‘Berjuta rencana telah ku susun
Perlahan menyusun kepingan puzzle yang rumit
Meniti jurang harapan dengan penuh perhitungan
Tapi takdir Tuhan tak bisa di tebak
Kita hanya bisa merancang,
Tapi tetap Dia yang menentukan'
~Kezra Anindya Grania~
“Ayo, salim!” Mataku tak ragu untuk melotot. Memindai antara tangan Keanu yang terulur dengan wajahnya yang tersenyum lebar tanpa dosa. Aku melihat sekeliling, takut jika ada yang melihat kelakuan bocah tengil yang Memakai seragam putih abu-abu yang ada di hadapanku ini. Parkiran ini masih sepi, belum ada kendaraan yang terparkir dan belum ada siswa ataupun para pengajar yang datang. Ya, aku sengaja mengajaknya pergi pagi-pagi sekali karena tidak ingin di lihat orang lain jika aku datang dengannya. Apa yang akan ku katakan pada mereka jika kami ketahuan datang berdua?
Ia sempat protes bahkan sempat terjadi adu mulut ketika aku mengajaknya pergi di pagi buta.
“Kenapa? Ngga’ mau salim sama suami?” Aku menarik napas lumayan panjang, lalu menghembuskannya dengan terburu-buru. Untung saja aku tidak tersedak dengan napas sendiri. Eh, apa ada orang yang tersedak napas sendiri? Ah, ku rasa otakku sedikit bergeser karena terlalu sering bersama bocah tengil menyebalkan yang sayangnya harus menjadi suamiku. Aku mengelus dada berupaya untuk sabar.
Entahlah, kesalahan apa yang telah ku lakukan di masa lalu sehingga di masa sekarang aku harus menikah dengan bocah tengil yang kebetulan ia juga merupakan muridku. Terkadang jika aku pikirkan kembali, aku hampir menjadi orang yang tidak waras. Semua ini sungguh tidak bisa di terima dengan logika.
“Ayo, salim!” desaknya dengan melotot berlagak sebagai suami yang galak.
“Jangan macam-macam!” balasku tak kalah galak. Aku melotot ke arahnya, dengan tangan kanan berada di pinggang sedangkan tangan kiriku menggenggam tas berwarna hitam favoritku.
“Mau jadi istri durhaka?”
“ Mau masuk neraka?” imbuhnya. Aku memutar bola mata malas. Ini merupakan kata-kata mutiara yang akan hadir ketika aku membantah ucapannya.
“Apa kamu sudah tidak waras? Ini di sekolah. Jaga sikapmu!” ucapku dengan suara pelan. Aku tidak ingin para siswa dan rekan guru yang lain mengetahui pernikahan rahasia kami. Pernikahan yang tidak pernah ku bayangkan dan ku harapkan sebelumnya.
“Ya makanya cepat salim! Keburu mereka datang dan memergoki kita yang sedang bermesraan,” ia tersenyum miring. Alisnya terangkat, bergerak turun naik menggodaku.
“Kamu ....” aku menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan. Aku sangat kesal dengannya. Dia selalu saja menggodaku dan membuatku naik darah dengan semua kejahilannya. Aku berharap umurku masih aman hingga tua nanti.
Aku mengambil tangannya yang terulur, lalu mencium punggung tangan bocah tengil itu.
“Nah, begitu istri Solehah.” Ia mengelus pucuk kepalaku dengan senyum yang mengembang. Lesung Pipinya terlihat, menambah manisnya senyuman bocah tengil ini. Eh ... Apa yang ku katakan? Tidak! Ku tarik kembali ucapanku.
Dengan cepat aku menarik tangan yang di genggamnya.
“Lepas!” aku mendelik, seraya berusaha menarik tanganku yang tidak mau di lepaskannya.
“Baru di puji Solehah, sekarang udah jadi solehot! Dasar Solehah bin solehot." cibirnya. Sedetik kemudian ia melepaskan genggaman tangannya. Aku segera berjalan menjauh, meninggalkan Keanu yang masih terkikik karena melihat muka kesalku.
“Sayang ... Ada yang lupa!” teriaknya yang seketika membuat aku tak ragu untuk berbalik arah. Aku berlari kembali menghampiri bocah tengil yang hampir saja membuat kepalaku meledak.
Sesampainya aku di sana, tak segan ku bungkam mulutnya dengan tangan kananku. Ku sertakan wajah kesal setengah mati.
“Jaga mulutmu! Sayang ... Sayang. Mau ku jahit mulut kamu?” ancamku seraya melotot. Ia tertawa, sehingga membuatku semakin kesal. Aku menurunkan tanganku dari mulutnya.
“Kenapa kamu tertawa?” aku mendelik dengan berkacak pinggang.
“Kamu psikopat.” katanya.
“Terserah.” jawabku acuh.
Ia kembali tertawa, kali ini terdengar lebih keras.
“Jangan panggil aku sayang! Kamu tahu kan, ini di sekolah!” aku benar-benar hilang kesabaran. Sesekali mataku menyapu sekeliling, takut jika ada orang lain yang melihat kami sedekat ini.
“Iya, aku tahu. Siapa bilang ini di taman hiburan.” jawabnya enteng dengan gaya tengil, ciri khasnya.
“Aku mau masuk. Jaga mulutmu! Ingat perjanjian kita. Tidak ada yang boleh tahu dengan pernikahan kita. Ingat itu!” ucapku memperingatkan, tak lupa jemariku turut serta menunjuk hidungnya yang kempas kempis.
Dia mengangguk. Entah itu paham atau tidak, aku tidak tahu. Aku melengos, kembali mengayunkan kaki berniat menuju kantor. Sebelum langkahku menjauh, Keanu kembali memanggilku.
“Tunggu dulu! Kamu melupakan sesuatu.”
Aku berhenti. Kepalaku menoleh kepadanya, tapi tidak dengan tubuhku.
“Apalagi?”
“Assalamualaikum istriku, selamat bekerja. Jangan galak-galak ya! Nanti aku tambah cinta kalo kamu makin galak.” ujarnya seraya mengedipkan mata dan mengangkat jarinya membentuk hati. Finger love.
“Saranghae.” ucapnya pelan.
Aku memutar bola mata malas.
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh.” jawabku lalu segera berjalan terburu-buru agar bisa lepas dari jerat bocah tengil itu. Masih ku dengar derai tawanya yang menggema di belakangku. Aku tidak peduli, aku hanya ingin cepat-cepat pergi dari sana.
Aku seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah yang cukup ternama di Ibukota. Aku mengajar di sini melalui jalur seleksi dan tak ku sangka aku di terima di sekolah elite ini, aku hijrah ke sini meninggalkan kampung halaman. Mencoba mengadu nasib agar bisa membantu perekonomian keluarga serta membanggakan Ibu Bapak yang menggantungkan harapan padaku.
Baru satu tahun aku mengabdi di sekolah ini sebagai guru Bahasa Indonesia. Menjalani hidup jauh dari orang tua dan sanak saudara. Mencoba menaklukkan Ibukota yang kejamnya lebih dari Ibu tiri. Aku yang biasanya akan manja dengan Ibu, kini harus terbiasa melakukan apa-apa sendiri. Hidup di Ibukota, tak mudah pastinya. Satu bulan berasa di sini aku tak mempunyai teman sama sekali, kecuali rekan kerja yang kebanyakan dari mereka telah berkeluarga.
Hingga enam bulan lalu, aku mengenal seorang pria dan kami menjalin suatu hubungan. Dia baik, tampan, dewasa dan mapan. Sikapnya yang baik dan ramah membuatku jatuh cinta. Aku tidak bisa menolak pesonanya. Bisa di katakan, semua kriteria pria idaman ada pada kekasihku itu. Dia seorang karyawan di salah satu perusahaan besar di kota ini. Kami saling mencintai dan kami sudah berencana akan menikah tahun depan saat usiaku genap dua puluh enam tahun dan dia genap berusia tiga puluh tahun.
Tapi, kita sebagai manusia hanya bisa merencanakan dan Tuhan yang berhak menentukan. Kejadian satu bulan lalu menghancurkan mimpi yang telah lama kami gantungkan. Aku terpaksa harus menikah dengan muridku sendiri. Semua ini terasa mimpi dan tidak masuk akal. Aku saja masih tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Takdir tampaknya ingin bermain-main denganku.
Keanu merupakan keponakan dari pemilik sekolah. Ia masih kelas dua belas dan sedang menjalani ujian kelulusan. Usianya belum genap sembilan belas tahun. Anaknya tengil, lebih dominan jahil serta usil. Termasuk siswa yang bandel dan suka bolos. Suka tidur di kelas dan suka membuatku emosi tingkat tinggi jika mengajar di kelasnya. Meski begitu, sebenarnya Keanu anak yang baik dan pintar. Sikapnya yang nakal masih menjadi misteri hingga saat ini. Bahkan setelah satu bulan menikah, aku belum tahu apa-apa tentangnya.
Aku dan Keanu sepakat untuk merahasiakan pernikahan ini. Bahkan pada pacarku sendiri dan semua orang kecuali orang tuaku dan pamannya.
Rinai hujan yang turun semakin deras, bagai menumpahkan segala air dari tempatnya. Membuat aku dan salah satu muridku harus terjebak di bawah rumah kosong di tepi jalan yang tak jauh dari gedung sekolah elite yang terletak di sudut Ibukota.
Tadinya aku menunggu bis untuk pulang ke kontrakan. Tapi sampai habis Maghrib bis yang ku tunggu tak juga kunjung tiba, sehingga membuatku memilih melangkah menyusuri jalanan berharap menemukan tukang ojek atau taksi yang melintas.
Belum sempat menemukan transportasi yang akan membawaku pulang, tiba-tiba turun hujan dengan deras sehingga mau tak mau aku berteduh di sebuah rumah kosong yang tak jauh dari jalan raya. Aku duduk di bangku yang terlihat usang, mencoba mengeringkan rambutku yang sedikit basah.
Rumah ini memiliki penerangan yang minim, hanya ada bohlam berwarna kuning yang tak terlalu terang. Tapi setidaknya lumayan daripada gelap. Aku menikmati rinai hujan yang turun membasahi bumi, aroma khas bau hujan tercium di indera penciumanku. Tanganku terulur, menyentuh tetes demi tetes air yang turun dari langit. Merentangkan tangan kanan, menampung air itu dengan perasaan bahagia. Segala rasa kesalku berangsur menghilang ketika menghirup lamat-lamat aroma hujan. Memainkan air yang ku tampung menggunakan telapak tangan.
Entahlah, aku sangat menyukai hujan. Jangan tanya alasannya, karena sebenarnya aku sendiri pun tak tahu.
Dari kejauhan, samar aku lihat seorang pria mengenakan seragam abu-abu menuju ke arahku. Berlari dengan tangan memegang tas berada di atas kepala, guna menghalangi hujan. Pakaiannya basah, bentuk tubuhnya tercetak sangat jelas sehingga menonjolkan beberapa bagian yang membuat pipiku bersemu malu. Aku memalingkan wajah menyadari hal yang seharusnya tidak aku lihat.
“Ibu sedang berteduh?” tanya pria yang ternyata salah satu siswa menyebalkan di sekolah tempatku mengajar.
“Yang kamu lihat bagaimana?” ketusku tanpa menoleh, aku kurang menyukai siswa ini karena sikapnya yang agak nakal serta tengil dan suka menjahili ku.
Ia terkekeh,
“Saya kedinginan nih. Butuh kehangatan.” aku menoleh, bola mataku tak kuasa untuk tidak mendelik. Sementara siswa tengil ini hanya terkekeh tanpa dosa.
“Nangkring sana di atas kompor!” tukasku semakin kesal.
“Ibu bisa aja. Nanti kalo aku gosong gimana?” sahutnya dengan kekehan khas miliknya. Aku tak menghiraukannya, lagi ku ulurkan tangan untuk merasakan tetes demi tetes hujan yang turun.
“Bu,” panggilnya. Aku hanya diam tak menanggapi.
“Saya kedinginan.”
“Apa hubungannya dengan saya?”
“Ibu bawa jaket?”
“Kalo punya, udah dari tadi saya pake.”
“Jangan galak-galak Bu, nanti kalo jatuh cinta gimana?”
Aku menoleh, bagai ada ribuan cicak yang menggelitik perutku.
“Haha, pede sekali kamu.”
“Harus pede! Ibu tahu sendiri bagaimana pesona saya di sekolah. Cewek mana sih yang nggak bertekuk lutut?”
“Cih ... Narsis.” cibirku.
Ia kembali tertawa, sementara aku memandangnya sinis. Tawanya terhenti ketika samar terdengar suara aneh dari dalam rumah kosong ini.
“Kenapa?” tanyaku bingung ketika murid menyebalkan ini meletakkan jarinya ke depan bibir menyuruhku untuk diam
“Suara apa itu?”
Aku mengedikkan bahu.
Ia mencari celah untuk mengintip, dinding ini terbuat dari papan sehingga ada celah kecil yang bisa di gunakan Keanu untuk mengintip.
“Astaga.” dengan tiba-tiba ia berbalik dan menutup mata.
“Ada apa?”
“Aku berdosa.” jawabnya dengan wajah terkejut, bahkan bibirnya sedikit terbuka.
“Hah? Apa sih?” tanyaku semakin penasaran.
“Aku berdosa karena melihatnya. Mata suciku ternodai.” ia kembali mengucapkan kata yang tak jelas dan sulit di mengerti.
“Dasar aneh! Awas!” aku menggeser tubuhnya, maju beberapa langkah untuk mengintip di celah yang Keanu gunakan tadi.
“Jangan, Bu. Saya mohon, jangan.” ia berusaha mencegahku.
“Apa sih? Jangan menghalangi saya.”
“Tapi saya nggak bertanggung jawab ya, kalau nanti Ibu jadi pengen.” aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan ucapannya yang terasa aneh.
“Apa sih? Dasar aneh!” aku memaksa untuk mengintip. Detik berikutnya tubuhku terasa membeku, di dalam sana ada sepasang anak manusia sedang bergumul penuh gairah. Tanpa busana, dan hanya beralaskan tikar usang yang berdebu. Suara aneh yang kami dengar tadi ternyata berasal dari sana, ******* serta erangan erotis sangat jelas terdengar.
“Oh My God.” aku membalikkan badan, memegangi dada agar jantungku tak lepas dari tempatnya. Dadaku berdebar kencang bercampur rasa kaget yang menghantam.
“Udah di bilang jangan lihat!” Keanu mendengus bahkan kini kekehan kecil keluar dari mulutnya.
"Kan penasaran." lirihku dengan lemas. Bahkan kakiku kini terasa tak bertulang, tubuhku luruh ke bawah. Aku berjongkok.
"Kenapa kau menyuguhkan pemandangan aneh ini ya Tuhan." keluhku dengan memejamkan mata. Aku tidak pernah melihat hal gila ini sebelumnya, wajar saja jika kini aku terasa lemas setelah melihatnya. Lagi pula, mengapa pasangan muda-mudi itu melakukan semua itu di sini? Di rumah kosong yang berdebu dan usang. Seperti tidak ada tempat lain saja.
"Kenapa, Bu? Ibu pengen ya?" Siswa menyebalkan yang sedang bersamaku menudingku dengan seringai menggelikan.
"Dasar murid gila! iya saya pengen. Pengen nabok kamu!" ujarku kesal.
Ia hanya terkekeh seraya memegangi perutnya.
"Ya kan kalau Ibu pengen, bisa kok kita coba."
"Coba apa? Kamu mau coba tinggal kelas?"
"Ih Ibu mah gitu. Main ngancem, Nggak seru ah."
"Dasar murid gila!" umpatku kesal dengan bibir yang tak kuasa untuk tidak mengerucut. Aku benar-benar merasa kesal dengan murid berkelakuan random yang kini berdiri di sebelahku. Terjebak hujan di bawah rumah kosong yang lebih parahnya lagi ada sepasang muda-mudi yang saling menghangatkan di dalam sana. Membuatku ingin segera melarikan diri dari tempat ini. Tapi jika menerobos hujan, aku juga tidak akan berhasil. Aku tidak akan selamat jika memaksa menerjang hujan yang sangat deras ini. Sehingga aku memutuskan untuk tetap berada di sini meski sesekali terdengar erangan erotis yang membuat telingaku sakit dari dalam sana. Sesekali aku menutup telinga dari polusi suara yang mereka ciptakan di iringi tawa renyah dari murid Badung yang ada di sebelahku hingga suara ******* dan erangan erotis itu tak terdengar lagi, kami saling pandang.
"Apa mereka sudah selesai?" tanya Keanu padaku. Aku segera mengangkat bahu sebagai jawaban bahwa aku juga tidak tahu.
"Ah aku penasaran," ujarnya dengan senyum jahil yang tercetak jelas di wajahnya.
"Jangan macam-macam!" cegahku tapi sudah terlambat. Bocah tengil itu sudah mengintip dari celah dinding. Aku hanya menepuk kepala seraya menggelengkan kepala.
"Susah banget sih, di bilangin." gumamku pelan di sertai bunyi hujan yang belum juga mau berhenti sedari tadi.
Aku membiarkan saja Keanu melakukan apa yang dia mau. Aku mengulurkan tangan, menampung air hujan yang terasa dingin menyentuh kulit. Aku tersenyum merasakan salah satu nikmat pemberian Tuhan.
Tiba-tiba Keanu menghampiri ku, menarik tanganku dengan gerakan yang cepat sehingga aku terkejut.
"Apaan sih, kamu? Kenapa main tarik aja, sih?" protes ku dengan bola mata yang mendelik.
"Orangnya sudah tidak ada. Kemana mereka?"
"Ya mana aku tahu. Lagi pula kalau mereka sudah pergi, itu lebih baik. Setidaknya tidak ada polusi suara yang lama-kelamaan bisa merusak gendang telingaku." ucapku enteng.
"Tapi mereka kemana? aku penasaran." ujarnya dengan sesekali mengintip ke dalam.
"Mungkin mereka baru sadar bahwa tidak hanya ada mereka yang ada di sini." celetukku asal.
"Ah aku penasaran! Ayo kita lihat ke dalam!" Keanu menarik lenganku dengan kuat sehingga aku tidak sempat lagi menolaknya.
"Kamu ngapain bawa saya kesini?"
"Kita mencari mereka, kemana mereka pergi?"
Aku hanya memutar bola mata karena kesal.
Dua orang anak manusia yang berbeda jenis kelamin dan terpaut usia yang cukup jauh itu berada di dalam sebuah ruangan yang tadinya di pakai oleh pasangan muda mudi yang berbuat mesum. Kezra terpaksa mengikuti pria yang ada di hadapannya itu dengan muka masam dan gerutuan yang tak berhenti sedari tadi.
"Ayo kita segera pergi dari sini! Perasaan saya tidak enak." kata guru cantik itu seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang tampak berantakan serta berdebu. Bau apek menyeruak masuk ke indera penciumannya, membuat wanita itu menutup hidungnya.
Pencahayaan di dalam ruangan ini sangat minim, hanya ada lampu kecil berwarna kuning yang menjadi sumber penerangan. Keanu terus berjalan agak jauh di hadapannya dengan penuh rasa penasaran, mengabaikan protes dari gurunya.
"Keanu! apa yang kamu lakukan? Ayo cepat kita keluar dari sini."
Pria itu menoleh dengan senyum smirk, menatap horor pada gurunya yang mencebik seraya mengedarkan pandangannya.
"Apa Ibu takut?" tanya pria itu seraya mengangkat sebelah alisnya. Di tanya seperti itu membuat Kezra mendelik tidak terima.
"Siapa yang takut? Saya hanya mengajak kamu keluar dari sini. Perasaan saya tidak enak, seperti ada hal buruk yang sebentar lagi akan terjadi." cicit Kezra dengan wajah panik.
"Ah sudahlah, bilang saja kalau Ibu takut. Tenang saja, ada Keanu di sini. Tidak ada yang perlu di takutkan dan di khawatirkan." Keanu maju beberapa langkah mendekati gurunya.
"Ayo kita keluar sekarang!" ajak Kezra seraya menarik tangan Keanu setelah jarak mereka dekat. Keanu hanya diam tak bergerak, menatap sebuah tangan yang terasa dingin menarik lengannya. Lalu tatapannya berpindah pada wajah cantik milik sang guru.
Wanita yang ada di hadapannya ini memang sangat cantik dengan kulit putih bersih dan wajah yang sangat imut meski usianya terpaut cukup jauh di atasnya. Bibirnya yang berwarna pink pucat dengan bulu halus di atas bibirnya seperti kumis tipis. Bulu matanya lentik meski tidak menggunakan mascara. Alis matanya sangat lebat sehingga tak perlu mengenakan pensil alis seperti wanita lain di luar sana. Keanu seolah terhipnotis oleh ciptaan Tuhan yang paling indah di hadapannya. Wajah guru muda itu terlihat lebih cantik dan manis ketika di terpa cahaya lampu yang kuning keemasan. Netra pria itu tak dapat berpaling sehingga ia hanya terpaku menatap gurunya yang juga sedang menatapnya.
"Ayo kita keluar sekarang! Berdua di dalam ruangan seperti ini sangat tidak baik. Aku tidak ingin terjadi hal buruk atau sesuatu yang tidak di inginkan nantinya." kata Kezra pada Keanu. Pria itu hanya diam dengan terus menatap wajah Kezra seraya mengulum senyum. Menatap bibir yang berwarna peach itu membuat pikirannya berkelana kemana-mana. Tiba-tiba pikiran nakal menguasai otaknya. Ia membayangkan bisa mengecap manisnya bibir yang merekah itu.
"Ah ini pasti gara-gara film yang ia tonton bersama temannya kemarin." Keanu menepuk jidatnya dan mencoba mengenyahkan pikiran kotornya. Tidak mungkin dia melakukan hal tidak senonoh pada gurunya sendiri dan bahkan ia sama sekali belum pernah berciuman! Itu makanya ia di juluki cupu oleh para teman-teman satu tongkrongan. Karena hanya dirinyalah yang tidak pernah berciuman bahkan tak pernah punya pacar. Ya meski dirinya menjadi idola di sekolah, tapi tidak ada satu pun siswi yang ia suka. Ia sangat tidak suka pada mereka yang terlihat manja dan mengharapkan perhatian darinya. Ia lebih suka wanita yang dewasa dan tidak manja.
"Seperti Bu Kezra." lirihnya seraya tersenyum.
Kezra yang tak sengaja mendengar ucapan Keanu pun mengernyitkan dahi karena bingung.
"Apa maksud kamu?" tanya wanita itu seraya menatap wajah Keanu yang tiba-tiba berubah tegang. Pria itu dengan cepat menutup mulut menyadari kebodohan yang telah ia lakukan. Bisa-bisa nilainya hancur karena ketahuan membayangkan hal mesum pada gurunya sendiri.
"Tidak, Bu. Sa-saya hanya berpikir, kenapa kita bisa terjebak di rumah kosong di saat hujan begini ya. Kok saya malah takut di grebek warga dan kita di nikahkan seperti di sinetron-sinetron." pria itu tertawa geli demi mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya ia sangat gugup terlebih lagi tangan gurunya masih berada di lengannya sebelah kiri.
Setelah mendengar penuturan Keanu, wajah Kezra berubah ketakutan.
"Apa yang kamu ucapkan benar juga. Ayo kita segera keluar! Aku tidak ingin di nikahkan dengan kamu. Bocah ingusan dan manja! Lagi pula apa yang akan saya katakan pada pacar saya nanti? Oh tidak, Ibu saya bisa kena serangan jantung kalau tahu anaknya menikah mendadak karena di grebek warga. Mana sama muridnya lagi. Aduh amit-amit deh, bisa mati berdiri nanti saya." ujar Kezra menggelengkan kepalanya. Mengenyahkan segala pikiran buruk yang sempat mampir di kepalanya.
"Astaga Ibu bilang apa? Saya bocah ingusan? Manja?" tanya Keanu tak terima sementara Kezra hanya mengangguk mengiyakan.
"Ibu segera ralat ucapan Ibu barusan." Keanu mendelik dan Kezra hanya bersikap acuh tak acuh. Ia tak mempedulikan ucapan pria yang ada di hadapannya itu.
"Astaga. Baru kali ini ketemu guru keras kepala dan asal bicara." cibir Keanu seraya mendengus kesal.
"Apa kamu bilang? keras kepala?" Keanu hanya mengangguk cepat.
"Sembarangan kamu! Macam-macam saya kosongin nilai kamu."
"Dih, ngancem. Dikit-dikit ngancem nilai."
"Ya terserah saya dong. Nilai kamu ada di tangan saya. Jadi jangan macam-macam dengan saya." ancam wanita itu seraya tersenyum puas.
"Astaga." keluh Keanu pasrah.
"Apa? tidak terima?"
"Setidaknya tarik ucapan Ibu yang mengatakan saya bocah. Saya bukan bocah ingusan! Tapi saya bisa membuat bocah." ujarnya kesal.
"Astaga! Jaga ucapan kamu!"
"Kenapa? Ibu tidak percaya?" Keanu mengangkat sebelah alisnya ketika tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya.
"Jangan macam-macam, ya kamu!" Kezra melepaskan genggaman tangannya pada lengan Keanu ketika baru saja tersadar. Ia menatap ngeri dan takut pada Keanu yang tersenyum mengerikan.
Keanu menarik sudut bibirnya, menatap lucu pada gurunya yang terlihat ketakutan. Ide jahilnya semakin meronta minta di keluarkan. Kezra melangkah mundur ke belakang, menghindari Keanu yang menurutnya seperti orang kerasukan setan.
"Jangan mendekat atau saya teriak!" ancam Kezra di sela ketakutannya. Ia terus mundur hingga tubuh bagian belakangnya menabrak tembok. Ia menoleh ke belakang, ia tidak bisa melarikan diri. Ia terjebak antara tembok dan tubuh Keanu yang semakin dekat. Ia panik dan pupilnya melebar ketika Keanu mendekatkan wajahnya hampir menciumnya. Ia memejamkan mata rapat-rapat dan siap akan berteriak. Tapi ia lebih terkejut lagi ketika suara beberapa orang meneriaki keduanya.
"Dasar pasangan mesum! Berani-beraninya mereka berbuat hal kotor di sini!" teriak salah seorang bapak-bapak.
Kezra terkejut, dengan cepat ia segera membuka matanya dengan panik begitu pun dengan Keanu. Keduanya menoleh, mereka terkejut mendapati beberapa orang pria yang berada di belakang mereka.
Kezra dan Keanu saling pandang bingung dan setelah beberapa saat keduanya menyadari posisi mereka yang pasti akan membuat semua orang semakin salah paham. Tangan Keanu berada di dinding sementara Kezra terkurung di bawahnya. Sama-sama berdiri dengan wajah yang sangat dekat, menimbulkan segala prasangka dan salah paham. Keduanya segera menjauh dan berdiri saling berjauhan.
"Oh jadi ini pasangan mesum yang setiap malam zina di rumah kosong ini?" Kezra tak bisa membedakan apakah itu pertanyaan atau pernyataan. Tapi yang pasti dia sedang dalam situasi yang sangat buruk saat ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!