NovelToon NovelToon

My Wife Drabia

01. Tak sudi

"Jangan harap aku akan menyentuhmu. Karena aku tak sudi menyentuh wanita kotor yang tidak bisa menjaga kesuciannya" ucap Ansel di malam pertama pernikahannya dengan Drabia.

Drabia menunduk dalam supaya Ansel tidak melihat air matanya. Drabia tidak bisa membantah ucapan Ansel, karena itu memang benar adanya. Dia pernah tidur dengan pria lain tanpa sengaja. Pria itu adalah pria beristri, sehingga Drabia tidak meminta pertanggung jawaban pada pria itu, karena tak ingin menjadi orang ketiga.

Drabia dan pria itu pun sepakat menyembunyikan kejadian itu. Namun yang namanya bangkai, pasti akan tetap tercium baunya walaupun di sembunyikan dengan rapi. Entah dari mana orang orang mengetahuinya, sampai kabar itu berhembus ke telinga orang tua Drabia. Sehingga di sinilah Drabia berada. Di kamar Ansel pria yang di minta orang tuanya menikahinya, untuk menutup aib keluarga.

"Jika bukan karena balas budi kebaikan orang tuamu. Aku tidak akan pernah mau menikahimu. Tapi aku tidak punya kekuatan menolak permintaan Ayahmu yang baik itu, yang sudah berjasa selama ini mempertahankan perusahaan Papa. " ucap Ansel lagi.

Semenjak berusia dua belas Tahun, Ayah Ansel sudah meninggal Dunia. Dan Selama ini Ayah Drabia lah yang menjaga perusahaan Orang tuanya, sehingga masih bertahan sampai saat ini. Sampai perusahaan itu diserahkan sepenuhnya kepadanya sebagai ahli waris.

Ansel menarik bantal dari atas ranjang pengantin mereka, dan melemparnya ke sofa.

"Aku tidak sudi tidur satu ranjang denganmu. Silahkan tidur di sofa atau di lantai" ucap Ansel lagi.

Drabia yang berdiri dari tadi di dekat pintu kamar, perlahan menyeret kakinya ke arah sofa. Pakaian pengantin masih melekat di tubuhnya. Begitu juga dengan mahkota dan jilbab masih menghiasi kepalanya.

Setelah mendudukkan tubuhnya di sofa, Drabia membuka satu persatu hiasan yang menempel di jilbabnya. Sebenarnya Drabia membutuhkan kaca untuk membuka hiasan hiasan di kepalanya. Namun ia tak berani jika harus berpindah ke meja rias di kamar itu.

Buar!

Sontak Drabia terlonjak mendengar debuman pintu kamar mandi yang di tutup kuat oleh Ansel. Ansel benar benar marah dengan pernikahan mereka.

Di dalam kamar mandi, pria berusia dua puluh lima Tahun itu memandangi wajahnya di kaca washtapel. Ansel mengusap kasar wajahnya sampai kulit putihnya terlihat merah. Lalu menyugar rambut lurus dan lebatnya ke belakang dengan kasar.

Dia seorang pria lajang yang selalu menjaga kesucian dirinya dari yang namanya wanita. Berharap jika dia menemukan jodoh, dia mendapat wanita yang suci juga. seperti yang pernah di dengarnya dari ustadz guru mengajinya dulu.' Pria baik baik, akan mendapatkan istri yang baik pula. Dan begitu juga sebaliknya.'

Tapi apa?, apa yang dia dapat?. Malah Ansel mendapat wanita yang tidak suci, yang pernah tidur dengan suami orang.

Ansel menghembuskan napasnya kasar dari dalam mulut. Hingga kaca cermin di depannya terlihat seperti berembun terkena karbondioksida yang keluar dari mutunya. Mengingat kenyataan dia menikahi wanita yang tidak suci lagi. Orang yang memakan nangka, tapi dia yang terkena getahnya. Pribahasa itu sangat cocok buat Ansel.

Selesai membersihkan diri di kamar mandi, Ansel pun keluar dengan pakaian lengkap di tubuhnya. Di lihatnya Drabia masih sibuk membuka hiasan di kepalanya.

Ansel tak peduli itu, ia pun berjalan ke arah kasur, menarik selimut yang di lipat rapi di ujung ranjang, lalu menghempasnya ke kelopak bunga mawar merah yang di susun rapi berbentuk hati di tengah tengah kasur. setelah bunga bunga itu bersih dari atas kasur, Ansel membaringkan tubuhnya dan menutup tubuhnya dengan selimut di tangannya.

Drabia yang melihat itu hanya bisa menghela napasnya. Hampir semua orang memandangnya hina karena kejadian malam itu bersama suami orang.

Hampir jam satu malan, Drabia baru selesai membersihkan diri. Melihat sudah masuk waktu sepertiga malam pertama. Drabia pun memilih untuk melaksankan shalat malam sebelum istirahat.

Sebenarnya Drabia bukanlah orang yang religius, tapi semenjak kejadian itu. Dia hanya menjadi rajin shalat malam, mengadu pada Allah, atas apa yang telah terjadi padanya. Drabia terus memohon ampun pada Allah, atas segala dosa dosanya.

Mendengar samar samar suara orang mengaji. Tidur Ansel menjadi terganggu, ia pun membuka kelopak matanya mencari sumber suara merdu itu.

Ansel langsung berdecih, melihat Drabialah pemilik suara indah dan sahdu itu.

'Sok alim' cibirnya dalam hati, menarik sebelah sudut bibirnya ke samping.

Ansel pun kembali tidur, dengan menutup kedua telinganya dengan bantal. Supaya tidak mendengar suara Drabia lagi.

"Syodaqollohul ajim"

Drabia menutup Alqur'an kecil yang di bawanya di dalan koper baju bajunya. Saat Drabia berdiri dan melipat mukena dan sajadahnya, di lihatnya Ansel tidur dengan menutup telinga. Itu artinya tidur Ansel terganggu saat mendengarnya mengaji.

Setelah Drabia menyimpan mukena dan Alqur'an kecilnya. Drabia pun membaringkan tubuhnya di atas sofa.

'Aku harus sabar, aku yakin semua pasti berlalu' batin Drabia mulai memejamkan matanya.

Tak terasa air mata Drabia pun menetes saat kelopak matanya tertutup rapat.

**

Pagi hari, Drabia terlihat sibuk di dapur. Dia akan membuatkan sarapan untuknya dan Ansel. Meski Ansel tak mau menyentuhnya, namun Drabia tetap akan menjalankan tugasnya sebagia istri.

Saat menata makanan di atas meja, Drabia melihat Ansel menuruni tangga, Drabia pun memanggil Ansel untuk sarapan.

"Ansel, aku sudah membuat sarapan untukmu!."

Ansel menoleh ke arah Drabia, kemudian melihat makanan yang berada di atas meja. Makanan itu terlihat menggiurkan, dan aromanya juga sangat wangi.

"Di dekatmu saja aku tidak sudi. Apa lagi memakan masakanmu!."

Mendengar ucapan Ansel, hati Drabia sakit, bukan hanya menyentuhnya saja Ansel tidak mau, bahkan sepertinya makanan yang di sentuhnya pun Ansel merasa jijik.

"Apa aku sangat menjijikkan?. Sampai makanan yang sentuh, pun menjadi najis bagimu" tanya Drabia dengan mata berkaca kaca.

"Sudahlah, kamu makan saja sendiri masakanmu. Jangan mengajakku berdebat, lalukan apa yang ingin kau lakukan di rumah ini. Tapi jangan pernah membawa priamu ke sini" ucap Ansel melihat Drabia yang sudah meneteskan air matanya.

"Sehina itukah aku di matamu?" lirih Drabia dengan bibir bergetar. Dia tak sengaja tidur bersama pria lain. Bukan menjual diri menjadi wanita penghibur. Tapi Ansel menganggapnya wanita murahan.

Ansel mengedikkan bahunya, ia pun berlalu dari tempatnya berdiri melangkahkan kakinya keluar rumah. Dia malas di rumah, pasti nanti dia akan sering melihat Drabia. Mending dia menghabiskan waktu di kantor.

Awalnya, saat mendengar Ansel akan bersedia menikahinya. Drabia pikir Ansel akan menerimanya sebagia istri. Mengingat Ansel selama ini adalah pria yang baik. Nyatanya, Ansel ternyata terpaksa menikahinya, karena permintaan Ayahnya.

* Bersambung

02. Bermimpi ketiggian

Berulang kali Drabia melihat jam dingding di ruang tamu. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Namun Ansel belum juga pulang dari tadi pagi. Drabia menjadi kawatir terjadi sesuatu pada Ansel.

"Kemana dia?, nomornya pun tidak bisa di hubungi" gumam Drabia saat menghubungi nomor Ansel ternyata tidak aktif.

Ceklek!

Pandangan Drabia langsung beralih ke arah pintu yang terbuka dari luar. Drabia pun menghela napas lega melihat Ansel sudah pulang.

"Ansel, akhirnya kamu pulang." Drabia berdiri dari sofa berjalan mendekati Ansel yang baru masuk ke dalam rumah, dengan penampilan acak acakan."Kamu mabuk?" tanya Drabia saat aroma menyengat menusuk ke rongga hidungnya.

Ansel langsung menepis tangan Drabia yang akan menyentuhnya."Urus aja dirimu" Ansel menatap tajam Drabia.

Tadi dia minum sedikit hanya untuk menenangkan pikirannya, dan dia juga tidak sampai mabuk. Buktinya dia masih bisa pulang menyetir kenderaan sendiri.

"Ta- tapi kenapa kamu meminum minuman memabukkan itu?" tanya Drabia menatap Ansel dengan tatapan meneduh. Ansel tidak pernah meminum minuman itu sebelumnya. Ansel bisa dikatakan pria yang baik dan soleh. Sungguh sangat di sanyangkan menurut Drabia jika Ansel berubah karena pernikahan mereka.

"Kamu tanya kenapa?" Ansel berbicara merapatkan giginya ke arah Drabia. Pertanyaan itu berhasil memancing emosi Ansel."Kamu tau, gara gara aku menikahimu. Di luaran sana orang beranggapan akulah pria yang tidur bersamamu!" bentak Ansel.

Drabia terlonjang dan langsung membeku di tempatnya.

"Aku tidak pernah menyentuh wanita sama sekali. Tapi kenapa aku harus ikut menanggung malu atas perbuatanmu?" Ansel memandang Drabia dengan mata berkaca kaca.

Tadi saat Ansel sampai di kantor, Ansel tidak sengaja mendengar beberapa karyawan membicarakannya. Mengatakan kalau dialah pria yang tidur bersama Drabia. Entah dari mana orang orang itu bisa membuat cerita baru seperti itu.

"Ma- maaf" lirih Drabia tanpa berani melihat Ansel.

"Bisa bisanya Pak Ilhan mempunyai putri sepertimu" ucap Ansel kemudian berlalu dari hadapan Drabia.

Sampai di kamarnya, Ansel mengeluarkan barang barang Drabia dari dalam kamarnya. Dia tidak mau lagi sekamar dengan Drabia.

"Terserah kau mau tidur dimana" ucap Ansel melihat Drabia sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Ansel pun langsung menutup pintu itu.

Drabia hanya bisa menarik napasnya, dia harus sabar menghadapi kemarahan Ansel. Ia pun memungut barang barangnya yang berserakan di lantai memasukkannya ke dalam koper, membawanya ke salah satu kamar yang berada di lantai bawah rumah itu.

**

Tok tok tok!

"Ansel! apa kamu sudah bangun?" Drabia memanggil Ansel sambil mengetuk pintu kamarnya. Drabia ingin memastikan suaminya itu sudah bangun.

Tidak mendengar suara dari dalam, Drabia pun mencoba membuka pintu di depannya, untungnya tidak di kunci. Jadi Drabia bisa membukanya.

"Dia belum bangun" gumam Drabia melihat kamar Ansel masih gelap. Drabia pun menghidupkan lampu kamar itu, kemudian berjalan mendekati ranjang.

"Ansel, bangun" ucap Drabia lembut tanpa berani menyentuh tubuh Ansel. Namun Ansel masih bergeming tidak mendengar sama sekali suaranya.

"Ansel sudah subuh, gak shalat?" Drabia mencoba membangunkan Ansel lagi dengan menyentuh sedikit lengan Ansel dan menggoyangnya.

"Sudah pagi" ucap Drabia melihat Ansel mengerjabkan matanya.

Ansel membuka kelopak matanya, mengarahkan tatapannya ke wajah Drabia yang mengulas senyum.

"Maaf" lirih Drabia menundukkan pandangannya, melihat tatapan Ansel berobah menyeramkan.

Ansel diam saja, ia pun langsung turun dari atas tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi.

Drabia menghela napasnya melihat Ansel menghilang di balik pintu kamar mandi. Tadinya dia sempat takut jika Ansel akan memarahinya, karena sudah lancang masuk kekamarnya, ternyata dugaannya salah.

Setelah merapikan kamar dan menyiapkan baju untuk Ansel, Drabia pun keluar dari kamar itu. Dia akan membuat sarapan untuk mereka, berharap hati Ansel luluh mau memakan masakannya.

"Ansel aku memasak makanan kesukaanmu" Drabia melangkahkan kakinya mendekati Ansel yang datang ke dapur. Drabia mengulas senyumnya melihat Ansel memakai pakaian yang di pilihnya.

"Menyingkir!"

langkah Drabia langsung terhenti, senyumnya pun memudar tanpa sisa.

"Aku pikir kamu tidak perlu melakukan itu. Buang buang tenagamu saja, dan...." Ansel menjeda kalimatnya dan menatap wajah Drabia dengan Intens." Jangan berharap aku akan luluh dengan perbuatan baikmu. Bagiku...kau hanyalah sampah yang mengotoriku. Jadi kamu tidak perlu berlagak seperti istri soleha yang selalu siap melayani suaminya."

Drabia terdiam, pandangan meneduh. Melihat Ansel memakai baju yang di siapkannya, Drabia pikir hati Ansel sudah luluh, tidak marah lagi, ternyata Drabia salah.

"Pernikahan ini sudah terjadi Ansel, apa salahnya kita mencoba menjalaninya?" ucap Drabia mencoba memberanikan diri membalas tatapan Ansel.

Satu sudut bibir Ansel tertarik ke atas."Untung di kamu" ucapnya.

"Aku akan berusaha menjadi istri yang baik Ansel. Beri aku kesempatan untuk mengambil ha...."

Ucapan Drabia terhenti saat Ansel mendekatkan wajahnya, berbicara tepat di dekat wajah Drabia." Sadar, jangan bermimpi ketinggian, ini masih pagi."

Ansel kembali menjauhkan wajahnya, dan segera meninggalkan tempat itu. Tadi dia ke dapur untuk minum, namun urung karena Drabia mengganggunya.

Dan Drabia hanya bisa menatap nanar punggung Ansel yang semakin menjauh. Drabia sadar akan dirinya, tapi salahkah dia mencoba mengambil hati suaminya?, mempertahankan pernikahan yang sudah terjadi?.

Selesai menghabiskan sarapannya, Drabia membersihkan dapur bekas memasaknya tadi. Setelah selesai, Drabia masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri. Dia harus mencari pekerjaan, karena melihat sikap Ansel, tidak mungkin Drabia berani meminta uang untuk biaya hidupnya. Jika ia meminta uang pada Ayahnya, jelas nanti Ayahnya bertanya. Drabia tidak mau keluarganya tau permasalahan rumah tangganya dengan Ansel.

Selesai bersiap siap, Drabia keluar dari rumah. Memakai kemeja putih dipadukan dengan celana panjang berwarna hitam, dan tidak lupa menutup kepalanya dengan hijab. Meski awalnya Drabia bukan wanita berhijab, tapi setelah menikah, Drabia memutuskan untuk menutup auratnya.

Drabia terpaksa naik taxi, karena kenderaannya masih di rumah keluarganya. Meski di garasi masih ada mobil milik Ansel, Drabia tidak berani memakai itu.

"Berhenti, Pak" ucap Drabia kepada supir taxi yang membawanya.

Drabia turun di depan sebuah perusahaan. Dia akan mencoba melamar ke perusahaan yang informasinya menerima lowongan.

"Maaf mbak, kami menerima lowongan yang minimal sarjana S1" ucap orang yang memeriksa berkas berkas lamaran Drabia.

Drabia menarik napasnya dalam. Drabia terpaksa tidak melanjutkan pendidikannya karena berita memalukan itu. Drabia malu, selalu menjadi bahan pembicaraan orang orang di kampus. Dan orang orang selalu manatapnya hina. Bahkan semua teman temannya menjauhinya, kecuali sahabatnya Lea.

"Maaf ya Mbak" ucap orang itu melihat senyum getir Drabia.

"Gak apa apa Mbak" balas Drabia mengambil kembali berkas berkasnya.

Drabia berjalan menelusuri trotoar jalan, sudah lima perusahaan dia coba. Namun tidak ada yang menerima lamarannya. Tubuhnya sudah lelah, keringat pun hampir membasahi tubuhnya. Drabia bingung harus mencoba melamar kemana lagi. Tapi Drabia masih tetap semangat, hari esok masih ada.

* Bersambung

03. Gratis

"Dari mana kamu?, jual diri." Ansel menjawab pertanyaannya sendiri melihat Drabia baru pulang ke rumah.

Sakit, itulah yang di rasakan Drabia. Ansel benar benar memandangnya hina. Dan dari pakaiannya jelas jelas dia pulang melamar, bukan pulang jual diri.

"Apa tidak ada lagi kata yang lebih menyakitkan untukku?" tanya Drabia menatap Ansel dengan mata berkaca kaca.

Ansel mengedikkan bahunya, kemudian melangkah ke arah tangga. Dia juga baru sampai di rumah, ternyata Drabia tidak ada. Drabia keluar rumah tanpa memberitahunya.

Drabia menghapus air matanya, Ansel begitu tak peduli dengan perasaannya, dan terus melukainya dengan kata kata pedas.

**

"Ansel!" panggil Drabia saat masuk ke kamar Ansel." Ma- maaf " gugub Drabia menutup pintu itu kembali saat melihat Ansel sedang memakai pakaian dal*mnya. Seharusnya ia mengetok terlebih dahulu pintu kamar Ansel, bukan membukanya sembarangan. Meski sebenarnya mereka suami istri, tapi tidak bagi Ansel.

"Ada apa?" tanya Ansel keluar dari kamarnya." Jangan bilang kamu ingin menggodaku, supaya aku menidurimu" cibir Ansel." Wanita murahan 'kan seperti itu" tambahnya.

Ansel memang tak memperlakukannya dengan kasar. Tapi Ansel selalu menyakitinya dengan kata kata menghina.

"Uangku habis" jawab Drabia menunduk.

"Oh! kamu lagi menawarkan diri."

"Ansel! tidak bisakah kamu untuk tidak selalu menghinaku?" Drabia mengangkat kepalanya ke arah Ansel, Ansel sungguh keterlaluan.

"Tidak bisa!" jawab Ansel cepat, ia pun masuk kembali ke dalam kamarnya, mengambil dompetnya dari atas nakas.

"Aku akan memberikan ini untukmu, tapi kamu harus membuka seluruh pakaianmu di depanku" ucap Ansel menyeringai dan menunjukkan satu atm ke arah Drabia.

Drabia menggeleng gelengkan kepalanya tidak percaya. Ansel memang berhak melihat tubuhnya, tapi tidak dengan cara yang hina seperti permintaan Ansel.

"Kenapa?"

Drabia menghapus air matanya yang sempat keluar. ia pun pergi dari hadapan Ansel menuruni tangga ke lantai bawah rumah itu, masuk ke dalam kamar yang di tempatinya.

Uang sisa yang diberikan Ayahnya sudah habis untuk biaya hidupnya, dan dia juga belum mendapatkan pekerjaan. Ia tak mungkin meminta duit pada Ayahnya.

Ansel pun menuruni tangga ke lantai bawah, ia ingin keluar untuk mencari makan, tentunya sambil nongkrong bersama teman temannya. Ia tidak akan mau memakan masakan Drabia. Cukup Drabia sudah menjadi lalat penyebar kuman di rumah itu. Jangan sampai ia memakan makanan yang sudah terkena kuman. Nanti Ansel bisa sakit perut atau muntaber.

Mendengar suara mobil Ansel keluar dari halaman rumah. Drabia hanya bisa mengintip dari celah horden. Lagi lagi air mata Drabia mengalir di pipinya. Perutnya sudah lapar, dari tadi siang belum makan, namun Ansel tidak peduli.

**

"Wah! pengantin baru sudah datang. Apa kabar bro, mana istrinmu, kenapa gak di bawa?."

Ansel mencebikkan bibirnya sembari mendudukkan tubuhnya di depan temannya, Dafa. Dia tidak suka mendengar temannya menanyakan istrinya."Di rumah, ngapain di bawa?."

"Kasihan istrimu sendiri di rumah" ujar Ciko menimpali.

"Udah lah! gak udah bahas istriku. Ayo pesan makanan, lapar nih" balas Ansel mengusap usap perutnya.

Dafa dan Ciko sama sama menggelengkan kepala. Mereka tau kalau Ansel terpaksa menikahi Drabia demi balas budi kebaikan Pak Ilham yang sudah banyak berjasa membantu Ansel dari dulu.

Ketiga anak muda itu pun memesan makanan dan minuman. Setelah pesanan mereka datang, mereka langsung menyantapnya di iringi obrolan, sesekali mereka tertawa bersama.

"Kita duduk di sana yuk!."

Suara gadis itu berhasil mengalihkan pandangan Ansel, Dafa dan Ciko.

"Itu Lea bersama istrimu kan?" tanya Dafa, memperhatikan kedua gadis yang berjala ke arah dinding kaca cafee itu.

Ansel diam tidak menjawab, pandangannya terus memperhatikan Drabia sambil mengunyah makanan di mulutnya. Penampilan Drabia sangat berbeda, terlihat cantik dengan pakaian gamis dan jilbab sampai menutup dadanya.

'Katanya tadi gak punya uang' batin Ansel, mengingat tadi Drabia mengatakan uangnya habis.

"Drabia benar benar berubah, tidak seperti dulu lagi, dengan penampilan yang selalu minim" komentar Dafa, mengagumi penampilan Drabia yang berobah Drastis. Mengingat dulu Drabia sangat suka memakai pakaian kurang bahan. Tapi semenjak gosib itu, perlahan lahan penampilannya berubah.

Ansel mengedikkan bahunya, baginya Drabia tetap aja wanita kotor. Yang berubah sok alim untuk merubah penilaian orang terhadapnya.

"Kamu beruntung An, mendapat wanita seperti Drabia" ucap Ciko. Meski Ciko juga tau gosip yang beredar tentang Drabia yang pernah tidur dengan pria lain. Bagi Ciko masa lalu tidaklah penting. Yang penting itu ending dari masa lalunya baik. Orang itu mau berobah lebih baik.

"Kalau kamu mau, ambil gih, gratis!" decih Ansel, berbicara sampai sudut bibirnya tertaring ke samping.

"Astaqfirulloh Ansel!, jangan sembarangan bicara" Ciko mengusap usap dadanya, tidak percaya dengan sikap sahabatnya itu yang begitu tak menyukai Drabia.

"Iya Ansel, bagaimana pun buruknya Drabia, dia tetap istrimu, kamu tidak boleh menawarkan istrimu pada pria lain" nasehat Dafa.

Ansel hanya mengedikkan bahunya, enggan menanggapi omongan ke dua sahabatnya. Ia pun lebih memilih menikmati makanan di piringnya.

Sepertinya Ansel sudah di tutup mata hatinya, pikir Dafa dan Ciko.

Di meja lain, terlihat Drabia dan Lea juga sibuk menikmati makanan di piring mereka. Sesekali mereka mengobrol dan tertawa kecil menuntup mulut mereka saat ada pembicaraan yang lucu.

"Trimakasih ya Lea udah traktir aku makan, dan memberiku pinjaman. Kalau aku udah dapat kerja, pasti nanti aku mengganti uangmu" ucap Drabia setelah menghabiskan makanan di piringnya.

"Kamu bicara apa?, setelah uangmu banyak baru kamu ganti. dan juga itulah gunanya sahabat, saling membantu. Jadi tidak perlu bertrimakasih" balas Lea tersenyum.

"Kamu memang sahabatku yang paling baik" puji Drabia.

"Iya dong, Lea!" Lea merasa tersanjung atas pujian Drabia padanya.

"Drabia"

Sontak suara laki laki yang berdiri di samping meja mereka ,mengalihkan pandangan Drabia dan Lea.

"Drabia 'kan?" tanya pria itu lagi memastikan kalau dia tidak salah orang.

"Pak Kevin" gugub Drabia, seketika wajahnya memerah salah tingkah. Pria berusia tiga puluh Tahunan itu adalah pria yang tak sengaja tidur bersamanya beberapa Bulan yang lalu.

"Boleh gabung?" tanya pria yang memiliki paras tampan itu.

"Silahkan Pak" Lea yang menjawab, karena Drabia diam saja.

"Trimakasih"

Baru saja Pak Kevin duduk, tiba tiba seorang wanita datang langsung menarik jilbab Drabia, untuk saja tidak sampai terlepas.

"Dasar wanita murahan!"

Sontak semua pengunjung Cafee itu menoleh ke arah mereka. Termasuk Ansel, Dafa dan Ciko.

"Aw!" keluh Drabia memegangi tangan wanita yang menarik rambutnya.

"Akhirnya aku bisa menemukanmu!" geram wanita itu semakin menarik kuat rambut Drabia yang tertutup hijab. Membuat Drabia semakin meringis kesakitan.

"Sifa! apa apaan kamu?."

"Kamu yang apa apaan Kevin!. Kamu menemui wanita ini lagi!" bentak wanita bernama Sifa itu.

*Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!