NovelToon NovelToon

Mengandung Benih Tuan Muda

Kenyataan Pahit

Aku tinggal dengan ayah kandung dan ibu tiriku serta adik tiriku yang usianya hanya selisih dua tahun denganku. Aku tinggal bersama mereka sejak aku masih balita, dan kini aku berusia dua puluh tahun.

"Pah, sebenarnya dimana mamah? kenapa tak pernah memberi tahu padaku bahkan tak pernah mempertemukan aku dengannya?" tanyaku pada saat sedang makan malam bersama ibu tiri dan adik tiriku.

"Nay, untuk apa kamu tanya tentang ibu kandungmu? dia itu tak peduli padamu dari kecil, meninggalkanmu begitu saja. Kamu ini, mamah yang merawatnya hingga kini," ucap Mamah Sara.

"Iya, Nay. Untuk apa sih kamu tanyakan dia terus?" ucap Papah Arya.

Tiba-tiba Arya memegang dadanya dan pingsan begitu saja, hingga membuat semua yang ada di meja makan panik. Apalagi di rumah prianya cuma Arya saja. Karena hanya ada Mamah Sara, Nayla dan adik tirinya yakni Nesa.

Kondisi ekonomi keluarga Nayla saat ini memang sedang tidak baik. Arya sedang banyak masalah di kantornya dan terlilit hutang tetapi istri dan anak-anaknya belum ada yang tahu akan hal ini.

Saat itu juga Arya di larikan ke rumah sakit, namun Yang Kuasa berkehendak lain. Dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, Arya menghembuskan nafasnya yang terakhir.

********

Pagi harinya, acara pemakaman telah selesai. Akan tetapi banyak pihak yang datang ke rumah untuk menagih hutang Arya yang jumlahnya tidak sedikit hingga sampai ratusan juta bahkan milyaran. Hingga akhirnya semua harta benda tabungan rumah tanah mobil habis tak bersisa sama sekali untuk membayar hutang almarhum Arya.

Kini mereka terpaksa tinggal di rumah milik Sara. Rumah yang kecil peninggalan orang tua Sara, yang sempat di tinggal pada saat Sara menikah dengan Arya.

"Kamu lihat, Nayla! semua ini gara-gara papahmu! mati bukannya meninggalkan banyak warisan, tetapi malah meninggalkan banyak hutang! hingga terpaksa kita tinggal di sini!" bentak Sara melotot pada Nayla.

"Mah, ini kan sudah suratan takdir. Aku juga tak ingin papah meninggal, karena hanya dia yang aku punya di dunia ini," ucap Nayla.

"Masih saja kamu bisa berkata ya, masih untung aku tampung kamu di sini. Jika tidak pasti kamu sudah jadi gembel di jalanan sana!" bentak Sara lagi.

"Mah, biar saja Ka Nayla suruh kerja bantu cari duit untuk kita mah. Lagi pula biar kita sudah bangkrut masa iya kuliah aku harus terhenti di tengah jalan. Biar saja kuliah Ka Nayla yang berhenti," ucap Nesa melirik sinis pada Nayla.

"Tenang saja, Nesa. Mamah sudah punya rencana kok untuk Nayla," senyum sinis menyeringai jelas di wajah Sara.

Sara membisikkan sesuatu pada Nesa, dan keduanya spontan tertawa ngakak.

"Sebenarnya apa yang tengah mamah rencanakan untukku? kenapa hatiku merasa firasat akan terjadi hal buruk padaku?" batin Nayla cemas.

Pagi itu juga, Sara berpamitan untuk mencari pekerjaan dan kebetulan di terima di sebuah rumah mewah. Dia menjadi asisten rumah tangga.

********

Beberapa hari kemudian, Sara beralasan tak bisa bekerja karena sakit.

"Nayla, kamu gantikan mamah kerja ya hanya untuk sementara. Mamah sedang kurang sehat nech," pintanya memelas.

"Baiklah, mah. Tapi mamah antar aku ya, karena aku tak tahu dimana mamah bekerja saat ini," ucap Nayla tanpa ada rasa curiga.

Saat itu juga, Sara mengajak Nayla ke suatu rumah yang sangat mewah dan megah bak istana raja.

"Tuan muda, ini yang aku janjikan semalam. Di jamin dia ini benar-benar masih perawan dan belum terjamah."

Sara mendorong tubuh Nayla hingga dia menabrak tubuh kekar Tuan Muda Saka.

Saka langsung memeluk erat tubuh Nayla tanpa melepaskannya sama sekali, membuat Nayla ketakutan.

"Tuan Muda, tolong lepaskan saya," rengeknya memelas seraya melepaskan diri.

"Mah, apa maksud mamah? katanya aku di minta menggantikan pekerjaan mamah, lantas kenapa aku malah...

"Diam, kamu! Tuan Muda Saka telah membayar mamah banyak untuk harga keperawananmu!" bentak Sara seraya tersenyum sinis.

"Astaga, mah! tolong kembalikan uangnya pada Tuan Muda, mah. Aku nggak mau mah. Lebih baik aku bekerja saja, mah. Aku mohon jangan seperti ini, mah."

Namun Sara tidak peduli, malah dia berlalu pergi meninggalkan Nayla bersama dengan Tuan Muda Saka.

Saka dengan paksa menyeret Nayla ke kamarnya tanpa ada rasa belas kasih sedikitpun. Dan dia menyalurkan hasratnya saat itu juga pada, Nayla.

Nayla sudah berusaha meronta sebisa mungkin tapi apa daya dia hanya seorang gadis belia yang kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan Saka yang berperawakan tinggi tegap.

Terjadilah apa yang tak pernah di inginkan oleh, Nayla. Kesuciannya terenggut paksa oleh pemuda yang sama sekali tak dia kenal. Dia hanya bisa menangis meratapi nasib dirinya.

"Aku sudah puas, sekarang juga kamu pergi dari hadapanku sana!" bentak Saka mengusir Nayla.

Dengan sakit yang di rasakan sekujur tubuhnya dan jalannya sakit, Nayla keluar dari kamar itu dan melangkah pergi meninggalkan rumah mewah tersebut.

Dia pergi dengan kondisi berantakan sekali dan dengan air mata yang tiada hentinya. Dia tak ingin kembali ke rumah Mamah tirinya, karena dia takut hal ini akan terulang lagi.

Dia khawatir jika kelak dirinya akan dijual lagi oleh, mamah tirinya.

Tanpa uang sepeserpun, Nayla terus saja melangkah dengan tatapan kosong. Dia berjalan terus mengikuti langkah kakinya entah kemana.

Hingga dia sampai tak kuat lagi berjalan dan akhirnya dia tak sadarkan diri di tengah jalan. Dan pada saat itu ada seorang nenek yang sedang melintas.

Seorang nenek penjual keripik singkong keliling. Dia pun menolong Nayla dan meminta seseorang yang melintas untuk membawanya ke rumahnya yang tak jauh dari lokasi Nayla pingsan.

"Ya ampun, kenapa gadis ini pingsan di tengah jalan. Dan wajahnya terlihat sangat sedih seperti sedang memendam rasa yang sangat menyakitkan hati," gumamnya seraya mengusap pipi Nayla.

Sejenak Nayla sadar dan dia ketakutan memundurkan tubuhnya, seraya matanya celingukan menatap di sekitarnya. Lantas dia menatap ke arah si nenek.

"Cu, tak usah takut. Nenek sama sekali tak berniat jahat padamu. Justru nenek yang telah menolongmu pada saat kamu pingsan di jalan tadi," ucap si nenek mencoba menenangkan dan meyakinkan Nayla supaya tidak panik.

Sejenak Nayla mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya, dan tiba-tiba air matanya menetes begitu derasnya, membuat si nenek mengerutkan dahinya karena heran.

"Cu, apa kamu masih punya keluarga? bagaimana kalau nenek antar pulang ya."

"Nggak mau nek, aku nggak mau pulang. Aku takut pulang, nek," tolaknya seraya terus terisak dalam tangisnya.

"Memangnya kenapa kamu nggak mau pulang, cu?" tanya nenek penasaran.

Hingga pada akhirnya Nayla menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya.

Terusir Dari Desa

Mendengar cerita dari Nayla, si nenek begitu iba. Dan nenek mengizinkan Nayla tinggal bersamanya. Nayla sangat senang karena dia meras terlindungi dan ada tempat untuk berteduh.

Sementara saat ini Sara sedang gundah gulana, karena Nayla tak kunjung sampai rumah.

"Kenapa sih, Nayla. Kata Tuan Muda Saka, dia sudah pergi dari rumahnya dua Jan yang lalu. Lantas kenapa tak kunjung sampai?" gerutunya sampai Nesa mendengarnya.

"Bisa jadi dia kabur, mah," ucap Nesa.

"Aduhh, sialan dech. Padahal Nayla akan mamah jadikan sumber keuangan, dengan menjual dia ke orang kaya. Kemarin saja mamah dapat uang banyak dari hasil jual keperawanan Nayla pada Tuan Muda Saka," ucapnya tanpa ada rasa berdosa sama sekali.

"Serius, mah. Tuan muda yang ganteng itu mau dengan, Nara?" tanya Nesa tak percaya.

"Iya, dia memang sedang mencari gadis yang benar-benar masih perawan. Katanya sih penasaran saja, karena selama ini dia itu tertipu dengan wanita yang mengaku perawan ternyata sudah bolong," ucap Sara terkekeh.

Nesa hanya menggelengkan kepalanya saja mendengar celoteh mamahnya.

*********

Berjalannya waktu cepat sekali, tak terasa sudah satu bulan Nayla tinggal di rumah nenek. Bahkan dia rajin membantu neneknya membuat keripik singkong.

"Hoek Hoek Hoek"

Nayla merasakan mual muntah pada saat dirinya sedang membantu nenek menggoreng kripik singkong.

"Cu, apa kamu sakit? sudah kamu istirahat saja tak usah bantu nenek, kalau tidak kita ke bidan saja untuk periksa ya? kebetulan tak jauh dari sini ada bidan desa yang buka praktek," ajak si nenek.

"Nek, jika kita periksa nanti uangnya kepake. Kasihan nenek dong," ucap Nayla tak tega.

"Kamu nggak usah khawatir, Bu bidan itu baik banget sama nenek. Dia itu sering bantu nenek, bahkan kalau nenek sakit berobat tak pernah bayar," ucap si nenek.

"Tapi nggak enak juga sama Bu bidan, nek."

"Sudahlah, cu. Menurut saja sama nenek, karena nenek nggak mau kamu sakit. Nenek sudah anggap kamu cucu kandung karena nenek sebatang kara tak punya sanak saudara. Nenek nggak ingin kamu kenapa-kenapa."

Mendengar apa yang di katakan oleh nenek, Nayla sudah tak berani membantah lagi. Dia pun menuruti saja kemauannya. Mereka ke bidan dengan berjalan kaki, karena jarak yang tak begitu jauh.

"Nek, ini siapa ?" tanya Bu bidan ramah.

"Ini cucu nemu hhee cucu neneklah."

Tanpa ada rasa sungkan nenek cerita sedikit tentang Nayla.

Kemudian bidan tersebut memeriksa si nenek, dan hasil pemeriksaan membuat shock Nayla.

"Apa, Bu. Saya hamil?" Nayla menangis saat itu juga membuat bu bidan heran.

Hingga pada akhirnya, nenek menarik tangan bu bidan agak menjauh. Dan nenek menceritakan kisah tragis yang menimpa Nayla pada Bu bidan tersebut.

"Astaga, jadi seperti itu nek? jahat sekali ibu tirinya?" ucap Bu bidan merasa iba.

"Iya, nak. Makanya Nayla nggak mau pulang karena dia takut terjadi lagi hal mengerikan itu," ucap si nenek.

********

Perjalanan waktu begitu cepatnya, tak terasa usia kehamilan Nayla kini sudah tujuh bulan. Di sinilah dia mulai penderitaan yang baru.

"Nek, itu cucu angkatnya sedang hamil ya?"

"Mana suaminya, nek? kok kami tak pernah melihat suaminya datang kesini?"

"Iya, nek. Jangan-jangan cucu nenek ini nggak punya suami ya?"

"Haduh, ini nggak bisa dibiarkan. Masa iya di desa kita ada seorang wanita pendosa seperti ini?"

Serentak para warga menghakimi Nayla dengan tuduhan macam-macam. Dan ada pula salah satu warga yang melaporkan kejadian itu pada Pak RT. Hingga saat itu juga Pak RT datang ke rumah si nenek.

"Nayla, apa benar jika kehamilan kamu ini karena tidak ada suami?" tanya Pak RT.

Sejenak Nayla terdiam, dia bingung harus berkata apa. Hingga para warga terus saja memojokkannya.

"Iya, saya hamil tanpa suami! tapi bukan berarti saya telah melakukan perbuatan yang hina! saya hamil bukan karena keinginan saya! Puas kalian!" Nayla sudah tak tahan lagi.

"Nayla, kenapa kamu tidak meminta pertanggung jawaban dari orang yang telah menghamilimu?" tanya Pak RT.

"Pak, sudahlah tak usah mengorek pribadi saya. Jika kalian ingin saya pergi dari desa ini, saya akan pergi malam ini juga!" ucap Nayla.

Dia tak ingin menceritakan hal yang memalukan itu pada semua orang. Menurutnya tak penting.

"Cu, kalau kamu pergi lantas mau kemana? nggak mungkin kamu kembali pada ibu tirimu kan? pak RT dan warga, tolong jangan usir Nayla. Dalam hal ini dia sama sekali tak bersalah, dia ini hanyalah korban dari keserakahan ibu tirinya yang menjualnya pada pria...

"Nek, sudahlah. Jangan di ceritakan kisah hidupku, aku juga tak ingin di kasihani oleh mereka. Semoga saja anak gadis kalian tidak ada yang mengalami hal seperti saya."

"Nek, sebenarnya aku tak tega meninggalkan nenek sendiri. Tapi kehadiranku tak diharapkan di desa ini."

"Terima kasih ya, nek. Selama ini sudah baik padaku, tapi aku harus pergi dari sini. Karena aku juga tak ingin tinggal di desa dimana mereka hanya bisa melihat sisi luar orangnya saja."

"Mereka hanya bisa melihat kesalahan orang lain tanpa mereka sendiri sadari jika diri mereka juga penuh dosa."

"Kalian bisa melihat selumbar di mataku, tapi balok di mata kalian tak bisa di lihat. Dengan mudahnya kalian menghakimi tanpa menyelidiki dulu yang sebenarnya!'

Nayla mencoba menahan air matanya, dia pun segera pergi dari rumah si nenek. Walaupun dia sendiri tak tahu harus pergi kemana saat ini.

Semua warga hanya diam saja pada saat melihat kepergian Nayla. Hanya nenek yang terus saja menangis meraung-raung. Dia tak terima dengan tuduhan warga pada Nayla.

Nenek menangis sambil marah-marah pada warga, sementara warga bukannya meminta maaf. Mereka malah satu persatu pulang ke rumah masing-masing.

Nayla terus berjalan kaki sendirian di tengah malam, dia tak tahu entah harus kemana.

"Nak, walaupun kehadiranmu secara tiba-tiba. Tapi mamah tak akan menyia-nyiakan dirimu. Mamah akan berjuang sekuat tenaga untuk bisa membesarkanmu kelak." Nayla mengusap perutnya sendiri sesekali.

Pada saat Nayla sedang berjalan perlahan, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Dan turunlah seorang wanita seumuran ibu tirinya.

"Bu Bidan"

"Nayla, kamu mau kemana malam-malam jalan sendirian?" tanyanya menyelidik.

Nayla pun menceritakan apa yang barusan terjadi pada dirinya. Bu Bidan merasa iba padanya.

"Nayla, sebaiknya kamu ikut ibu sekarang ya. Bahaya loh malam-malam kamu jalan sendirian seperti ini," ucapnya.

"Nggak, Bu. Nanti jika aku ikut ibu, yang ada ibu yang akan kena marah warga. Birlah saya pergi dari desa ini saja, Bu." Tolak Nayla.

"Nayla, jika kamu sayang anakmu sebaiknya kamu turuti ibu ya."

Bu bidan menuntun paksa Nayla masuk ke dalam mobilnya.

Ternyata Ibu Kandung

Bu bidan melajukan mobilnya menuju ke rumahnya. Dan pada saat Nayla masuk ke dalam rumahnya, duduk di ruang tamu. Dia terhenyak kaget pada saat melihat foto keluarga yang terpampang di dinding ruang tamu.

Bu bidan juga merasa heran pada saat melihat Nayla terus memandangi foto dirinya bersama suami dan anaknya.

"Nayla, kenapa kamu menatap foto keluarga ibu seperti itu?" tanya Bu Bidan heran.

"Itu foto suami dan anak, ibu?" tanya Nayla dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, Nayla. Tetapi karena suatu hal ibu terpisah dengan suami dan anak ibu. Ceritanya panjang, Nayla. Dan mungkin jika saat ini tak terpisah anak ibu seusia kamu," perlahan air mata Bu bidan meleleh.

"Bu, itu kan foto almarhum papahku dan foto kecilku. Berarti ibu ini adalah ibu kandungku?" tanya Nayla ragu.

"Hah, kamu jangan bercanda Nayla. Karena anak ibu bernama, Nayaka bukan Nayla." Ucap Bu bidan merasa ragu.

"Bu, di rumah aku sempat melihat sebuah foto keluarga seperti ini. Tetapi sudah tidak lengkap, bahkan aku selalu tanya apakah itu foto ibu lantas kenapa di sobek dan hanya ada fotoku dengan almarhum papah,"ucap Nayla.

"Astaga, coba ibu lihat punggungmu sebentar saja."

Bu bidan pun melihat di bagian punggung Nayla ada tanda lahir. Sontak dia pun semakin melelehkan air matanya.

"Nak, jadi kamu benar-benar anak kandung ibu yang selama ini ibu cari." Bu Bidan langsung memeluk Nayla.

"Bu, selama ini aku selalu bertanya pada papah tentang ibu tetapi selalu saja ayah mengelak." Tangis haru Nayla.

"Bu, bisakah ibu menceritakan bagaimana ibu bisa pisah dengan almarhum papah dan aku ikut bersamanya?" tanya Nayla penasaran.

Bu Bidan pun tanpa sungkan menceritakan masa lalunya.

"Pada saat itu kamu masih balita, dan ibu belum berprofesi sebagai bidan tetapi sebagai seorang perawat di sebuah rumah sakit. Papahmu sibuk di kantor, hingga kami memutuskan untuk mencari baby sitter."

"Kebetulan ibu punya teman yang sedang butuh pekerjaan, dan dia seorang janda punya anak satu umurnya lebih muda dua tahun dari dirimu."

"Ibu nggak tega hingga akhirnya menerima dia bekerja di rumah untuk merawatmu. Tapi ternyata dia punya niat terselubung yakni ingin merebut papahmu dari ibu."

"Dengan segala macam sandiwaranya dia berhasil melakukan itu, bahkan ibu terusir dari rumah ibu sendiri dan tak di izinkan membawamu serta."

"Bahkan pada saat ibu sudah terima semuanya, mengikhlaskan semuanya. Ibu masih harus menderita karena di larang bertemu denganmu. Papahmu pindah dengan membawamu serta, hingga ibu tak bisa lagi menemui dirimu."

"Mah, siapa nama mamah tiriku?" tanya Nayla untuk mengetes kebenarannya.

"Mamah tirimu Sara dan punya anak perempuan yang bernama Nesa," ucap Bu Bidan.

Setelah cukup lama bercengkrama antara ibu dan anak. Kini mereka benar-benar saling melepas rindu.

"Kasihan sekali kamu, Nay. Harus alami hal seperti ini gara-gara, Sara. Aku tidak akan tinggal diam begitu saja!" ucapnya marah.

"Ibu mau apa dengan mamah tiriku? sebaiknya tak usah, bu. Biarkan saja yang kuasa yang membalasnya, aku tak ingin nantinya malah menjadi berkepanjangan. Lagi pula dia juga punya anak perempuan pasti suatu saat nanti kena karmanya," ucap Nayla mencegah ibunya yang akan mendatangi rumah ibu tirinya.

"Ya sudah, sebaiknya kita ke rumah pria yang telah melakukan ini pada dirimu. Kita minta pertanggungjawabannya atas kehamilan dirimu ya," pinta Bu Bidan.

"Bu, Tuan Muda itu membeliku dari ibu tiriku. Dia takkan mau lah bertanggung jawab dengan anak ini," ucap Nayla.

"Apa salahnya kita mencoba ke sana."

Hingga pagi harinya, Bu bidan dan Nayla menyambangi rumah mewah nan megah milik Tuan Muda Saka. Tetapi ternyata penghuni rumah itu sudah pindah dan tak tahu kemana rimbanya saat ini.

"Kamu yang sabar ya, Nay. Mungkin belum saatnya anakmu bertemu dengan ayah kandungnya," ucap Bu Bidan iba.

"Bu, dari awal aku tak mengharap kan bekas kasihan dari siapapun apa lagi dari pria kejam itu," ucap Nayla.

"Aku yakin mampu merawat anak ini sendiri walaupun tanpa adanya seorang ayah."

Mendengar ucapan Nayla, hati Bu bidan menjadi iba. Dia tak menyangka anak yang selama ini dia rindu dan ingin bertemu. Kini telah di pertemukan tetapi dengan kondisi yang memprihatinkan sekali.

"Semoga anakku selalu di beri ketegaran dalam menghadapi ujian hidupnya ini. Sedih sudah pasti, bahagia ya bahagia karena sudah bertemu dengan anaku. Tetapi aku sungguh tak menyangka di pertemukan dalam kondisi seperti ini. Malang nian nasib anakku ini," batin Bu bidan.

Bu bidan melajukan mobilnya arah pulang, dia benar-benar sedih melihat kondisi anaknya yang harus hamil tanpa suami dan juga karena korban kebiadaban ibu tirinya.

Tak berapa mereka telah sampai di rumah.

"Nayaka, kamu tinggal di sini saja sama ibu tak usah kemana-mana. Nanti ibu akan memberitahu pada nenek jika kamu berada di sini bersama dengan ibu ya. Syukur nenek juga mau tinggal di sini. Karena dia itu susah sekali sifatnya. Dulu ibu pernah memintanya tinggal di sini tapi dia tak mau," ucap Bu bidan.

"Iya Bu. Aku juga merindukan nenek, dia yang pertama kali menolong aku. Terima kasih ya, Bu."

"Iya, Nayaka. Maaf ya ibu lebih nyaman memanggilmu Nayaka bukan Nayla," ucap Bu bidan.

"Sekarang kamu istirahat lah, dan tak usah lagi khawatir ya. Karena sudah ada ibu di sini di sampingmu yang akan selalu mendampingimu. Ibu tinggal ke klinik nggak apa-apa kan? jika mau makan sudah ada makanan di meja makan, jika perlu apa-apa bilang saja sama, Bu Surti."

Saat itu juga Bu bidan melajukan mobilnya menuju ke tempat prakteknya. Dia juga berniat mampir ke rumah si nenek sehabis praktek nantinya untuk memberitahu keberadaan, Nayla.

Sore menjelang, Bu bidan sudah tak sabar lagi ingin ke rumah nenek. Tapi ia begitu terkejut pada saat melihat ada bendera putih terpampang di pelataran rumah nenek.

Dia pun bertanya pada para tetangga, dan ternyata si nenek telah meninggal dunia pada saat dia terjatuh dari kamar mandi.

"Ya ampun, kasihan sekali kamu Nayla. Kamu kangen padanya malah beliau telah meninggal dunia." gumamnya seraya melajukan mobilnya arah pulang.

Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, Bu bidan merasa sungkan untuk memberi tahu pada, Nayla tentang kematian nenek.

"Bu, sudah pulang? oh iya bagaimana kabarnya nenek, dia sehat kan Bu? kasihan dia nggak punya siapa-siapa lagi, dan dia harus bekerja membanting tulang sendiri untuk menghidupi diri sendiri," ucap Nayla.

Sejenak Bu bidan hanya diam mendengarkan perkataan anaknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!