Adira merupakan seorang gadis cantik yang merupakan putri ke dua dari pasangan Abizar dan Nia. Selain cantik, Adira juga seorang gadis yang ceria tapi sedikit ceroboh. Ia mewarisi keahlian ibunya yaitu pandai memasak dan masakannya sangat enak.
Pagi-pagi sekali Adira sudah menyiapkan sarapan untuk kekasihnya dan Adira ingin membuat kejutan dengan mengantarkan langsung ke apartemen Leo. Adira memarkirkan mobilnya di basemen. Ia merapikan penampilannya sebelum keluar dari dalam mobil. Dengan langkah girang Adira berjalan menuju unit apartemen Leo.
Adira langsung membuka kode apartemen Leo yang memang sudah ia ketahui sejak berpacaran dengan pria itu satu tahun yang lalu. Perasaan Adira menjadi tidak enak ketika ia mendapati sepasang high heels di tepi pintu. Ia kemudian berjalan masuk untuk melihat ke dalam. Perasaan Adira semakin tidak menentu saat melihat beberapa potong pakaian yang berceceran di ruang tamu. Degupan jantungnya semakin kuat saat tangannya perlahan membuka pintu kamar Leo.
Tempat makanan yang di bawa oleh Adira terhempas begitu saja ketika melihat sang kekasih sedang tertidur di atas ranjang dengan wanita lain. Suara nyaring itu membuat Leo terbangun.
"Adira apa yang kau lakukan di sini ?" Leo mendudukkan tubuh telanjangnya di tempat tidur.
"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan bersama wanita itu ?"
Leo segera melihat ke samping tempat tidurnya mendengar ucapan Adira.
****
Umpat Leo saat ia melihat wanita yang sedang tertidur pulas di sampingnya.
"Adira aku bisa menjelaskan semuanya."
"Tidak perlu. Mulai sekarang aku memutuskan hubungan kita." kata Adira tegas lalu berjalan meninggalkan kamar Leo.
"Adira, tunggu." dengan cepat Leo mengenakan celana boxernya dan segera mengejar Adira.
Suara berisik membuat wanita yang sedang tertidur itu terjaga. Bukannya terkejut melihat tubuhnya yang polos, wanita itu malah tersenyum. Wanita itu bernama Bela salah seorang staf yang bekerja di perusahaan yang di pimpin oleh Leo milik keluarganya.
"Adira tunggu !" Leo berhasil menggapai tangan Adira, namun dengan cepat Adira menepisnya.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotor mu itu." kata-kata terakhir Adira sebelum keluar dari apartemen Leo.
Leo menatap nanar punggung Adira yang berjalan menjauh sehingga masuk ke dalam lift. Ia mengusap wajahnya kasar. Menyesali perbuatannya.
Sementara itu Bela terlihat menangis saat Leo kembali ke kamar.
"Pak Leo apa yang terjadi ?" tanya Bela sesegukan.
"Aku tidak ingat apapun. Ambil ini dan lupakan apa yang terjadi." Leo melempar sejumlah uang yang sangat banyak di hadapan Bela.
"Aku tidak ingin melihat mu saat aku keluar dari kamar mandi." perintah Leo tanpa memandang ke arah Bela.
*
Adira mengusap air matanya yang mengalir begitu saja tanpa bisa ia cegah. Adira berjalan cepat masuk ke dalam mobilnya. Pikirannya sedang kacau saat ini. Ia mengendarai mobilnya tanpa arah tujuan.
Tak terasa hari sudah semakin siang. Ia merasakan perutnya lapar karena tidak sarapan tadi pagi.
"Dasar si Leo breng**k !" Adira mengumpat kesal mengingat kejadian tadi pagi.
Adira menghentikan mobilnya di sebuah warung makan yang ada di sana. Meskipun dari keluarga yang kaya Adira tidak pernah gengsi makan di warung pinggir jalan maupun berteman dengan orang-orang dari kalangan bawah. Begitu yang di ajarkan oleh keluarganya. Tidak memandang seseorang dari paras rupa apalagi harta.
Saat Adira tengah menikmati makanannya, dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan datang menghampiri. Kedua bocah yang terlihat lusuh itu melihat makanan Adira sambil menelan ludahnya.
"Kalian mau makan ?" tanya Adira lembut. Keduanya dengan cepat mengangguk bersamaan.
"Bu minta dua porsi nasi goreng dan dua teh es lagi." pinta Adira kepada ibu penjual makanan.
Kedua bocah itu tersenyum mendengar nasi goreng dan teh es. Dan senyuman itu menular ke Adira. Ya ampun, hanya dengan makanan sederhana itu sudah bisa membuat mereka bahagia. Lalu mengapa aku harus bersedih. Batin Adira.
Adira melihat kedua bocah itu begitu lahap makan nasi goreng yang di pesannya. Dalam sekejap keduanya sudah menghabiskan makanan dan minumannya.
"Terima kasih kakak cantik." ucap kedua anak itu sebelum pergi.
"Sama-sama." balas Adira sambil tersenyum. Ia bersyukur bisa dilahirkan dari keluarga yang bercukupan sedangkan orang lain mungkin tidak seberuntung dirinya.
Setelah membayar makanannya, Adira kembali ke dalam mobil untuk melanjutkan perjalanannya yang entah mau kemana. Tanpa sengaja ia melihat pantulan wajah di kaca spion mobil dan teringat kata-kata kedua anak tadi yang memanggilnya kakak cantik.
"Benar. Aku memang cantik." puji Adira pada dirinya sendiri.
"Aku bisa mencari yang lebih baik dari pria murahan seperti mu." kata Adira yang enggan menyebut nama mantan kekasihnya yang telah berselingkuh. Kemudian wanita itu mulai menjalankan mobilnya kembali menyusuri jalanan.
Keesokan harinya seperti biasa Adira kembali menjalankan aktivitasnya menjadi manajer di butik milik mamanya. Ya, Adira seperti mamanya, Nia yang tidak berminat dengan pekerjaan kantoran. Ia lebih senang dengan jurusan tata boga seperti memasak, membuat kue, desainer dan lainnya.
Adira masih berdiam di dalam mobil meskipun saat ini ia sudah tiba di butik tempatnya bekerja karena ia melihat sebuah mobil yang tak asing juga ada di sana.
"Untuk apa lagi si bren**k itu ke mari. Malas sekali bertemu dengannya." Adira menghembuskan napas lemah.
Beberapa saat kemudian jendela mobilnya di ketuk dari luar dan ia menoleh ke arah orang yang telah mengetuk mobilnya. Mau tidak mau Adira memilih keluar karena tidak ingin menjadi perhatian orang-orang yang ada di sana.
"Adira kita harus bicara." kata Leo setelah Adira keluar dari mobil.
"Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. Pergilah, aku tidak ingin melihat mu lagi." ucap Adira sambil berjalan masuk ke dalam butik.
"Aku mohon Adira dengarkan dulu penjelasan ku. Aku tidak melakukan apapun dengan wanita itu. Pasti ada seseorang yang ingin menjebak ku." Leo berbicara sambil mengejar langkah kaki Adira yang berjalan laju.
"Cukup ! Aku tidak butuh penjelasan apapun. Hubungan kita sudah berakhir. Pergilah sebelum aku memanggil keamanan untuk mengusir mu." Perintah Adira tegas yang membuat Leo terdiam.
"Baiklah, aku akan pergi. Tapi nanti aku akan kembali menemui mu lagi setelah perasaan mu lebih tenang." Leo memutar tubuhnya untuk kembali berjalan menuju mobilnya.
Adira menghembuskan napas kasar. Kedatangan Leo sudah menghancurkan suasana hatinya hari ini.
"Aduh." Adira mengusap kening yang terbentur pintu kaca di depannya saat ia memutar badan untuk masuk ke dalam butik.
Sementara itu di sebuah rumah mewah yang jauh dari butik Adira. Sepasang suami istri sedang membicarakan tentang putra semata wayangnya saat ini.
Ririn dan Raka baru saja pulang dari rumah kenalannya yang memiliki anak perempuan untuk di jodohkan dengan Arkan, putranya.
"Sudahlah sayang, jangan sedih. Semua pasti akan baik-baik saja." Raka mencoba menenangkan Ririn yang tengah bersedih karena sampai hari ini sudah sepuluh kali lamarannya tidak di terima.
"Apa kau masih memiliki kenalan yang lainnya ?" tanya Ririn kepada suaminya.
Raka tampak berpikir mengingat-ingat siapa lagi temannya yang punya anak perempuan.
"Apa tidak sebaiknya kita hentikan saja mencari jodoh untuk Arkan ? aku jadi tidak tega melihat lamaran mu di tolak terus." pujuk Raka yang merasa kasihan pada istrinya.
Meskipun orang-orang menolak lamaran dengan cara yang halus dan sopan tetap saja mereka menolak karena tidak ingin anak perempuan mereka mendapatkan suami yang buruk rupa dengan wajah mengerikan meskipun kaya raya.
"Kita coba sekali lagi saja, ya ?" Ririn memohon kepada suaminya.
"Hemm, baiklah. Aku akan bicarakan dulu dengan teman ku." kata Raka yang tidak bisa menolak keinginan istri tercintanya.
Bukan tanpa alasan Ririn berusaha keras untuk mencari jodoh untuk putranya. Pasalnya sudah sejak dua tahun yang lalu wanita itu membujuk Arkan untuk menikah dan melupakan mantan tunangannya yang meninggalkannya karena wajah tampan Arkan berubah cacat akibat kecelakaan yang dialami olehnya. Dan baru dua Minggu yang lalu Arkan memberikan jawaban kepada ibunya.
"Baiklah jika ibu menginginkan aku menikah. Aku serahkan semuanya pada ibu. Carilah wanita manapun yang mau menikah dengan ku. Jika dalam dua minggu ibu tidak menemukannya, maka ibu jangan menyuruh ku untuk menikah lagi."
Begitu syarat yang di berikan oleh Arkan kepada ibunya. Mungkin Arkan sudah bosan mendengar permintaan ibunya yang setiap hari menyuruhnya untuk menikah. Bukan karena wajah cacat yang membuat Arkan menutup rapat pintu hatinya melainkan karena rasa tidak percaya lagi kepada wanita manapun yang hanya memandang rupa dan harta. Tidak ada wanita yang benar-benar tulus mencintai tanpa melihat kedua-duanya itu.
"Bagaimana ? apa kau sudah menghubungi teman mu ? kapan kita akan datang ke rumahnya ?" tanya Ririn tidak sabar.
"Sudah. Malam ini kita akan datang untuk makan malam di rumah mereka." jawab Raka yang baru saja memutuskan panggilan teleponnya.
"Terima kasih, sayang." Ririn memeluk dan mencium pipi suaminya sebagai tanda terima kasih karena sudah menuruti permintaannya terlepas dari di terima atau tidaknya lamaran yang akan mereka bawa malam ini.
Waktu kini sudah sore. Adira sedang bersiap-siap untuk pulang. Baru saja wanita itu keluar dari butik. Matanya kembali melihat mantan kekasihnya sudah menunggu di depan mobilnya.
Adira melanjutkan langkahnya dengan cepat, berpura-pura tidak melihat keberadaan Leo di sana. Tapi sayangnya pria itu menyadari jika Adira sengaja menghindarinya sehingga Leo segera menuju ke arah Adira.
"Adira tolong beri aku waktu sebentar saja." Leo menahan pintu mobil Adira saat wanita itu ingin membukanya.
"Baiklah. Lima menit." kata Adira tegas melihat jam di tangannya.
"Ayo, kita minum dulu di cafe sana ?" ajak Leo dengan lembut.
"Dua menit." kata Adira tanpa menangapi ajakan Leo.
"Aku tidak ingin putus. Aku sangat mencintai mu." kata Leo sebelum Adira pergi dan ia akan hilang kesempatan untuk bicara.
Adira memutar matanya malas mendengar kata-kata Leo.
"Tapi aku tidak." kata Adira cepat memotong perkataan Leo sebelum pria itu berbicara yang lainnya.
"Minggir !" bentak Adira yang ingin membuka pintu mobilnya.
"Adira, aku serius dengan kata-kata ku. Aku .. "
Adira tidak mendengar lagi kata-kata Leo karena ia sudah menjalankan mobilnya meninggalkan butik dan Leo yang masih ada di sana.
Saat tiba di rumah Adira bertemu dengan mamanya.
"Adira apa kau lelah ?" tanya Nia yang sedang duduk di ruang tengah.
"Tidak juga. Kenapa ma ?" Adira balik bertanya.
"Setelah ini tolong mama masak, karena ada tamu yang akan makan malam bersama di rumah." pinta Nia kepada putrinya. Nia tau Adira memang hobi memasak jadi ia selalu melibatkan Adira di dapur jika ada acara keluarga.
"Baik, ma. Adira ke kamar dulu sebentar." kata Adira yang diangguk oleh Nia.
Setengah jam kemudian Adira dan mamanya sudah berkutat di dapur bersama dengan beberapa orang pelayan yang mempersiapkan bahan-bahan masakan.
"Ma siapa yang akan datang makan malam di rumah kita ?" tanya Adira penasaran.
"Lihat saja sendiri nanti malam." jawab Nia yang ingin membuat putrinya semakin penasaran.
"Ah, mama membuat orang penasaran saja." kata Adira kesal yang membuat mamanya terkekeh melihat kekesalan putrinya.
"Sudahlah. Jangan terlalu di pikirkan. Mereka adalah temannya papa."
"Temannya papa yang mana, ma ?" tanya Adira yang tidak puas hati.
"Nanti juga kau akan tahu sendiri. Ayo, fokus pada masakan mu nanti gosong tuh kuenya." goda Nia.
"Ah, mama." balas Adira menanggapi candaan mamanya.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh ketika mereka selesai masak. Adira kembali ke kamarnya untuk mandi dan bersiap karena tamu yang di katakan oleh mamanya akan tiba sebentar lagi. Tak sampai setengah jam Adira sudah kembali ke ruang tengah dan ia di buat terkejut melihat tamu yang baru saja di rumahnya.
"Kamu ?"
Adira begitu terkejut ketika mendapati Leo yang datang ke rumah. Jadi maksud mama tamu yang datang adalah Leo. Batin Adira.
"Selamat malam Adira." sapa Leo yang melihat kedatangan Adira.
"Untuk apa kau datang ke sini ?" tanya Adira ketus.
"Aku datang ke sini untuk .." belum sempat Leo meneruskan kalimatnya Nia muncul tiba-tiba.
"Eh, ada nak Leo." sapa Nia yang melihat kedatangan kekasih putrinya.
"Selamat malam Tante." sapa Leo sambil bersalaman dengan Nia dan Abizar yang juga baru tiba di sana.
"Kebetulan Leo ada di sini, mari sekalian ikut kita makan malam bersama temannya papa." kata Nia menawarkan kepada Leo.
Belum sempat pria itu menjawab Adira sudah lebih dulu bersuara.
"Tidak perlu, ma. Dia sedang buru-buru ingin pergi."
Semua mata yang ada di sana menatap Adira heran mendengar perkataan ketus dari wanita itu.
"Terima kasih, Tante. Kedatangan saya ke sini untuk ..." lagi-lagi perkataan Leo terhenti ketika kedatangan dua orang laki-laki dan perempuan paruh baya.
"Selamat datang tuan dan nyonya Wiratama." Abizar menyambut kedatangan tamu yang telah membuat janji dengannya.
Karena orang yang di tunggu-tunggu telah tiba, maka acara makan malam pun segera dilangsungkan disertai obrolan santai di antara orang tua. Sedangkan Adira dan Leo hanya diam mendengarkan dan sesekali menanggapi seadanya jika ada yang mereka tanyakan.
Setelah selesai dengan makan malam, mereka kembali berkumpul di ruang tamu. Adira sejak tadi menyuruh Leo untuk pulang. Tapi pria tetap ingin tinggal dan akan mengatakan maksud tujuannya kepada orang tua Adira malam ini juga.
"Sebenarnya maksud kedatangan kami adalah untuk melamar putri anda untuk putra semata wayang kami."
Semua orang terkejut mendengar perkataan yang baru saja keluar dari mulut nyonya Wiratama. Begitu juga dengan Adira dan Leo.
Abizar, Nia dan Leo sudah mengetahui jika putra Tuan Wiratama memiliki wajah yang buruk rupa kecuali Adira yang mungkin belum mengetahui. Abizar dan Nia saling berpandangan. Mereka melihat bagaimana wajah terkejut Adira dan Leo. Kedua orang tua Adira tidak berani untuk memberi jawaban atas lamaran yang baru saja diajukan untuk putri mereka.
"Maaf, Tuan, Nyonya Wiratama, sebaiknya kita tanyakan langsung pada orangnya. Mengingat mereka juga sudah dewasa dan berhak menentukan pilihan hidup mereka." kata Abizar bijak karena tidak ingin menyingung Adira dan Leo.
"Tapi ..." kata Leo terhenti ketika dengan lantangnya Adira memberikan jawaban.
"Aku menerimanya Tante."
Semua orang yang ada di sana menatap tidak percaya kepada Adira. Sedangkan Ririn tersenyum senang mendengar jawaban dari gadis cantik yang duduk di depannya itu.
"Tapi sayang sebelumnya Tante ingin bertanya sekali lagi kepada mu. Sebenarnya putra Tante itu memiliki kekurangan. Wajahnya memang tidak tampan. Apa kau bersedia menerimanya sebagai suami ?" kata Ririn yang membuat Adira sedikit terkejut.
Sedangkan Leo tersenyum melihat Adira. Pasti Adira akan menolak lamaran itu setelah mengetahui kenyataannya. Batin Leo percaya diri.
Untuk sesaat Adira terdiam membuat semua orang menduga-duga apa yang akan di jawab oleh Adira. Terlebih lagi Ririn yang merasa jika ia akan mendapatkan penolakan lagi seperti sebelum-sebelumnya.
"Ehm, tidak apa-apa jika kau menolaknya nak. Tante mengerti dan tidak keberatan sama sekali." kata Ririn lagi untuk mencairkan suasana.
"Tidak, Tante. Aku bersedia." jawab Adira yang membuat semua orang terkejut. Terlebih lagi Leo.
"Tapi bagaimana dengan hubungan kita ?" akhirnya Leo membuka suara.
Kedua pasangan suami istri itu menatap Adira dan Leo bergantian. Abizar dan Nia baru tidak tau jika hubungan Adira dan Leo sedang bermasalah. Sedangkan Raka dan Ririn yang menyangka Leo adalah kakak dari Adira ternyata kekasih gadis itu.
"Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi sejak kemarin. Bukannya aku sudah mengatakannya berkali-kali pada mu." jawab Adira yakin.
"Kau tidak mengenal pria itu, bagaimana kau bisa menikah dengannya ?" kata Leo lagi.
"Bagi ku itu tidak penting. Sedangkan aku yang mengenal mu saja aku tidak mau menikah dengan mu." jawab Adira.
"Adira, Leo sebaiknya kalian selesaikan dulu permasalahan yang terjadi diantara kalian. Setelah itu baru Adira memberikan keputusannya." kata Abizar bijak menjadi penengah di antara kedua anak muda itu
"Semuanya sudah selesai, pa. Dan aku yakin untuk menerima lamarannya." kata Adira yakin sambil menatap tajam kearah Leo.
Leo mengepalkan tangannya mendengar jawaban Adira. Leo yakin Adira hanya ingin membalasnya dengan sengaja menerima lamaran dari pria buruk rupa itu. Leo menghembuskan napas untuk menenangkan kemarahannya.
"Baiklah, jika itu sudah jadi keputusan mu dan seandainya kau berubah pikiran, aku akan selalu ada untuk mu." kata Leo menatap sendu wanita yang ia cintai.
Sedangkan Adira hanya menampilkan ekspresi wajah datar tanpa memandang kearah Leo yang sedang berbicara dengannya.
"Saya permisi dulu om, tante." kata Leo sopan kepada Abizar dan Nia sebelum pergi.
Setelah kepergian Leo mereka melanjutkan lagi pembicaraan sampai Raka dan Ririn berpamitan pulang karena hari sudah semakin larut. Abizar menahan Adira saat putrinya ingin masuk ke dalam kamar.
"Adira, apa kau yakin dengan keputusan mu untuk menerima lamaran Tuan Wiratama ?" tanya Abizar kepada putrinya. Adira hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara.
"Papa harap kau tidak menyesali keputusan mu ini. Papa tidak tahu apa yang terjadi antara kau dan Leo. Tapi pernikahan bukanlah sebuah permainan yang bisa kau batalkan begitu saja jika kau tidak menyukainya." pesan Abizar kepada Adira.
Kedua orang tua Adira memang tidak mau ikut campur secara langsung masalah perjodohan anak-anak mereka. Abizar cukup mencari tahu latar belakang dan sifat calon suami Adira. Setelah mengetahui pria itu merupakan keturunan baik-baik dan bertanggung jawab, Abizar menyerahkan semuanya kepada Adira masalah rumah tangga mereka kelak.
"Biak, pa." jawab Adira patuh.
Setelah itu Adira kembali ke kamar. Karena sudah mengantuk ia tidak sempat lagi untuk memikirkan tentang keputusan besar yang telah ia ambil.
Sementara itu Ririn langsung menemui Arkan untuk menyampaikan berita gembira ini. Arkan masih berada di ruang kerjanya.
"Arkan belum tidur nak ?" tanya Ririn menghampiri putranya.
"Belum, Bu. Masih ada yang harus aku kerjakan." jawab Arkan tanpa menghentikan pekerjaannya.
Arkan sangat menghormati kedua orang tuanya. Hanya saja ia memiliki sikap dingin dan kaku kepada orang lain sama seperti ayahnya, Raka waktu masih muda dulu. Ia mewarisi sebagian besar sifat dari ayahnya, pintar, rajin, pekerja keras dan berkemauan kuat. Apa pun yang ia inginkan harus ia dapatkan.
"Ibu punya kabar baik untuk mu. Ibu telah menemukan calon istri untuk mu." kata Ririn dengan bahagia.
Arkan langsung menghentikan pekerjaannya mendengar berita yang ibunya sampaikan.
"Apa ibu yakin di mau menerimanya ?" tanya Arkan menatap kearah ibunya.
"Iya. Ibu sudah mengatakan sesuai dengan permintaan mu dan dia menjawab dengan yakin ingin menerimanya." kata Ririn meyakinkan putranya.
"Apa masih ada perempuan seperti itu ? atau mungkin dia hanya menginginkan harta." tuduh Arkan.
"Tidak, sayang. Dia juga berasal dari keluarga yang kaya. Tidak mungkin dia menginginkan harta." Ririn menyangkal tuduhan Arkan terhadap Adira.
"Namanya Adira, putri kedua dari tuan Abizar putra." lanjut Ririn.
Arkan menangkap sebuah nama yang baru saja di sebutkan oleh ibunya. Adira.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!