NovelToon NovelToon

BUKU HARIAN KIARA

SIAPA ?

*Pagi ini aku bisa dengan jelas melihat keindahan negara yang sangat aku cintai.

Dari balik awan - awan seakan - akan aku ingin berteriak dan mengatakan bahwa hari ini aku telah kembali.

Ya kembali ke tempat yang sempat aku benci dan tidak ingin aku datangi lagi.

Namun hari ini dengan sekuat tenaga aku memberanikan diri untuk kembali, ya kembali melihat masa lalu yang pernah membuat aku sebagai seorang wanita sangat hancur.

Masa lalu yang menyakitkan, namun sekaligus membuat ku meninggalkan orang - orang yang aku cintai.

Sepuluh tahun aku pergi meninggalkan Indonesia, dengan berdalih untuk mendapatkan penghasilan lebih baik.

Namun tidak akan ada yang pernah mengetahui alasan ku yang sebenarnya adalah untuk lari dari setiap hal yang membuat hati ku terluka.

Lari dari setiap hal yang membuat aku mengeluarkan air mata.

Lari dari setiap masalah yang saat sebelum aku pergi masih mengangga dengan sangat lebar.

Namun hari ini, pagi ini aku sudah kembali menginjakkan kakiku kembali disini.

Aku merindukan sambel terasi buatan nenekku.

Aku merindukan rujak cingur yang selalu di hidangkan dengan satu toples kerupuk..

Aku merindukan seblak dengan kuahnya yang sangat pedas

Dan aku merindukan semua makanan - makanan lezat dari negara ku tercinta.

Namun terlebih aku sangat merindukanmu Rey*.

Meisa mengatakan semua hal tersebut di dalam hati sambil menatap awan yang saat ini masih dilihatnya dengan sangat jelas.

Dirinya yang masih berada di awan - awan karena pesawatnya belum mendarat membuat ingatan demi ingatan masa lalu mulai terlintas.

*Rey pasti saat ini kau sudah dewasa nak, mama meninggalkan mu saat usia mu baru akan beranjak satu tahun.

Rey, maafkan mama ya nak pada saat itu terlalu muda untuk memiliki mu.

Rey maafkan mama yang saat itu tidak berpikir panjang sebelum melakukan satu dosa besar yang pada akhirnya membuat semua ini terjadi.

Kau hadir di dunia ini bukan karena kesalahan, namun Tuhan sudah merencanakan sesuatu hal yang indah untuk mu

Maafkan mama nak, mama berjanji begitu mama bertemu dengan mu mama tidak akan pernah meninggalkan mu lagi*.

Hal tersebut yang pada akhirnya Meisa janjikan di dalam hatinya.

Kerinduannya yang paling terbesar saat ini adalah kembali bertemu dengan putra kesayangannya.

Ya putra kesayangan yang Meisa tinggal untuk menjadi Tenaga kerja wanita di luar Indonesia membuatnya harus berpisah dengan Reynan yang pada saat itu belum berusia genap dari satu tahun.

Luka yang mengangga lebar akibat di tinggalkan begitu saja oleh laki - laki yang tidak mau bertanggung jawab atas benih yang dia tanam di rahim Meisa.

Luka akibat pembicaraan tetangga dan orang - orang di sekitar tempat tinggalnya akibat dirinya hamil tanpa suami.

Dan begitu banyak luka lainnya yang pada akhirnya membuka Meisa memilih kabur untuk meninggalkan Indonesia.

Meisa seakan - akan menutup semua kisah hidupnya tersebut begitu sampai di Negara S.

Meisa membalaskan dendamnya dengan cara berfoya foya dengan gayanya.

Gaji yang dia peroleh sebagai asisten rumah tangga di negeri orang dibuatnya untuk berpesta.

Bagi Meisa, yang terpenting dirinya sudah mengirimkan uang bulanan untuk Reynan.

Meisa sama sekali tidak pernah mengunjungi atau menghubungi Reynan hampir lima tahun lamanya

Meisa yang masih sibuk dengan luka - luka hatinya, mencoba untuk melupakan Reynan dan tenggelam di dalam gemerlap dunia hiburan malam.

"Nenek, bagaimana keadaan nenek?"

Begitu sampai di bandara Meisa langsung memeluk satu wanita paruh baya yang sejak tadi sengaja menunggu kedatangannya.

"Nenek baik - baik saja nduk."

Dengan tenang wanita paruh baya tersebut mengatakan hal itu saat Meisa terus memeluk tanpa mau untuk melepaskannya lagi.

"Nek, dimana Reynan? kenapa dia tidak ikut menjemput ku?"

Meisa mengatakan hal tersebut sambil ke dua matanya memandang ke sekeliling.

"Hari ini Reynan ada di rumah temannya nduk, banyak tugas dari sekolah yang harus dia kerjakan."

"Jadi karena hal itu Reynan tidak datang menjemput ku?"

Sang nenek langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"Jogyakarta tidak berubah ya nek, tetap menjadi kota dengan udara yang segar dan juga tempat kenangan manis kita."

Meisa mengatakan hal tersebut di atas becak motor yang saat ini membawa mereka kembali ke rumah.

"Ya nduk, Jogyakarta memang tempat yang paling tepat untuk melepaskan rindu kepada keluarga."

Meisa memandang kearah wanita paruh baya tersebut dan tersenyum, senyuman kerinduan yang sangat dia pancarkan, rindu akan suasana rumah, rindu akan putra kesayangannya.

"Terima kasih pak."

Meisa mengatakan hal tersebut sambil memberikan uang kepada tukang becak yang telah mengantarkan.

Saat ini pandangan Meisa terpaku pada satu rumah tua yang masih berdiri dengan sangat megah di tengah tanah.

Rumah masa kecil Meisa, rumah yang meninggalkan sejuta kenangan manis, namun rumah yang memunculkan banyak luka dan duka secara bersamaan.

"Ayo nduk masuk, jangan melamun."

Dan tepukan tangan sang nenek ke pundak Meisa sukes membuat Meisa langsung tersadar.

Dengan cepat Meisa segera menarik kopernya untuk mengikuti sang nenek masuk ke dalam rumah.

"Nek, rumah ini sama sekali tidak ada yang berubah yah."

Begitu masuk ke dalam rumah Meisa melihat sudut demi sudut ruangan yang masih sama sepuluh tahun yang lalu.

"Apa lagi yang mau di rubah nduk, kalau begini saja sudah indah."

"Iya benar nek."

"Sini nduk duduk, nenek mau bicara.

"Sang nenek mengatakan hal tersebut sambil menepuk - nepuk sofa di sampingnya.

"Ada apa nek?"

"Boleh nenek bertanya satu hal kepada mu?"

"Tentu saja boleh nek, ada apa ?"

"Nduk kamu tidak ingin mencari ayah mu?"

Deg

Pertanyaan sang nenek langsung membuat Meisa terdiam.

"Aku, aku."

Meisa pada akhirnya tidak bisa mengatakan apa - apa lagi, kecuali hanya menundukkan kepalanya.

"Nenek mengerti apa yang ada di dalam hati mu nduk."

"Nenek tau memang rasanya sulit untuk menerima kenyataan, bahwa ayah kandung kita sendiri yang pada akhirnya membuat kita terluka."

"Nenek juga bisa merasakan jika saat ini kau belum bisa memaafkan kesalahannya, namun satu hal yang harus kita ingat, mungkin kita bisa melihat orang banyak melakukan kesalahan dan hal tersebut pada akhirnya mendukakan hati orang lain.

Namun yang harus kita ingat, bahwa kita bukan manusia sempurna yang tidak pernah. berbuat kesalahan."

Sungguh apa yang telah dikatakan oleh sang nenek saat ini membuat hati Meisa menjadi tenang.

Namun belum sempat sang nenek berbicara lebih banyak tiba tiba saja ada satu anak laki - laki masuk ke dalam rumah dan memandang ke dua wanita tersebut dengan tatapan mata yang tajam.

"Nek siapa dia? aku baru melihatnya malam ini.

JONATHAN

Meisa langsung berlinang air mata melihat satu bocah laki - laki yang mulai beranjak remaja saat ini sedang berdiri menatapnya.

"Kemarilah Reynan."

Sang nenek mengatakan hal tersebut kepada Reynan cucu kesayangannya.

"Ini ibu mu."

Dengan suara pelan sang nenek mengatakan hal tersebut kepada Reynan.

"Ibuku? memang aku masih punya ibu nek?"

Deg

Hancur hati Meisa ketika putra kesayangannya mengatakan hal tersebut tepat di depan ke dua matanya.

"Sayang, ini mama, ini mama Meisa nak, Meisa Kiara Surjono, ini mama kandung mu."

Meisa masih terus mengatakan hal tersebut sambil mencoba mengggengam tangan Reynan.

"Buktikan jika kau adalah ibu ku."

"Bukti apa yang harus aku berikan untuk mu nak?"

"Kemana saja anda selama ini!"

Deg

Dada Meisa sangat sakit dengan semua hal yang saat ini keluar dari putra yang ada di hadapannya.

"Reynan, kau tidak boleh berkata seperti itu kepada ibu mu nak, ibu mu ini bekerja di luar negeri untuk mencukupkan semua kebutuhan kita."

Reynan masih terdiam dengan semua penjelasan yang saat ini coba diutarakan oleh sang nenek.

"Ah Reynan tetap tidak percaya jika dia adalah ibu dari Reynan, kemana saja ketika selama ini Reynan membutuhkannya, meskipun kerja tapi bisa saja kan menghubungi Reynan."

"Nak ibu mu sering menghubungi nenek, dan kami tidak pernah putus komunikasi."

"Iya, tapi tidak dengan Reynan nek, mana pernah Reynan di hubungi olehnya."

Reynan mengatakan hal tersebut sambil menunjuk wajah Meisa.

"Nek sudah,sudah aku sama sekali tidak menyalahkan Reynan atas apa yang dia lakukan terhadap ku, Reynan benar selama ini memang aku yang tidak pernah berkomunikasi dengannya."

"Jadi sangat wajar jika Reynan pada akhirnya seperti ini terhadap ku."

"Tapi nduk."

Meisa langsung mengisyaratkan sang nenek untuk berhenti berbicara agar tidak terjadi pertengkaran di siang hari ini.

"Reynan kau pasti capek, istirahat lah nak."

Meisa mengatakan hal tersebut kepada Reynan sambil tersenyum.

Sungguh saat ini sebenarnya Meisa ingin sekali memeluk putra kandungnya tersebut.

Namun untuk sementara Meisa terpaksa harus menahan pelukannya tersebut ketika melihat respon Reynan yang masih belum bisa menerima kehadirannya.

Dengan sangat acuh Reynan meninggalkan Meisa dan juga sang nenek di ruang tamu.

"Nduk apakah kamu baik - baik saja?"

Sang nenek kembali bertanya kepada Meisa karena saat ini ke dua mata Meisa masih terpaku kepada Reynan.

"Ah ya nek aku baik - baik saja."

"Maafkan Reynan yah nduk, semakin besar semakin banyak hal yang dia tau, dan semakin banyak juga keinginan dan amarahnya."

"Ya nek, aku mengerti keadaan Reynan, semua ini bukan salah Reynan, namun semua ini adalah salah ku, jadi aku akan bersabar untuk menghadapi Reynan."

"Pasti bisa nduk, karena bagaimanapun kau adalah ibu kandungnya, jadi suatu saat Reynan pasti bisa mengerti segala sesuatu hal yang sebenarnya terjadi."

Meisa langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

Saat ini tidak ada lagi hal yang bisa dia lakukan kecuali hanya menunggu hari Reynan pulih, karena bagaimanapun juga Reynan menjadi seperti itu tak lepas dari campur tangan Meisa.

"Ya sudah nduk sebaiknya kamu istirahat saja dulu, biar semua nanti nenek yang merapikan."

"Terima kasih nek."

Meisa pada akhirnya masuk ke dalam kamar dan melepaskan semua pakaiannya.

Di bawah guyuran air, Meisa mencoba untuk memenangkan diri.

*Ayo Meisa ini baru saja permulaan, Reynan seperti itu karena memang akibat dari apa yang telah kau lakukan.

Bukankah kau kembali ke Indonesia untuk hal ini?

Ayo Meisa kau jangan menyerah*.

Di bawah guyuran air Meisa mengatakan semua hal tersebut di dalam hatinya.

Saat ini tidak ada yang lebih penting selain putra kandung dan keluarga intinya.

Ke dua orang tua Meisa yang sejak kecil sudah meninggal membuat Meisa harus di rawat oleh sang nenek.

Dan usia nenek yang semakin tua membuat Meisa pada akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan meninggalkan semua pekerjaannya di negara S.

Sementara itu di lain tempat.

"Mas Jonathan selamat datang kembali di Jogyakarta."

satu orang staff mengatakan hal tersebut kepada satu laki - laki tampan berbadan kekar, berkulit putih dan juga dengan kacamata hitamnya yang semakin membuatnya tampan.

"Ya Daniel, terima kasih kau telah menjemput ku di bandara."

Dengan tenang Jonathan mengatakan hal tersebut kepada satu laki - laki muda yang sejak tadi sudah menunggunya.

"Jadi apakah kita akan membeli rumah di sini atau kita menyewa hotel saja selama dua Minggu?"

"Untuk sementara kita akan menyewa hotel mas Jo, nanti jika memang dirasa kita akan menetap sementara di Jogya baru akan meminta dana kepada perusahaan."

"Ya kau atur saja dengan baik, aku hanya ingin beberapa rumah sakit yang saat ini sedang dalam proses pembangunan selesai dengan tepat waktu."

"Pasti mas Jonathan, pasti akan selesai dengan baik dan tentunya dengan tepat waktu."

"Bagus, sekarang temani aku makan, sudah lama aku tidak makan gudeg."

Jonathan mengatakan hal tersebut sambil masuk ke dalam satu mobil mewah yang sejak tadi sudah menunggunya.

"Daerah Wijilan saja Nil."

"Baik mas Jo."

Daniel pun melajukan mobil mewah tersebut ke daerah yang Jonathan minta.

Jonathan adalah laki - laki tampan, anak tunggal salah satu pengusaha terkaya di Indonesia.

Saat ini Jonathan sudah memiliki perusahaan sendiri yang berkonsentrasi di bidang kesehatan.

Sudah banyak rumah sakit swasta yang Jonathan bangun dan pada akhirnya menjadi ladang bisnis untuknya.

Saat ini Jonathan berada di Jogyakarta untuk mengawasi pekerjaan pembangunan beberapa rumah sakit swasta yang menggunakan nama perusahaannya.

"Ini mas gudeg yang terkenal enak itu."

"Ini bukan daerah Wijilan Nil."

"Ya mas memang bukan, tapi gudeg disini adalah salah satu gudeg terenak di kota Jogyakarta."

Jonathan yang masih berada di dalam mobil mencoba untuk melihat satu kondisi rumah sederhana dimana di dalam rumah tersebut banyak orang yang keluar masuk.

"Ya sudahlah, aku sudah lapar, ayo kita turun."

Perut Jonathan rupanya sudah tidak diajak bersahabat lagi, Jonathan pun langsung turun dari dalam mobil mewahnya.

Sungguh ini sebenarnya bukan tempat yang layak bagi Jonathan.

Jonathan yang terbiasa makan di restoran mewah mulai mengernyitkan dahi ketika masuk ke dalam rumah tersebut.

"Satu nasi gudeg komplit dengan es jeruk."

Begitulah pada akhirnya Jonathan mengatakan pesanannya kepada salah satu pelayan.

"Jadi tempat seperti ini yang di sukai di Jogyakarta?"

"Tepat sekali mas Jo."

"Bagaimana kalau kita membuat satu restoran mewah, namun dengan konsep makanan tradisional?"

"Kau tau tempat ini sangat panas sekali Nil, coba saja aku tidak lapar, aku tidak akan mau untuk makan di tempat seperti ini."

BERDAMAI DENGAN DIRI

Jonathan terus mengatakan hal tersebut kepada Daniel namun tetap menguyah semua makanannya sampai habis.

"Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang?"

Setelah Jonathan kenyang dan kembali lagi masuk ke dalam mobil, Jonathan menanyakan hal tersebut kepada Daniel.

"Mas Jonathan apakah membutuhkan asisten pribadi wanita?"

Jonathan langsung mengernyitkan dahi ketika Daniel mengatakan hal tersebut kepadanya.

"Aku butuh asisten pribadi wanita? untuk apakah aku membutuhkannya Nil?"

"Karena aku harus kembali ke Jakarta mas."

"Kapan kau akan kembali Nil?"

"Lusa mas Jonathan."

"Apakah kau tidak bisa untuk tinggal di Jogyakarta bersama dengan ku?"

Dengan cepat Daniel lab menggelengkan kepalanya.

"Bapak dan ibu meminta aku untuk kembali mas, karena bapak membutuhkan asisten pribadi."

Jonathan kini hanya bisa terdiam ketika Daniel mengatakan semua hal tersebut, bagi Jonathan asisten pribadi wanita itu lebih merepotkan daripada asisten pribadi laki - laki, namun saat ini sepertinya Jonathan tidak akan ada pilihan lain lagi.

"Kau urus saja Nil, yang jelas aku minta wanita itu adalah wanita biasa, tidak cantik, tidak dari keluarga kaya, dan seorang pekerja keras, karena aku bisa saja membutuhkan dia dua puluh empat jam."

"Baik mas Jonathan."

"Satu lagi, aku mencari wanita yang belum menikah, wanita yang tidak punya anak, pokoknya wanita yang masih sendiri, karena jika dia sudah berkeluarga sungguh akan sangat merepotkan aku."

"Baik mas Jonathan, apakah ada yang lainnya?"

"Aku rasa cukup Nil."

Dan setelah mengatakan hal tersebut Daniel melajukan mobilnya untuk menuju kembali ke hotel tempat mereka menginap.

Hari Jonathan lebih memilih untuk mengerjakan semuanya di hotel.

Sementara itu malam hari ini di teras rumah Meisa.

"Nduk belum tidur?"

Sang nenek keluar dari dalam rumah dan mendapatkan Meisa sedang duduk di teras.

"Belum nek, ada apa? apakah Reynan bangun, mencari ku dan memanggilku mama?"

Sang nenek hanya terdiam dengan perkataan Meisa.

"Tidak nduk, Reynan hari ini tidur dengan sangat nyenyak."

"Lalu nek? sebaiknya nenek masuk ke dalam saja, karena disini dingin."

Meisa langsung mengatakan hal tersebut kepada sang nenek, karena di saat yang sama, Meisa melihat sang nenek menarik kursi bersiap - siap untuk duduk di dekatnya."

"Nduk, nenek ingin menemani mu nduk.*

Dengan sabar sang nenek mengatakan hal tersebut kepada Meisa.

"Terima kasih nek."

"Nduk apa masih ada yang saat ini menganjal di pikiran mu?"

Sang nenek mengatakan hal tersebut karena sejak Meisa datang sangat sedikit menunjukkan rasa sukacitanya.

"Apakah semuanya begitu kelihatan nek?"

Meisa mengatakan hal tersebut dengan sangat serius.

"Nduk kau harus ingat aku adalah nenek kandung mu, dan aku lah yang merawat mu dari kecil, jadi aku sangat hafal dengan semua sikap mu, jadi nduk apa yang saat ini sedang menganggu di dalam pikiran mu?"

Meisa kembali menatap sang nenek dengan tatapannya yang tajam, sesekali Meisa menarik nafasnya dalam - dalam sebelum bersiap untuk menjawab pertanyaan nenek.

"Aku sedang berpikir nek, kira - kira pekerjaan apa yang bisa aku lakukan di Indonesia?"

"Pendidikan ku kecil, aku hanya tamatan sekolah menengah pertama, dan aku pernah memiliki kisah dengan laki - laki bejat ayah Reynan, apakah ada perubahan yang bisa menerima aku bekerja nek?*

Kali ini Meisa begitu tidak percaya dengan diriny sendiri.

"Nduk, nenek tau jika ke dua orang tua mu tidak mampu, dan sebelum semua pendidikan mu selesai mereka sudah dipanggil oleh Tuhan."

"Namun masa depan mu itu bukan milik manusia, masa depan mu itu milik Tuhan."

"Mungkin saja di luar sana hampir semua orang meremehkan kita, namun itu bukan berarti mereka bisa banyak hal bukan?"

"Jalani saja maka Tuhan yang akan menuntun setiap langkah kaki mu nduk."

Sang nenek pada akhirnya hanya bisa mengatakan hal tersebut kepada Meisa.

Sungguh saat ini di dalam diri Meisa sedang terjadi pro dan kontra untuk keputusan demi keputusan yang harus diambilnya.

"Apakah nenek pernah salah ambil keputusan seperti ku?"

Pertanyaan yang diterima oleh nenek cukup membuat sang nenek pada akhirnya hanya bisa tersenyum.

"Ya sayang, nenek pernah melakukan kesalahan fatal ketika mengambil keputusan."

"Dan kau tau apa yang pada akhirnya mengobati rasa bersalah kepada diri sendiri?*

Dengan cepat Meisa langsung menggelengkan kepalanya.

"Karena itu semua adalah intimidasi, jadi kita harus bisa menyadari akan hal itu, berdamai dengan diri sendiri adalah langkah paling awal untuk semua hal ini nduk."

"Ya nek dan sepertinya aku telat untuk melakukan hal ini, seandainya dari dulu aku bisa melakukan hal ini, mungkin saja Reynan tidak mengatakan hal itu kepada ku."

Meisa mengatakan hal tersebut sambil ke dua matanya menatap ke arah langit.

Saat ini tiba - tiba saja dirinya menyadari telah membuang waktu yang cukup lama untuk bisa berdamai dengan dirinya sendiri dan karena hal itu dirinya saat ini hampir kehilangan Reynan.

"Nduk, tidak ada kata terlambat, ketika kita pada akhirnya bisa sadar dan kembali memulai dari awal."

Sang nenek mengatakan hal tersebut sambil mengenggam tangan Meisa.

"Terima kasih nek, memang hanya nenek yang bisa mengerti Meisa."

"Terima kasih nek karena nenek adalah satu - satunya orang yang bisa bertahan untuk Meisa, saat kejadian sepuluh tahun yang berlalu, saat semua orang membicarakan Keluarga kita, saat semua orang mengatakan kita sampah masyarakat, di saat itulah nenek berikan kasih sayang yang luar biasa kepada Meisa."

"Tidak menghakimi Meisa yang sedang hamil tanpa suami, namun nenek malah merawat kehamilan Meisa, terima kasih nek."

Dengan sekuat tenaga Meisa mengatakan hal tersebut sambil memeluk erat sang nenek.

"Bukan tugas kita untuk menghakimi seseorang nduk, karena kita juga sama seperti mereka yang suatu saat bisa berbuat kesalahan."

"Tugas kita sebagai manusia adalah memberikan pertolongan kepada mereka."

Sang nenek mengatakan hal tersebut kepada Meisa sambil membelai rambutnya, bagi sang nenek Meisa tetaplah cucu kesayangannya.

Sang nenek begitu sayang kepada Meisa, karena sudah sejak kecil meraawatnya.

Berbagai pemberontakan yang dilakukan Meisa kepada sang nenek karena Meisa yang belum bisa menerima keadaan membuat nenek harus bekerja keras di dalam mendidik Meisa.

Namun saat kegagalan itu terjadi sang nenek hanya bisa memeluk Meisa dan kembali untuk merawatnya.

"Jadi apa nduk rencana mu selanjutnya?"

"Besok aku akan mencari pekerjaan nek, pekerjaan apapun akan aku lakukan semua itu untuk Reynan, semua itu untuk nenek, aku tidak ingin nenek bekerja keras lagi dengan menerima pesanan makanan, aku ingin nenek duduk diam di rumah merawat Reynan dan juga menghabiskan masa tua nenek."

Meisa mengatakan hal tersebut dengan penuh keyakinan bahwa pekerjaan itu akan segera dia dapatkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!