NovelToon NovelToon

Balas Dendam Seorang Panglima

Awal mula

Salam kenal buat readers yang sudah berkenan untuk mampir di karya receh kami.

Perkenalkan, saya author Anjana. Saya belum begitu mahir dalam menulis cerita Fantasi, dan masih banyak sekali kekurangan dalam menulis. Cerita ini bertemakan budaya Indonesia, seperti yang editor tawarkan kepada saya lewat misi kepenulisan. Dengan berani, saya mengambil daerah Lampung yang menjadi tujuan saya untuk menuliskan sebuah cerita.

Entah kenapa, saya begitu sangat tertarik dengan daerah Lampung, meski sebenarnya saya tidak bisa berbahasa Lampung.

Bagi warga Lampung yang membaca cerita novel saya ini, jika ada kesalahan mohon dikoreksi, sekiranya saya telah salah menulis.

Sekali lagi, ini hanya sebuah karangan semata lewat kehaluan saya sendiri.

Selamat membaca, dan kisah ini tidak panjang babnya, hanya sebuah pengenalan budaya dari daerah Lampung. Terimakasih.

.............

Dialah sosok lelaki yang sudah tumbuh besar,  pemuda tersebut diberi nama Anggara, seorang pemuda yang hampir tak pernah tahu tentang asal usulnya. Anggara yang telah ditemukan disebuah gubuk oleh seorang lelaki paruh baya di pinggiran sungai yang jarang dilewati oleh banyaknya orang yang lewat sewaktu masih bayi, dan tidak ada yang mengetahui tentang bayi siapakah gerangan.

Seseorang yang telah meninggalkan dirinya di dalam sebuah keranjang terlihat mewah itu, tidak diketahui siapa yang sudah begitu tega membuangnya di sebuah gubuk di pinggiran sungai.

 

Seorang lelaki paruh baya yang telah menemukan bayi yang terlihat seperti baru saja lahir, lelaki tersebut segera membawanya pulang dan mengasuh bayi itu dengan istrinya.

 

Dengan kehidupannya dari seorang sepasang suami istri yang sudah tidak lagi muda, juga jauh dari keramaian, sama sekali tidak banyak yang mengetahui tentang dirinya saat menemukan bayi yang baru lahir di sebuah gubuk pinggiran sungai yang dimana tempat tersebut jarang dilewati oleh orang-orang.

 

Dengan perasaan yang berbunga, lelaki tersebut dan istrinya merasa sangat bersyukur saat masih mendapatkan kepercayaan dari sang Pencipta, yakni dipertemukannya dengan bayi laki-laki yang baru lahir.

 

Dengan sepenuh hati dan jiwa raganya, Beliau bersedia untuk mengasuh bayi yang telah ditemukannya dengan penuh kasih sayang laksana anak kandungnya sendiri bersama sang istri untuk memberinya kasih sayang.

 

“Suamiku, bagaimana ini? Apakah tidak bermasalah jika kita merawat bayi ini tanpa sepengetahuan orang lain? Aku benar-benar sangat takut jika akan berakhir jadi tahanan, suamiku.”

 

“Tenang saja, istriku. Semua akan baik-baik saja, dan tidak ada yang tahu jika bayi ini adalah bayi yang kita temukan. Aku dan kamu akan merawat bayi ini hingga tumbuh dewasa, juga akan aku berikan ilmu beladiri yang aku miliki untuknya.” Jawab sang suami sebijak mungkin.

 

“Semoga saja, aku benar-benar sangat khawatir dan takut terjadi sesuatu pada diri kita maupun bayi yang kita rawat nanti.” Kata Sang istri yang penuh dengan kekhawatiran, dan akan berubah menjadi masalah untuknya hanya karena menemukan bayi dan merawatnya.

 

“Ya sudah, ayo kita pulang ke rumah.” Ajak dari suaminya karena takut akan diketahui orang lain yang kebetulan lewat.

 

Sang istri pun mengangguk, dan bergegas pulang bersama.

 

Sampainya di rumah, dengan telaten merawatnya dengan penuh kasih sayang layaknya orang tua kandungnya sendiri.

 

Semakin lama waktu yang sudah dilewati dalam perjalanan hidupnya bersama keluarga kecilnya, seorang bayi yang diasuh oleh lelaki paruh baya bersama istrinya, kini bayi laki-laki itu tidak terasa sudah tumbuh menjadi pemuda dewasa.

 

Dengan didikan dari sang kedua orang tua asuhnya yang ternyata Beliau adalah pendekar yang telah berpengalaman dalam dunia persilatan, Angga mendapati pembelajaran ilmu kanuragan yang cukup matang untuk dipergunakan disaat genting.

 

Dari Anggara masih kecil hingga tumbuh menjadi pemuda dewasa, mereka berdua telah membekali anak asuhnya yang ditemukannya itu dengan banyaknya ilmu beladiri yang dimiliki. Bahkan, apa yang dipunya di berikan kepada Anggara.

 

Kehidupannya yang jauh dari keramaian, rupanya membuat dirinya hanya terpusat dari ilmu kanuragan yang dimiliki dan telah diajarkan oleh kedua orang tua asuhnya.

 

Hari terus berlalu yang sudah dilewati, pemuda yang dulunya hanyalah seorang bayi yang dibuang, kini telah tumbuh menjadi sosok pemuda yang gagah pemberani, juga memiliki kepribadian yang sangat baik.

 

Tidak pernah mengetahui siapa kedua orang tuanya, juga asal usulnya, Anggara merasa bersyukur dan sangat beruntung lantaran dia orang yang telah menjadi pengganti untuk kedua orang tuanya.

 

“Ayah, Ibu, bolehkah aku bertanya sesuatu pada kalian?” tanya Anggara disela-sela kedua orang tua asuhnya tengah duduk santai.

 

“Boleh, silakan tanyakan saja, anakku.” Jawab sang ayah dengan kode anggukan.

 

“Maaf sebelumnya, Ayah, Ibu. Aku hanya penasaran, kenapa banyak sekali yang bertanya tentang siapa aku ini?”

 

Tanya Anggara yang mencoba untuk memberanikan diri karena rasa penasaran yang sudah sekian lama ingin mengetahui silsilah tentang dirinya, lantaran selalu mendapatkan sebuah pertanyaan yang begitu bosan untuk didengar dari orang-orang disekitarnya.

 

Kedua orang tua asuhnya masih diam, mencoba untuk mengatur kalimatnya yang sekiranya pantas untuk menjawab pertanyaan dari Anggara.

 

“Kok kalian berdua diam? Apakah begitu kejinya kedua orang tuaku telah membuang aku, Ayah, Ibu?”

 

Keduanya tersenyum mendengarnya.

 

“Wahai anakku, sekarang kau telah tumbuh menjadi pemuda yang dewasa. Kini, usiamu juga bukanlah seorang anak yang kekanakan. Dan kamu sudah dapat menilai mana yang baik, juga mana yang buruk.” Jawab ayah asuhnya yang tidak ingin terburu-buru menjelaskan.

 

“Tapi rasanya aku sangat ingin tahu dari mana asal diriku ini, ayah. Tidak ada keinginan lain selain ingin mengetahui siapa aku yang sebenarnya. Jangankan untuk mengakuinya, untuk tinggal bersamanya mungkin sangat berat untukku.”

 

“Jangan mengatakan yang seperti itu, Nak. Apapun dan seburuk apapun kedua orang tua kita, tetaplah orang tua. Kita sebagai anak yang sudah dilahirkan, mereka tetap mempunyai perjuangan untuk menyelamatkan nyawa kamu, sekalipun harus membuangnya. Semua kejadian akan ada alasannya tersendiri, termasuk tentangmu.” Ucap Ibu asuhnya.

 

“Karena aku lebih bahagia tinggal bersama Ayah dan Ibu di rumah ini.” Kata Anggara.

 

“Ayah dan Ibumu mengerti, dan kami juga menyadari jika dirimu bukanlah anak kandung dari kami. Sebenarnya Ayah telah menemukan diri kamu disebuah gubuk kecil ditengah di pinggiran sungai. Juga, Ayah tidak mengetahui tentang adanya bayi itu. Yang jelas, kami menganggapnya seperti anak kandung sendiri. Tunggu sebentar.” Kata sang ayah, dan bergegas ke kamar untuk mengambil sesuatu.

 

Setelah itu, sang ayah keluar dari kamarnya dengan membawa sesuatu untuk ditunjukkan kepada putranya.

 

“Bukalah kain ini, mungkin ini yang akan membawamu pulang kepada kedua orang tuamu, dan keluargamu.” Ucap sang ayah dengan suara yang begitu berat untuk menunjukkan sesuatu barang yang dimiliki oleh Anggara dari bayi.

Rasa ingin tahu

Dengan rasa penasaran, Anggara segera membukanya.

“Dan karena sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya kepadamu, Ayah telah menunjukkan padamu mengenai kebenarannya. Mungkin sudah saatnya kamu untuk mencari silsilah tentang dirimu, Nak. Dan kamu dapat berkumpul lagi dengan keluarga kamu dan hidup dengan kedua orang tuamu, atau keluarga kamu.” Kata sang ayah saat melihat anak asuhnya tengah mengamati barang berharganya dari bayi dengan tatapan yang sedih.

 

“Kenapa Ayah bicara seperti itu. Lalu apakah aku tidak boleh berlama-lama tinggal bersama Ayah dan Ibu?” tanya Anggara.

 

“Bukan itu maksud Ayah, Nak. Sebenarnya Ayah tak melarang diri kamu untuk tinggal bersama kami, tapi kamu juga mempunyai keluarga bersama kedua orang tuamu dan juga keluargamu yang lainnya. Mau bagaimanapun, suatu saat nanti kamu harus mencari orang tua kandungmu, Nak.” Ucap sang ayah asuhnya.

 

“Baiklah kalau begitu, Ayah. Suatu saat nanti jika aku telah siap, aku pasti akan mencari orang tua kandungku. Tetapi untuk saat ini biarlah aku tinggal disini, yang terpenting aku sudah mengetahui penjelasan dari kalian berdua.” Kata Anggara.

 

Sang ayah asuhnya tengah menyimpan rasa khawatir terhadap anak angkatnya itu, lantaran harus merelakannya untuk mencari kedua orang tuanya, atau asal usulnya.

 

Saat itu juga, ayah asuh Anggara terlihat tengah diam dan menunduk sedih, bila mana harus berpisah dengan anak asuhnya. Sedih, berat hati, itu sudah pasti.

 

“Wahai istriku, kita sudah tua dan sebentar lagi Anggara harus pergi meninggalkan kita, juga harus mencari asal usulnya, tentunya dirimu dapat memahami hal ini.” Ucap sang suami.

 

“Ibu mengerti apa yang Ayah maksudkan itu, wahai suamiku.” Jawab istrinya dengan tegar.

 

“Jika suatu saat nanti Anggara pergi meninggalkan kita untuk mencari orang tua kandungnya, apapun itu kita harus mengikhlaskan dirinya. Namun sebelum dia pergi untuk meninggalkan kita, ada baiknya kita wariskan semua ilmu Kanuragan kita yang belum dimilikinya.” Ucap sang suami.

 

“Baiklah wahai suamiku, mulai besok kita akan memberikan Anggara semua ilmu Kanuragan dan pengalaman dalam dunia persilatan yang lebih dalam lagi.” Jawab sang istri.

 

Anggara yang telah menyadari bahwa kedua orang yang menjadikannya seperti anak kandungnya, dirinya terus memikirkan asal usulnya. Namun, ia juga masih beraktifitas seperti biasanya, dan juga masih ingin tinggal bersama ayah dan ibu angkatnya itu.

Setelah, kedua orang tua asuhnya memantapkan diri untuk membekali anak asuhnya dengan ilmu kanuragan yang dimilikinya.

 

“Wahai anakku, berlatihlah dengan sungguh-sungguh, dan kami akan memberikan semua ilmu Kanuragan yang kami miliki untuk dirimu, yakni untuk bekal kamu nantinya. Ayah dan Ibumu ini sudah tua dan tidak lagi muda, sudah semestinya kamulah yang akan menjadi pewaris ilmu kami.” Ucap sang ayah asuhnya.

 

“Baik, Ayah, Ibu, aku akan bersungguh-sungguh dengan semua ilmu Kanuragan yang akan kalian berdua berikan kepada diriku.” Jawab Anggara yang terlihat sedikit sedih, lantaran harus pergi dari rumah.

 

“Setelah cukup matang kamu menguasai semua ilmu kanuragan yang kami berikan untukmu, kamu harus siap pergi untuk mencari jati diri kamu mengenai silsilah tentang diri kamu. Carilah orang tua kamu, jika sudah bertemu janganlah kamu tunjukkan perasaan bencimu itu, tetap hormat dan juga santun.” Ucap ayah asuhnya yang tak lupa untuk memberi nasehat untuk seorang anak yang diasuhnya.

 

Nasehat sang orang tua angkatnya selalu diindahkan oleh Anggara.

 

.

.

.

 

Beberapa hari kemudian, sang ayah asuhnya memulai untuk memberikan latihan ilmu kanuragannya. Kemudian, Anggara diajari oleh sang kakek latihan dan ditemani ibu asuhnya yang juga akan memberikan latihan untuknya.

 

“Wahai anakku hari ini ayah akan memberimu latihan, yakni untuk bekal dirimu nanti. Ingat baik-baik, ikutilah semua arahan perintah dari Ayah maupun Ibumu.” Ucap sang ayah asuhnya.

 

Sebagai anak yang baik Anggara selalu mematuhi perintah ayah angkatnya itu, juga ibu angkatnya hingga dirinya mulai mahir dalam menguasai ilmu kanuragan yang diwariskan untuk dirinya.

 

Waktu begitu cepat untuk dilalui, tidak terasa hari terus berlalu, dan Anggara masih terus ditempa dengan ilmu Kanuragan yang dimiliki oleh ayah angkatnya.

 

Suatu ketika disaat latihan Anggara mulai terlihat lebih pandai dengan ilmu kanuragan yang diajarkan ayahnya. Sang ayah kembali memanggil Anggara.

 

“Anggara anakku,”

 

“Ya, Ayah.”

 

“Duduklah,” pinta sang ayah.

 

“Ada apa Ayah memanggilku?” tanya Anggara penasaran.

 

“Apakah kamu sudah siap untuk mendengarkannya?”

 

Anggara mengangguk.

 

“Siap, Ayah.” Jawab Anggara bercampur aduk perasaannya.

 

“Sekarang dirimu telah banyak mendapatkan banyak ilmu dari kami, dan Ayah maupun Ibu merasa bahwa kamu sudah cukup matang untuk menguasai semua ilmu kanuragan yang kami berikan kepadamu. Sekarang juga, kami merasa sudah saatnya ayah dan ibu ingin menjelaskan semuanya yang sebenarnya tentang diri kamu.” Ucap sang ayah.

 

“Apakah masih ada kekurangan dari diri saya wahai ayahku,atau saya mempunyai banyak salah?” tanya Anggara.

 

“Tidak ada yang salah, wahai anakku. Justru diri kamu sangat dengan mudah menerima setiap ilmu yang telah kami berikan kepadamu. Sebenarnya Ayah memanggilmu ada sesuatu yang lebih penting yang harus kami sampaikan kepadamu sebelum kamu mencari asal usul diri kamu. Sekarang juga kami akan menjelaskan asal-usul dirimu. Kami sudah mulai  mendekati usia senja, sedangkan kami tidak mungkin menyembunyikan asal-usul darimana dirimu berasal.” Ucap ayah asuhnya Anggara.

 

“Iya Nak, Ibu dan ayah ingin engkau mengetahui asal-usul darimana dirimu berasal.” Kata sang ibu ikut menimpali.

 

“Sebenarnya kamu tidak kami temukan di gubuk dipinggiran kali, Nak.”

 

“Apa maksudnya, Ayah?”

 

“Maafkan Ayah dan Ibu, Nak. Sebenarnya kami ingin mengatakan semuanya dengan jujur dari awal, takutnya kamu tidak bersemangat untuk latihan. Jadi, kami sengaja membohongi kamu, bahwa kamu tidak ditemukan dari gubuk yang kami katakan waktu itu.”

 

“Terus, jawaban mana yang benar, Ayah, Ibu?”

 

“Sebenarnya kau adalah anak dari teman akrab Ayah, yang bernama Samitra. Ayahmu sebenarnya telah meninggal karena serangan kerajaan Pepadun.” Terang sang ayah.

 

“Ini semua pasti cerita bohong lagi.” Kata Anggara yang tidak mudah untuk percaya.

 

“Yang Ayah katakan ini adalah kebenarannya, Nak. Ayah tidak bohong, ini benar.”

 

Anggara tertunduk sedih, lantaran harus menerima cerita yang kedua kalinya dengan jawaban yang berbeda. Tentu saja, Anggara yang mendengarnya teramat kesal.

 

“Jangan_jangan ada yang ditutupi lagi, dan kalimat dari ucapan Ayah adalah kalimat yang sudah dipelintirkan dari kebenarannya.”

 

“Untuk apa Ayah mengada-ngada dengan asal usul kamu kalau bukan karena sebuah kewaspadaan, Nak. Kalau ada yang ditutupi lagi, apa untungnya kami mewariskan segala ilmu kanuragan yang kami miliki untuk diberikannya kepadamu.” Kata sang ayah asuhnya.

 

“Lalu, bagaimana dengan Ibu kandungku, Ayah?”

 

“Ibu kamu juga sudah meninggal, Nak.”

 

“Kalian berdua begitu tega telah membohongi aku, benar-benar tega kalian.” Ucap Anggara penuh emosi lantaran mendapat kenyataan yang begitu menyakitkan.

 Sedangkan ayah asuhnya yang mendapati putranya tengah emosi, berusaha untuk tetap tenang. Sebab, jika menuruti emosinya, yang ada hanya akan menjadi perdebatan.

Ingin membalaskan dendam

Begitu juga dengan Anggara yang sudah di kuasai oleh emosinya, berusaha untuk tidak terpancing emosinya untuk membentak ayah asuhnya.

Mau bagaimanapun, dirinya tidak berhak untuk menghakimi ayah maupun ibu asuhnya. Anggara sendiri menyadari, bahwa dirinya sudah dirawat dengan baik dan juga dididik dengan penuh kasih sayang.

Anggara mencoba untuk meredakan emosinya, agar tidak merugikan yang ada di dekatnya.

“Percayalah pada kami, Nak. Semua itu ada alasannya, kenapa kami harus berbohong kepadamu. Baiklah, akan kami jelaskan semuanya sama kamu. Dan Ayah berharap, kamu siap untuk mendengar penjelasan dari kami. Sebelumnya kami meminta maaf, karena sudah membohongi kamu cukup lwma, dan membuatmu kecewa.” Kata sang ayah.

 

“Terus, bagaimana ceritanya hingga Ayahku dan Ibuku meninggal?” tanya Anggara mencoba untuk tetap tenang, dan mengendalikan emosinya di depan kedua orang tua asuhnya. Mau bagaimanapun, mereka berdua sudah membesarkan dirinya hingga dewasa seperti saat ini.

 

Sejenak, sang ayah menghela napasnya. Yakni berusaha untuk tetap tenang saat memberi penjelasan kepada Anggara.

Mau seperti apapun keadaannya, kebenaran harus diungkapkan. Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, setidaknya sudah memberi jawaban yang benar.

“Sebenarnya kamu telah dititipkan oleh ayahmu disaat diri kamu masih bayi baru lahir beberapa hari. Desa tempat tinggal kedua orang tuamu telah dihancurkan oleh pasukan kerajaan Pepadun.” Ucap ayah angkat Anggara mencoba memulai untuk menceritakan kebenarannya.

“Lantas, apakah penyebab Ayah dan Ibu kandung ku meninggal?” tanya Anggara yang begitu antusias untuk mendapatkan jawaban yang menurutnya itu adalah benar tanpa adanya rekayasa.

 

“Sebenarnya Ayahmu adalah seorang pendekar, kami berdua adalah teman seperguruan. Bahkan, Ayah kandungmu lebih berbakat daripada Ayah asuh kamu ini. Kehebatan Ayahmu terdengar oleh teman kami yang satunya, yakni bernama Shaka. Dia adalah teman seperguruan kami juga. Sakha telah mengabdi kepada kerajaan Pepadun, dan mendapatkan banyak kepercayaan dari kerajaan tersebut.” Terang damar  sebagai ayah angkat dari Anggara.

 

“Lantas, mengapa kerajaan Pepadun menyerang desa kami, Ayah?” tanya Anggara.

 

“Kerajaan Pepadun adalah kerajaan yang haus akan kekuasaan, Kerajaan Pepadun memiliki niat untuk menaklukkan kerajaan Semaka. Namun, selalu gagal. Kerajaan Semaka memiliki banyak orang yang sakti, sehingga pasukan dari Kerajaan Pepadun selalu mengalami kekalahan.” Terang ayah angkat Anggara.

 

“Lalu bagaimana dengan lelaki yang bernama Sakha, Ayah?” tanya Anggara dengan rasa penasaran tentang cerita kedua orang tua kandungnya.

 

“Sampai kedua kali Ayah kamu menolak penjemputan, Ayah kamu tetap menolaknya. Sekalipun dengan banyak emas untuk dijadikan imbal balik, tetap saja Ayah kamu tetap menolaknya. Sampai-sampai Sang Raja yang merasa disakiti oleh oleh Ayahmu, Sang Raja langsung murka pada orang tua kamu.” Jawab sang ayah asuhnya, sejenak menghela napasnya.

 

Anggara mencoba untuk mencerna cerita dari ayah asuhnya tentang menceritakan sosok mendiang ayahnya yang meninggal dalam peperangan. Berharap, semua dapat diselesaikan secepatnya dan semua akan terkuak atas kebenaran yang ada.

 

“Terus, bagaimana cerita selanjutnya, Ayah?” tanya Anggara yang sudah tidak sabar untuk mengetahui atas kebenarannya tentang ayahnya yang meninggal karena seseorang.

 

“Sang Raja memerintahkan agar  dijemput paksa, apapun alasannya, Sang Raja langsung  mengutus banyak pasukan untuk menjemput Ayahmu. Namun, Ayahmu masih saja tetap menolaknya. Pada akhirnya Sakha sebagai pemimpin dalam penjemputan itu, ia menawarkan sekali lagi perihal penjemputan nya kepada Ayahmu. Karena penolakan ketiga kalinya, maka terjadilah pertempuran di desa orang tua kamu. Dengan ambisinya, akhirnya Sakha bertarung untuk melawan Ayahmu. Sedangkan pasukan kerajaan membantai semua penduduk desa, juga ibumu terbunuh dalam penyerangan itu, yakni dalam beberapa hari melahirkan kamu.” Jawab ayah asuhnya sejenak menghela nafasnya kembali agar tidak salah berucap ketika hendak melanjutkan ceritanya.

 

“Lalu, bagaimana dengan diriku saat waktu bayi, Ayah?” tanya Anggara yang ingin mengetahui nasib dirinya saat dalam situasi yang sangat menegangkan itu.

 

Ayah asuhnya yang bernama Damar, akhirnya kembali untuk melanjutkan ceritanya. Cukup menyayat hati Anggara saat mendengar cerita bahwa ibunya telah meninggal karena terbunuh dengan keji oleh pasukan Kerajaan Pepadun.

 

Meski tak pernah melihat seperti apa rupa ayahnya dan ibunya, rasa sakit hati telah dirasakan oleh Anggara. Napas yang awalnya tidak terasa sesak, kini berubah terasa panas dan otaknya yang seakan berubah menjadi mendidih, juga begitu berat untuk menarik napasnya.

 

Kedua tangannya sempat mengepal kuat, yakni ingin rasanya membalaskan dendam kepada orang yang sudah membunuh kedua orang tuanya.

Begitu sulit untuk mengendalikan emosinya yang memuncak, Anggara terus berusaha untuk tetap tenang dalam memikirkannya.

 

“Ayahmu yang bernama Samitra telah terluka parah karena harus melindungi dirimu dan ibumu agar terselamatkan, juga melindunginya penduduk desa yang lain. Walau berhasil menyelamatkan dirimu dan luka yang dialami ayahmu cukup terlalu berat dan cukup parah. Kami tidak sanggup untuk menolong Ayahmu pada saat itu, dan naas, Ayah kamu menghembus napas terakhirnya saat menitipkan dirimu kepada kami. Dan Ayahmu berpesan, agar kelak dirimu harus bergabung dengan kerajaan Semaka untuk mengalahkan kerajaan Pepadun yang sangat haus akan kekuasaan itu.” Jawab Ayah asuhnya.

 

“Bagaiman caranya agar diriku dapat bergabung dengan kerajaan Semaka, Ayah?” tanya Anggara ingin tahu.

 

“Berlatihlah dengan sungguh-sungguh bersama ayah dan ibumu disini. Ayah dan ibumu disini akan memberikan semua ilmu Kanuragan yang kami miliki untuk kamu.” Jawab Ayah asuhnya.

 

Anggara mengangguk.

 

“Baik, Ayah. Aku akan penuhi apa yang ditugaskan oleh Ayah, dan aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin sebelum kembali ke Kerajaan.” Kata Anggara yang dipenuhi semangat yang membara.

 

Rasa penasaran yang sudah menguasai pikirannya, sudah tidak sabar rasanya untuk segera mendatangi Kerajaan Semaka.

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!