“Elu kagak ke kantor, El?” tanya Emak.
“Kagak, hari ini mau lihat peresmian peternakan kita Mak, di kampung sebelah, sekalian ngunjungin Mbak Ratna dan suaminye,” jawab El dengan memasukkan roti ke dalam mulutnya.
“El, Emak punya kawan anaknya cantik coba deh nanti kalian ketemuan,” tawar Mak Julaeha.
“Enggak bisa Mak, El sibuk sampai bulan depan,” jawab El jujur.
“Elu sibuk terus tong, kapan elu punya bininya El? Emak sudah mulai tua pengen gendong cucu juga,” ucap emak memulai drama pagi.
“Kan, sudah ada anak-anaknya Mbak Ratna Mak, mereka juga cucu-cucu emak,” sahut El.
“Emang itu cucu-cucu Emak, El tapi emak pengen juga cucu dari elu,” sambung emak tak mau kalah.
“Iya-ya entar El pikirkan,” kilahnya.
“Bukan dipikirkan El tapi dicari, jodoh itu juga rezeki harus rajin dicari, ingat kamu itu sudah duda lima tahun lho sudah lama banget."
“Emak sayang, bukan berarti EL gak mau cari, tanpa dicaripun para wanita datang mau sama EL, umur El masih muda mak, masih tiga lima,” ujar El mau minum tetapi, masih narsis.
“Iye-ye secara anak lakik Emak ganteng begini, tapi noh si Kaira, si Nayla, sampai anaknya pak kades si Juliati, emangnye kagak ada apa yang nyantol ama elu ape?” tanya emak gemas.
“Mungkin, belum jodohnya EL kali Mak, udah ah EL pamit dulu ye udah terlambat ini,” tandasnya seraya berdiri dari meja makan.
“Elu ya! kebiasaan pasti menghindar, ingat El! Emak sudah tua emak pengen lihat elu bahagia,” tutur emak mulai terisak.
“El sudah cukup bahagia ada Emak, ada Mbak Ratna dan ponakan-ponakan El yang sekarang Emak gak usah galau, do'ain aje, anak laki-laki emak ini segera dapat jodohnya yang tepat,” rayu El sambil cium tangan emak Julaeha.
“Iye Amiin, salam buat Mbakmu ye di sana, nanti pesan Emak sabtu ini dia harus pulang,” kata emak melepas kepergian El.
“Iye, El berangkat Mak, ingat jangan cape-cape, bila mau pergi minta antar sama Mang Amat."
“Iye, kenapa jadi elu yang bawel sih, El?” gerutu emak.
“Hehehe … ya udah Mak, Assalamualaikum,” ucap EL berlalu menaiki mobil Pajero putih miliknya.
“Wa'alaikumsalam, ” sahut emak.
...****************...
EL Farizi bin Mahmud Badaruddin namaku, nama pemberian Abah, sebenarnya emak orang jakarte asli Betawi, makanya bahasa sehari-hariku kadang betawi, sedangkan Abah orang Kalimantan, kini kami menetap dan tinggal di daerah yang dijuluki seribu sungai ini.
“Abah ketemu Emak elu, waktu bujangan El, Abah merantau ke Jakarte jadi karyawan pabrik poliyod, di sana Emak dan Abah bertemu kebetulan Emakmu yang cantik ini bahasa kerennya jadi supervisor di pabrik sono,” kata Abah dulu, waktu aku tanya bagaimana ceritanya, pasti akan semangat dijawab oleh Abah panjang kali lebar sama dengan emak yang bernostalgia sambil tersenyum geli.
Semenjak kepergian Abah lima tahun yang lalu menyisakan kenangan pilu dihati kami, bagaimana tidak? Abah mengalami serangan jantung mendadak karena, perceraianku dengan Nia, ah mengingat itu semua membuka kembali luka yang tersimpan di hatiku.
Ya, Nia Anantasya bukan Nia Daniati apalagi Nia Ramadhani tetapi gayanya sama, dia yang mengoreskan luka di hati ini, dan membuatku trauma dan tak pernah percaya lagi dengan wanita, Itu menjadi momen massa terburukku.
Nia mengkhianatiku dengan seseorang laki-laki yang juga orang kepercayaan Abah, Alias kaki tangan Abah di perkebunan sawitnya, mereka hendak kabur dengan membawa uang hasil panen sawit mencapai satu milyar lebih, untung aku lebih dulu mengetahui perseligkuhan dan ulah curang mereka. Tak berselang lama Abah juga menghembus nafas terakhirnya, membuat Emak mengalami syok berat, makanya aku dan saudaraku Mbak Ratna selalu menjaga dan menemani Emak.
Ketika Nbak Ratna memutuskan menikah dan mengelola peternakan Abah bersama suaminya dikampung sebelah, Akulah yang ditunjuk menjadi Presdir utama di PT. Eka Raksa bergerak dalam eksporter buah sawit keberbagai negara, awalnya aku enggan mengambil amanah ini karena takut meninggalkan emak sendiri di rumah tetapi, kalau bukan aku siapa lagi? kata emak, terpaksa aku jalani namun akhirnya aku keasyikan dalam berbisnis sampai lupa bahwa sudah lima tahun menduda.
...****************...
Perjalanan ke rumah mbak Ratna hanya memerlukan waktu tiga jam. Mbak Ratna ditugaskan ke kampung ini karena memang tugas dinas dia sebagai bidan, sedangkan suaminya lah yang mempunyai usaha perternakan, tak hanya perternakan sapi potong yang akan di kelola bersama El tapi juga usaha budi daya ikan tambak, tanah seluas dua hektar warisan dari almarhum Abah mereka lebih dari cukup untuk menampung semua usaha itu.
“Nah yang ditunggu akhirnya datang juga, ” desis Ratna.
“Siapa itu, Bu Ratna?” tanya ibu-ibu tamu.
“Oh, itu adik saya bu, dari kota dia yang nantinya akan meresmikan acara ini,” ungkap Ratna.
“Baru tahu kalau Bu bidan Ratna mempunyai adik.”
“Iya ibu-ibu, karena adik saya harus menemani ibu saya tinggal di kota jadi jarang main ke sini,” jelasnya lagi.
“Ooh begitu …,” sahut ibu-ibu serempak
“Assalamualaikum Mbak,” sapa El.
“Waalaikumsalam ayo mari masuk, kok Emak gak ikut?” tanya Ratna heran.
“Emak sibuk mau arisan sosialitanya.”
“Ye elah sibuk arisan apa sibuk cariin kamu jodoh sih, El?” cibir Ratna.
“Ingat umur El jangan kelamaan, Mbak aja udah punya anak dua, masa elu kagak pengen kawin-kawin?”
“Ya ampun Mbak, kagak di sini kagak di rumah, selalu bahas kapan kawin.” El jenggah menanggapi.
“Hehehe ya udeh, elu samperin aja tuh lakik gue di sana dari tadi nungguin elu!”
...****************...
“Bapak ibu para handal taulan, saya mewakili keluarga besar Almarhum jurangan Mahmud Badaruddin yaitu Abah saya, sangat berterima kasih atas kedatangannya pada acara syukuran peresmian peternakan kami, selanjutnya acara do'a dipandu oleh Ustadz Mukarrim.” Papar El menutup sambutannya.
Serangkaian acara syukuran telah selesai,
Terdengar bisik-bisik dari para ibu-ibu tamu undangan.
“Huwaa … mami itu cowok ganteng banget! Mirip So-ji sub oppa, siapa sih dia mam?” tanya Puspita antusias.
“Ooh, tadi yang mami dengar itu adiknya, bidan Ratna yang datang dari kota,” jelas Mami Puspita
“Tapi, nih ya berdasarkan gosip lambe minyak curah, dia itu duda tanpa anak.” Ibu Desi langsung ikut menyahut dari samping.
“Ah, masa sih Bu Desi? Biarpun duda juga tetap aku mau, duda ganteng, keren begitu jadi istri keduanya pun aku rela,” terang Puspita senyam senyum sendirian menatap El
“Pokoknya aku mau kenalan sama dia mami!” pinta Puspita merenggek dengan maminya.
“I-iya nanti biar sekalian mami mau juga kenalan sama dia, kali aja dia naksir mami, secara kan? mami janda dia duda, cocok,” ujar mami Puspita.
“Idiih, mami ingat di umur ya! Gak boleh pokoknya biarkan itu jadi milik Puspita,” cibir Puspita yang mulai merajuk.
“Lha kenapa gak boleh? Mami kan masih cantik bohay begini,” sergah Mami Puspita tak mau kalah dengan anaknya sendiri.
“Udah ayuk, kita kesana dekati Ratna,” ajak Ibu Desi segera berdiri
“Hayuuk... mami cepetan!” risik Puspita mendesak.
Maminya Puspita dengan terburu-buru menelan semua makanannya, dan segera menyusul mereka, dengan langkah pelan dan pasti akhirnya mereka bisa mendekat ke arah Ratna.
“Hai Bu Bidan, selamat ya akhirnya usaha perternakannya kembali buka,” ucap ibu Desi menyalami Ratna
“Allhamdulillah, terima kasih ibu-ibu sudah hadir, dan mendo'akan.”
“Oh iya, Bu bidan yang membuka peresmian itu tadi siapa?" tanya Puspita paling kepo.
“Oh itu adik saya, dia yang sebenarnya punya lahan tetapi, karena gak sanggup untuk mengelola dikasihlah tanggung jawab ke suami saya yang sudah punya pengalaman berternak, maklum dia mah sibuk kerja di kota,” jelas Ratna.
“Oh begitu … terus boleh kenalan gak sama adik Bu bidan?” Tanya Mami Puspita, malah dapat tatapan tajam dari anaknya sesekali saling singkut menyingkut tangan.
“Oh tentu boleh, El sinii!”
“Ini kenalin ibu-ibu, adik saya,kebetulan adik saya ini duda, sedang mencari jodohnya,” kelakar Ratna diiringi tatapan tajam mata El, yang menyipitkan mata untuk meminta penjelasan dari ucapan kakaknya itu.
“Salam kenal ibu-ibu saya El Farizi,” sapanya dengan sopan.
“Saya Puspita Kumasari babang El tampan, kebetulan saya juga jomblowati alias single.” Cepat-cepat salamin tangan El sambil kedipin mata sebelah, malah ditabok tangannya sama maminya.
“Eh, ni anak main nyosor aja, Maafin anak saya, ya Mas El, saya Maminya Puspita nama saya Arumi, saya juga seorang single parent alias janda anak satu, saya siap dilamar,” kata mami Arumi ganjen.
“Hehehe, kalau saya ini Bu Desi, tapi gak pakai Ratnasari, saya punya anak gadis lajang cantik sedang kuliah juga di kota, kalau nak El mau nomor wasthappnya nanti ibu kasih,” sahut Bu Desi yang tak mau kalah mempromosikan anaknya.
Semuanya hanya direspon anggukan senyuman tipis oleh El. Sedangkan Ratna tak bisa menahan tawa cekikikannya sedari tadi melihat wajah sang adik yang bad mood. Setelah basa basi sebentar dengan para tamu, El memutuskan cepat masuk kedalam rumah, karena dari tadi ia terus menjadi pusat perhatian para wanita.
“Lho kok kamu sudah mau pulang aja sih El?” tanya Abidin suaminya Ratna.
“Iya nih, bete aku jadinya, bang."
“Bete kenapa? Ada masalah di kantor?” tanya Abdidin.
“Bukan begitu bang, masa iya Mbak Ratna sibuk mempromosikan aku sama ibu-ibu tamu, aku kan jadi malu,” tungkas El.
“Hahaha … bukannya bagus, siapa tahu nanti kamu dapat jodohnya di sini,” timpal Abidin.
“Kagak di rumah ya emak, kagak di sini ya Mbak Ratna, suka banget jodoh-jodohin El,” omel El lagi.
“Hehehehe … makanya cepat kawin nanti keburu tower,” ejek Ratna datang dari arah pintu yang masih ketawa pada El yang masih bad mood.
“Emang elu gak minat gitu sama janda bohay?"
“Ogah, janda bohay apanya malah jangkar,”
“Apaan tuh jangkar?”
“Janda Karatan,” jawab El sekenanya membuat kakak iparnya dan Mbak Ratna kembali tertawa terbahak-bahak.
Bersambung ....
Visual
El Farizi
Visual Nia AnantasyaAnantasya (Mantan Isteri El)
Pulang dari rumah Mbak Ratna, El langsung kembali ke rumah tetapi, nampaknya rumah sedang kedatangan tamu karena suara Emak nyaring sekali terdengar tertawa, bergegaslah El masuk.
“Assalamu'alaikum,” salam El dari luar, Emak segera membuka pintu dan menyeret lengan El membawa masuk ke ruang tamu.
“Wa'alaikumsalam, nah ini anak aye baru pulang, sini duduk dulu dong Nak , ini ada teman Emak di arisan, Bu Rina sama anaknya, namanya Nadia cantikkan? Nadia ini kerja di bank B*A,” terang Emak dengan semangat.
“Oh, Halo? Salam kenal Bu Rina, saya El Farizi atau bisa di panggil El,” sapa El dengan senyum tipis.
“Saya Ibu Rina, dan ini anak saya Nadia,” sahut Bu Rina nyuruh anaknya untuk bersalaman dengan El.
“Halo, Saya Nadia Almira Puteri bisa dipanggil Nadia,” ucap Nadia malu-malu
“Wah, ternyata Mas El ini sangat tampan ya, cocok sekali sama anak saya Nadia yang cantik,” imbuh Bu Rina girang
“Iya Jeng, sangat cocok sekali mereka ini sama-sama dewasa dan mapan, Insya Allah akan bisa mempunyai komitmen yang baik kedepannya,” cakap Emak.
“Iya Jeng, saya juga berharap begitu mereka bisa dekat setelah pertemuan ini."
“Aak-hemmz ….” Daheman dari mulut El mampu membuat Emak berdecak kesal karena terkejut dan obrolan terhenti seketika.
“Maaf, begini Mak, Tante dan Nadia, saya permisi dulu ya? karena lelah diperjalanan, saya ingin istirahat dulu.” Jurus jitu alasan El yang mulai jengah dengan pembicaraan masalah jodoh-jodohan.
Dia pun berlalu saja pergi ke kamarnya tanpa mau mendengar Emak yang menatap sinis.
“Hehe, Maaf ya Jeng Rina dan Nadia mungkin El memang lagi cape dan butuh istirahat, nanti lain kali Nadia dan El bisa coba atur waktu untuk bertemu, atau nanti gantian aye yang silaturahmi ke rumah, Bu Rina, ” anjur Emak tersenyum ramah agar tamunya tak tersinggung.
“Tidak apa Jeng, Janji ya jeng nanti ke rumah saya juga, memang sepertinya kita harus pertemuankan anak kita kembali lain waktu Jeng, ini kita mau pamit aja ya karena dah sore banget, Assalamua'laikum,” kata Bu Rina
“Hati-hati ya, Wa'alaikumsalam,” balas Emak mengantar tamunya pulang.
...****************...
Sementara itu di dalam mobil Alphard hitam, “ Bu beneran ibu mau jodohin aku sama Mas El yang tadi?” tanya Nadia
“Iya, gimana kamu suka gak?” tanya balik Bu Rina
“Suka banget Bu, ganteng, dan cool apalagi pas tersenyum bikin meleleh Bu,” ucap Nadia senyum-senyum
“Ta-tapi dia itu duda …,” ujar Bu Rina
“Apaa ... ibu bilang! Dia duda? Berarti udah punya anak dong.”
“Duda tanpa anak, belum selesai Ibu ngomongnya Nadia, malah main sahut aja,” timpal Ibu Rina.
“Ehehehe … habisnya penasaran Bu, kok bisa jadi duda, cowok seganteng itu."
“Karena mantan istrinya dulu kabur bersama selingkuhannya, dan terbukti terlibat pencurian uang perusahaan ayahnya satu milyar,” jelas Bu Rina
“ Whatt …! Cowok seganteng dan setajir itu kok diselingkuhin emang gak ada otak tu cewek,” umpat Nadia kesal.
“Makanya ini kesempatan buat kamu untuk mendekati El itu, pasti papamu akan senang jika kamu bisa menikah dengannya maka, bisnis papamu bisa semakin lancar jika bermenantu El pemilik PT. Eka Raksa,” tutur Bu Rina.
“Woow, PT. Eka Raksa, perusahaan eksportir besar kedua di negara ini. Tajir melintir, tujuh turunan pun tidak akan habis itu uang,” gumam Nadia begitu senang.
...****************...
“El, wooii El, buka pintunya! Emak mau ngomong sesuatu ama elu,” teriak Emak Julaeha pagi-pagi. Padahal El sudah siap mau berangkat ke kantor.
“Apaan sih Mak? El lagi siap-siap nih bentar lagi,” Jawab El dari dalam kamarnya, setelah pertemuan dengan Bu Rina dan anaknya itu sengaja El berdiam diri di kamar untuk menghindari Emak.
Clek!
Kepala El muncul celingak-celinguk mirip penyusup, dengan langkah pelan ia keluar kamar, tetapi baru dua langkah kakinya langsung terhenti.
“Ooh bagus ya? Jadi, mau main kabur-kaburan gitu sama Emak, padahal Emak nungguin dari tadi malam mau ngomong, tapi elu kagak keluar-keluar kamar,” tegur Emak sambil keluarin tanduknya, mata melotot dan tangan bercakak pinggang.
“Emang Emak mau ngomong apaan sih?” Tanya El cenggesan.
“Minggu depan pokoknya elu harus nemenin Emak, untuk silaturahmi ke rumah Bu Rina, Emak sudah janji mau ke sana, kali ini elu gak boleh nolak,” cakap Emak.
“Kagak bisa Mak, El sudah ada jadwal ketemu klaen di Singapore,” elaknya.
“Batalin, atau suruh Andreas sana yang gantiin pergi,” sanggah Emak.
“Ta-tapi Mak, gak bisa itu harus El yang pergi ke sana gak bisa diwakilin,” sangkalnya dengan wajah memelas.
“Kalau elu kagak mau nemenin Emak, siap-siap aja elu angkat kaki dari rumah ini,” gertak Emak.
“Ya Allah, masa Emak tega usir anak lakik Mak yang ganteng ini,” mohon El supaya Emak luluh.
“Sangat tega, Emak kali ini kudu tegas ama elu biar bisa punya pacar atau secepatnya nikah,”
“Mak, nikah itu bukan lomba lari, siapa cepat dia menang, terus dapat hadiah sekardus mie, kagak! pokoknya El kagak mau di jodohin terus!”
“Kalau elu kagak mau di jodohin terus makanya nurut sama Emak kali ini, El,” ucap Emak yang mulai sewot.
“Ya sudah Mak, El mau berangkat kerja dulu, Emak gak usah mikirin itu, entar kalau sudah ada jodohnya El pasti nikah kok,” tukas El nyalamin Emak berlalu pergi
“Eeh … El, Emak belum selesai ini ngomongnya!”
“Maaf Mak, El sudah telat, Assalamualaikum,” segera El masuk ke dalam mobil dan pergi ke kantor di antar sopir.
“Waalaikumsalam, awas aja nanti, kalau elu gak mau nemenin Emak ya El,” gumam Emak kesal
...****************...
Mentari bersinar cukup terang, auranya mampu membakar kota metropolitan, ini sudah ke tiga botolnya minuman dingin habis diteguk El, namun belum juga meredakan hawa panas di tenggorokannya. Mulai pagi tadi ruang rapat bersama para karyawan, El kurang fokus, hal ini juga disadari oleh Andreas sang asisten pribadi sekaligus sepupunya sendiri.
“Ada apa El? Kenapa saat rapat kamu melamun, dan pagi tadi juga terlambat,” Tanya Andreas heran.
“Gak apa-apa, hanya saja dari pagi Emak ngomel melulu Dre, dia kembali jodoh-jodohin gue ama teman anaknya,” jawab El, memang saat berdua dengan Andreas saja El bisa bicara santai.
“Kenapa gak elu ikutin aja sih saran Emak kali ini? Kasihan beliau, mungkin sudah keseratus kalinya nyuruh elu kawin,” bujuk Andreas pula.
“Tetapi, elu tahu sendirilah gue kagak demen sama cewek yang bisanya cuma mandang gue dari harta, gue ingin cari yang sungguh-sungguh mencintai gue apa adanya.”
“Sekarang mana ada cewek yang gak matre? Hidup itu realistis Bro, atau jangan-jangan elu g*y El?” tebak Andreas tertawa.
“Nau'zubillah gini-gini juga gue punya iman dre, gue masih normal dan waras kalee ….” El cemberut malah di ketawain oleh Andreas.
...****************...
Hari yang di janjikan pun tiba kini, pagi itu Emak siap-siap sudah mau pergi ke rumah Bu Rina tetapi, El sedari subuh sudah berangkat ke bandara untuk menuju Singapura. Tanpa diketahui Emak, tanpa pamit sama Emak, ketika tahu anak lelakinya itu pergi tanpa memberitahunya, Emak meradang dan segera menelpon Andreas.
“Assalamu'alaikum, Andreas, Elu di mana?” tanya Emak menelpon
“Lagi di kantor Mak, ada apa?” balas Andreas.
“Kapan berangkat si El? kok gak pamit sama Emak,” cerocos Emak dari nada bicaranya sangat marah.
“Sudah berangkatnya jam empat subuh Mak, pesawatnya sudah landding di Singapura, katanya Maaf, gak sempat pamit karena takut ganggu Mak tidur,” jelas Andreas di sebrang sana
“Ya sudah, Assalamualaikum,” cetus Emak mematikan telponny tanpa memperdulikan yang di telpon menjawab salam atau tidak
“Huh! Awas ya saja ya El kalau pulang,” gerutu Emak.
Sedangkan itu Andreas yang berjalan di sebelah bosnya menatap tajam, dengan sorot mata meminta penjelasan El, namun El mengalihkan pandangannya dengan santai, “Sepertinya Emak marah banget sama elu El,” ujar Andreas.
“Biarkan saja nanti juga reda sendiri,” ucapnya berlalu cepat meninggalkan Andreas menuju gedung pertemuan antara klainnya.
Di kantor El, memang menjadi sosok yang berbeda dengan kesehariannya di rumah maupun berteman, saat ia di kantor menjadi sosok yang cuek, dingin dan tegas dalam mengambil keputusan, berbeda jauh pada saat di rumah dan berteman dengan Andreas.
...****...
Pulang dari Singapura membuat El pengen secepatnya rebahan di rumah, namun ketika sampai rumah ia heran kenapa baju-baju miliknya berada di luar rumah, ia segera mengetuk pintu dan mengucapkan salam, tak lama pintu dibuka di iringi tatapan tajam Emak, dan aura kemarahan.
“Kenapa baju El semua ada di luar Mak?” El bertanya kebinggungan.
“Elu mulai sekarang gak usah lagi tinggal disini,” kelakar Mak Julaeha.
“Terus El tinggal di mana Mak? Masa Mak beneran mau usir El sih?”
“Pokoknya Emak gak bakal mau izinin elu tinggal di rumah ni sebelum elu punya bini,” Emak mulai geram
“Maafin El, kalau kemaren gak sempat pamit sama Emak, Mak hayolah jangan marah lagi ya, ini El bawain menara singa Singapura yang unyu-unyu,” rayu El dengan mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk icon dari negara Singapura.
“Sinii! Dompet sama kunci mobil dan Apartemen yang di gariya,” hardik Emak.
Terpaksa El serahkan semuanya pada Mak, berharap Emak ngambeknya berhenti.
“Ini buat elu!” Emak menyerahkan uang selembar seratus ribu sama El.
“Lho, El cuma dikasih uang seratus ribu Mak, kenapa di ambil semua itu isi dompet dan ATM El?” protes El.
“Ini hukuman buat Elu, pokoknya elu kagak boleh balik sebelum nemuin bini, titik!” ujar Emak.
“Nemuin di mana Mak? Emangnya mudah cari seperti di pasar apa? Aduh udah deh Mak, gak usah main usir-usiran begini ah,” sanggah El yang mulai jengah.
“Siapa yang main usir-usiran El? Mak serius!”
“Terus nanti yang ngurusin kantor siapa Mak?”
“Kan ada Andreas, atau sekalian nanti warisan Emak kasih ke Andreas biar elu tahu rasa, udah sana pergi yang jauh elu,”
kata Emak dan menutup pintu rapat menguncinya dari dalam rumah.
“Ta-tapi Mak ... astagfirullah, Kemana ya Allah gue pergi?” El membatin, sedangkan kunci Apartemen dan kunci mobil semua di ambil Emak. Dia merogoh kantong celana masih untung ada Handphonenya tak ikut di sita Emak. Secepatnya ia menelpon sang asisten yang tak lain Andreas.
“Hello, Andreas gue malam ini nginap di rumah elu ya,” ucap El tanpa basa basi
“Kagak bisa, gue lagi males ikut campur urusan anak sama Ibunya yang ada entar kena imbasnya pula, nikmati saja penderita elu kali ini El, wassalam,” sangkal Andreas mematikan telpon.
'Hah! Pasti Andreas sudah tahu dan di ancam Emak lebih dulu nih, duuh ke mana lagi gue harus pergi, hari sudah gelap begini?' ujar El membatin.
Dengan langkah gontai ia menyeret koper dan gitar kesayangannya untuk pergi.
Bersambung....
( Note: Nanti di cerita selanjutnya ya gaees kenapa ada gitar kesayangannya El? dan gimana petualangan El selanjutnya? jangan lupa vote, like and commentnya terima kasih.)
Visualisasi El Farizi.
Setelah satu jam berjalan kaki, El mampir ke sebuah mesjid untuk menunaikan shalat magrib, ia berganti pakaian dan menaruh koper serta gitar di dekatnya, selesai shalat ia pun segera mencari makan, karena saat pulang dari Singapura ia belum mengisi perutnya. Nampak di sebrang mesjid ada penjual nasi goreng gerobak keliling, ia pun segera menghampirinya.
“Pak beli nasi gorengnya satu yang pedes ya?” pesan El pada penjual nasi goreng.
“Ok, siap! Tunggu ya?” kata Pak penjual.
Tak berselang lama ada dua pemuda duduk di sampingnya dan memesan nasi goreng juga. Selesai makan ketika ia berdiri hendak membayar makanan, El terkejut karena tak ada lagi kopernya. Hanya ada gitar yang tergantung di belakang badannya, memang gitar sedari tadi tidak dilepasnya.
“Pak, apa bapak ada lihat koper hitam milik saya tadi di sini?” tanya El menunjuk di samping tempat ia duduk
“Tidak ada nak, dari tadi bapak tidak melihat apapun,” jawab bapak itu
“ Astagfirullah, apakah gue lupa? Padahal perasaan tadi sudah dibawa deh,” gerutu El
“Ya udah pak, ini mau bayar, berapa?” El mengeluarkan dompet, dan membayar nasi goreng seharga lima belas ribu rupiah.
El memutuskan untuk kembali ke mesjid dan meminta izin pada marbot mesjid untuk tidur di dalam mesjid, ia pun di izinkan. “Oh iya, tadi ada dua orang makan disamping gue, apakah mereka yang mencuri koper gue tadi?” terka El sambil rebahan di dalam mesjid, dinginnya lantai marmer mesjid, mampu membuat El menggigil kedinginan.
“Ya Allah, begini kah rasanya orang-orang yang hidup tanpa rumah?” ungkap El mulai mengsyukuri kehidupannya selama ini ia rasakan, sambil melihat indahnya cicak-cicak berjoget ria di atas plapon mesjid.
...****************...
Pagi harinya El melanjutkan perjalanan, bersama kang ojek pangkalan, tujuannya ialah kampung sebelah yaitu rumah Mbak Ratna, saking tak percayanya ia diusir dari rumah sampai-sampai lupa mengabari Mbak Ratna bahwa adik gantengnya ini telah diusir Emak. Kini sampailah ia di rumah Mbak Ratna namun rumah Mbak Ratna sepi.
“Sepertinya Mbak Ratna masih di puskesmas, apa bang Abidin juga belum pulang dari peternakan?” Tanya El dalam hati padahal ia ingin menelpon Mbak Ratna tetapi Handphonenya habis baterai dari tadi malam, yang lebih parah charger itu Handphone, malah ada di koper yang di curi orang.
“ Apess … banget sih nasib gue!” gerutu El kesal, El terus berjalan sekitar dua ratus meter dari rumah Mbak Ratna ada acara orang kondangan, alias acara hajatan kawinan. “Wah, apa sekalian ya gue nyusup jadi tamu undangan, biar dapet makan gratis,” gumam El senyum-senyum. Saat mengantri sayup-sayup ia mendengar dua orang lelaki sedang berbincang.
“Eh, mana nih para biduannya kok belum pada datang sih?” tanya lelaki yang berbaju batik.
“Enggak tahu, dari tadi di telpon katanya lagi di jalan tapi belum sampai-sampai juga,” jawab lelaki satunya lagi memakai kaos merah sepertinya pemilik orkes tunggal.
“Gimana sih? Gak asyik banget, tidak ada biduannya yang nyanyi” ujar lelaki berbaju batik itu mulai marah.
El yang mengantri makanan
mendengar hanya mengangguk-angukan kepala, tiba-tiba ia bersitatap dengan lelaki berbaju batik itu, lelaki berbaju batik itu pun menghampirinya cepat.
“Duh mampus gue, jangan-jangan gue mau diusir,” cakap El dalam hati.
“Eh Mas, kamu pengamen to?” tanya lelaki itu lagi.
“Bu-bukan pak, saya hanya tamu undangan di sini,” kilah El mulai menjadi pusat perhatian
“Kok bawa-bawa gitar peye?” Tanyanya lagi
“Oh, ini bukan gitar peye namanya pak, tapi gitar gibson,” sergah El
“Bisa nyanyi kan?”
“ Bi-bisa dikit pak, memang kenapa?”
“Gimana kalau kamu yang nyanyi dulu sementara mengisi panggung,” tawar lelaki baju batik itu
“Tenang nanti bonusnya saya kasih, setelah kamu nyanyi dan menghibur para tamu cukup bawakan beberapa lagu saja setelah itu terserah kamu, kalau mau makan dulu silakan!” bujuk lelaki baju batik kembali
El termenung sesaat, “ Ok lah pak, kebetulan saya lagi perlu duit,” ucap El girang lumayan buat nambahin duit jajan.
“Assalamu'alaikum, para hadirin sekalian mari kita dengarkan dendang musik dari Mas El, berjudul Berkelana selamat menikmati.” MC kondangan memberikan perhatian para tamu
El mengambil alih stang mikropon dan mencoba mengetik gitar miliknya,
Jreeng …
Jreeng …
Dalam aku berkelana
Tiada yang tahu ke mana 'ku pergi
Tiada yang tahu apa yang kucari
Gunung tinggi 'kan kudaki
Lautan kuseberangi
Aku tak perduli
Dalam aku berkelana
Tiada yang tahu ke mana 'ku pergi
Tiada yang tahu apa yang kucari
Tak akan berhenti aku berkelana
Sebelum kudapat apa yang kucari
Walaupun adanya di ujung dunia
Aku 'kan ke sana 'tuk mendapatkannya
Mungkin hatimu bertanya
Apakah kiranya yang sedang kucari
Dalam berkelana hai selama ini
Oh baiklah kukatakan
Yang kucari adalah
Cinta yang sejati
Dalam aku berkelana
Tiada yang tahu ke mana 'ku pergi
Tiada yang tahu apa yang kucari
Jreng …
Jreeng …
Alunan musik dangdut menggema di acara kondangan tersebut, beberapa tamu terpana melihat dan mendengarkan El bernyanyi,
“Put, wooi put tuh lihat! Kok ada artis K-Pop nyasar disini sih?” Tanya tamu perempuan yang pakai kebaya modern biru, pada teman disebelahnya yang asyik makan
“Hah, artis K-Pop Sil? Hahahaha kok artis K-Pop nyanyi lagu dangdut, ngadi-ngadi doang,” jawab wanita yang bernama Putri itu
“Coba deh elu lihat yang benar Put!” lirih Sisil
“Eh, Masya Allah, bener Sil, tuh cowok ganteng banget ya,” seru Putri ter-ngangga melihat El
“Tuh kan, mirip artis drama korea, biasa aja kale Put mulutnya, nanti air liurnya jatuh,” ejek Sisil menutup mulut Putri yang manggap-manggap
Disudut meja makan sebelahnya diantara para tamu undangan.
“Astoge! Mamiiiii… lihat deh, lihat di panggung!” pekik Puspita.
“Apaan sih Pus? Hampir aja mami keselek,”
“Tuh babang El, mamiiii… dia lagi nyanyi di panggung,” ujar Puspita,
“Ya ampun…calon suamiku, yang ganteng dan mempesona ternyata bisa nyanyi juga makin cocok jadi suami idaman romantis,” Mami Arumi tak kalah heboh dengan anaknya.
Mendengar ocehan Ibu dan Anak itu, Putri pun buka suara.
“Ya elah, Pus pus dan maminya sadari diri dong mencoba merayu pengeran gue, Enggak bakal berpengaruh, secara pangeran gue itu, pasti bakal suka perempuan cantik dan anggun seperti gue,” sindir Putri menyela pembicaraan mereka.
“Whatt? Pus pus, emang gue kucing? Wah nantangin nih orang awas aja ya elu!” Puspita tersulut emosi.
“Udah Pus, jangan didengerin mending kita ke atas panggung,ikut nyawer duda Tampan,” Ajak mami Arumi menarik tangan anaknya menuju panggung.
Di panggung penuh dengan segerombolan ibu-ibu dan anak perempuan gadis yang ingin berfoto dan nyawer duit ke El yang masih nyanyi.
Setelah lima belas menit terpaksa El yang bernyanyi harus dihentikan karena panggung bisa roboh saking banyaknya para perempuan berkumpul.
“Berapa saweran kamu yang sudah nyanyi tadi?” Tanya lelaki berbaju batik, ternyata orang tua yang mempunyai hajatan
“Allhamdulillah pak, cukup lah untuk simpanan saya beberapa hari kedepannya,” Ucap El tersenyum menampilkan gigi Pepsodentnya.
“Ini saya kasih bonus pula, dua ratus ribu,karena kamu nyanyinya bagus,” tungkas bapak itu.
“Wah terima kasih banyak pak, saya diizinkan makan dan disawer nyanyi saja sudah senang sekali,” tutur El sopan.
“Emang Mas pengamen ya? Kalau boleh tahu hendak kemana?” tanyanya.
“Perkenalkan pak nama saya El Farizi panggil saja El, sebenarnya saya bukan pengamen, saya kesini mau…,” belum selesai El berbicara dari arah sisi muncul lah seorang anak gadis remaja sekitar lima belas tahun.
“Tuhkan Pi? Dia bukan pengamen, mana ada pengamen rupanya ganteng, dan bersih putih begini, mirip artis,” tutur gadis bocah itu duduk senyum-senyum di sebelah El.
“E-eh Mira, ngapain kamu duduk dekat-dekat disitu? Sono cepat bantuin ibumu,” bentak lelaki yang dipanggil papi itu
“Maaf ya Mas, saya sebagai ketua RT di sini, sekaligus yang punya hajatan harus tahu siapa tamu yang datang ke kampung ini, emangnya Mas El dari mana? Hendak kemana?”
“Saya dari kota pak, mau ke rumah Kakak Saya namanya Ratna yang jadi bidan di kampung ni dia dan suaminya tinggal di rumah dinas sana, kebetulan saya mau cari kost juga untuk bisa tinggal disini,” terang El nunjuk ke rumah dinas bercat kuning di ujung
“Owalah, kalau kost tidak ada disini Mas, adanya rumah kontrakan, beda RT noh gang sebelah kiri lurus aja ada di sana rumah kontrakan punya Pak haji Udin,” papar Pak RT
“Terima kasih infonya Pak, El pamit dulu cari kontrakannya assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam,”
El menelusuri jalan kembali menurut arahan dari Pak RT gang sebelah kiri, ia melihat ada beberapa petak rumah bedakan atau disebut kontrakan, disamping kontrakan ia pun melihat ada seseorang bapak-bapak yang sedang duduk di bawah pohon jambu sambil minum kopi, karena aromanya tercium sangat khas, bahkan tercium El yang gak jauh berdiri,
“Assalamu'alaikum, Pak Haji Udin?” Salam dan sapa El dengan ramah
“Waalaikumsalam, iya saya Pak Haji Udin, ada apa ya?”
“Saya mau nyewa kontrakan Pak Haji,” ucap El senyum tipis
“Kebetulan ada satu kontrakan yang kosong, orangnya pergi gak tahu kemana karena berbulan-bulan gak lunasin hutang dan sewa kontrakan di sini,” ujar Pak Haji curhat.
“Boleh lihat rumah kontrakannya Pak Haji?” Tanya El.
“Oh boleh sini saya antar, saya ambilin kuncinya dulu ya, Mas ini siapa?” Tanya balik Pak Haji sembari mengajak El untuk melihat rumah kontrakannya.
“Oh iya, keasyikan ngobrol sampai lupa kenalan, saya El Farizi Pak Haji, bisa dipanggil El, saya adik dari Bu bidan Ratna yang ada di rumah dinas di ujung sono sekitar dua ratus meter,” papar El.
“Oh Bu bidan yang punya suami pengusaha tambak dan peternakan itu ya?” Tebak Pak Haji
“I-iya betul sekali Pak Haji, ternyata kakak saya terkenal juga ya dikampung ini,” ucap El mengangguk.
“ Tentu dia terkenal karena sering bantu emak-emak di sini juga lahiran. Seperti inlahi rumah kontrakannya, kamar mandi dan WC jadi satu ya, ada di bagian belakang dan kamar tidur hanya satu, mengunakan token listrik dan air dari Pom,” ujar Pak Haji sambil menerangkan.
“Lumayah untuk sementara tinggal di sini, yang penting gue bisa istirahat dan mandi dulu."
“Kamu sudah berkeluarga El? Seperti masih cukup muda,” tanya Pak Haji.
“Hehe … saya duda Pak Haji,” jawab El.
“Punya anak?”
“Tanpa anak Pak Haji, ini kontrakannya saya bayar duluan untuk satu bulan kedepannya Pak Haji," elak El segera menyerahkan uang empat ratus ribu agar Pak Haji tak banyak tanya.
“O-oh Baiklah." Dengan sumringah Pak Haji pergi.
“Allhamdulillah, lebih baik gue bersih-bersih lalu istirahat nanti sore saja ke rumah Mbak Ratna,” desis El pelan.
(Note: Silakan kalian para pembaca bayangin sendiri bebas gimana expressi so-ji-sub oppa nyanyi lagu dangdut 🤣)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!