masih belum dilakukan dan jika kita ketinggalan pelajaran maka kita akan meminta izin!" Ucap Celsi memberikan solusi.
Berlin hanya mengangguk dan mereka pun segera membersihkan nya meski sedikit susah.
Setelah membersihkan rambut Berlin yang lengket karena air jus yang di tuang oleh pembully tadi.
"Udah kan, yok kita pergi lagi!" Ucap Celsi dengan menarik Berlin.
Berlin hanya diam mengikuti, mereka berdua berlari untuk menuju kelas mereka agar segera sampai.
Sesampainya mereka dikelas, semua mata tertuju pada mereka, namun beberapa saat mereka semua kembali fokus pada pelajaran.
"Permisi pak, maaf kita terlambat!" Ucap Celsi yang ingin meminta izin masuk.
"Cepat duduk!" Ketus sang guru.
Banyak guru tak suka dengan keberadaan Berlin, selain sering di-bully latar belakang yang sangat kecil itu membuat mereka semua enggan untuk sopan pada Berlin.
Sedangkan dengan Celsi, ia adalah anak orang kaya yang menutupi identitasnya, disini Celsi ingin mencari sahabat sejati dan akhirnya bertemu dengan Berlin.
"Baiklah pak!" Ucap Celsi dan langsung menarik tangan Berlin untuk masuk kelas.
Berlin terus menunduk saat masuk, ia takut dengan tatapan pembully itu.
"Hay...gimana! aku belum kasih kamu pelajaran!" Ucap pembully itu dengan senyum yang menakutkan bagi Berlin.
"Apaan sih kamu Jes!" Ketus Celsi yang ingin membela Berlin.
Namun Berlin langsung menggenggam kuat tangannya agar tidak berurusan dengan gadis itu.
Dia adalah Jesica Maharani Fauzi, seorang anak yang memiliki kehidupan sedikit lebih dari Berlin. Orang tuanya bekerja disebuah perusahaan dan dibank.
Jesica selalu mencari kesenangan dan perhatian yang dapat membuatnya melupakan yang namanya kesibukan orang tua, ia tak pernah sedikit pun diberikan kasih sayang yang lebih sehingga ia bersikap seperti ini.
Jam pelajaran berlangsung, Berlin dan Celsi kembali fokus dengan pelajaran mereka.
Semua pelajaran hari ini telah selesai dipelajari, kini Berlin berjalan sendiri karena Celsi selalu dijemput didekat samping sekolah agar tidak ada yang mengetahui identitasnya.
Celsi selalu menawari Berlin, namun Berlin memberi alasan bahwa dia mabuk naik mobil dan beberapa alasan yang tak bisa dibantah Celsi.
Kini Berlin berjalan dengan santainya menuju halte, ia akan segera menuju rumah untuk membantu orang tuanya membersihkan rumahnya.
"Eh sini kau cupu!!!" Teriak seseorang yang membuat Berlin kaget.
Berlin berbalik, ia melihat kumpulan Jesica sedang berjalan mengarah padanya.
Berlin langsung berlari, ia tak ingin berurusan dengan para gadis sombong itu.
Namun yang ia lakukan mustahil, mereka semua ikut mengejar dirinya. Berlin bingung harus berbuat apa, ia terus berlari dan tak sengaja sebuah motor yang membuatnya langsung terjatuh meski tak mengenai motor itu.
*Tiiinnn....tinnn*...
Klason motor yang menyuruh Berlin menghindar, namun Berlin tidak kunjung berdiri dan membuat orang pemilik motor pun turun dari motornya.
Sedangkan para gadis yang mengejarnya hanya berdiri diam ditempat yang tak jauh dari sana, mereka semua tersenyum melihat Berlin yang akan mendapat masalah.
"Minggir, kamu ngalangin jalan aku!" Bentak seorang cowok.
\*\*\*\*\*\*
***Hay gues kembali lagi dengan bab yang menarik jangan lupa like and comen ya gaes 😎.karna author nih pencerahan dari kalian para reader ku yang baik.sampai jumpa lagi😉😁***
...🍃 READING BOOK 🍃...
Berlin tetap diam, ia berusaha membersihkan tangannya yang sedikit kotor.
"Dasar cupu! kau mau apa duit, ini! Cepat minggir aku gak ada waktu untuk mu!" Kesal cowok itu dengan melempar lima lembar uang merah.
Berlin pun berdiri, ia menatap dengan marah cowok yang ada didepannya itu. Bukannya membantu, ini malah dihina.
"Dasar gila! Orang jatuh itu ditolong, ini malah dikatain!" Kesal Berlin dan langsung beranjak dari sana dengan kaki yang sedikit pincang.
"Hay cupu, siapa yang kau bilang gila hah!" Bentak cowok itu yang merasa geram.
Para teman cowok itu pun ikut berhenti didekat motor cowok itu, mereka semua mendekat mengelilingi mereka berdua dengan tatapan masing-masing.
"Ada apa bro?" Tanya temannya.
"Ini cupu cari masalah sama aku!" Kesalnya sambil menatap tajam kearah Berlin.
"Kaisar lepasin saja dia, dia cewek bro!" Ucap temannya yang memang memiliki sikap lemah lembut
"Ini cewek berani banget sama aku ndra, udah kasih duit aku pula dikatain gila!" Ucapnya yang berusaha menahan emosi.
"Sabar kai, kau tak tau dia cewek apa!" Ujar Hendra yang berusaha menenangkan kaisar.
"Di kamus aku gak ada yang namanya cewek istimewa!" Ucapnya yang berusaha menahan amarah.
Ini adalah orang yang pertama kali mengatakan ia gila, padahal ia sudah berusaha baik untuk memberikan gadis ini uang tapi ia malah dikatai.
Kaisar mendekati Berlin dengan mata yang tajam, ia terus menatap mata Berlin dan dengan terus maju sampai Berlin tak bisa untuk mundur lagi.
"kau yang cari masalah sendiri, jadi jangan salahkan aku kasih perhitungan!" Ucap kaisar dengan menekankan setiap perkataannya.
Berlian bergetar mendengar ucapan cowok yang didepannya itu, apakah sekarang ia sudah mendapatkan masalah besar? Berlin hanya menatap kebawah ia takut melihat mata tajam kaisar.
"Dasar cupu!" Ucap kaisar dengan menepuk dinding disamping Berlin.
Kaisar langsung pergi pergi bersamaan dengan semua temannya.
Sedangkan Berlin hanya terpaku ditempat, ia merasakan bahwa bebannya akan bertambah lagi mulai sekarang.
Namun tak jauh dari sana, Jesica menatap dengan kesal karena cowok idaman nya berdekatan dengan sicupu sampai berbicara dengan begitu dekatnya.
Jesica dan yang lain mendekat kearah Berlin, mereka akan melanjutkan kegiatan mereka yang sempat tertunda.
"Aku peringatin, jangan deket-deket deh sama kaisar atau kau tau akibatnya!" Ucap Jesica dengan menarik kerah baju Berlin.
Mereka langsung pergi meninggalkan Berlin yang hanya diam menatap lurus kedepan.
Setelah kesadarannya telah kembali, Berlin pun pergi menuju halte dan menunggu angkot yang lewat dijam begini.
Dengan lunglai berjalan menuju halte yang sudah tampak sunyi, kini sekolah sudah sepi dan hanya beberapa orang saja yang lewat.
"Sepertinya aku akan terus mengalami hal yang begitu susah!" Batinnya yang terus mengeluh.
Berlin duduk dihalte dengan tatapan kosong, ia masih berharap di jam seperti ini masih ada angkot yang lewat.
Setelah satu jam lamanya, angkot itu tidak kunjung datang dan ia pun memutuskan untuk berjalan menuju rumahnya.
Dengan lelah berjalan melewati jalan raya, rumahnya yang cukup jauh dari sekolah membuatnya sampai dirumah sekitaran jam enam sore.
"Kamu kenapa nak, kenapa begitu lesu?" Tanya sang ayah yang sepertinya baru pulang dari pekerjaannya.
"Gak papa yah, tadi ketinggalan angkot aja!" Jawab Berlin dengan tersenyum kecut.
"Yaudah kamu istirahat dulu, nanti ayah buatkan sarapan ya!" Ucap sang ayah tersenyum.
"Gak perlu yah, ayah pasti lelah! jadi biar Berlin aja yang buat ya!" Ucapnya.
"Yaudah ayah bantu oke! kamu tukar baju sana baru turun ya!" Ucap lembut sang ayah sambil mengelus rambut anaknya yang tampak lepek.
Berlin pun berjalan dengan lemas masuk ke kamarnya, suasana seperti ini sudah biasa. Dimana ibunya yang selalu pulang jam 7 malam sehingga mereka hanya mempunyai waktu bersama saat dimalam harinya saja.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, ia pun langsung pergi kedapur untuk membuat makanan bersama sang ayah.
"Udah siap sayang, sini bantu papa goreng telor! Biar ayah yang membuka bawang!" Ucap sang ayah memberikan instruksi.
Berlin hanya mengangguk, ia pun memulai menggoreng telor sesuai apa yang dikatakan sang ayah.
"Ini goreng ini ya nak!" Ucap sang ayah memberikan potongan tempe pada Berlin.
Berlin pun menerimanya, ia pun menggoreng tempe itu setelah menggoreng tempe.
Semuanya ia masak sesuai apa yang diucapkan oleh sang ayah sampai selesai.
"Kamu makan dulu sayang, papa nungguin ibu ya!" Ucap sang ayah menyuruh anaknya untuk segera makan.
Ia cukup kasihan dengan anaknya itu, wajahnya selalu murung setiap pulang sekolah, padahal setiap pagi selalu tersenyum ceria.
"Berlin nungguin ibu juga, Berlin gak mau makan sendiri!" Bantah Berlin yang ingin makan bersama.
Nama ayah Berlin adalah Yudha dan sang istri adalah Tami.
Yudha hanya mengangguk, mereka berdua pun menunggu Tami sampai pulang.
Tak berselang lama Tami datang dengan wajah yang lelah, ia langsung duduk dimeja makan.
"Makan sayang!" Tanya Yudha.
"Nanti aja, aku mau membersihkan tubuh dulu!" Ucap Tami dengan tersenyum.
"Baiklah, kita tunggu kamu oke!" Ucap Yudha sambil tersenyum tipis.
"Makan lah dulu, kalian pasti menunggu ku dari tadi!" Ucap Tami dengan sibuk menyusun keperluan makanan bulanan.
"Lebih baik menunggu mu! Masa waktu menunggu kita sia-sia!" Ucap Yudha.
"Baiklah, kita makan dulu baru aku mandi!" Ucap Tami yang tak ingin anak dan suaminya kembali menunggu lagi.
"Biar aku ambilkan ma!" Ucap Berlin yang sudah bersiap untuk mengambil nasi.
"Sudah biar mama sendiri, kamu duduk aja!" Ucap Tami yang langsung merebut sendok nasi dari tangan Berlin.
Berlin hanya tersenyum, ia menunggu kedua orang tuanya mengambil semua makanan nya. Namun saat sang mama ingin mengambilkan nasi kedalam piringnya, Berlin langsung menahan sendok itu agar tak sampai kepiringnya.
"Biar Berlin sendiri aja ma! Gak baik kalo orang tua melayani anaknya!" Tahan Berlin.
"Baiklah sayang, makan yang banyak!" Ucap Tami dengan tersenyum.
Berlin pun mengambil makanannya sendiri, ia mengambil semua makanan yang ada dimeja.
******
Hay gues kembali lagi dengan bab yang menarik jangan lupa like and comen ya gaes 😎.karna author nih pencerahan dari kalian para reader ku yang baik.sampai jumpa lagi😉😁
...🍃 READING BOOK 🍃...
Keesokan harinya, Berlin yang sudah bangun dari jam 05:00 untuk menunaikan ibadah sholat nya. Setelah itu ia baru membersihkan seluruh rumahnya dari menyapu dan mencuci piring.
Sedangkan untuk sarapan pagi selalu sang mama yang buatkan.
Berlin mencuci piring lebih dulu, karena menurutnya hal itu yang seharusnya ia lakukan agar cepat selesai.
"Sudah siap sayang?" Tanya Tami yang melihat sang anak membawa sapu dari arah depan.
"Ini tinggal di dekat dapur!" Jawabnya.
"yasudah, kamu bersihkan habis itu siap-siap sekolah, oke!" ucap Tami dengan membentuk tangan oke.
Berlin hanya mengangguk, ia bergegas untuk menyapu bagian dapur.
Setelah selesai menyapu bagian dapur, Berlin langsung pergi menuju kamarnya untuk mengambil handuk dan perlengkapan lainnya.
Di karenakan kamar mandi dirumahnya yang hanya satu membuat ia harus bergegas mandi agar tidak membuat sang ayah menunggu dirinya.
Setelah melakukan semuanya dan telah memakai seragam sekolah, ia pun langsung bergegas ke meja makan.
"Ini sayang!" Ucap Tami dengan memberikan sepiring nasi goreng.
"Ibu! Biar lah Berlin yang ngelakuin, kan gak baik orang tua yang ngelayani!" Keluh Berlin.
"Ibu mau, jadi gak papa oke!" Ucap Tami dengan tersenyum.
"Lain kali jangan lakukan yah!" Ujarnya dengan mata yang memicing.
"Janji gak ngelakuin!" Ucap Tami memperlihatkan telunjuknya.
"Yaudah, ini Berlin terima dan untuk lain kali Berlin akan marah!" Ucap Berlin dengan menyuap nasi goreng itu kedalam mulutnya.
Tami hanya tertawa kecil, anaknya ini sungguh sangat lucu dan imut jika sedang marah, terlebih dengan gaya anak-anak nya yang tak pernah ketinggalan.
"Ada apa ini, kayaknya seru!" Ucap Yudha yang langsung duduk disamping sang istri.
"Berlin ngambek nih yah, lihat deh... hahaha!" Ledek Tami dengan tawanya yang tak henti.
"Iiihhh... mana ada ma!" Kesal Berlin.
"Iya deh yang gak ada..." Ucap Tami yang masih memakai nada meledek.
Berlin hanya mendengus kecil, ia cukup kesal karena sang mama selalu mengusili nya.
"Udah! Kamu ini selalu godain dia..." Ujar Yudha yang membela anaknya. "Kamu pergi sama ayah ya nak!" Ucap Yudha.
"Yaudah deh yah! Apalagi sudah jam segini, pasti terlambat deh!" ucap Berlin yang masih mengunyah nasi didalam mulutnya.
Yudha hanya mangut mangut, ia pun kembali menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
Sesampainya di dekat rumah sekolah, Berlin diturunkan di halte dekat sekolahnya. Bukan karena malu di ejek, tapi karena Berlin tak ingin merepotkan sang ayah sampai harus mengantar nya sampai sekolah.
"Sekolah yang rajin ya sayang!" Ucap Yudha yang menerima juluran tangan sang anak.
"Iya yah!" Manuk Berlin.
Yudha langsung memutar motornya segera pergi menuju tempat kerjanya.
Sedangkan Berlin, ia melanjutkan perjalanan nya menuju sekolah. Meski hal ini didekat sekolah, namun jarak sekolah yang sedikit jauh.
Ia berjalan dengan senyum yang masih melekat di wajahnya, menurutnya pagi itu harus diawali dengan senyuman untuk memulai kebaikan dan akan selalu bersyukur untuk menikmati ridho Allah yang diberikan.
"Eh cupu sini kamu!!" Teriak kaisar yang duduk diatas motornya.
Berlin menatap kebelakang dan ternyata orang yang dikatakan oleh cowok gila itu adalah dirinya.
Berlin pun sedikit berlari mendekat, dengan tatapan yang masih menunduk.
"aku kasih kamu tantangan! Kakau kamu lebih dulu sampai dari pada aku disekolah, maka kamu bebas dari ku dan jika aku lebih dulu maka kamu jadi budak aku! deal!" Ucapnya.
"Maaf aku gak tertarik!" Ucap Berlin yang datar.
"Berarti kamu ngaku kalah, hari ini kamu jadi budak aku!" Ucap kaisar yang dengan sesukanya menyimpulkan sesuatu.
Berlin hanya melongo dengan penuturan kaisar, padahal ia disini sudah menolak nya tapi mengapa jadi ia yang mengaku kalah.
"Gak bisa gitu dong...." Bantah Berlin.
"aku yang berkuasa disini, jadi kamu harus nurut!" Ucap Kaisar yang langsung saja melajukan motornya meninggalkan Berlin.
Berlin hanya menatap kepergian motor itu, ia merasa bahwa ini adalah hari tersial dihidupnya dan terlebih akan menjadi hari sial setiap harinya.
Berlin melanjutkan jalannya menuju sekolah, ia tak ingin terlambat hanya karena hal ini.
Dengan berlari Berlin masuk gerbang sekolah yang akan tertutup.
"Lain kali datang lebih cepat!" Ucap datar seorang ketua osis.
Berlin hanya menunduk, ia ikut mengangguk dengan patuh. Berlin berjalan masuk dengan tetap menundukkan kepala, sampai tanpa sengaja ternyata kaisar berada didepan nya.
"Aww..." Ringisnya.
"Sekarang kamu pegang ini, karena kamu jadi budak aku sekarang!" Ucap kaisar dengan memberikan tasnya pada Berlin.
Meski tak berat, tapi ini sangatlah memalukan.
"aku gak mau jadi budak kamu, pliss! Lepasin aku!!!" Memohon Berlin yang langsung melempar tas kaisar.
Berlin terus menatap kebawah, ia yakin bahwa kaisar sedang mendekat kearahnya dengan mata tajam.
"Bagaimana pun kamu memohon, itu sudah peraturannya bukan!" Ucapnya yang semakin dekat dengan Berlin yang semakin menunduk. "Seperti saya katakan kemaren bukan! kamu yang mencari masalah sendiri sama aku!" bisik kaisar dengan nada yang sangat mengancam.
"I itu..."
"Gak ada penolakan, sekarang aku yang berkuasa dan kamu harus nurut!" Ucapnya yang langsung membantah ucapan. Berlin yang ingin membuat alasan.
"Cepat! aku gak ada waktu!" Ucap kaisar yang langsung pergi meninggalkan Berlin.
Berlin dengan segera mengambil tas itu dan sedikit berlari mengikuti langkah kaisar.
Sesampainya mereka dikelas, Berlin langsung memberikan tasnya pada Kaisar. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka berdua, seakan mereka semua kepo dengan apa yang terjadi.
"Wihhh... cewek culun bro! what happened?" Tanya temannya kaisar yang bernama Bisma.
Kaisar tetap diam, ia lebih memilih fokus dengan ponselnya dari pada menjawab pertanyaan dari temannya itu.
"Baiklah! Btw semangat ya naklukin hati kaisar!" Ucap Bisma dengan menepuk bahu Berlin dan langsung pergi meninggalkan mereka.
"Pergilah dulu, ingat jam istirahat kemari kembali! Kalo tidak maka kamu tau akibatnya!" Ucap kaisar dengan wajah datarnya.
Berlin tak menjawab, ia hanya langsung meletakkan tas kaisar di salah satu meja.
Ia yang merupakan adek kelas membuat ia harus segera secepat mungkin sampai ke gedung sekolah yang satu lagi, karena disini ia dan kelas kaisar beda gedung.
Berlin terus berlari, ia tak mempedulikan tatapan semua orang yang menatapnya aneh. Namun tanpa sengaja ia menyenggol bahu salah satu temannya Jesica yaitu Fanya.
"Eh kamu kurang ajar banget ya, punya mata itu dipakek gak asal jalan aja!" Bentak Fanya yang sudah merasa kesal.
"Ma maaf!" Ucap Berlin dengan menunduk.
"Maaf kau bilang, ini maaf untuk mu..." Kesal Fanya dan langsung melempar air mineral ke wajah Berlin.
Berlin sedikit terkejut, ia tanpa sadar menatap Fanya dengan tatapan marah, namun ia kembali menunduk lagi takut terkena masalah.
"Ada apa ini Fan?" Tanya temannya yang dari tadi sibuk ngobrol dan menyadari bahwa teman nya yang satu lagi sedang bertengkar.
"Si culun ini cari masalah sama aku!" Kesalnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!