Suara derap langkah saling beradu ketika seorang wanita muda cantik dan seksi menuruni tangga. Ya, dia adalah Nagita Laura yang tahun ini berusia 27 tahun selalu di sapa dengan nama Laura.
Menghampiri kedua orang tuanya yang telah lebih dahulu berada di meja makan, ia menarik kursi duduk sebentar menenggak setengah gelas susu dan mengunyah sepotong roti isi selai kacang.
Tak berlama-lama di meja makan, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk berangkat ke kantor.
"Aku berangkat dulu, Pa, Ma," Laura mengecup pipi keduanya.
"Jangan pulang terlalu malam, Laura!" Mama Dita mengingatkan putrinya.
"Oke, Ma!"
Laura berlari kecil menaiki mobilnya, ia melajukan kendaraannya dengan santai menuju perusahaan desainer miliknya, meskipun tidak besar namun ia bangga dengan pencapaiannya.
Sesampainya di perusahaannya, ia sudah disambut dengan senyuman oleh seorang wanita muda yang usianya di atas dirinya 2 tahun.
"Pagi, Nona!"
"Pagi juga, Kesya!" Laura tersenyum manis.
"Bagaimana dengan produk kita apakah para distributor suka?" tanyanya ketika dirinya memasuki ruangan kerjanya.
"Suka, Nona. Mereka menginginkan barang pesanan dikirim hari ini juga," jelas Kesya.
"Kalau begitu, kirimkan segera!"
"Baik, Nona!" Kesya keluar dari ruang kerjanya.
Laura duduk lalu memandangi foto dirinya dan kekasihnya yang sudah setahun ini berhubungan jarak jauh.
Laura meraih ponselnya mencoba menghubungi Mario namun tak ada jawaban. Bukan pagi ini saja dirinya menghubungi pria itu tapi berkali-kali dari 2 hari yang lalu. "Kenapa sulit sekali menghubungi kamu?" berbicara sendiri dengan benda tersebut.
"Apa mungkin kamu marah karena aku bekerja sama dengan Martin?" menerka-nerka.
Ya, Martin seorang pengusaha muda yang sudah lama naksir Laura sehingga membuat Mario cemburu.
"Huh, kenapa kisah cintaku seperti ini, sih?"
Suara ketukan pintu membuat Laura membuyarkan lamunannya. Kesya masuk bersama seorang pria yang bernama Sammy.
"Selamat pagi, cantik!" pria itu menyapanya.
"Kenapa pagi-pagi kau datang ke sini?" tanya Laura ketus.
"Hei, aku ke sini untuk mengajak kau bekerja sama," ujar Sammy.
"Kesya, kamu boleh keluar!" titahnya.
"Baik, Nona!"
"Kerja sama apa yang ingin kau tawarkan?"
"Aku ingin mengadakan sebuah acara perlombaan menyanyi dan aku butuh pakaian yang akan digunakan dewan juri," jelasnya.
"Kau ingin aku menjadi salah satu sponsor acaramu?"
"Ya, tepat sekali!" Sammy menjentikkan jarinya.
"Aku tidak bisa!"
"Ayolah, Laura!" mohonnya.
"Beberapa pakaian hasil rancangan ku sudah di kirim ke distributor," ujar Laura.
"Kau bisa mendesain lagi, kan?"
"Aku tidak sempat!"
"Acara akan dilaksanakan dua bulan lagi, masih ada waktu kau mengerjakannya," ucap Sammy.
"Aku tidak bisa!" Laura menolak secara tegas.
"Kau sungguh teman yang tega!" Sammy duduk di sofa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Tak usah pakai drama, kau pikir aku akan iba!" Laura melirik temannya itu.
Sammy menarik telapak tangannya dari wajahnya, "Laura tolonglah, hanya kau sahabatku!"
"Jika kau ada maunya, pasti akan memujiku," celetuknya.
Sammy tersenyum lebar.
"Baiklah, aku akan membuat tiga pakaian rancangan ku sendiri untuk dewan juri di malam final," ujarnya.
Sammy tersenyum senang, "Begitu dong, kau memang sahabatku paling baik dan cantik!"
"Pergilah, jangan terlalu sering memujiku!"
"Baiklah, aku akan pergi. Sampai jumpa!" Sammy keluar dari ruangan sahabatnya.
Laura menyandarkan tubuhnya di kursi. Ia memutar dan menatap kaca jendela, langit tiba-tiba begitu gelap dan memunculkan cahaya warna-warni ditengah kegelapan membuat ia menutup pandangannya dengan lengan tangannya. Kejadian itu terjadi dalam hitungan detik.
Laura menurunkan tangannya dari wajahnya ketika langit berubah seperti biasanya.
Laura lantas berdiri ,"Fenomena apa itu?"
Ditengah ia berpikir, suara pintu terbuka membuat Laura dengan cepat membalikkan badannya.
"Maaf, Nona. Saya lancang masuk tanpa izin, sudah berkali-kali saya mengetuk pintu tapi tak ada jawaban dari Nona," ujar Kesya.
Laura mengerutkan keningnya, asistennya itu mengetuk pintu berulang kali tapi dirinya tak mendengar. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Nona!"
"Ya, ada apa?"
"Nona, baik-baik saja 'kan?"
"Ya, saya baik-baik saja," jawabnya seperti kebingungan.
"Nona, ingin saya pesankan makanan ke sini atau makan di luar kantor?"
"Makan siang?" Laura mengernyitkan keningnya.
"Iya, Nona. Ini sudah jam dua belas, bukankah waktunya makan siang?"
"Kenapa waktu semakin cepat? Padahal aku tidak melakukannya apa-apa," batinnya.
"Nona!"
"Ya, kita makan siang di luar!" Laura meraih tas dan kunci mobilnya
Keduanya meninggalkan ruang kerja.
Diparkiran Laura meminta Kesya untuk menyetir, mereka menuju ke restoran terdekat.
Begitu sampai, keduanya memesan makanan seperti biasa. Namun, kali ini berbeda tiba-tiba ruangan tersebut penuh dengan asap warna-warni membuat Laura terbatuk-batuk.
"Nona, anda baik-baik saja 'kah?" Kesya memukul pelan pundak Laura yang sedang duduk dan menyodorkan air putih.
Laura mengangkat wajahnya dan mengedarkan pandangannya tampak ruangan restoran seperti biasa.
"Apa yang terjadi?"
"Nona, tadi tiba-tiba batuk sangat kencang membuat saya khawatir. Apa perlu nanti kita ke dokter?"
Laura memegang lehernya tidak gatal seperti tadi, "Tidak perlu!"
"Apa Nona yakin?"
"Ya, tadi saya batuk karena banyak asap."
"Di sini tidak ada asap, Nona. Bahkan, orang yang merokok saja pun tak ada," ungkap Kesya.
"Saya yakin tadi ada," ucap Laura.
"Nona, disini tidak terjadi apa-apa. Mungkin Nona Laura kurang beristirahat atau bagaimana?"
Laura terdiam, "Apa tadi aku bermimpi?"
"Nona, makanannya sudah datang!" ucap Kesya.
Laura mulai menikmati makanannya sembari mengingat kejadian tadi.
Selesai makan, keduanya kembali ke kantor. Sepanjang perjalanan Laura lebih banyak diam dan memijit keningnya.
"Saya lihat Nona hari ini lebih banyak melamun, apa yang terjadi? Apa Tuan Mario tidak menghubungi Nona?"
"Bukan karena itu, saya juga bingung."
Kesya menautkan kedua alisnya.
"Kamu fokus saja berkendara, saya ingin tidur sejenak," ucap Laura memejamkan matanya.
Begitu sampai, Kesya tak segera membangunkan atasannya karena ingin memberi waktu Laura bisa beristirahat.
Hampir 10 menit di dalam mobil, Kesya membangunkan tidur Laura, "Nona!"
Laura tersentak kaget lalu menggelengkan kepalanya dan memijitnya. "Kita sudah sampai, ya?"
"Sudah dari tadi Nona," jawabnya.
"Kenapa kamu tidak membangunkan saya?"
"Saya lihat Nona Laura tidur sangat nyenyak sekali jadi saya biarkan saja."
"Saya juga bingung kenapa tadi sangat ngantuk sekali," Laura membuka pintu mobil.
Kesya juga keluar dari mobil, "Tidak biasanya juga Nona tidur di mobil dengan nyenyak seperti tadi!"
"Ya, kamu benar!"
Keduanya pun berjalan bersama memasuki kantor.
...****************...
Hai Semua Ini Karyaku yang Kesebelas...
Semoga Karya Ini Dapat Menghibur Kalian..
Jangan Lupa Juga Mampir ke Karyaku yang lainnya..
- Salah Jatuh Cinta
- Penculik Hati
- Dijodohkan Dengan Musuh
- Melupakan Sang Mantan
- Calon Istriku Musuhku
- Marsha, Milik Bara
- Mengejar Cinta si Tampan
- Jangan Mengejarku Cantik!
- Marry The Star
- Pesona Ayahku
Selamat Membaca 🌹
Semoga Kalian Selalu Sehat dan Bahagia
Jam 6 sore, Laura baru keluar dari kantornya ia mengendarai mobilnya menyusuri jalanan kota. Sambil menyetel musik dari penyanyi idolanya, ia menyetir sembari menyanyi.
Ciiiitt....
Laura menginjak rem mendadak dan melihat asap warna-warni di depan kaca mobilnya. Tak lama kemudian terdengar suara, "Bruuk..."
Laura mengucek matanya dengan cepat lalu melihat lagi dan tak terlihat lagi asap tersebut.
Laura bergegas melepaskan safety belt lalu keluar dari mobil dan memastikan apa yang terjadi.
Seorang pria berdiri memegang kap mobil Laura dengan wajah pucat dan lemas. Pria itu memegang perutnya dan meringis kesakitan.
Perasaan ia fokus menyetir dan tak melihat ada orang yang melintas kenapa tiba-tiba ia menabrak.
"Tuan, apa anda baik-baik saja?"
Pria itu tak menjawab malah mendongakkan kepalanya ke atas menatap langit.
Laura jadi mengikuti pandangan mata pria itu. "Apa kau jatuh dari langit?"
Pria itu tak menjawab dan malah menatap Laura dengan wajah sedih.
"Tuan, kau bisa mendengar suaraku?" Laura melambaikan tangan di wajah pria itu.
Namun, tak ada respon sama sekali. Karena takut, Laura bergegas masuk ke mobilnya dan mencoba menghidupi mesin mobil. "Kenapa tidak bisa menyala?" tampak panik.
"Ayo cepat menyala mobilku sayang!" dengan suara gemetaran dan tubuh berkeringat.
Suara mesin mobil terdengar membuat hatinya lega tanpa menunggu lama ia segera pergi dari tempat itu baru beberapa meter, kendaraannya kembali berhenti.
"Astaga, kenapa lagi ini?" gumamnya.
Laura melihat dari kaca spion, pria itu tertidur di atas trotoar dengan memegang perutnya. Hatinya merasa iba dan tega akhirnya ia kembali turun dan berjalan mendekatinya.
Laura berjongkok dihadapannya, "Nama Tuan siapa?"
Pria itu hanya diam.
"Anda bukan orang jahat, kan?"
Lagi-lagi tak ada jawaban.
Laura berdiri, menggigit kukunya kelihatan bingung, "Tuan, aku ingin menolong tapi aku takut!"
Pria itu mengulurkan tangannya.
Laura menatap tangan itu, perlahan ia mengulurkan tangannya juga dengan cepat pria itu mengenggamnya.
Tiba-tiba perasaan Laura menjadi tenang, "Ayo ikut aku!"
Laura menuntun pria itu dan membawanya ke mobil.
Didalam mobil sambil memasang safety belt pada pria itu, Laura masih bertanya, "Siapa nama anda?"
Tak ada jawaban juga.
Laura akhirnya menyerah, ia memutar-mutar jalanan sambil berpikir akan dibawa ke mana pria ini.
Sejam mengelilingi kota, Laura membawa pria itu ke apartemen miliknya.
Begitu sampai di parkiran, Laura berpikir kembali bagaimana bisa membawa pria aneh ini ke dalam apartemen miliknya tanpa dicurigai orang-orang.
Laura menjentikkan jarinya di samping wajahnya, ia baru mendapatkan ide untuk mengelabui orang-orang.
Laura mengambil jaket kekasihnya yang ada jok mobil belakang dan memakainya kepada pria itu, memakaikan topi miliknya dan masker penutup mulut.
Ia tersenyum melihat pria itu lalu menyuruhnya untuk keluar dari mobil. Berjalan ke dalam apartemen, Laura memegang tangan pria itu.
Penjaga keamanan memperhatikan seseorang yang disampingnya Laura.
"Dia temanku sedang sakit," ujarnya berbohong.
Orang-orang yang memperhatikannya pun paham.
Laura membuka pintu apartemen dan mempersilakan pria itu masuk.
Pria yang tak diketahui namanya melihat sekeliling ruangan apartemen.
"Aku tidak tahu namamu siapa, jadi mulai hari ini ku memanggil kau, Keenan!"
Pria itu masih bingung.
Laura menarik Keenan ke kamar dan memerintahkannya membuka pakaiannya yang dikenakan.
Tanpa Laura sadari Keenan membuka seluruh pakaiannya membuat ia membulatkan matanya.
Dengan menutup mata, Laura mendorong Keenan ke kamar mandi. "Bersihkan dirimu sekarang!"
Laura menutup pintu kamar mandi lalu berjalan ke lemari mencari pakaian yang akan dikenakan Keenan.
"Pakai baju siapa dia 'ya?" gumamnya, sambil mencari pakaian yang pantas dan cocok untuk pria itu.
Akhirnya jatuh pada kaos oblong ukuran besar dan celana ponggol milik Laura.
Hampir 30 menit menunggu di depan pintu kamar mandi, Keenan akhirnya keluar dengan handuk melilit di pinggangnya. Tampak jelas, otot tubuh membuat Laura terperangah.
Keenan memperhatikan tubuhnya mengikuti arah mata wanita itu.
"Pakai ini!" menyodorkan baju dan celana.
Keenan memandangi pakaian yang ia gunakan.
"Kau tidak bisa memakainya?"
Keenan menggelengkan kepalanya.
Laura akhirnya memakaikan kaos oblong ukuran besar ke tubuh Keenan. Ia sampai jinjit agar sampai memasuki baju tersebut ke kepala.
"Ini pakai sendiri!" menyodorkannya ke tubuh Keenan.
Pria itu masih diam.
"Astaga, apa aku harus yang memakaikannya?"
Laura jongkok lalu memejamkan matanya, "Cepat lepaskan handuknya!" mengarahkan celana ke kaki Keenan.
"Angkat kakinya, Keenan!" titahnya.
Keenan mengikuti perintahnya.
Laura bernafas lega karena akhirnya bisa memakaikan pakaian pria itu.
Laura menarik tangan Keenan ke arah ruang makan, "Duduk di sini, aku akan membuat makanan untuk kita!"
Pria itu menurut.
Wortel, buncis, brokoli, sawi hijau, bakso ayam dan telur, ia keluarkan dari lemari es. Laura akan memasak capcay, ia berharap bisa mengganjal perut untuk malam ini. Sebelum memasak sayuran, ia menanak nasi walaupun tak sampai 1 liter beras karena memang tersisa segitu.
Hampir 40 menit, mempersiapkannya akhirnya masakan Laura selesai di hidangkan.
"Silahkan makan!" ia menyajikan sayur capcay di atas nasi kepada Keenan.
Pria itu tanpa aba-aba menikmati masakan Laura dengan lahap, membuat Laura terheran-heran.
Keenan mengambil nasi dan sayuran lagi, Laura baru memasuki makanan 2 suapan ke mulut tampak terkejut dengan sikap yang ditunjukkan Keenan.
Tidak sampai 5 menit hidangan habis tak tersisa.
"Sepertinya besok aku akan belanja lebih banyak lagi untukmu!" celetuk Laura.
Selesai makan, Keenan kembali ke mode diam dan tanpa ekspresi.
"Sekarang waktunya kau tidur!" Laura beranjak berdiri.
Begitu juga dengan Keenan yang mengikuti langkah wanita itu.
"Kau tidur di sini, aku akan tidur di kamar sebelah!"
Keenan duduk di ranjang, Laura menutup pintunya ia lalu melangkah ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya tak lupa ia juga mengirimkan pesan kepada kedua orang tuanya jika dirinya menginap di apartemen.
Karena saking lelahnya, Laura dengan cepat memejamkan matanya.
-
Hidung Laura mengendus sesuatu walaupun matanya terpejam ia merasakan bau yang begitu harum.
Laura perlahan membuka matanya dengan cepat ia memundurkan tubuhnya dan terjatuh ke lantai. Matanya melebar kala melihat Keenan tidur di sebelahnya tanpa baju.
"Ya ampun, kenapa dia bisa tidur di sini?" gumamnya.
Laura melangkah memutari ranjang dan menarik tubuh Keenan turun namun tenaganya tak cukup kuat hingga dirinya kelelahan.
Laura menggoyangkan tubuh Keenan agar bangun hasilnya sia-sia, pria itu masih tetap tertidur.
Akhirnya, Laura memilih tidur di lantai beralaskan karpet.
****
Keesokan paginya, Laura terbangun seperti biasanya ia melihat dirinya telah berada di ranjang. Lantas, duduk dan melihat pakaiannya masih utuh. Laura mengarahkan pandangannya pada jam dinding yang menunjuk ke arah angka 6.
Laura bergegas ke kamar mandi, membersihkan diri selesai berpakaian ia mencium aroma masakan dari arah dapur.
Dengan cepat kaki melangkah ke ruangan itu, "Keenan sedang apa?"
Keenan menyajikan makanan di meja, Laura melihat begitu banyak menu yang tersaji. "Kau masak sebanyak ini?"
Keenan tak menjawab.
Laura baru ingat jika tidak ada stok bahan makanan di lemari es, ia berlari membuka benda elektronik tersebut, ternyata di dalam penuh dengan aneka sayur, ikan serta daging.
Laura lantas menutup pintu lemari es lalu mengarahkan pandangannya kepada Keenan yang sudah duduk. "Kau belanja bahan masakan sebanyak ini pakai uang siapa?"
Keenan memegang dan menunjukkan dompet milik Laura.
Laura dengan cepat meraih dompetnya, "Astaga, kau mengambil uang ku tanpa seizinku. Kau sungguh lancang!" ucapnya kesal.
Keenan tak memperdulikan ocehan Laura, ia malah terlihat sibuk dengan makanannya.
Laura menarik kursi duduk saling berhadapan ia menatap Keenan. "Dari mana kau berasal?"
Keenan berhenti sejenak lalu menatap wanita yang ada dihadapannya tanpa ekspresi.
Laura yang ditatap serasa terhipnotis dengan ketampanan yang dimiliki pria itu.
Keenan tak menjawabnya.
"Kau harus pulang, tidak mungkin tiap hari di sini!" Laura memijit pelipisnya.
Keenan menyodorkan sendok yang terisi bakso ke hadapan Laura, wanita itu terlihat bingung.
Wajah Keenan seakan menyuruh Laura membuka mulutnya.
"Aku tidak mau!" tolak Laura.
Keenan menarik kembali sendok lalu diarahkan ke mulutnya, ia mengunyahnya dan begitu sangat lahap.
Laura akhirnya meletakkan beberapa macam masakan ke dalam piringnya dan mulai menikmatinya, "Ini sungguh enak!" pujinya.
Keenan tak membalas pujian wanita itu.
"Apa kau tidak bisa berbicara?"
Keenan menggelengkan kepalanya.
"Huh!"
Keenan membereskan beberapa piring kotor dan hanya menyisakan satu piring yang masih berisi makanan milik Laura.
Keenan mencucinya dengan sangat cepat tak sampai 5 menit, Laura yang melihatnya merasa heran dan bingung. Ia lantas berdiri dan melangkah mendekati pria itu.
"Apa kau makhluk aneh dari planet lain?" tanya Laura.
Keenan belum menjawab, Laura sudah terpental sejauh 2 meter hingga dirinya pingsan.
Keenan mendelikkan matanya, ia berlari lalu meletakkan kepala Laura di pahanya. "Maaf!"
Keenan membopong tubuh Laura dan membawanya ke kamar lalu merebahkannya di ranjang. Merapikan rambutnya dan menyelimuti tubuhnya, ia sejenak memandang wanita itu.
Sejam kemudian Laura terbangun memegang kepalanya, ia mengedarkan pandangannya. "Kenapa aku di sini?"
Laura berusaha mengingat apa yang terjadi sejam yang lalu namun ia tak berhasil menemukannya. Ia lantas turun dari ranjang berjalan ke arah dapur. "Keenan!"
Nama orang yang dipanggil tak kunjung datang. "Di mana dia?" gumamnya.
Laura mencari pria itu di seluruh ruangan apartemen.
"Keenan, kau di mana?" panggil Laura.
Pria yang dipanggil tak menyahut.
"Lebih baik aku ke kantor saja, baguslah jika dia memang sudah pulang ke rumahnya," ujar Laura.
Ia pun berangkat ke kantor, mengendarai mobilnya.
Begitu sampai, Laura sudah kedatangan seorang tamu. "Kenapa kau di sini?" tanyanya ketus.
"Bukankah kita ingin membicarakan kerja sama?"
"Kau bisa mengirimkan perwakilanmu saja," jawabnya.
"Aku sengaja tidak mengirimkan wakil karena ingin bertemu denganmu."
"Mario cemburu padamu, jadi tolong jaga jarak diantara kita."
Martin tertawa.
"Aku serius!" menatap tajam.
"Aku juga serius dengan kamu!" Martin tersenyum manis membuat Laura tak bisa menolak pesona lelaki itu.
Laura menghela nafas.
-
-
Sore harinya, Laura kembali ke apartemennya. Ia ingin mengosongkan isi lemari esnya, karena ia akan pulang dan tidur di rumah orang tuanya.
Laura membuka pintu dan melangkah masuk, namun ia terkejut kala melihat Keenan sedang mengepel.
Laura mengerutkan keningnya, "Pintu terkunci, bagaimana dia masuk?"
Laura mendekati pria itu, "Tadi pagi aku mencarimu tapi tak ada. Kenapa tiba-tiba kau sudah di sini?"
Pria tak menjawab, malah melanjutkan pekerjaannya.
Laura memukul kepalanya, "Apa aku sedang bermimpi?"
Tak mau kepalanya makin pusing, Laura pergi ke kamarnya. Ia membawa pakaian kotor yang kemarin, ke dalam kantong plastik dan akan dibawa pulang biar dicuci.
Laura ke luar kamar, ia menghampiri Keenan yang sedang memasak. "Aku mau pulang dan tidur di rumah orang tuaku, nanti akan ada orang yang membawa pakaian untukmu."
Keenan tetap melakukan aktivitas masaknya.
Laura pun berjalan mendekati pintu, ia berhenti sejenak membuka tasnya mencari kunci mobil. Setelah di dapat, ia mendongakkan kepalanya. Laura kaget dihadapannya ada Keenan yang berdiri.
"Kau mengejutkan ku saja!" Laura mengelus dadanya.
Keenan berdiri dengan tatapan dingin.
"Aku mau keluar, bisakah kau minggir!" pintanya.
Keenan tetap bergeming.
"Kau boleh tinggal di sini dan memakan semua makanan di dalam lemari es," ujar Laura.
Keenan tetap diam.
Laura menghela nafas, ia lalu mendorong tubuh Keenan yang menghalangi pintu namun sangat sulit karena terlalu berat.
"Keenan, bisakah kau minggir?"
Keenan memegang tangan Laura membuat wanita itu mendelikkan matanya.
"Hei, apa yang ingin kau lakukan?" Laura tampak panik.
Keenan memejamkan matanya sejenak lalu kembali membukanya.
Laura lantas berujar, "Temani aku ke tempat laundry, setelah itu kita ke toko pakaian untuk membeli pakaianmu!"
Keenan sekilas menarik ujung bibirnya.
Laura berjalan bersama dengan Keenan ke parkiran. Ia mengendarai mobil ke tempat laundry. Padahal ia berencana akan pulang ke rumah namun tiba-tiba ia lupa dengan rencananya itu.
Laura menitipkan pakaian kotornya ke tempat laundry, Keenan menunggunya di mobil.
Selesai membayar tagihan, Laura berjalan ke mobil dan melesat ke toko pakaian.
Begitu Laura membuka pintu, karyawan dan para pengunjung menatap aneh Keenan karena memakai pakaian perempuan.
Laura melihat ke arah Keenan yang menutup matanya lalu membukanya kembali.
Seketika yang berada di dalam toko sikapnya berubah. Mereka tampak seperti biasanya tanpa tatapan aneh.
Laura semakin tidak mengerti, siapa sebenarnya pria yang bersama dirinya saat ini.
Laura menarik tangan Keenan ke bagian pakaian pria. "Sekarang pilih yang mana kau mau!"
Keenan hanya melihat saja tanpa mengambilnya.
Akhirnya, Laura yang memilihkannya. Mengambil satu persatu pakaian lalu dicocokkannya ke tubuh Keenan sambil tersenyum tanda pantas dikenakan.
Hampir 30 menit memilih, Laura membeli 4 pasang pakaian tuk dipakai sehari-hari, 2 pasang pakaian tidur dan 1 lusin pakaian bagian dalam. Ia kemudian membayar tagihan belanja lalu menyuruh Keenan membawakan kantong belanjaannya.
Di dalam mobil, Laura berkata, "Aku rasa beberapa pakaian ini cukup untukmu, lain waktu kita belanja lagi!"
Keenan mengangguk pelan.
Laura tersenyum, "Aku pikir kau tidak bisa merespon!" Ia menghidupkan mesin mobil dan melesat ke apartemen.
Baru membuka pintu, suara ponselnya berdering. Laura melihat nama yang tertera, "Mama!" lirihnya m
Ia lalu menjawabnya, "Halo, Ma!"
"Kamu di mana?"
"Aku di apartemen."
"Kenapa tidak pulang?"
Laura tak bisa menjawabnya.
"Laura, kenapa?"
"Besok aku harus ke kantor pagi-pagi sekali jadi menginap di sini."
"Kamu tidak berbohong, kan?"
"Tidak, Ma. Mama tak perlu khawatir, aku takkan pergi ke klub malam lagi!"
"Mama pegang janjimu!".
"Ya, Ma."
"Pria yang bersamamu di toko pakaian itu siapa?"
Laura menelan salivanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!