NovelToon NovelToon

My Ghost Friends

SEKAR

"Perkenalkan murid-murid, ini adalah teman baru kalian!" seru ibu guru.

"Nah, Nak. Ayo perkenalkan dirimu!" suruh Bu Guru dengan senyum.

"Ha ... lo ... Aku, Sekar ...."

Sing! Suasana mendadak dingin. Semua murid yang tadi saling berbisik jadi diam. Mereka semua melihat sosok yang berdiri di depan kelas.

"O—oke Sekar ... silahkan duduk di sana ya!" tunjuk Bu guru gugup.

Sekar memakai seragam baru, rambutnya digerai begitu saja, hingga kadang-kadang menutupi wajahnya.

"Maaf, Sekar. Bisa kau rapikan rambutmu," pinta Bu guru lagi.

Sekar memakai bandananya. Serabut wajah sedikit pucat, tampak jelas. Tak ada yang mau menoleh padanya.

"Ayo kita mulai belajarnya!" sahut Bu guru memecah kesunyian.

Semua memilih fokus pada guru yang menerangkan, Sekar menoleh pada murid di samping tempat duduknya. Seorang remaja laki-laki seusianya tampak tak peduli, ia menelungkupkan wajah pada lipatan tangannya.

"Danar, jika tidur kau sebaiknya pulang Nak!" seru Bu guru.

Danar berdecak, remaja itu memaksa membuka mata lalu menoleh dan terkejut melihat ada orang lain duduk di sebelahnya.

"Bu Guru!" Danar hendak protes.

"Dia teman barumu Danar!" tukas Bu guru tegas.

Danar lagi-lagi berdecak. Akhirnya semua kembali fokus pada pelajaran yang diterangkan guru mereka.

Bel pulang berbunyi, semua menghela napas lega. Akhirnya empat jam berlalu dan mereka kini pulang. Semua bangkit dari kursi mereka setelah Bu guru sudah pergi meninggalkan kelas.

Semua murid SMPN-27 berhamburan keluar kelas. Sekar begitu lambat menunggu hingga semua benar-benar sepi. Gadis itu pun melangkah. Sesekali langkahnya berhenti.

"Tolong ... pergilah," pintanya berbisik entah pada siapa.

"Jangan menggangguku," lanjutnya lalu kembali melangkah.

Sekar baru saja pindah satu minggu lalu. Ia tinggal bersama ayah dan ibunya yang bekerja di sebuah rumah sangat besar. Ayahnya bekerja sebagai tukan kebun dan ibunya adalah pembantu di dapur. Sekar tadinya sekolah di kampung, tetapi semenjak neneknya meninggalkan dunia, gadis itu diambil orang tuanya.

Sekar berperawakan tinggi dan kurus. Gadis itu berjalan laksana diterbangkan angin. Wajahnya datar dan pucat. Tak ada senyum atau sedih apa lagi marah.

"Hei ... kamu!"

Tiga gadis mendekati Sekar. Gadis itu menghela napas panjang. Ia yakin sebentar lagi tiga murid perempuan yang berpakaian ala Korea itu akan lari tunggang-langgang.

"Satu ...," Sekar menghitung. "Dua ...."

"Eh Lo bisu ya?" tanya salah satu dari mereka dengan memakai lipstik warna merah bata.

"Tiga ...."

Ketiganya tiba-tiba mematung. Sekar melirik di sebelah kirinya. Hari masih terlalu siang untuk penampakan. Gadis itu maju selangkah, ketiga gadis mundur dua langkah. Sekar maju selangkah lagi, ketiganya langsung mundur beberapa langkah hingga terjatuh.

"Kami pergi ... kami pergi!" teriak salah satu dari mereka.

"Enyah!" tekan Sekar dengan suara mendesis.

Ketiganya langsung merangkak dan berlari sekencang mungkin. Sekar terbatuk, sosok yang menempati raganya keluar.

"Kau puas?" tanya Sekar menoleh sisi kanannya.

Jika orang melihat, gadis itu dianggap orang gila karena bicara sendirian. Namun, di mata Sekar sosok wanita dengan rambut digelung tersenyum dengan kecantikan yang menakutkan. Seringainya terlalu lebar hingga membuat mulutnya terbelah jadi dua.

"Kau jelek!" hina Sekar lalu pergi dari tempat itu.

Sampai rumah, gadis itu masuk dan langsung berganti pakaian. Ibunya menyuruh gadis itu makan dulu baru membantunya bekerja.

"Tinah, kenapa kau meminta putrimu bekerja, suruh saja istirahat," titah sang nyonya rumah.

"Tidak masalah Nyonya. Saya tidak terbiasa tidur siang," sahut Sekar lalu tersenyum ramah.

"Ya sudah jika kau bersikeras. Tapi, jika benar-benar lelah, kau istirahat saja ya!" ujar wanita kaya itu.

"Baik Nyonya," sahut Sekar.

Malam tiba, Sekar telah menyusun semua bukunya. Ayahnya masuk dan lalu berbaring. Mereka tidur bertiga, sebenarnya sang majikan memberi kamar sendiri untuk Sekar. Tetapi sebuah kejadian membuat Tinah dan Noto memilih tidur bersama anak perempuan mereka.

"Bagaimana di sekolah barumu Nak? Apa kau betah?" tanya sang ayah.

Sekar mengangguk dengan senyum manis. Gadis itu hanya mengeluarkan ekspresi hanya pada kedua orang tuanya.

"Apa mereka menerimamu, kamu sekolah di tempat yang jauh lebih bagus dari sekolah di kampung," ujar sang ibu khawatir.

"Tidak ada yang terjadi Bu. Sekar baik-baik saja," sahut gadis itu menenangkan ibunya.

"Ayah harap, kau di sini tidak lagi bicara sendiri sayang. Bergaul lah, cari teman. Ikat rambutmu agar wajahmu tak terlalu menyeramkan!" perintah sang ayah.

Sekar lagi-lagi mengangguk. Bukan maksud hati ia menjauh dari teman-teman sebayanya. Tetapi, makhluk-makhluk yang kini menjadi temannya tak suka dengan keberadaan manusia biasa di dekat Sekar.

"Akan Sekar usahakan Yah," jawab gadis itu lirih.

"Nak, kau pandai mengaji, bahkan juga mungkin lebih baik dari kami. Usir mereka dengan doa-doa itu sayang," pinta sang ayah lagi.

"Yah," peringat sang ibu.

Sekar merasa tubuhnya sakit ketika mendengar permintaan ayahnya. Bukan ia tak mau, bahkan semua ayat dan rapalan doa ia hapal. Malah membuat semua tubuhnya sakit.

"Maaf sayang. Bukankah mereka ada yang Islam, ambil lah yang baik dan buang yang buruk,"

Brak! Sebuah sapu jatuh dari pakunya. Ketiganya terkejut bukan main. Noto memilih diam, ia sudah bingung jika begini.

"Mungkin ada pesan yang harus diambil oleh Sekar Yah, makanya mereka enggan pergi sebelum semua selesai," ujar Tinah.

Mereka memilih tidur dengan memasang lantunan ayat suci Al Qur'an. Walau dengan suara kecil tapi mampu menenangkan tidur mereka bertiga malam ini.

Pagi menjelang, Sekar diantar supir untuk pergi ke sekolah bersama salah satu anak majikannya. Gadis itu membungkuk hormat pada si empunya mobil yang enggan menatapnya.

Sekar masuk halaman sekolah seiring mobil yang berlalu. Beberapa murid mendatanginya karena gadis itu turun dari sebuah mobil mewah.

"Wah ... kamu anak orang kaya ya?" tanya salah satu dari mereka.

"Bukan. Saya menumpang mobil majikan saya," jawab gadis itu.

"Huuu ... anak babu toh!" ledek mereka.

Salah satu menoyor kepala Sekar. Anak itu tertawa meledeknya. Sekar hanya menatap, mulutnya terbuka.

"Hahahaha!" anak itu tak berhenti tertawa hingga mengeluarkan air matanya.

Semua temannya panik. Sekar tetap menatap anak laki-laki yang seusianya itu dengan tatapan datar. Remaja tanggung itu terus-menerus tertawa.

'Hentikan,' bisik Sekar pelan sekali.

"Uh!" Sekar tiba-tiba lemas, tapi kakinya masih mampu menopang tubuh kurusnya.

Murid laki-laki tadi digontong ke UKS karena pingsan habis tertawa. Sekar berjalan menuju kelasnya.

"Sekarang ujian ya!" seru pak guru masuk dalam kelas.

"Huuuu!" sorak semua murid kesal.

"Diam!" bentak guru hingga semua murid diam.

"Jika kalian menolak. Silahkan tinggalkan kelas ini!" lanjutnya lalu mengancam "dan jangan harap kalian bisa naik kelas!"

Semua murid diam dan mulai mengerjakan tugas ujian yang diberikan guru killer mereka. Sedang di sisi Sekar sosok perempuan mendekatinya dengan mulut robek.

"Sekar!"

bersambung.

Hai ... hai ... ini karya baru Othor. Mau coba genre horor ... moga suka, jangan lupa tap love, komen dan masukin daftar baca kamu ya.

Next?

SEBUAH PERISTIWA

Sekar empat belas tahun, gadis kecil itu berjalan keluar kelas. Langkahnya begitu ringan seperti kapas. Semua mengira jika Sekar tidak menapak bumi karena ia berjalan seperti melayang di udara.

Ujian tadi bisa ia lalui dengan tenang walau berkali-kali diganggu oleh makhluk-makhluk menyeramkan itu.

"Bisakah kalian berhenti," pintanya lirih.

"Sekar ... kami teman-temanmu," ujar sosok baru yang muncul dengan lidah menjulur dan mata merah.

"Aku tidak mau berteman dengan kalian," ujar Sekar lagi lirih.

"Harus Sekar, wangi tubuhmu itu sangat mengundang kami dan semua yang ada di dirimu kesayangan kami," ujar sosok lain.

Sekar menghela napas, ia menghitung yang kini mulai mendekatinya.

"Satu, dua, tiga, empat ... dua belas?"

"Banyak Sekar .... hihihi!" kikik salah satu dari mahkluk itu.

Sekar kembali berjalan ringan. Gadis itu harus naik angkot untuk sampai di rumah besar di mana orang tuanya tinggal dan bekerja di sana. Semua keluarga yang menggaji ibu bapaknya sangat baik dan tidak pernah membedakan diri. Hanya saja, Sekar yang harus tau diri.

"Sekar!" gadis itu menoleh.

Sosok remaja laki-laki yang duduk di sebelah bangkunya. Remaja itu berjalan mendekati, semua sosok halus itu tiba-tiba menyingkir dan membiarkan remaja itu bersama Sekar.

"Kau bicara dengan siapa?" tanyanya.

Sekar menatap remaja yang tingginya sama dengannya. Gadis itu hanya menggeleng dan kembali berjalan menuju halte. Semua sosok mengikuti langkah Sekar dan menatap remaja laki-laki. Tentu Danar tidak bisa melihat apa yang ada di dekat Sekar.

Sekar naik angkot. Perjalanan cukup lama. Gadis itu mengingat bagaimana ia mulai bisa mendapatkan penglihatannya dengan semua sosok menakutkan itu.

Sekar sangat tidak yakin dari usia berapa ia bisa melihat makhluk tak kasat mata itu.

Yang Sekar ingin, ia mengalami demam tinggi dan mulai berhalusinasi ketika itu. Melihat semua makhluk halus bahkan bisa tau di mana letak dunia lain berada. Ia pernah berada di lokasi itu.

Sekar masih ingat sekali, ketika itu ia tengah pulang dari bermain, memang terlalu sore. Semua anak berlari ketika para ibu meneriaki mereka semua karena hari mulai gelap. Sekar berlari menuju rumah neneknya. Ia tinggal di sebuah hunian sangat sederhana.

Entah kenapa Sekar merasa rumah neneknya terasa jauh. Hari mendadak memerah, desanya masih percaya jika saat itu adalah dibukanya portal alam gaib, semua makhluk tak kasat mata keluar dari tempatnya.

"Sekar!"

Gadis itu menoleh, sosok yang tak ia kenali tepat berada di depan mukanya. Sekar terkejut bukan main.

"K—kau siapa?!" tanyanya gemetaran.

"Tidak apa-apa Sekar, kamu wangi sekali," ujar sosok yang tiba-tiba lehernya tinggi.

Sekar sampai jatuh terduduk di tanah, ia menangis, semua hafalan doa di kepalanya mendadak hilang. Sekuat tenaga ia berdiri kemudian berlari.

Nafas Sekar tersengal-sengal, ia terlalu lelah berlari, tetapi rumahnya sepertinya sangat jauh, padahal ia yakin telah melewati kebun bambu milik tuan tanah.

"Sekar main sini!" sosok anak kecil berwajah pucat melambaikan tangan memanggil Sekar.

Bocah lelaki yang sepertinya seusia, Sekar mendekat karena melihat darah di sela bibir bocah itu.

"Kamu kenapa?" tanyanya khawatir.

"Aku tidak apa-apa," jawab bocah itu.

"Lalu kenapa bibirmu berdarah?" tanya Sekar.

"Oh ini?" bocah itu tiba-tiba merobek sendiri mulutnya hingga kulit kepalanya terkupas.

Sekar kembali jatuh terduduk, ia mundur sambil merangkak. Bocah itu membalik kepalanya sedemikian rupa. Ternyata tubuh bocah asing itu terbalik, Sekar baru menyadari jika kaki sang bocah menghadap kebelakang.

"Pergi ... pergi!" teriak Sekar.

"Hei ... kau kenapa?" Sekar tersentak.

Lamunannya buyar. Tempat pemberhentiannya terlewat. Gadis itu pun berhenti di salah satu halte. Ia harus berjalan ke halte yang terlewat karena angkutan yang mestinya ia tumpangi tidak lewat jalan itu.

"Sekar ... main yuk!" ajak bocah yang dulu menakutinya.

"Jangan Ir," ujar Sekar. "Ini masih siang."

"Ini sudah sore Sekar!" ajak bocah itu dengan berjalan mundur tetapi kepalanya menghadap belakang.

Suara adzan terdengar bocah menyeramkan itu menghilang. Gadis itu kini mulai tau bagaimana cara agar para makhluk itu tak begitu sering mendekatinya.

Sampai rumah, ia kembali membantu ibunya setelah makan siang. Tak ada percakapan berarti, mereka harus bekerja cepat karena majikan mereka akan mengadakan pesta.

"Ma ... Sekar di dandani pasti cantik," Ujar Brenda, sang anak majikan.

"Kau benar sayang. Berikan pakaian yang tidak lagi kau pakai sayang, kan banyak yang bagus," Brenda mengangguk.

Gadis berusia delapan belas tahun itu baru saja masuk perguruan tinggi swasta yang begitu bonafit. Gadis itu memilih satu dress dengan model rok kembang warna broken white. Brenda juga memilih beberapa aksesoris jepit rambut yang tidak lagi disukainya.

"Pakai ini Sekar!" pintanya.

"Tapi ini terlalu bagus Nona," tolak Sekar.

"Ambillah sayang," pinta sang nyonya.

Mau tak mau, Sekar mengambilnya. Gadis itu tersenyum senang dan kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Brenda tersenyum penuh arti, sang ibu mengelus kepala putrinya.

"Mama senang kau seperti ini sayang," ujar wanita itu.

Rita meninggalkan Brenda dan kembali memeriksa semua kinerja pelayan. Mereka diberi waktu untuk membersihkan diri dan menggunakan seragam yang telah disediakan majikan mereka.

Acara pesta akan dimulai, banyak tamu berdatangan mereka semua mengenakan baju dan setelan mahal dan berkualitas. Bahkan sang pemilik rumah seakan memamerkan kekayaannya.

Bastian dan Rita tersenyum ramah, jika Bastian mengenakan tuxedo hitam dari bahan sutera berkualitas tinggi, ia memakai dasi kupu-kupu, begitu tampan dan gagah, sedang di sisinya ada sosok cantik dengan gaun yang memakai bulu-bulu di bagian lehernya. Rita mengenakan kalung berlian yang begitu indah dan langka. Wanita itu begitu cantik dan sangat elegan. Dua putranya turun, Reynolds dan Charlie. Keduanya memakai baju kasual yang mereka padu dengan jas. Gaya anak muda, Reynolds paling tua, ia berusia dua puluh tiga tahun. Sedang di sisinya Charlie berusia dua puluh tahun.

"Kok pake pakaian ini?" tanya Rita kecewa.

"Maaf Mom, kami kurang nyaman memakai itu di rumah," jawab Reynolds santai.

"Sudah, biarkan putramu memakai apa yang mereka mau!" sahut Bastian menenangkan istrinya.

"Mana adikmu?" tanya pria itu.

"Masih di kamarnya," jawab Charlie malas.

"Dandanannya mungkin butuh ribuan tahun lagi!"

"Sayang, dia adikmu," protes Rita.

"Oh Mom, kau terlalu memanjakannya. Padahal Mama sudah menunjuk MUA ternama untuknya, tetapi anak itu masih saja ribut dengan dandanannya!" adu Charlie kesal.

Semua tamu mulai memenuhi mansion itu. Brenda turun dengan gaun berdada v dan panjang selutut. Gadis itu dirias natural dengan bando mutiara. Brenda sangat cantik dengan gaun mininya.

"Kau sangat cantik Nak!" puji sang ibu.

Pesta berlangsung meriah, makin lama suasana makin akrab. Brenda mencari keberadaan Sekar.

"Mana anak itu!" gerutunya.

Sekar tidak memakai baju yang diberikan. Gadis itu memakai seragam yang sama dan melayani tamu.

"Sekar kenapa kau tidak pakai gaun yang kuberikan?"

Sekar menatapnya, Brenda mundur seketika. Mulutnya bungkam, satu gelas sirup berwarna merah tumpah di gaunnya yang indah.

"Aaah!" pekiknya tiba-tiba terjatuh ke kolam.

"Tolong!" teriaknya.

Bastian menyebutkan diri ke kolam dan membawa adiknya ke atas. Brenda menatap seringai Sekar yang begitu mengerikan.

"Jangan mengganggunya ... Nona," bisik suara tanpa rupa.

Brenda hampir menjerit, gadis itu memang ingin mempermalukan Sekar dengan menuang air merah ke gaun yang tadi ia beri. Rupanya sosok lain mengetahui rencana jahat Brenda dan mengatakan pada Sekar.

"Terima kasih," ujar Sekar lirih pada bocah yang kini tersenyum dengan mulut robek.

Bersambung.

😱

next?

TEMAN BARU

Brenda kini tertunduk jika bertemu dengan Sekar. Gadis delapan belas tahun itu bermimpi buruk setelah gagal mempermalukan anak pembantunya itu.

Sesungguhnya Brenda tak sebaik dua kakak laki-lakinya, ia terkesan sombong dan angkuh. Namun gadis itu hanya berani berbuat itu secara sembunyi-sembunyi. Ia juga takut jika ketahuan ayah atau ibunya jika berlaku sombong. Terlebih dua kakak laki-lakinya tidak akan membelanya jika Brenda bersalah.

"Nyonya, saya pergi dulu ya," pamit Sekar.

"Hati-hati sayang," ujar Rita tersenyum ramah.

Brenda duduk di belakang laksana tuan putri. Sungguh ia ingin menurunkan Sekar di halte atau di tengah jalan sekalian. Tetapi, semua supir atau pelayan tidak akan menuruti gadis itu. Mereka takut akan ancaman tuannya. Terlebih Bastian mengatakan jika mobil itu ada kamera pengintainya. Jadi Brenda juga tidak berani.

"Terima kasih Nona," ujar Sekar.

"Hmm!" sahut Brenda.

Sekar turun dari mobil. Kendaraan roda empat itu melaju setelah pintu tertutup. Ia menoleh pada sisi kiri dan kanannya. Banyak makhluk menyeringai seram padanya. Hari masih terlalu pagi jika mendadak mencekam dan bulu roma berdiri.

"Jangan ikuti aku," pinta gadis itu.

"Baumu harum Sekar," ujar salah satu sosok yang dapat mencopot tangan dan kakinya jika berjalan.

Gadis itu hanya bisa menghela napas panjang. Ia berjalan begitu ringan, seakan melayang. Gadis itu duduk di bangkunya yang kebetulan ada di barisan tengah paling belakang.

Krieet! Bunyi kursi bergerak tanpa ada yang menggerakkan. Sekar buru-buru memegang kursi bergerak itu, semua teman sekolah menoleh padanya.

"Maaf," ujar gadis itu.

Tak lama kelas itu mulai penuh murid, banyak makhluk halus pergi, mereka tidak suka keramaian. Walau ada beberapa yang bertahan.

"Bu ... kita panggil ustad ke sini sih!" ujar Danar menggosok tengkuknya.

Sekar membola, ia melihat salah satu teman tak kasat matanya tengah meniup tengkuk remaja yang duduk di sebelah Sekar.

"Ada apa Danar?" tanya Bu guru bingung.

"Masa Ibu nggak ngerasain?" tanya Danar.

Sebenarnya ibu guru Indah memang merasakan hawa lain di sekitarnya, tapi wanita itu mengabaikannya.

"Baca doa Danar!" titah ibu guru.

Wanita itu kembali menjelaskan pelajaran di papan tulis. Bunyi derit antara papan tulis dan kapur sedikit memekakkan telinga. Ciiit! Ciiittt!

"Ada yang ditanyakan?" tanya Bu guru.

"Saya Bu!" Hamdan unjuk tangan.

"Ya, silahkan!" ujar Bu guru.

"Kapan kita istirahat?" tanya Hamdan yang langsung diberi sorakan.

Bunyi bel membuat semuanya bersorak. Ibu guru mengambil semua peralatan alat tulisnya dan pergi ke ruang guru.

"Sekar," panggil sosok yang merangkak dengan tubuh terbalik.

"Kau siapa lagi?" cicit gadis itu sedikit beringsut.

Semua temannya sudah keluar kelas dan kini ia sendirian.

"Aku De," jawab sosok seram itu lalu merangkak ke dinding dan bercokol layaknya laba-laba. Lalu datang wanita yang meneteng kepalanya.

"Aku Le," ujarnya memperkenalkan diri.

Makin lama teman Sekar makin banyak. Semua mengobrol dengan bahasa mereka. Sekar tak bisa berkata apa-apa karena dia tidak mengerti percakapan mereka.

"Sekar!' gadis itu menoleh.

Semua sosok yang berkumpul hilang dan menyisakan semuanya. Danar menatap aneh teman sebangkunya itu. Entah dia yang berhalusinasi atau memang itu yang dilihatnya.

"Kau berbicara dengan siapa?" tanya remaja itu.

"Aku tidak bicara dengan siapa-siapa," jawab Sekar.

"Kamu nggak jajan?" gadis itu menggeleng.

Sekar tidak suka makan, walau majikannya memberinya uang dua ratus ribu rupiah sehari.

"Ini makanlah," Danar memberikan satu bungkus roti manis.

"Terima kasih," cicit gadis itu lirih.

Bel istirahat berakhir. Kini semua murid kembali fokus dengan pelajaran yang datang. Kali ini pelajaran agama, Sekar begitu tenang selama pelajaran itu berlangsung, semua mahkluk menyeramkan itu tak mendekatinya sama sekali.

Tak lama bel tanda berakhir jam pelajaran berakhir berbunyi. Semua anak bersorak gembira. Semua keluar kelas setelah guru agama mereka keluar.

"Sekar!"

Gadis itu memilih terus berjalan dan mengabaikan teman-teman barunya. Beberapa di antaranya menatap penuh dengan tanya, kenapa Sekar bisa melihat mereka.

"Jangan dekat-dekat mereka Sekar!" larang salah satu makhluk tak kasat mata.

"Pergi!" sentak gadis itu pada sosok yang menahannya.

"Sekar, kamu kenapa Nak?" guru agama datang karena melihat muridnya seperti marah-marah pada seseorang.

Semua mahkluk berlarian ketika guru agama itu mendekati Sekar. Pak Ahmad mengerutkan kening, ia belum yakin dengan apa yang ia cium dari tubuh anak muridnya yang baru saja belajar mengajar tiga hari lalu itu.

"Saya tidak apa-apa, Pak," jawab Sekar senang didekati oleh guru agamanya.

"Langsung pulang ya Nak," ujar pria itu mengelus kepala anak muridnya.

Sekar mengangguk, untuk pertama kalinya ia melangkah dengan begitu bahagia. Tak ada satu mahkluk mendekatinya. Hingga ketika ada seorang anak perempuan menghadangnya.

"Berhenti ... Lo mesti tanggung jawab!" teriaknya.

Tiba-tiba gadis yang menghadangnya menyiram air ke arah Sekar. Semua berteriak, tetapi yang terjadi adalah air yang disiram malah berbalik ke arah gadis itu sendiri.

"Aah!" pekiknya.

Wajah Nadia melepuh, beberapa guru langsung menyiram air ke wajah gadis itu agar tak terjadi kerusakan. Nadia pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Sekar menatap teman-teman tak kasat matanya.

"Dua kali mereka menolongku," gumamnya pelan.

"Karena kami temanmu Sekar," ujar salah satu sosok tinggi besar.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya guru agama.

"Tidak apa-apa Pak, Terima kasih,," ujar Sekar.

"Mau Bapak antar?" Sekar langsung menggeleng.

"Tidak Pak terima kasih!" tolaknya.

Guru itu menaiki motornya dan melaju. Sekar menghela napas panjang.

"Jangan ganggu lagi!" pintanya.

"Kami melindungimu Sekar," ujar anak kecil yang kepalanya terbalik.

Sekar pulang ke mansion majikannya. Seperti biasa, setelah makan siang. Gadis itu kembali membantu ibunya bekerja.

Malam tiba, untuk pertama kalinya Sekar tidur dengan nyenyak. Sedang di tempat lain tampak Pak Ahmad mampu membakar beberapa makhluk dengan doa-doanya.

"Jangan ganggu Sekar! Kalian bukan dari kalangan manusia!"

"Cih ... jangan sok suci kau manusia!" sentak sosok tinggi besar yang hendak mencengkram leher Ahmad.

"Buktinya tadi siang, manusia yang kau katakan lebih sempurna dari kami mampu menyerang teman kami tanpa alasan!" bentak sosok itu.

Pria itu bungkam, sebuah doa meminta perlindungan ia ucapkan. Sosok itu menjerit keras.

"Sekar!" pekiknya kesakitan.

"Tidak akan kubiarkan kau mengganggu muridku!" tekan Ahmad lagi.

"Tidak bisa ... kau tidak berhak melarang kami. Sekar adalah bagian kami, harum tubuhnya adalah pemanggil sosok-sosok seperti kami!"

Semua sosok pergi. Ahmad terkulai lemah di atas sajadah. Pria itu terengah-engah, peluh bercucuran ia lalu mengucap istighfar.

"Jauhi Sekar, jika kau tak ingin semuanya kacau. Gadis itu pembawa misi ... hanya dia kunci dari sebuah peristiwa yang akan terjadi nanti!" sebuah suara tanpa rupa memperingati pria itu.

Sedang di kamar Sekar. Gadis itu kembali terbangun dengan peluh di keningnya dan napas menderu. Ia terkejut mendengar teriakan yang memanggil namanya.

"Sekar ... hanya kami yang bisa kau percaya dan tak akan mencelakaimu," bisik suara tanpa rupa.

Bersambung.

"Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." Q.S. Al-A’râf/7:16-17.

next?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!