NovelToon NovelToon

Rahasia Cinta Kania (Alzhaimer Sang Penyelamat)

Dua pribadi yang berbeda

Deni dan Danang dilahirkan di sebuah desa dengan tanah yang sangat subur, letaknya diatas bukit yang jaraknya sekitar 10 kilo meter jika ditempuh dari Kecamatan. Nama Kecamatannya adalah "Kersa Rasa". Sedangkan Desa tempat tinggal mereka bernama Desa " Ratapan".

Tidak heran jika Desa tersebut menjadi penyumplai sayur-sayuran untuk daerah yang ada di bawahnya, baik Kecamatan maupun Kabupaten.

Orang tua Deni dan Danang adalah juragan bagi petani yang menanam sayuran di Desa tersebut, karena orang tuanyalah yang memiliki tanah yang sangat luas di daerah tersebut jika dibandingkan dengan tetangga lainnya.

Penduduk desa tersebut menjadi buruh pada "Pak Marwan". Setiap hari mereka memelihara tanaman sayuran milik Pak Marwan agar subur dan tidak terganggu oleh hama.

Suatu hari pada jam dua siang seorang petani yang tengah menyiangi rumput di kebun juragannya itu dikejutkan oleh seorang gadis yang berlari menuju ke arahnya.

"Abaah, abaah, abaah..." teriaknya.

Lantas gadis tersebut menemui bapaknya.

" Abah... "

Kalimatnya dipotong oleh bapaknya.

" sampai terengah-engah begitu... ada apa neng?"

Gadis itu menghela napas, kemudian berkata lagi, " bah, abah emak pingsan lagi bah, abah ayo pulang, emak kasihan."

"Astagfirulloh Al-A'dzim, "hanya itu yang keluar dari mulutnya.

" Abah ijin dulu sama juragan."

" Iya bah cepat ya."

Petani dan gadis itu berjalan menuju sebuah rumah yang sangat mewah di daerah tersebut, halamannya luas ditanami bunga-bunga berbagai macam jenis, ada juga kolam ikan yang lebar dengan ikan nila yang berwarna warni bergerak lincah menambah sedapnya pemandangan di depan rumah " juragan Marwan" ini.

" Assalamualaikum, Assalamualaikum... ."

Petani tersebut mengucap salam, tak lama kemudian keluarlah seorang pemuda dari arah teras rumah.

" Ngapain lu Salim, waktunya kerja malah berjalan ?"

Pertanyaan yang sangat kasar kepada orang yang lebih tua, mentang-mentang Pak Salim itu buruh di tempat itu, tidak ada rasa kasihan atau hormat sama sekali. Padahal Pak Salim datang dengan mengucapkan salam.

Pak Salim hanya tertunduk tidak menjawab apa-apa, mungkin hatinya sedang menahan emosi supaya tidak marah.

" Sabar Salim... kamu itu buruhnya, kamu perlu pekerjaan ini."

Itulah kalimat yang dapat menenangkan jiwanya. Air mukanya pun berubah kembali tenang.

Ternyata pemuda yang membentak Pak Salim tersebut adalah Deni.

Sungguh tak patut ditiru perilakunya itu. Air muka Deni memerah melihat Pak Salim yang tidak beranjak keluar, tetap berdiri di depan garasi rumahnya.

" Ngapain luh masih berdiri disitu? "

Tanyanya lagi sambil mendongakkan wajahnya ke arah Pak Salim. Belum sempat Pak Salim menjawab, keluarlah pemuda lain dari dalam.

" Eeh... Pak Saliim... mari masuk pak, Bapak ada di dalam. Perlu dengan Bapak?"

Pak Salim pun mengangguk sambil menjawab, " Iya Den Danang, saya mau izin pulang, istri saya pingsan lagi."

" Baiklah pak nanti saya sampaikan, bapak pulang saja dulu."

Jawab Danang dengan santun dan tenang.

" Terima kasih Den, bapak pulang dulu."

Pak Salim berlalu dari hadapan Danang, diikuti anaknya dari belakang yang dari tadi bersembunyi di garasi rumah mewah tersebut.

Selepas Pak Salim pulang, terdengarlah suara keras dari dalam rumah mewah tersebut. Sepertinya ada perdebatan antar kakak beradik tersebut.

Sesampainya di rumah, Pak Salim langsung menuju kamar tidur dimana istrinya sedang dikerumuni oleh tetangga-tetangganya.

" Udah sadar kok pak, kami sudah kasih teh hangat juga, tinggal istirahat saja."

Para tetangga pun pamit pulang setelah Pak Salim datang.

Danang jatuh cinta

Pagi yang mendung belum juga berlalu, memberi jalan pada mentari pagi untuk menunjukkan sinarnya.

Kania sudah terbangun sejak subuh tadi. Setelah sholat subuh, ia merapikan rumah dan membuat sarapan Abahnya yang akan pergi ke kebun sayur untuk mencari nafkah.

Sejak berhenti dari pondok pesantren karena harus merawat Emaknya yang sakit, kegiatan Kania sehari-hari adalah menggantikan pekerjaan Emaknya mengurus rumah , karena penyakit yang dideritanya tidak memungkinkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah meski ringan.

Entah penyakit apa yang diderita Emaknya itu, mudah sekali pingsan tak sadarkan diri.

Sebenarnya Abah Kania sedang mengusahakan uang untuk pergi berobat ke dokter yang ada di Kabupaten, namun apa daya uang itu belum terkumpul juga.

Kania adalah seorang gadis yang cerdas serta sholehah, dia tidak menyesal karena harus keluar pesantren, baginya berbakti pada orang tua adalah lebih penting, dan itulah yang diajarkan oleh Abuyanya sewaktu di pesantren dulu.

Namun Abah Kania pun sangat memikirkan keadaan jiwa anaknya, selepas Ashar Kania diijinkan mengaji di Ustadz Slamet yang mengajar ngaji di desa itu.

Alih-alih mau mengaji malah ditawari mengajar ngaji, karena santrinya banyak dan kekurangan guru. Ustadz Slamet pun tahu kalau Kania pulang dari pesantren.

Kania sangat senang sekali, dia pun sudah bersiap dari jam 14.30 WIB agar tepat datang ke tempat Ustadz Slamet.

"Bismillaahirrohmaanirrohiim..."

Terdengar suara santri mengaji, di ruangan yang paling tengah ini rupanya, di situlah Kania mengajar mengaji.

Ruangannya ada 3, setiap ruangan diisi oleh sekitar 20-25 santri. Jadi ketika mereka mengaji suaranya riuh sekali.

"Assalamualaikum ....Assalamualaikum.. "

Ada seorang pemuda yang mengetuk pintu dimana Kania mengajar, tapi Kania tidak mendengar karena sedang membimbing santri yang duduk di belakang.

"Kak! Kak...!"

Ada santri yang memanggil Kania sambil memegang tangannya.

Kania pun membalikkan badannya, seraya berkata,

"Apa Santi.. ?"

Jawabnya.

" Ada tamu kak."

Seketika Kania pun melihat ke depan pintu masuk kelas. Deg... hatinya berdegup...

"Den Danang," bisik hatinya.

Ia pun berjalan ke depan pintu,

" Iya pak.. eh Den, Ada yang bisa dibantu? "

Kania gugup sekali.

Danang pun terkesima, tak disangka ada gadis yang ikut bapaknya kemarin sewaktu minta ijin untuk pulang kerja lebih awal.

"Maaf, saya mencari Ustadz Slamet, kira -kira beliau dimana ya... ?"

Kania tidak bisa langsung menjawab, sejenak terdiam tetapi langsung bisa menguasai diri.

Gadis mana yang tidak terpesona dengan penampilan Danang, perawakan tegap, tidak terlalu tinggi dan juga terlalu rendah, tidak terlalu gemuk dan kurus. Proporsional dengan air muka yang menyejukkan, penampilan seseorang yang penuh persahabatan.

"Barangkali di rumahnya Den. "

"Oh ya... terima kasih."

Danang pun berlalu.

Pertemuan yang tidak terduga itu memberi kesan yang mendalam di hati Danang, seperti menemukan permata, air yang menyejukkan bahkan kehidupan yang menjanjikan di masa datang.

"Yaa.. Allah... apakah ini calon jodohku, yang akan menemaniku kelak? " lirihnya.

Ada sebait doa yang dibisikkan dalam hatinya. Entah doa apa itu hanya dia dan Allah yang tahu.

Danang pun menuju ke rumah Ustadz Slamet, mungkin ada suatu keperluan yang segera harus disampaikan.

.....................

"Kak..., Kak Kania... yang ini dibacanya apa?"

Santi lagi yang bertanya, memang anak ini supel berani bertanya.

" Oh ya... oh ya..."

Kania mengakhiri lamunannya.

Cukup lama ia terkesima dengan pertemuan dengan Danang tadi, banyak yang dibayangkan dan diharapkannya.

Semua harapan itu hanya ia sampaikan kepada Sang pemilik kehidupan.

Tidak ada yang tidak mungkin jika Yang Maha Kuasa menghendaki.

..........................

Pembelajaran Qur'an pun selesai sekitar pukul 17.00 WIB. Santri-santri satu per satu mencium tangan Kania tanda hormat mereka kepadanya.

Setelah mengunci pintu kelas Kania pun pulang seraya berpamit ke teman guru lainnya,

"duluan ya.. ini kuncinya."

"Assalamualaikum!!!"

Ucapnya sambil tersenyum.

Sebuah Memo

"Assalamualaikum, Assalamualaikum..., "

Terdengar ada yang mengucap salam dari luar.

Kania memburu ke depan membukakan pintu rumahnya, sementara ibunya berbaring di atas dipan di ruangan tamu, namun tak bisa berdiri karena kondisinya masih lemah.

" Waa'laikum Salam... Iya sebentar.... "

Jawab Kania agak pelan.

Ternyata anggota remaja masjid yang datang.

" Ini Kak ada undangan dari masjid, besok ada undangan rapat."

Jelasnya.

"Baiklah terima kasih, InsyaAllah saya datang."

Dibukanya perlahan kertas undangan itu, ternyata ia diundang rapat, tak menyangka juga mengapa ia bisa diundang rapat, karena ia tidak merasa menjadi anggota remaja masjid.

" Masakanku gosong," seru Kania kaget. Dia pun berlari ke dapur,

" Yaa... gosong deh tempeku...."

Tak sempat ia membaca dengan teliti siapa yang mengundangnya, hanya dibaca hari dan jamnya saja. Hatinya pun mencatat kapan dia harus pergi keluar.

Sebentar kemudian..

Abahnya pulang, tidak heran jika baju yang dipakainya kotor, karena saat ini sedang musim hujan.

Disiapkannya teh hangat untuk abahnya,

"Abah.. nanti Kania ada perlu ya, tapi kalau abah sudah bersih-bersih dan makan."

"Ada apa neng...serius amat, ngomong aja."

Jawab abahnya.

"Enggak nanti aja bah biar enak ngomongnya."

Kalau di rumah Kania tidak pernah dipanggil nama sama abah dan emaknya, selalu dipanggil "neng".

Panggilan hormat atau sayang untuk seorang anak perempuan. Itulah sebabnya Kania tidak pernah melawan kepada mereka, karena abah dan emaknya sangat menyayanginya meski baru mampu melalui kalimat sayang.

........................

Abah pun sudah bersantai duduk di depan dipan panjang di ruang tamu sambil menemani istrinya.

Kania menghampiri abahnya, sambil membawa surat undangan yang baru diterima tadi siang.

"pergilah Kania, sore kan abah sudah pulang, emak... abah yang jaga."

Kania senang sekali karena mendapat ijin dari abahnya.

..............................

Tempat rapat itu di salah satu ruangan TPA (tempat pendidikan Alquran), dimana Kania mengajar santri-santri Ustadz Slamet.

Ruangan tersebut sudah agak ramai, kira-kira delapan orang, Kania pun masuk ke dalam sambil mengucap salam dan sedikit membungkukkan badan.

" Yang diundang ramai ya Kak... ? "

tanya Kania ke seorang gadis yang duduk di sebelahnya.

"Lumayan lah.."

jawab gadis itu.

Kania memang belum memiliki teman yang banyak, karena baru beberapa minggu pulang ke rumahnya selepas keluar dari pondok pesantren.

Tak seberapa lama, ruangan menjadi ramai kira-kira tiga puluhan orang.

Ustadz Slamet pun datang diiringi oleh dua pemuda di belakangnya. Hati Kania terkesiap tenyata salah satu pemuda itu adalah Danang.

Tak karuan juga ia karena sudah terlanjur duduk paling depan. Ia pun memalingkan mukanya ke arah lain ketika Danang melihat ke arahnya.

Di hati keduanya sudah ada rasa saling menyukai sehingga mereka merasa canggung.

" Baiklah... Bapak.. Ibu.. kita mulai saja rapat ini."

Ucap pak Slamet memulai pembicaraan dalam rapat.

Rapat berjalan dengan lancar, setiap acara sudah ada yang mengisinya, namun ada satu acara yang belum bisa didealkan karena belum ada orang yang menyanggupinya untuk tampil.

"Eemmm Bapak Ibu... "

Kata Ustadz Slamet meminta perhatian para hadirin.

" Saya ada usul..., bagaimana kalau pembacaan ayat suci Al-quran kita serahkan ke Kania saja?"

Kania terkejut... Dadanya berdebar, tapi ada juga keinginan untuk menyetujui.

"Bagaimana Kania, siap ya... ?"

Kania bingung harus menjawab apa, tapi lalu dia menyanggupinya dengan anggukkan.

"Nama Lengkapnya siapa? "

"Yaa.. !"

Kania tergagap, karena sedang memandang ke arah lain. Ternyata yang bertanya adalah Danang.

"Khaerani...,"

"Khaerani.. ,"

Kania mengulanginya.

Baru kali pertama itulah ia memandang wajah Danang dan Danang pun memandang wajahnya. Bunga-bunga cinta pun semakin bersemi diantara mereka..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!