Di sebuah villa yang berada di sebuah dataran tinggi di Tawangmangu, tampak sepasang kekasih sedang menginap bersama. Tempat yang berada di kaki Gunung Lawu itu memang memiliki suhu udara yang dingin dan lembab, ditambah dengan hujan yang turun malam itu seakan membingkai romantisme antara Ervita dan Firhan.
"Sayang, sekarang yah," pinta Firhan kepada gadis yang sudah dipacarinya kurang lebih tiga tahun itu.
"Firhan, kalau aku hamil bagaimana?" tanya Ervita yang masih melakukan diskusi dengan Firhan.
Pakaian mereka sudah sepenuhnya terlepas. Bahkan Firhan sudah menindih tubuh Ervita. Namun kedua tangan Ervita masih menahan dada Firhan, berusaha untuk mempertahankan mahkotanya. Dengan tubuh yang sepenuhnya sudah sama-sama polos mutlak, memang tidak mudah untuk menghindar. Namun, jujur saja Ervita takut jika usai melakukan hubungan suami istri kepada Firhan, dirinya akan hamil.
Gesekan epidermis kulit yang menyatu, ciuman dan cumbuan Firhan yang seakan tidak pernah lepas, bahkan Ervita merasakan sesuatu yang menekan di pangkal pahanya. Sungguh, ini adalah kali pertama bagi Ervita dan juga Firhan. Akan tetapi, bagaimana bisa keduanya tersulut hingga semua busana yang mereka kenakan sudah terlepas sepenuhnya.
"Aku akan tanggung jawab Sayang ... lagian aku juga tidak akan kemana-mana darimu," balas Firhan yang kembali mencium bibir Ervita, mencumbunya dengan nafas yang lebih memburu.
Oh, Tuhan ... mungkinkah ini benar-benar akan menjadi hari di mana Ervita akan melepaskan mahkotanya dengan pacarnya itu. Logikanya masih berjalan, Ervita tahu bahwa ini adalah dosa. Ervita tahu bahwa melakukan hubungan terlarang sebelum pernikahan bisa menjadi penyebab berbagai masalah yang mungkin saja datang ke dalam hidupnya. Akan tetapi, ciuman, cumbuan, bahkan belaian tangan Firhan di tubuhnya benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Semua yang dilakukan pria itu atas tubuhnya yang ada justru menyulut partikel yang menghasilkan gelenyar asing di tubuhnya. Ervita benar-benar berada di ambang jurang yang bisa menjatuhkannya sampai ke dasar.
Berulang kali Firhan menahan, tetapi kali ini Firhan tak mampu menahan. Pria itu membuka kedua paha Ervita, dan mendorong pinggulnya dengan tekanan yang kuat dan dalam. Hingga beberapa kali usaha, akhirnya terkoyaklah tirai yang selama ini dijaga Ervita selama 21 tahun lamanya.
"Firhan," jerit Ervita dengan air mata yang membanjiri wajahnya.
Rasa asing dan juga perih seakan-akan yang mendominasi sekarang ini. Sampai rasanya Ervita benar-benar kesakitan karenanya. Hilang sudah harta berharga yang dia jaga selama ini. Rasa sakit yang mendominasi dan rasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga membuat Ervita benar-benar terisak dengan derai air mata yang terus turun.
"Sssttss, tahan Sayang ... sakitnya hanya sebentar. Usai ini yang tersisa hanya kenikmatan," balas Firhan.
Kali ini Firhan kembali melakukan gerakan seduktif keluar dan masuk, menghujam dan menusuk, tidak menghiraukan isakan dari Ervita yang masih sama menangis dan memejamkan matanya. Jika kala itu Firhan mende-sah, berbeda dengan Ervita yang malam itu justru menangis. Tak pernah ada kata kenikmatan yang bisa dirasakan Ervita. Sebab, yang terasa adalah sakit dan juga merasa berdosa karena melakukan hubungan terlarang yang sejatinya hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri itu.
Pergulatan yang hebat benar-benar terjadi malam itu. Dingin udara di kaki Gunung Lawu seakan menciptakan atmosfer yang benar-benar hangat, bahkan panas di dalam villa itu.
Hingga akhirnya, pergulatan itu berakhir, Firhan segera membawa Ervita dalam pelukannya. Masih Firhan dengar isakan dari Ervita. Pria itu menghela nafas dan kemudian menatap Ervita.
"Sstts, udah dong nangisnya ... aku janji, aku akan tanggung jawab. Lagipula, belum tentu kan satu kali berbuat, juga kamu langsung hamil. Jangan terlalu ketakutan, kamu punya aku yang pasti akan melakukan semuanya untukmu," janji Firhan malam itu.
"Janji?" tanya Ervita.
Tangan Firhan bergerak dan mengusapi puncak kepala hingga kening Ervita, "Janji ... aku Firhan Maulana berjanji padamu. Bahkan, aku siap untuk menikahi kamu, jika kamu mengandung anakku," ucapnya dengan sungguh-sungguh.
Air mata Ervita tak terbendung lagi. Jikalau bisa meminta, tentu saja dia akan meminta tidak akan terjadi pembuahan usai percintaan satu malam dengan kekasihnya ini. Akan tetapi, jikalau pembuahan terjadi sudah pasti Ervita menduga bahwa hidupnya akan hancur.
"Sudah jangan nangis lagi yah ... tadi aja kamu sudah menikmatinya, sekarang malahan nangis lagi," balas Firhan.
"Aku ... aku takut, Fir," balas Ervita.
"Tidak ada yang perlu kamu takutkan. Apa pun yang terjadi nanti, aku akan menikahi kamu, bertanggung jawab atas kamu," sahut Firhan dengan tegas.
"Bagaimana kamu akan bertanggung jawab, jika kamu saja masih menjadi mahasiswa dan tidak berpenghasilan. Dengan apa kamu memberi makan untuk anak kita nanti?" tanya Ervita.
Ya, faktanya Ervita dan Firhan masih sama-sama berstatus sebagai mahasiswa Ekonomi dan Bisnis di universitas negeri yang berada di Kota Solo, Jawa Tengah. Keduanya masih mahasiswa, belum ada yang bisa menghasilkan Rupiah. Padahal, jika sampai kehamilan terjadi, sudah pasti Firhan akan menanggung biaya hidup dan kehamilan Ervita bukan? Mampukah seorang pria yang masih berstatus sebagai mahasiswa bisa bertanggung jawab memberikan nafkah secara jasmani pula kepada Ervita? Kenapa rasanya semua itu akan terasa semakin sulit.
"Aku bisa kuliah sambil kerja kok Sayang ... tenang saja," balas Firhan lagi dengan sangat meyakinkan.
Entah berapa lama percakapan antara keduanya terjadi, tetapi rasanya Ervita masih saja belum yakin. Mungkinkah Firhan akan bertanggung jawab kepadanya setelah apa yang terjadi hari ini? Dengan cara apa dan bagaimana pula, Ervita akan memberitahu kepada Bapak dan Ibunya jika nanti dia hamil karena berpacaran kelewat batas ini.
"Bapak dan Ibu, maafkan Ervi ... maafkan Ervi yang tidak bisa menjaga kehormatan Ervita sendiri."
Lagi, Ervita menangis lirih dan menyesali apa yang barusan terjadi. Benar, untuk sesaat Ervita sempat terbuai dengan gerakan seduktif yang dilakukan Firhan atasnya. Akan tetapi, lambat laun dan kini hingga tengah malam yang tersisa adalah ketakutan dan rasa bersalah yang menyelimuti hatinya.
Ada satu kenyataan yang Ervita lupakan kala itu bahwa tirai mahkotanya yang telah terkoyak tidak mungkin bisa disulam kembali. Benih yang sudah ditabur oleh Firhan pada hubungan tubuh mereka tak mungkin ditarik lagi. Lebih dari itu, ada satu fakta bahwa Firhan melakukan semuanya tanpa mengenakan pengaman. Jadi, hasil yang buruk pun bisa mengintai di depan ambang pintu.
Sudah satu bulan berlalu sejak peristiwa di Tawangmangu kala itu …
Hubungan Ervita dan Firhan pun masih berjalan dengan normal. Usai percintaan satu malam itu, beberapa kali Firhan sempat mengajak Ervita untuk berhubungan badan lagi, tetapi Ervita segera menolaknya. Sama seperti hari ini, ketika ada jam kosong di kampus, Firhan seakan mengajak Ervita kembali untuk menapaki puncak asmara.
“Ayolah Sayang … di kostnya Veri kosong. Bahkan Veri sudah memberikan kunci kostnya kepadaku. Toh, kita juga jam kosong kan sampai sore nanti,” ajak Firhan kepada Ervita.
“Enggak bisa, Fir … sebagaimana janji kita dulu, kita gak akan melakukannya lagi. Cukup satu kali, Firhan,” balas Ervita.
Senikmat apa pun hubungan badan itu, tetapi Ervita sendiri masih sangat takut karena sampai sekarang, sudah satu bulan berlalu dan Ervita belum mendapati masa menstruasi yang biasanya tidak pernah datang terlambat.
“Ah, kamu enggak seru sih Sayang … mana ada cuma mau satu kali. Satu kali itu hanya coba-coba,” balas Firhan.
“Bagi kamu coba-coba, bagi aku sudah cukup,” balas Ervita. Ervita pun kemudian menundukkan wajahnya, dan memejamkan matanya sesaat, “ …, bahkan sampai sekarang aku belum haid,” ucapnya seraya memijat keningnya yang terasa begitu pening.
Mendengar bahwa sampai sekarang Ervita masih belum mengalami haid, Firhan pun kemudian duduk di samping Ervita dan merangkul bahu wanitanya itu, “Harusnya haid kamu tanggal berapa?” tanyanya.
“Tanggal 10 setiap bulannya, ini sudah tanggal 25, Fir,” balas Ervita dengan helaan nafas yang terdengar begitu berat.
Ya, Ervita sendiri selalu memiliki masa haid yang tetap sedikit bulannya. Kalau pun maju atau mundur itu, juga hanya satu atau dua hari saja. Akan tetapi, sekarang sudah 15 hari berlalu. Jujur saja, berbagai pikiran buruk seketika meliputi diri Ervita.
“Firhan, kalau aku hamil bagaimana?” tanyanya lirih.
“Kamu tes dulu saja … besok pagi kamu tes yah. Palingan sih juga hanya telat biasa. Masak iya sih, satu kali coblos langsung dung?” Firhan seolah mengelak, masak iya dirinya baru melakukan hubungan itu satu kali dan Ervita sudah hamil sekarang. Padahal peluang terjadinya kehamilan di hubungan pertama juga tidak begitu besar. Akan tetapi, kenapa sekarang justru Ervita mengakui bahwa dirinya sudah telat.
***
Keesokan harinya, pagi-pagi buta Ervita terbangun. Tujuannya bangun lebih pagi sekarang ini, tentunya untuk melakukan tes kehamilan dengan menggunakan testpack yang sudah dia beli saat pulang dari kampus kemarin. Sebenaranya Ervita merasa ragu dan juga gamang, tetapi kemungkinan terburuk tetap ada bukan? Wanita itu segera menuju kamar mandi, sekaligus dengan gelas takar yang dia beli di apotik untuk menampung urin. Lantas Ervita pun melakukan ujicoba reaksi kimia dengan testpack di tangannya yang akan dimasukkan ke dalam gelas takar itu.
Ervita memejamkan matanya, tangannya saja bergetar, sungguh saat ini Ervita benar-benar merasa takut. "Ya Tuhan, apa pun hasilnya semoga yang terbaik bagi Hamba ... apa pun hasilnya, semoga Ervita bisa menyampaikan kepada Bapak dan Ibu, dan apa pun hasilnya semoga Firhan mau bertanggung jawab kepada Ervita," gumamnya lirih.
Hingga akhirnya Ervita benar-benar mencelupkan testpack itu ke dalam gelas takar yang berisi urin. Di dalam kamar mandi, sembari menunggu hasil dari test pack itu, Ervita berjalan mondar-mandir di dalam kamar mandi, dengan perasaan yang sangat bingung. Sebab, jujur saja Ervita belum siap dengan semuanya.
Detik demi detik berlau, hingga akhirnya sudah dua menit waktu berjalan, Ervita pun mulai melihat dua garis merah yang tercetak secara jelas di alat penguji kehamilan itu.
"Aku hamil ... ya, Tuhan ... bagaimana ini?"
Air mata seketika membanjiri wajah Ervita. Satu fakta yang terus dia elak dalam hatinya, rupanya kali ini benar-benar terjadi. Hatinya hancur, sedih ... dan juga bingung. Jika pasangan yang sudah menikah sah dan resmi akan menyambut dua garis merah dengan sukacita, tetapi tidak untuk Ervita yang menangis pedih di dalam hati.
"Bagaimana ini ya Tuhan? Bapak dan Ibu, maafkan Vita ... maafkan Vita," ucapnya dengan bibir yang bergetar.
Dengan cepat Ervita membereskan gelas takar dan juga testpack, yang Ervita pikirkan sekarang adalah memberitahu Reyhan dan sekaligus menagih janji dari pacarnya itu untuk bertanggung jawab atasnya.
Akankah kali ini Firhan akan benar-benar bertanggung jawab? Atau hanya memberikan janji kosong semata kepada Ervita?
Setelah pagi buta melakukan uji kehamilan dengan menggunakan testpack. Kalau ini kurang lebih jam 09.00, Ervita sudah sampai di kampusnya. Sebenarnya perkuliahan masih akan dimulai jam 10.30 nanti. Hanya saja, Ervita perlu untuk bertemu dengan Firhan. Begitu banyak hal yang harus dibahasnya dengan Firhan, termasuk untuk hasil testpack yang subuh tadi dia lakukan. Dengan harap-harap cemas, Ervita menunggu kedatangan Firhan di bawah Pohon Tabebuya yang bunganya bermekaran berwarna kuning di kampus itu. Namun sudah beberapa menit berlalu, dan sosok Firhan masih belum menunjukkan batang hidungnya.
Dengan cemas, Ervita menanti, barulah setengah jam kemudian Firhan datang. Ya, pria tampan itu terlihat baru saja memasuki Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan menggunakan Sepeda Motor N-Max miliknya. Usai memarkirkannya, Firhan pun segera datang dan menghampiri Ervita yang duduk tidak jauh dari halte Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
"Hei, Sayang ...."
Firhan menyapa dan tersenyum kepada Ervita. Akan tetapi, senyuman dari pria tampan itu tak terbalas. Sebab, wajah Ervita sudah terselimuti mendung di sana. Terlihat jelas jika Ervita saat ini sedang resah.
"Pagi-pagi sudah muram saja sih ... lihat tuh, bunga Tabebuya saja bermekaran. Menghujani kampus kita dengan rona warna kuning, tetapi kamu di sini justru muram kayak gini sih?"
Lagi Firhan berbicara dan seakan merayu Ervita yang pagi itu sudah terlihat begitu murung. Namun, masih sama Ervita memilih diam. Sebab, ada hal yang lain yang ingin segera dia sampaikan kepada Firhan sekarang juga.
"Firhan, aku sudah melakukan testnya," ucap Ervita secara langsung dan juga lirih.
Ah, barulah Firhan ingat bahwa tujuan Ervita meminta untuk datang lebih awal ke kampus karena ada yang ingin disampaikan oleh Ervita kepadanya. Namun, Firhan seolah tampak menghela nafas dan mengulur waktu.
"Jangan sekarang ... kita sarapan dulu saja yuk? Melihat wajahmu yang begitu muram, aku perlu mengajakmu sarapan dulu deh," ajak Firhan. "Yuk, Sayang ... kita ngantin dulu. Soto Ayam di sana sangat enak, kesukaanmu kan?" balas Firhan lagi.
Akan tetapi, dengan cepat pula Ervita menggelengkan kepalanya, "Enggak ... aku enggak selera makan. Aku gak merasa lapar," jawabnya.
Firhan yang sudah berdiri dengan memanggul tas ransel di bahunya pun kembali duduk, pria itu menghela nafas kasar dan melirik kepada Ervita, "Ah, kamu sekarang gak asyik sih, Yang ... diajakin apa-apa tidak mau. Pacaran kita makin lama makin gak seru," balas Firhan.
"Ada yang lain yang ingin kusampaikan kepadamu, Firhan ... ini lebih penting dari sekadar membeli Soto Ayam di kantin," balas Ervita.
"Kan bisa ditahan dulu ... kita sarapan dulu, mengisi perut dulu. Sarapan dulu, kalau sudah perut sama-sama kenyang dan kita bisa berbicara dengan lebih nyaman," kilah Firhan.
"Aku akan berbicara cepat saja, Firhan ... Firhan, aku hamil ... pagi tadi aku sudah melakukan test kehamilan dan inilah hasilnya. Benih darimu sudah bersemi di sini, Fir," ucap Ervita dengan mata yang sudah begitu berembun.
Jujur saja untuk mengatakan semuanya itu kepada Firhan, Ervita membutuhkan keberanian. Hanya saja, entah bagaimana respons dan reaksi Firhan kepadanya nanti. Hanya saja, Ervita masih ingat jika Firhan pernah mengatakan bahwa dia akan bertanggung jawab kepadanya.
"Aku hamil, Firhan ... dia anak kamu ... anak kita," ucap Ervita yang kali ini sudah tak kuasa untuk menahan buliran air matanya.
Firhan pun merasa tercekat. Satu kali pergumulan rupanya benar-benar membawa petaka untuknya. Tidak mengira hanya satu kali menerobos tiara yang dimiliki oleh Ervita dan sekarang dia akan bertanggung jawab atasnya.
"Sayang ... nanti kita bicarakan lagi yah. Aku akan bilang sama Bapak dan Ibuku dulu," jawab Firhan saat ini.
"Maksud kamu apa Firhan? Untuk tanggung jawab kenapa harus bilang Bapak dan Ibumu?" tanyanya.
"Ya, kan untuk menikahimu aku memerlukan restu dari Bapak dan Ibuku. Aku tidak bisa seenaknya menikah di saat aku sendiri masih menjadi mahasiswa," kilah Firhan.
Hati Ervita rasanya benar-benar hancur. Yang dia dengar sekarang bukanlah ketegasan seorang pria yang akan memberikannya tanggung jawab. Akan tetapi, yang Ervita dengar justru Firhan yang mencoba untuk berkilah. Sungguh, Ervita harus menerima kenyataan pahit sekarang.
"Maksud kamu apa sih, Firhan. Saat melakukannya, kamu bilang kamu akan bertanggung jawab. Saat aku hamil, kamu akan menikahiku. Kenapa kamu sekarang berkilah, Fir?" tanya Ervita dengan berurai air mata.
"Ya, masalahnya menikah itu bukan cuma sebatas aku dan kamu, tetapi juga tentang keluarga kita. Juga, aku masih mahasiswa, Ervita ... masih 21 tahun. Jadi, apa yang kamu harapkan dari seorang mahasiswa," balas Firhan lagi.
"Aku gak mau tahu, kamu harus tanggung jawab, Firhan!"
"Kalau aku tidak mau?" balas Firhan.
"Harus, Firhan. Ini adalah bayi kamu," balas Ervita dengan lirih dan memegangi perutnya.
"Salah sendiri kamu yang murahan yang melepaskan kesucianmu begitu saja kepadaku. Dasar wanita sialan! Aku enggak mau bertanggung jawab jika memang Bapak dan Ibuku tidak memberikan izin menikah kepadaku. Lagipula, di luar sana aku juga tidak tahu jika kamu bermain dengan pria lain," balas Firhan.
Merasa sangat direndahkan bahkan dituduh jika Ervita bermain dengan pria lain, sontak saja Ervita mengangkat tangannya dan mendaratkan satu tamparan keras di wajah Firhan.
Plak!
"Brengsek kamu Firhan ... dulu kamu mengobral janji manis untuk menikahiku, tetapi mana buktinya? Saat aku datang dan membawa bukti, justru kamu berkilah dan mengelak. Aku akan datang ke rumahmu dan menemui kedua orang tuamu, aku akan katakan kepada mereka bagaimana tingkah putra yang selama ini mereka bangga-banggakan!"
Sungguh, hati Ervita merasakan sakit yang tak terperi. Sudah kehilangan mahkotanya dan kini Firhan nyatanya juga berkilah, tentu saja Ervita merasa dibohongi. Setelah semua yang dia miliki yang paling berharga Firhan ambil, tetapi nyatanya Firhan justru berkilah dan mengelak untuk bertanggung jawab. Ervita memilih untuk pulang ke rumah dengan air mata yang membasahi wajahnya. Wanita itu berjalan dengan menyeka air matanya sendiri. Tak menghiraukan beberapa pasang mata di Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis yang kini menatapnya dengan tajam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!