BAB 1 – IAMD
Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel serta alunan suara musik romantis menemani seluruh tamu yang hadir pada pesta pernikahan Dwyne Juliette Bradley putri pemilik hotel . Dwyne pun menjabat sebagai Chief Marketing Officer di G&B Pharmacy, karena wanita itu harus belajar banyak diusia mudanya sebelum memegang kendali penuh atas perusahaan.
“Selamat ya Pak Dokter”, ucap tamu yang hadir.
“Dwyne, aku patah hati”, ucap beberapa tamu pria lain.
“Selamat adikku, semoga kamu selalu bahagia”, ucap Barra Alexander Armend.
“Sepupu, aku turut senang dengan pernikahanmu”, ucap Stephanie memeluk erat Dwyne yang selalu menjadi teman bertukar ceritanya.
Beragam ucapan selamat diterima oleh kedua insan itu, meskipun banyak yang menyatakan sakit hatinya melihat Dwyne menikah secepat ini. Tentu tangis pria yang gagal mendapatkan Dwyne menjadi bahan tertawaan Dariel, “Cengeng”, umpatnya tersenyum mengejek. Pria tampan ini bejalan menaiki tangga untuk mengucapkan selamat pada sepasang suami istri di atas pelaminan. “Bro, akhirnya kita jadi saudara, yes gue punya kakak laki-laki”, Dariel memeluk kakak iparnya, lalu menatap saudara kembarnya yang nampak diam melihat ke arahnya. “Ayolah Dwyne kau ini harus senang, ini hari pernikahanmu kakakku tersayang”, Dariel memeluk Dwyne sangat erat, “Aku pasti merasa kehilanganmu, rumah pasti akan sepi Dwyne dan kita tidak akan bisa bertengkar lagi”, ucap Dariel sontak mendapat cubitan keras diperut sixpack-nya. “Aww, Dwyne kau ini apa-apaan?”.
“Kau ingin aku pergi dari rumah?”, seru Dwyne dengan tatapan dingin.
“Bukan seperti itu kak, ya setelah menikah pasti Pak Dokter membawamu tinggal bersamanya kan?”, ucapan Dariel langsung melemah karena tak ingin kakaknya menarik telinganya.
“Aku tidak mau keluar dari rumah, apalagi tinggal di tempatnya”, sinis Dwyne pada Dewa.
“Ehem, kamu bebas memilih tinggal dimana pun Dwyne, aku akan mengikutimu”, ucap Dewa lembut dan jangan lupakan senyum manisnya yang akan membuat para wanita lain terpesona.
“CK’, Dwyne menghembuskan napas kasar lalu memilih berjalan-jalan menyapa rekan-rekan yang hadir, “Apa dia bilang? Bebas memilih?, terus akan mengikutiku?, dasar parasit”, ucap Dwyne dalam hati.
Dewa menatap punggung istrinya yang kian menjauh membaur menjadi satu dengan tamu yang hampir 90% tidak ia kenal. Dewa Bagas Darka adalah dokter umum di GB Hospital. Menjadi seorang Dokter dirinya harus berusaha mendapatkan beasiswa di selenggarakan oleh GB Group. Selain itu Dokter Dewa merupakan anak dari teman sekolah Papa Rayden dan Mama Nayla.
Dwyne Juliette Bradley putri pertama dari pasangan Rayden Bradley dan Nayla Kei, sudah pasti nama besar keluarga Bradley sangat dikenal oleh semua orang, bahkan banyak pria yang memuja dan mengejar cinta Dwyne namun semuanya gugur dan perjuangan mereka sia-sia karena Dwyne merupakan wanita yang tidak mudah tersentuh oleh pria manapun. Bahkan sampai usia 23 tahun kedua orang tuanya tidak pernah melihat Dwyne berpacaran atau sekadar dekat dengan pria pun tidak. Pria yang ada di sekeliling Dwyne hanya Papa Rayden, adiknya serta saudara sepupunya.
“Bro, kejar dia. Kakak memang seperti itu tapi percayalah dia wanita yang baik, kau tidak akan menyesal menikah dengannya, dan Dokter Dewa adalah pria pertama untuk kakakku tentu juga yang terakhir, karena aku tidak ingin kalian berpisah”, jelas Dariel panjang lebar.
“Terima kasih Dariel”, Dokter Dewa membenarkan apa kata adik iparnya itu. Lalu dirinya beranjak menyusul Dwyne ditengah kerumunan pria yang mencoba menarik simpatinya. Mulai hari ini Dewa akan menunjukan siapa pemilik Dwyne dan tak boleh seorang pria mendekati istrinya.
“Dwyne”, bisiknya di telinga wanita yang terkenal dingin pada pria, lalu melingkarkan tangan di pinggang ramping istrinya. Bersikap posesif ya itulah yang dilakukannya saat ini, mengundang tatapan iri bahkan tidak suka dari pria lajang yang hadir, semua berpikir bagaimana bisa seorang dokter yang berasal dari keluarga biasa saja menikahi perempuan yang menjadi incaran banyak kaum pria.
Dwyne merasa Dewa terlalu berlebihan, ia memberontak suaminya itu, berusaha melepaskan tangan Dewa namun sayang semakin kuat, “Jangan buat dirimu malu karena bersikap tidak baik di depan para tamu, sayang”, bisik Dewa.
“Ck awas kau”, mendapat tatapan tajam dari istrinya tapi Dewa hanya tersenyum manis menanggapinya. “Ok baiklah”, jawab Dwyne, ia menurut lantaran tak ingin merusak citranya di depan umum belum lagi tidak mau membuat keluarganya malu jika terjadi keributan.
Sepasang pengantin baru ini kembali ke atas pelaminan untuk melakukan sesi foto, pada awalnya Dwyne hanya berpose sendirian sesuai arahan fotografer terkenal yang juga patah hati karena wanita pujaannya menikah dengan pria lain. “Nona, coba tersenyum”, ucapnya sungkan.
Dwyne memang hampir tidak pernah tersenyum sedikit pun pada orang lain, sementara Dewa yang duduk selalu memperhatikan istri cantiknya. “Dwyne”, gumamnya.
Selanjutnya Dwyne dan Dewa foto bersama, betapa tidak menyenangkan bagi perempuan yang bermata coklat itu harus menempel pada suaminya bahkan berpose mesra. Dewa hanya tersenyum melihat istrinya yang kaku dan jangan lupakan wajah datarnya.
“Nona. Bisa lebih dekat lagi dengan suami anda?”.
“Ehem”, pandangan Dwyne beralih pada Dewa yang menunggu istrinya bersandar di bahunya. “Ah kenapa harus seperti ini”, ucpanya dalam hati.
Tanpa aba-aba Dewa menarik pinggang Dwyne sehingga tubuh keduanya tak berjarak sedikit pun, “Seperti ini”, ucap Dewa pelan melingkarkan kedua tangan Dwyne di lehernya.
“Hey kau”, seru Dwyne tidak terima di sentuh begitu saja.
“Ingin hari ini berakhir cepat bukan?”, bisik Dewa, “Menurut lah, hanya sebentar”, pinta Dewa. Kemudian menempelkan kepala istrinya di bahu kekarnya.
.
.
Dwyne yang merasa lelah sekaligus marah meninggalkan semua orang di ballroom, hari yang sangat memuakkan baginya harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai. “Papa, Mama”, kesal Dwyne karena Papa Rayden dan Mama Nayla membujuknya menerima perjodohan bersama Dewa.
Wanita dengan gaun cantik ini menyusuri taman yang sangat indah dipenuhi bunga dan tanaman hias. Tanpa di duga seorang pria yang sedari tadi mengamati dari jauh kini berjalan pelan menghampiri Dwyne yang sedang duduk melihat lurus kearah depan. “Minumlah, ini bagus untuk menenangkan pikiran”, ucapnya.
Sontak Dwyne menoleh dan diam menatap pria itu, “Terima kasih tapi aku tidak membutuhkannya, simpan saja”, tolaknya. “Ada perlu apa kau mengikuti ku?”, tanya Dwyne melihat pria itu duduk menjaga jarak disisinya.
“Tentu saja menghadiri undangan pernikahan”, jawabnya. “Selamat atas pernikahanmu”, tanpa mengulurkan tangan dan tersenyum.
“Aku tidak membutuhkannya”, Dwyne pergi menjauhi pria itu. Perempuan cantik ini memilih masuk kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya. Manik coklatnya membola menatap pemandangan di kamar, seingatnya ia masuk ruangan yang benar tetapi kenapa dalamnya berubah tidak seperti sebelumnya.
Tbc
BAB 2
Dwyne menggelengkan kepala melihat kamar yang disulap menjadi kamar pengantin, harum bunga mawar menyeruak indra penciumannya. Sejenak ia menarik napas lalu memunguti bunga mawar di atas ranjang, “Aw”, pekiknya karena gaun panjang membatasi ruangan geraknya. “Gaun s*****”, umpat Dwyne membuka gaun dan meninggalkannya di atas sofa lalu memakai bathrobe untuk menutupi tubuh indahnya.
Membersihkan ranjang sembari menggerutu itulah Dwyne, ia marah di usia mudanya harus menjadi seorang istri dari dokter yang berbeda jauh dengannya. Status dan latar belakang pun tidak sesuai bagi Dwyne. Dewa bukanlah pria yang ia harapkan, apalagi perempuan cantik ini melihat bagaimana Dewa selalu tebar pesona pada setiap wanita dan mudah dekat dengan siapapun. Pastilah Dewa seorang playboy, dan Dwyne sangat membenci itu.
“Sampai kapanpun aku tidak mau menerimanya”, berkacak pinggang.
Sementara di ballroom hotel, Dewa menelisik setiap sudut mencari istrinya, bahkan toilet pun tidak luput dari pencarian Dewa memastikan jika Dwyne ada disana, namun sayang tidak menemukan apa yang dicarinya.
Papa Rayden yang mengetahui pasti Dewa mencari istrinya langsung menghampiri menantu barunya, “Dewa, kau mencari putriku?, dia di kamar menunggumu”, ucap Papa Rayden mengenal jelas seperti apa putrinya, karena hanya kamar lah tempat Dwyne melampiaskan amarah, rasa kecewa serta lelahnya. “Ini, pergilah. Lagi pula ini malam pengantin kalian kan?”, memberi Dewa kartu akses masuk kamar presidential suite.
“Ray”, ucap Nayla
“Sayang, memang benar. Kamu lupa kita juga seperti itu dulu”, Papa Rayden mencium pelipis Mama Nayla yang masih sangat segar diusianya.
“Terima kasih Tuan”, ucap Dewa.
“Hey, aku ini papa mertua mu. Panggil saja papa sama seperti Dwyne”, seru Papa Rayden.
“Iya pa”
“Nah seperti itu menantu, cepat susul Dwyne. Jangan lupa siapkan mentalmu”, Papa Rayden tertawa melihat kebingungan di wajah Dewa. Karena dirinya tahu betul apa yang akan terjadi di kamar, untuk itu memberi nasihat pada menantunya.
Dewa berjalan keluar ballroom ingin segera menemui istrinya di kamar, tiba-tiba langkahnya terhenti seorang wanita cantik menghampirinya, mengulurkan tangan memberi ucapan selamat atas pernikahannya.
“Terima kasih, tapi maaf aku harus menemui istriku di kamar”, Dewa meninggalkan wanita cantik yang menatap sendu punggungnya.
“Istri?, kamar?”, gumam wanita itu.
.
.
Di depan pintu kamar , pria tampan bernama Dewa Bagas Darka menarik napas beberapa kali dan menghembuskannya untuk menghilangkan rasa gugup. Ia segera membuka pintu kamar, dan terkejut karena banyak bunga mawar di kamar itu.
“Dwyne”, panggil Dewa melihat jelas istrinya itu tengah memasukan bunga ke dalam tempat sampah.
“APA?”, ketus Dwyne merasa lelah, belum juga semua bunganya berkurang atau habis tapi kini ada masalah baru yang akan ia hadapi.
“Kenapa dibuang?”, tanya Dewa terus mendekati istrinya.
“STOP, berhenti disitu jangan mendekat”, perintah Dwyne menatap tajam, tapi sayang Dewa semakin mendekatinya bahkan hanya berjarak beberapa centi saja. “Ck, kau itu tuli ya, aku bilang berhenti. Jangan mendekat, aku akan carikan kamar ......”, kata-kata Dwyne terputus karena Dewa mengambil bunga mawar yang ada di tangannya.
“Jangan di buang, biarkan saja”, ucap Dewa begitu dekat jarak di antara keduanya.
Setelah menyimpan kumpulan bunga di atas meja, Dewa memandangi wajah cantik istrinya dan turun menelusuri tubuh wanita itu, tertangkap dengan dua matanya jika bathrobe yang dikenakan sedikit longgar sehingga menampakan sesuatu dibaliknya.
“Ehem”, Dewa berdeham menetralkan gejolak dalam diri, ia tak akan berbuat lebih pada istrinya karena yakin Dwyne akan menolak. “Dwyne?”
“Apa?”, sentak wanita bermanik indah ini.
“Kenapa pergi dari pesta?, acaranya masih belum selesai”, ingin Dewa raih pinggang istrinya dan duduk bersama di atas ranjang namun ia urungkan karena akan menambah masalah untuk keduanya. Dewa tidak ingin terluka di malam pengantinnya, ia ingat Dwyne pernah meninjunya tepat di bagian wajah. Wanita arogan yang kini menjadi istrinya memang menguasai bela diri.
“Bukan urusanmu, menyingkir”, mengibaskan tangan tepat di wajah suaminya. “Apa lagi?”, kesal Dwyne karena Dewa hanya tersneyum menanggapi ucapannya.
“Tidak”, Dewa menggeser tubuhnya agar istrinya leluasa naik ke atas ranjang pengantin mereka. “Rupanya ini maksud papa mertua”, batin Dewa.
Dokter tampan selesai membersihkan dirinya, ikut merebahkan tubuh di samping sang istri tapi sikap istrinya benar-benar membuat Dewa pusing.
“Hey, aku akan cari kamar lain untukmu. Jangan disini, kamar ini miliku”, ketus Dwyne yang merubah posisinya dari tidur menjadi duduk dan menyilangkan tangan di depan dada. “Menjauh sana”, kesal Dwyne.
“Dwyne kita itu suami istri tidak ada salahnya tidur di kasur yang sama”
“Tentu salah”, seru Dwyne menatap tajam suami barunya.
“Dwyne....”, Dewa meraih tangan istrinya tapi dihempaskan begitu saja.
Perempuan cantik ini turun dari ranjang, menghembuskan napas kasar “Dengar, pernikahan ini terjadi karena permintaan papaku, dan ingat kau memiliki hutang yang harus dibayar. Dasar pria licik, jangan pikir aku tidak tahu, kau menikahiku hanya untuk kekuasaan dan kekayaan keluargaku kan?, jujur saja Dewa, hanya kita berdua disini”, sentak Dwyne. “Ah ya dan kau harus ingat tidak berhak menyentuhku seujung kuku pun”, berjalan menuju pintu kamar.
“Kamu mau kemana?, Dwyne tetaplah disini”, Dewa mengejar istrinya dan mengabaikan perkataan Dwyne, menarik lengan wanita itu menghentikan langkah kakinya.
“Ck, kau itu benar-benar tidak mengerti bahasa manusia ya?”, kesal Dwyne lagi-lagi Dewa menyentuhnya.
“Dwyne belajarlah menerima pernikahan ini”, ucap Dewa lembut.
“Tidak akan”, Dwyne menarik tangannya tapi Dewa enggan melepaskan istrinya. “Kau itu hanya pria biasa yang menjerat wanita sepertiku, dan memanfaatkan kekayaannya, munafik”, kata-kata berbisa keluar dari bibir tipis Dwyne.
Dewa yang berusaha sabar sedari tadi akhirnya terpancing emosi, karena istrinya ini terlalu berlebihan menghinanya. Dari pada terlibat perdebatan lebih dalam lebih baik ia keluar kamar, “Aku akan cari kamar lain”, ucap Dewa sembari membuka pintu dan menutupnya meninggalkan istrinya seorang diri.
Dewa memutuskan menyendiri di sky garden memandangi tanaman hias, tapi siapa sangka seorang wanita cantik yang usianya tidak jauh dari Dwyne duduk di sisinya. “Dokter di usir dari kamar?”, bertanya melewati batasannya.
Dewa tertawa pelan secara tidak langsung membenarkan ucapan wanita itu, “Bukan urusanmu, sebaiknya kamu pulang tidak baik perempuan masih di luar rumah sampai larut malam seperti ini”, usir Dewa halus.
“Keluargaku menginap di sini, dokter lupa aku ini siapa?”, ucapnya.
“Tentu aku tahu, baiklah kembali ke kamarmu. Permisi”, karena tidak ingin ada yang melihat ia berduaan dengan seorang wanita lain, Dewa memutuskan menghindari wanita itu. Untuk saat ini tidak membutuhkan teman apalagi bercerita masalah pribadinya pada orang lain. Dewa hanya membutuhkan waktu menenangkan diri.
Tbc
BAB 3
Dewa membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, ternyata memilih duduk menikmati angin malam di sky garden pilihan yang salah. Dirinya keluar area hotel berjalan menyusuri trotoar yang sedikit becek akibat hujan sore tadi. Dewa ingat tujuannya datang ke ibu kota untuk merantau dan meraih mimpinya menjadi seorang dokter di GB Hospital, rumah sakit ternama yang memiliki cabang di 3 benua.
Sembari terus berjalan Dewa ingat pertama kali pertemuannya dengan Dwyne, wanita itu memang sudah memiliki wajah cantik sejak kecil, bahkan Dewa ingat senyum manis yang tersungging di bibir Dwyne.
Flashback On
“Berhenti Dariel, kamu selalu ganggu aku”, ucap gadis berumur 6 tahun mengejar saudara kembarnya.
“Dwyne awas”, teriak Dariel.
Bruk
“Ah sakit, mama, papa”
“Kamu tidak apa-apa?”, tanya seorang anak laki-laki yang usianya sekitar 13 tahun.
“Sakit ka”, Dwyne menunjukan lututnya yang terluka.
“Kakak bantu obati ya, kamu bisa berjalan? Atau mau kaka gendong?”.
“Sakit ka”, manja Dwyne memilih di gendong oleh anak laki-laki yang usianya lebih tua.
Anak itu mengambil kotak obat yang tersimpan di dalam kamar, tidak lupa air minum hangat untuk Dwyne. “Ini, minum dulu ya”, membuka kotak obat mengeluarkan beberapa lembar kasa dan cairan pembersih untuk membasuh luka Dwyne, “Tahan sebentar ya, ini sakit tapi baik untuk lukamu”
“Ah sakit, ka”
“Kamu manja Dwyne”, ucap Dariel yang seketika ikut menjerit karena lengannya di cengkram erat oleh Dwyne.
“Sudah selesai, lain kali hati-hati bermainnya”
“Terima kasih kakak ganteng, kakak cocok banget jadi dokter, iya kan Dariel?”, menyenggol sikut adik kembarnya.
“Iya, tapi masih lebih ganteng aku Dwyne”, kesal Dariel tidak terima saudarinya memuji orang lain.
Anak laki-laki itu hanya menggelengkan kepala melihat kedua saudara kembar di depannya berdebat, rasanya seperti memiliki 2 adik , ya mungkin mereka memang adik Dewa secara tidak langsung karena keluarganya mendapat bantuan dari keluarga Bradley terutama Papa Rayden.
Flashback Off
Dewa tersenyum ingat suara Dwyne memanggilnya ‘Kakak ganteng’, tapi sangat berbeda dengan saat ini. Wanita itu tumbuh menjadi orang yang berbeda, sikap arogan juga tidak menghormatinya sebagai seorang suami.
Selesai menenangkan diri Dewa berjalan kembali ke hotel, tidak jadi memesan kamar lain pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan esok hari. Ia melihat istrinya terlelap di atas kasur empuk dengan selimut dan bantal. Tak ingin mengusik, Dewa memandangi wajah cantik Dwyne “Cantik”, gumamnya, satu tangan terangkat ingin membelai rambut indah istrinya tapi ia urungkan niatnya, khawatir Dwyne terbangun dan mereka berdebat sampai pagi.
Beruntunglah Dewa karena menempati kamar presidential suite, terdapat sofa panjang dan lebar yang cukup menampung tubuh tingginya, tanpa selimut dan bantal Dewa mencoba memejamkan mata, hanya kedua tangan dijadikan sebagai bantalan. Ia harus bangun sebelum Dwyne membuka mata, Dewa tidak mau membuat keributan dengan istrinya di pagi hari.
“Selamat tidur Dwyne”, lirihnya.
.
.
Pukul 5 pagi Dewa terjaga lebih dulu, ditatap kembali wajah Dwyne lalu ia beranjak keluar kamar untuk olahraga pagi sebelum melanjutkan aktifitasnya hari ini. Dewa sengaja tidak mengambil jatah cuti menikahnya, ia tidak mau meninggalkan tugasnya sebagai dokter begitu saja. Cukup banyak kata-kata menusuk hati diterimanya karena menikahi putri pemilik rumah sakit.
Dewa joging di area hotel, rasanya cukup nyaman karena belum ramai. Seketika ia tersentak mendapat tepukan di bahu “Kakak ipar”, Dariel tersenyum memanggilnya.
“Dariel?”
“Ya, ini aku. Ternyata kakak ku masih tidur ya sampai tidak bisa menemani suaminya lari pagi”, gurau Dariel.
“Ya pasti Dwyne kelelahan”, jawab Dewa sembari berlari kecil.
“Semalam kakak ipar kemana?”, tanya Dariel tidak sengaja melihat Dewa keluar hotel.
“Ah, itu hanya mencari udara segar. Kau melihatnya?”. Selidik Dewa, ia ingin tahu apa Dariel melihat hal yang lain atau tidak.
“Tentu saja, aku dan sepupuku juga mencari udara segar. Kakak ipar jangan sakiti Dwyne, karena aku tidak akan tinggal diam begitu saja jika kau membuatnya menangis”, ancam Dariel begitu menyayangi saudari kembarnya.
“Aku tidak akan menyakitinya”, jawab Dewa.
“Oke, lain waktu ikut kumpul bersama kami main bola”, Dariel berlalu meninggalkan kakak iparnya sendirian.
“Sama sepertimu Dwyne, Dariel pun senang menggertak orang lain”, Dewa terkekeh.
Satu jam menghabiskan waktu berolahraga, Dewa kembali ke kamarnya. Menelisik seisi ruangan mencari keberadaan sang istri, ia yakin Dwyne masih dalam kamar tapi tanda keberadaannya tidak ada. “Apa dia sedang mandi?”, gumam Dewa.
Benar sesuai dugaannya, pintu kamar mandi terbuka lebar menampakan sosok wanita cantik hanya menggunakan handuk putih sebatas paha. “Ahhh”, pekik Dwyne, “Kenapa disini?, cepat keluar dari kamarku, dasar pria mesum”, teriak Dwyne mengambil bantal dan melemparnya pada Dewa. Tanpa sadar handuk yang dipakainya terhempas jatuh ke lantai, menampilkan kulit putih dan mulus dari polos tubuhnya.
Dewa membuang wajahnya ke arah lain, sebagai pria normal pastilah ia tidak akan tahan melihat apa yang seharusnya menjadi miliknya, “Dwyne cepat pakai handuknya”.
Dwyne yang sadar langsung mengambil handuknya dan berlari cepat masuk kamar mandi, “Awas kau”, ucapnya sebelum masuk.
Melihat punggung sang istri telah menghilang, Dewa menghela napas berusaha menahan sesuatu yang memberontak di bawah sana, ia pun mengusap dadanya menetralkan suasana hati. Bisa saja Dewa memaksa Dwyne memberikannya karena ia berhak sebagai seorang suami. Namun Dewa ingin Dwyne menerima bahkan mencintainya lebih dulu.
Sedangkan dalam kamar mandi, wanita cantik putri Rayden dan Nayla merutuki kebodohannya karena lupa tidak membawa pakaian ganti, terpaksa keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk. “Kau, jangan mengintip. Lihat ke sana”, titah Dwyne juga merasa gugup.
“Oke, cepatlah pakai bajumu”
Dwyne bergegas menarik kopernya masuk ke kamar mandi, tidak ada waktu memilah pakaian mana yang akan ia pakai. “Menyebalkan” umpatnya.
Menunggu hampir 15 menit akhirnya istri cantiknya keluar menggunakan pakaian kerja dan jangan lupakan wajah Dwyne yang juga nampak cantik usai berias diri. “Aku mandi dulu”, ucap Dewa.
“Apa urusannya denganku”, Dwyne berdecak kesal.
Dwyne mengumpulkan semua benda yang akan di bawanya ke kantor, sama seperti Dewa, wanita cantik ini tidak mengambil cutinya. Dwyne yang asyik membalas pesan dengan asistennya tidak menyadari jika Dewa berdiri tepat di belakang Dwyne.
“Kamu sudah selesai?”, tanya Dewa
“Ya ampun, Dewa. Huh”, Dwyne menghembuskan napas kasar, “Aku bilang kan, kamu jangan dekat-dekat”, ketus Dwyne.
“Mulai hari ini aku akan mengantar dan menjemputmu, aku tidak akan membiarkan istri cantikku pergi sendirian”, goda Dewa.
“Ah, rupanya kamu mau jadi supir pribadi?, tak masalah tapi jangan mengharapkan lebih”, Dwyne keluar kamar lebih dulu membawa tas mahalnya.
Dalam kamar Dewa senang bukan main, jalan untuk mengambil hati istrinya perlahan terbuka “Yes”, pekiknya, lalu berlari menyusul Dwyne.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!