Wanita cantik yang wajahnya sudah dirias menjadi pengantin, terlihat cantik sampai-sampai semua orang yang melihat ke arahnya memuji kecantikan gadis itu, yang saat ini duduk di sebelah calon suami yang tidak pernah gadis itu cintai, bahkan tidak dikenal.
Gadis itu hanya menunduk tanpa berani mengangkat kepalanya selama ijab qobul berlangsung, karena saat ini gadis itu sedang menyembunyikan air matanya.
Dan saat telinganya mendengar suara tegas ucapan sah dari para saksi, air matanya langsung banjir membasahi pipi, sampai semua orang bisa melihat bahwa gadis itu sedang menangis.
Namun mereka tidak berpikir negatif karena sudah biasa bila pengantin menangis bahagia, tapi bukan air mata bahagia yang gadis itu rasakan, air mata kehancuran karena mulai saat ini gadis itu milik pria lain, bukan sebagai kekasih dari kekasihnya yang saat ini berada di penjara.
Saat suaminya mencium kening gadis itu, perasaan gadis itu semakin merasa bersalah, karena sudah meninggalkan tunangannya yang berada di penjara demi menikah dengan pria lain karena menyelesaikan hutang sang ibu.
"Heena, sayang selamat ya?" ucap Ibu Jamilah sebagai ibunya Heena.
Heena mengangguk, kemudian Heena bersama pria yang menjadi suaminya baru beberapa detik lalu, yang bernama Michael Henderson, kini berjalan menuju pelaminan.
Tiba di sana Heena masih terus menangis, sembari menyalami tamu undangan, semua orang menganggap Heena menangis bahagia.
"Sudah, jangan menangis terus nanti make up nya luntur," ucap salah satu ibu-ibu tamu undangan.
Heena hanya bisa mengangguk dan memaksa tersenyum.
Setelah menyalami antrian tamu undangan yang cukup panjang, kini Heena juga Michael istirahat duduk di pelaminan.
Duduk dalam termenung nya itu ingatan Heena kembali diwaktu awal mula semua ini terjadi.
Saat itu Heena dengan kekasihnya yang bernama Aldebaran Al-Gazali, telah bertunangan dan akan segera melangsungkan pernikahan satu bulan lagi.
Setelah hari-hari dilewati kini tibanya hari pernikahan begitu dekat, Heena dan Aldebaran sudah menyiapkan semuanya, namun satu Minggu sebelum hari pernikahan, Papanya Aldebaran pamit pergi keluar kota.
Di saat sang Papa pergi Aldebaran merasa tidak enak hatinya, namun mau Aldebaran cegah juga tidak mungkin.
Dan setelah beberapa jam Papa berangkat ke luar kota, Aldebaran mendapat kabar bahwa Papa telah kecelakaan.
Saat itu tubuh Aldebaran langsung lemas bagai tidak bertulang setelah mendapat kabar Papanya kecelakaan.
Ahirnya Aldebaran bersama sang Ibu datang ke rumah sakit, Heena juga ikut menyusul ke rumah sakit.
Setelah menunggu beberapa waktu di depan pintu ruang IGD, dokter keluar dari dalam sana, dari wajah dokter sudah terpancar aura sedih sampai ahirnya dokter pun mengatakan yang sesungguhnya.
"Maaf kami tidak bisa menolong pasien di dalam."
Mendengar penjelasan dokter tersebut, Ibu langsung pingsan sedangkan Aldebaran langsung berjalan masuk memeluk Papa dan menangisi jasad Papa.
Heena masih berada di luar karena Ibu pingsan jadi Heena harus jagain Ibu, sampai tiba-tiba ada dua suster datang membantu Heena untuk membawa Ibu ke ruang rawat, Ibu istirahat di sana.
Heena segera menyusul Aldebaran di ruang IGD, saat kaki Heena baru masuk di ruang IGD matanya langsung melihat sosok yang terlihat sangat rapuh.
Aldebaran menangis sembari meminta papanya untuk bangun lagi, namun bagaimana mungkin yang sudah tiada akan kembali lagi.
Ahirnya Heena mendekat meski melangkah terasa berat kakinya, Heena menenangkan Aldebaran, Heena membisikkan kata-kata keikhlasan, dan bersyukur Aldebaran bisa mulai sudah tenang.
Setelah Aldebaran mulai tenang, baru lah mengurus administrasi dan proses untuk membawa jasad Papa pulang.
Dan hari itu juga jasad Papa di makamkan, Ibu yang juga ikut ke makam terus menangis di sepanjang proses pemakan Papa.
Setelah semua selesai Aldebaran mengajak Ibu pulang, awalnya Ibu tidak mau tapi pelan-pelan Aldebaran membujuk sang Ibu.
Ternyata Ibu memiliki riwayat jantung, Ibu tiba-tiba pingsan, Aldebaran yang juga Heena temani, langsung kembali membawa Ibu ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit, Ibu langsung di tolong dokter, tapi sepertinya takdir buruk sedang menghantam Aldebaran. Dokter menyatakan Ibu meninggal karena serangan jantung.
Heena sebagai kekasihnya Aldebaran menyaksikan sendiri pria itu kini benar-benar hancur kehilangan dua orang yang dicintainya sekaligus.
Bahkan tidak cukup itu saja, sekertaris papanya Aldebaran datang mengatakan bahwa perusahaan Al-Gazali bangkrut.
Saat itu Heena melihat Aldebaran tidak ada aura semangat hidup di mata pria itu, begitu terlihat hancur dan berantakan semua kehidupannya berubah dalam waktu sekejap.
...****************...
...Mohon dukungannya ya kak💖 beri bintang 🌟 lima dibagian penilaian. Juga like, vote, dan komen....
Hari telah berlalu.
Satu Minggu kemudian.
Berita-berita miring tentang Papa Bagas yang telah melakukan penggelapan dana perusahaan dan menipu beberapa kliennya, kini berita itu beredar di sosial media, TV dan di koran.
Kini para petinggi perusahaan Al-Gazali Group tampak sedang meeting di dalam sana.
Namun wajah-wajah semua orang tampak lesu, karena tidak menemukan jalan keluar satu pun.
Ditambah Para investor menarik seluruh sahamnya, kini perusahaan Al-Gazali Group benar-benar dilanda kehancuran.
"Aku akan bertanggung jawab."
Sebuah kalimat yang mampu membuat semua orang yang ada di ruangan itu langsung mendongakkan kepala menatap Aldebaran.
"Dan kalian ingat ... orang yang saat ini tertawa melihat kehancuran keluargaku ... akan aku buat menyesal!" Matanya menatap tajam, disertai nada bicaranya yang sangat dingin.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Aldebaran berdiri didampingi Asisten Dika.
Dan saat pintu ruang terbuka kini sudah nampak dua polisi, Aldebaran tidak mempersulit, ia langsung mengikuti pergi ke kantor polis.
Namun saat sampai di depan gedung perusahaan, di luar banyak masyarakat demo, serta wartawan yang berebut menggali informasi.
[Penjarakan dia!]
[Putra orang penipu!]
[Penjarakan dia!]
[Penjarakan dia!]
Suara-suara para orang-orang pendemo sudah seperti kaset rusak di ingatan Aldebaran.
Kini Aldebaran dan Asisten Dika dan para polisi sudah berada dalam mobil, meski tadi agak rumayan kesulitan karena wartawan mendekat dan menyulitkan untuk berjalan
Di rumah kediaman Heena.
"Mama tidak mau tahu ... kau harus putuskan Aldebaran!" ucapnya tegas dan tidak mau dibantah.
"Ma ... kenapa? apa alasan mama?" Heena mengguncang bahu Ibu Jamilah.
Ibu Jamilah menurunkan tangan Heena dari bahunya dengan kasar. "Kau hanya perlu menurut tidak perlu tahu alasan Mama!"
"Dan sampai kapan pun Heena tidak akan pernah putusin Aldebaran." Matanya menyipit tajam.
Plak.
Tamparan keras itu seketika membuat wajah Heena menoleh ke samping bersamaan dengan sebagian rambut lurusnya menutup wajah.
"Berani ... beraninya kamu melawan Mama, hah!" Menunjuk wajah Heena dengan marah.
Heena merasakan pipinya yang panas bekas tamparan ibunya.
Heena mengusap pipinya seraya melirik kearah ibunya. "Heena berhak tahu alasan Mama ..." Heena menahan tangis.
Ibu Jamilah membuang muka seraya menghela nafas berat.
Dan setelah itu Ibu Jamilah tampak berjalan keluar dan kembali lagi masuk ke kamar Heena dengan membawa sesuatu.
"Baca ini!" Ibu Jamilah melempar map coklat kearah Heena.
Heena mengambil map coklat itu kemudian membaca isinya.
Deg ....
Seketika mulutnya menggangga karena terkejut, matanya membola dan terus membaca, menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya.
Heena menggigit bibir bawahnya untuk menguatkan diri seraya beralih menatap ibunya. "Katakan ini semua tidak benar, Ma!" Menahan gejolak hati, kini tubuhnya tampak bergetar.
"Apa kau mau hidup susah!" Menatap tajam kearah Heena.
"Jika kau mau hidup susah ... apa kau tega dengan adikmu?"
"Aldebaran sudah tidak punya apa-apa lagi ... dan hutang Mama harus dilunasi!" Ibu Jamilah berteriak hingga penuh suaranya di seisi ruangan.
Brakk.
Ibu Jamilah keluar kamar seraya menutup pintu dengan kasar lalu menguncinya.
"Tidak ..."
Heena berteriak, kali ini air matanya tumpah tanpa bisa lagi ia bendung.
Kantor Polisi.
"Maaf Tuan, dari semua hasil laporan yang saya terima ... semua mengarah kepada pak Bagas." Polisi itu menatap Aldebaran.
Polisi itu sementara menghentikan ucapannya saat Asisten Dika sedang menunjukkan sesuatu di handphonenya kepada Aldebaran.
"Perusahaan Al-Gazali Group, sudah tidak ada harapan lagi Tuan."
Seketika Aldebaran mengepalkan tangannya, matanya menyipit tajam menatap Asisten Dika. "Terus selidiki." Menggunakan bahasa mata.
Ya, saat ini Perusahaan Al-Gazali Group menjadi berita trending topik nomor satu di sosial media, perusahaan besar yang kini telah bangkrut.
Asisten Dika masih setia menemani Aldebaran hingga polisi membawanya ke tahanan, setelahnya ia pergi meninggalkan tempat itu.
Keesokan harinya.
Pria tampan itu langsung menegakkan pandangannya lurus ke depan. Wajahnya yang tadinya terlihat dingin, kini berangsur-angsur berubah hangat. Bibir warna merah alami langsung membentuk garis lengkung, begitu dia melihat kekasihnya yang datang.
"Al ..." Heena langsung berdiri dari duduknya, lalu berjalan mendekati Aldebaran dan memeluknya.
Keduanya saling memeluk untuk beberapa saat, tidak mempedulikan pasang mata yang menatapnya.
Ibu Jamilah mendesah kasar melihat adegan dua orang sejoli seraya membuang muka lebih milih menatap yang lain.
Setelah melerai pelukannya Heena dan Aldebaran kini duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatas.
Dua polisi berdiri di samping belakang tidak jauh dari ketiganya.
"Al ... maafkan aku." Heena memulai membuka suara.
"Maaf untuk apa? aku yang harusnya minta maaf, karena sekarang berada di sini." Menatap bersalah.
"Tidak Al, aku yakin papa di fitnah ... ini semua tidak benar." Heena memaksa senyum meski tampak sedih.
Makasih Heena sudah percaya kepadaku dan keluargaku, batin Aldebaran.
Ibu Jamilah yang sudah tidak sabaran langsung memotong interaksi keduanya.
Hingga membuat Aldebaran langsung menatapnya, yang sebelumnya tidak menganggap kehadirannya.
"Lupakan Heena, Aldebaran!"
"Melupakan." Aldebaran tertawa, menganggap Ibu Jamilah hanya lelucon.
Ibu Jamilah langsung memperjelas ucapnya, "Heena akan saya nikahkan dengan pria kaya ... hubungan kalian berakhir di sini."
Deg ....
Tidak hanya Aldebaran yang kaget mendengar ucapan Ibu Jamilah, tapi Heena juga kaget, ia tidak menyangka ibunya tega bicara semenyakitkan itu kepada Aldebaran.
"Ma ..." Heena menyentuh tangan ibunya seraya menggelengkan kepala, seolah meminta Ibu Jamilah untuk menyudahi ucapannya.
Namun bukan Ibu Jamilah bila berhenti begitu saja, karena sudah mengatakan sebagian permasalahan maka harus ia tuntaskan.
Ibu Jamilah menyingkirkan tangan Heena, seraya menatap tajam kearah Heena.
"Saya sebagai Ibu tidak ingin melihat putri saya menderita!"
"Kau sekarang hanya pria miskin ... kau tidak punya apa-apa lagi!" Menunjuk Aldebaran dengan nafas memburu.
"Heena ayo kita pergi!" Meraih tangan Heena dengan kasar lalu menarik untuk ikut berjalan keluar.
"Tunggu!" Aldebaran berdiri lalu berjalan sedikit mendekat.
Heena menoleh ke belakang menatap Aldebaran dengan perasaan bersalah, kini mata keduanya saling bertemu.
Namun Ibu Jamilah tetap tidak bergeming, dan hanya ada senyum sinis di wajahnya seraya menatap pintu keluar.
"Aku yakin bisa membahagiakan Heena dengan segala cara yang aku miliki." Aldebaran mengambil nafas panjang. "demi Heena saya akan segera keluar dari sini dan membuktikan bahwa keluargaku tidak bersalah."
Mendengar kata demi Heena, seketika air mata Heena tumpah, Heena tahu Aldebaran sangat mencintainya begitu dalam dan ia takut perpisahan ini juga akan menyakitinya begitu dalam.
Ibu Jamilah sama sekali tidak terprovokasi, ia langsung menarik tangan Heena.
"Ayo Heena!" Menarik kasar tangan Heena.
"Ma ... Aldebaran ...." Heena seraya memberontak namun ibunya sangat kuat mencekal dan terus menariknya.
"Heena ... Heena." Aldebaran menyusul Heena, namun dua orang polisi yang tadi menjaganya langsung mencekal pergelangan tangannya. "Maaf Tuan, mari kembali ke sel."
Aldebaran memberontak. "Ah, lepaskan aku mau menyusul Heena ... Heena ... Heena."
Namun usahanya gagal, karena bertambah dua orang polisi yang ikut membawanya ke dalam sel.
Arghhhh.
Aldebaran mencakar rambutnya sendiri, rasanya benar-benar frustasi. Terlihat beberapa kali ia meninju-ninju dinding ruang sel, hingga tampak darah segar keluar dari jemari-jemari tangannya, seolah menyalurkan rasa sakitnya.
Keesokan harinya.
Seorang wanita cantik tampak berjalan tergesa, rambutnya yang keriting hasil karya salon ikut mengayun seirama dengan langkah cepatnya.
Kini tangannya telah menjangkau tangan seorang pria yang mengunakan pakaian atasan putih bawahan hitam. Pria itu menoleh, hidungnya semakin terlihat mancung dari arah samping. Hanya melirik wanita yang saat ini di sebelahnya.
"Al ...ijinkan aku membantumu."
"Aku akan membantumu terbebas ... dan setelah ini kita menikah dan akan hidup bahagia," Mulan sangat yakin dengan ucapannya.
Aldebaran tergelak tawa mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan Mulan.
Tidak mau meladeni wanita aneh menurutnya, kini dua orang polisi membawanya kembali berjalan menuju ruang pengadilan.
"Al ...." teriak Mulan.
"Bahkan disaat kondisi seperti ini dia tidak menengok padaku." Mulan mengepalkan tangannya.
"Dengan demikian kami para Hakim menyatakan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya dari berbagai bukti yang ada ... dengan ini Saudara Aldebaran Al-Gazali kami nyatakan mendapat hukuman penjara selama lima tahun." Hakim mengetuk palu tiga kali.
Mendengar pernyataan dari Hakim seketika Aldebaran menatap kosong kearah bawah, kepalanya tertunduk dan terlihat beberapa kali membuang nafas kasar seraya terkekeh masam.
Di kursi belakang Asisten Dika menatap nanar kearah bosnya, merasa iba kini semua yang bosnya miliki telah pergi satu per satu.
Berawal dari kedua orang tuanya yang meninggal, lalu Perusahaan bangkrut, dan ditinggal tunangannya menikah dengan pria lain.
Sekarang yang dirinya lihat Bosnya mendapat hukuman penjara selama lima tahun.
Asisten Dika menghela nafas panjang. "Tuan," sapaannya sambil berdiri saat melihat Aldebaran bersama dua orang polisi.
Aldebaran menaikan sedikit ujung bibirnya, lalu menepuk pundak Asisten Dika. Seolah ia baik-baik saja.
Asisten Dika menatap punggung Aldebaran yang terus berjalan didampingi dua orang polisi hingga hilang dari pandangan matanya.
Dan setelah kepergian Aldebaran dan dua orang polisi yang mendampinginya. Matanya menangkap sosok yang sangat ia kenal.
"Mulan," gumamnya.
"Sepertinya itu Mulan." Asisten Dika lalu mengejarnya.
Aldebaran mengusap wajahnya dengan kasar dan membuang nafas kasar berkali-kali.
Bahkan jemari-jemari tangannya penuh luka yang habis ia gunakan untuk memukul dinding sedari tadi tidak kenal sakit.
Aldebaran tidak menghiraukan perkataan polisi yang memintanya untuk tenang.
Saat ini ia hanya ingin marah, dan melampiaskan amarahnya dengan memukul dinding.
Aldebaran berdiri dari duduknya pikirannya terus mengingat waktu lima tahun yang akan ia habiskan di dalam jeruji besi itu.
Aldebaran berteriak dan memukul dinding lagi berulang kali.
Arghhh.
Bug bug bug bug.
Kepalan tangannya yang penuh luka benar-benar tidak membuatnya merasa sakit, ketika ingatannya kembali kepada Heena wanita yang sangat ia cintai kini telah menjadi milik orang lain.
"Nona Heena hari ini melangsungkan pernikahan dengan tuan muda Mickael."
"Nona Heena dijodohkan untuk melunasi hutang ibunya, Tuan."
Aldebaran memejamkan matanya sesaat dengan tangannya masih terkepal ke dinding, gemuruh panas di hatinya membuncah tapi ia tidak tau harus dengan cara apa saat ini untuk mengurangi rasa sesak itu.
Sakit, ya, sangat sakit hingga ke relung hati. Aldebaran meremat baju di dadanya seakan meremat hatinya yang sudah hancur di dalam sana.
Aldebaran balik badan lalu tubuhnya meluruh ke bawah bersamaan itu pandangannya kosong menatap lurus ke depan.
Aldebaran menggelengkan kepalanya beberapa kali, terlihat sekali bahwa ia masih belum bisa menerima takdir pahit ini.
Sebagai seorang pria ia juga memiliki kerapuhan ketika penyemangat hidupnya telah pergi meninggalkan dirinya seorang diri dan hanya menyisakan kenangan.
Ayahnya, ibunya, dan Heena kekasihnya. Ketiga nama itu kembali membuat Aldebaran tertunduk diam menatap bawah dengan tubuh bergetar hebat, bertanda ia sedang merasakan sakitnya kehilangan.
Satu kalimat, sakit tak berdarah.
Hari terus terlalui tanpa ada bahagia tanpa apa ada tujuan, Aldebaran seolah kehilangan pijakan yang memberikan dirinya kekuatan.
Tidak ada senyum auranya semakin dingin siapapun orang yang berada di dalam penjara tidak ada yang berani mengusiknya.
Tidak ada lagi air mata, Aldebaran lebih banyak diam dan menyendiri.
Sesekali Asisten Dika mengunjungi Aldebaran di Lapas, memberikan semangat dan mensuport supaya Aldebaran mau bangkit lagi. Namun seolah hal itu bukan hal yang mudah bagi Aldebaran.
Terus seperti itu hingga hari berganti bulan bahkan tahun.
Hingga tiba hari ini di tahun kedua Aldebaran sudah mulai bisa berdamai dengan takdirnya, meski senyumnya belum bersinar di wajahnya namun pria tampan bernama Aldebaran itu sudah mulai mau berbicara dan mulai memiliki rencana tujuan hidupnya kembali.
Asisten Dika merasa bersyukur melihat Bosnya sudah kembali seperti dahulu, tidak dalam keterpurukan lagi.
Hingga waktu terus bergulir kini Asisten Dika memulai usaha baru dengan ide-ide yang diberikan Aldebaran.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!