NovelToon NovelToon

Mas Oon Is My Husband

Keterbelakangan mental

[Seorang pemuda yang memiliki keterbelakangan mental, mendatangi seorang artis cantik Shania Junianatha, kemudian mengaku telah mempersunting nya]

Tangan Oon menggigil, saat membaca headline news pagi ini, yang mengatakan bahwa dirinya seorang pria keterbelakangan mental.

Wajah lugu itu hanya termenung, saat membaca berita yang sungguh mengiris hati.

"Tet-tet-tega sekali Shania ...!"

Bergegas dia mencari Shania sang istri, hanya sekedar menanyakan berita yang dia baca pagi ini.

Namun wanita yang telah menjadi istrinya dua hari lalu, tengah asyik duduk disofa, dengan earphone berada di telinganya.

[Iya sayang ... Kamu jangan takut, Mama dan Papa hanya menikah kan aku saja, status di atas kertas, bukan diranjang. Jadi kamu tenang saja, untuk ranjang akan aku lakukan sama kamu ...]

Kalimat itu lagi-lagi di dengar oleh Oon dari balik pintu kamar, setelah dua hari pernikahan mereka.

Perlahan Oon masuk ke dalam kamar yang masih berserakan, karena sang artis Shania Junianatha baru terjaga dari tidurnya.

Oon meletakkan surat kabar yang ada dalam genggamannya diatas meja kamar Shania, sengaja memperlihatkan headline news terdepan yang menuliskan bahwa dirinya 'keterbelakangan mental'.

Shania tersenyum tipis, menyunggingkan senyuman nya, mengambil koran yang di letakkan pria itu diatas meja, lalu melemparkan surat kabar itu tepat mengenai wajah Oon.

Oon kaget mendapati perlakuan kasar Shania.

Gadis cantik itu justru tak peduli, dia hanya menjulurkan kaki jenjangnya di meja, meraih rokok yang ada di samping kanan, kembali melemparkan kotak rokok tersebut kearah Oon yang masih berdiri di hadapannya, kemudian mematik dan menghembuskan asapnya ke udara, tanpa perasaan bersalah.

"Hmm ternyata berita ini sudah berada di halaman depan saja ..."

Senyum Shania melebar, menyunggingkan bibir, menatap sinis pada Oon.

Oon semakin gugup, lagi-lagi dia bertanya, "A-a-a-apa maksud berita ini, Shania? Bi-bi-bisa jelaskan padaku? Siapa yang keterbelakangan mental?"

Oon benar-benar tidak menyangka dengan berita yang di bacanya pagi itu.

Namun Shania mendelik, memandangi Oon dari ujung rambut hingga kaki. Kemudian menyalakan televisi, dan membuka saluran gosip terhangat, yang menjadi berita headline di semua media.

'Keterbelakangan mental' hanya kalimat itu yang terdengar, setiap Shania mengganti channel televisi yang berada di kamarnya.

Oon menelan ludahnya sendiri, darahnya mendidih, keringat jagung bercucuran membasahi tubuhnya yang menggeram. Jujur dia tak menyangka mendapatkan penghinaan serta pengkhianatan dalam waktu dua hari setelah menikahi Shania Junianatha.

Tangan Oon mengepal kuat, bibirnya bergerak, ingin memarahi wanita yang sangat santai menghembus asap rokok di kamar mewah itu tanpa perasaan bersalah ataupun berdosa.

Wajah lugu, mata sendu, tubuh gendut, terlihat tak berdaya, bahkan sangat rapuh atas semua berita yang berulang-ulang menusuk gendang telinganya, sehingga menghantam tepat pada jantungnya.

"A-a-apa maksud semua ini Shania?"

Shania hanya tersenyum tipis, mendengar pertanyaan Oon yang tak perlu di jelaskan lagi.

"Hmm ..."

Hanya kata itu yang keluar dari tenggorokan gadis yang berprofesi sebagai artis terkenal tersebut, tanpa menggerakkan bibir mungilnya.

Kalimat 'hmm' yang terdengar oleh Oon, membuat pria itu lagi dan lagi hanya bisa menelan ludahnya kembali.

Seketika dia hanya bisa mendekati kaki istrinya, dan bersimpuh di lantai kamar persis di kaki jenjang yang menjuntai, tanpa tertutup penghalang apapun.

"A-a-apa maksudnya semua ini, Shania? Bukankah Ibu mu yang datang ke kediaman ku, sehingga me-me-meminta ku untuk segera menikahi mu?"

Shania menyunggingkan senyumannya, senyuman yang menyiratkan bahwa bukan dia yang menginginkan Oon untuk menjadi suaminya.

Oon Syahputra, pria berusia 25 tahun, yang memiliki tubuh subur, perut buncit, bahkan jauh dari kata tampan. Leher yang terlalu dekat dengan pipi, bahkan tak ada yang dapat di banggakan jika sudah berhadapan dengannya.

Akan tetapi, Oon sangat mengagumi seorang Shania Junianatha yang merupakan tetangganya sejak dulu. Kediaman mereka yang berjarak dua blok dari kediaman Ahmad Cirendeu, membuat kedua orang tua Shania yakin, bahwa Oon lah pria yang pantas untuk menjadi pendamping putri kesayangan mereka, sekaligus pelunas hutang, daripada mendapat ancaman pidana atas kasus pencucian uang serta mengalokasikan dana tidak sesuai perjanjian.

Shania mendecih, "Ciih ... Jangan pernah menyentuh kulit ku! Karena akan berdampak pada kesehatan kulit ku yang mulus, jika di sentuh tangan kasar itu!"

Sekali lagi Oon harus menerima hantaman dari kaki mulus istrinya sendiri. Yang letaknya tidak jauh dari wajah Oon.

PLAAAK ...!

"Ssshh ... Shan ... Oon sa-sa-sayang sama kamu! Tapi kenapa kamu tega menendang Oon, hingga mengatakan Oon keterbelakangan mental? Apa salah Oon sama kamu?"

Oon bertanya dengan mata berkaca-kaca, pipinya terlihat merah dan panas.

Shania melipat kakinya yang panjang juga mulus, kembali melirik kearah Oon, menatap jijik kearah pria yang telah menikahinya secara resmi itu.

"Kamu bisa ngaca? Lihat dirimu? Cara bicara mu? Siapa yang mau menikah dengan pria seperti mu?"

"Tapi kita sudah menikah Shania? Buktinya kita sudah menikah dan tinggal bersama. Katakan pada media, bahwa Oon Syahputra merupakan suami Shania Junianatha! Please ... Hanya itu yang ingin Oon dengar dari bibir kamu!"

Sontak permintaan Oon membuat Shania bergidik ngeri, dia tidak menyangka bahwa pria itu menuntut hal yang lebih setelah menikah dengannya.

"Mimpi! Semua itu tidak akan pernah terjadi! Karena kekasih ku itu Rizal, lebih tampan dari mu!"

Oon menggelengkan kepalanya perlahan, dia tak menyangka bahwa pernikahan yang dia bayangkan akan indah,menjadi seperti ini hanya karena wajah dan penampilannya jauh dari kata tampan.

"Oon akan mengikuti semua keinginan Shania, tapi hentikan semua berita di media masa. Kita ini sudah suami istri ... Tidak baik seperti ini pada suami!"

Shania tertawa kecil, mendengar penuturan Oon yang masih duduk di lantai kamarnya.

Shania berkata dengan suara lantang hingga menggema di sisi ruangan yang telah bercampur aduk aromanya, "Aku akan menghentikan semua berita di media, asalkan kamu menceraikan ku!"

Shania meraih asbak yang ada dihadapannya, melempar kearah Oon, malang tak dapat di tolak, mujur tak dapat diraih, seketika ...

PRAAANG ...!

Asbak melesat tepat di kening Oon, membuat tubuh gendut itu pening tujuh keliling. Darah mengalir deras dari kepala yang robek, dengan abu rokok berterbangan dilantai kamar.

Namun, Oon langsung bersimpuh dikaki Shania yang akan berdiri, dia benar-benar menangis keras, "Tidak Shania, Oon tidak akan menceraikan kamu! Sampai kapanpun, kamu tetap menjadi istri Oon! Oon sayang sama kamu ...!"

Shania Junianatha terdiam mendengar pernyataan Oon yang tidak akan pernah menceraikan nya, lagi-lagi dia melayangkan kaki jenjangnya, membuat Oon terjerembab. Lagi-lagi kepalanya terbentur di lantai kamar.

"Jangan mimpi kamu! Laki-laki bodoh!"

Secercah harapan

Shania berlalu meninggalkan Oon, menuju kamar mandi, mengambil kain pel, kemudian melemparkan pada pria yang masih meringkuk dilantai kamar, dengan darah masih mengucur deras ...

PRAAAAK ...!

Tangan halus Shania melempar dengan keras kain pel, berikut pembersih lantai ke wajah suaminya, "Bersihkan kamar ini! Karena kau tak lebih dari seorang babu!" sesalnya kemudian berlalu.

Oon hanya bisa menangis terisak, bergumam dalam hati, "Oon akan memperjuangkan rumah tangga ini. Oon tidak peduli dengan pemberitaan di luar sana, perlakuan kasar Shania, kata-kata kasarnya ... Suatu hari nanti kamu akan mengakui bahwa Oon merupakan suami terhebat mu Shania Junianatha!"

Sementara Shania berteriak keras, saat berdiri didepan lemari pakaian. Mengenakan pakaian yang tampak minim dan terbuka lebar, sambil berkata ...

"Ooogh Tuhan, mengapa aku harus menikah dengan pria seperti ini! Aku mencintai Rizal, bukan pria gendut itu ...!" geramnya, membanting pintu kamar mandi.

Oon terhenyak. Bukan sekali dua kali, ia harus menerima perlakuan kasar serta mendengar ucapan kasar seperti itu.

Bahkan dua hari selama pernikahan mereka, walau Oon sudah memperlakukan Shania dengan sangat baik, gadis itu masih saja bersikap kasar. Membuat hati pria selembut Oon semakin tertekan bahkan terus menerus menangis di dalam hati.

'Keterbelakangan mental' ... Lagi-lagi kalimat itu di dengar oleh Oon saat menolehkan wajahnya di layar televisi.

Membuat Oon hanya bisa menyandarkan tubuhnya disofa kamar.

Tak selang berapa lama Shania keluar dari kamar mandi, dengan balutan busana kasual lebih seksi dengan mempertontonkan lekuk tubuh, dada menonjol dan terbuka lebar, hanya menutup bagian intinya saja.

"Shania, apa yang kamu lakukan? Kamu mau kemana? Jangan tinggalkan Oon, Shan! Kita baru saja menikah, dan ini tidak baik jika dilihat oleh orang tua juga tetangga!"

Oon mendekati Shania, agar tidak melakukan hal yang sangat memalukan bagi keluarga.

Akan tetapi gadis cantik itu, justru mendorong tubuh gendut yang sudah berdiri di hadapannya, membuat Oon terjatuh, kembali mendengar kalimat kasar yang semakin memilukan ...

"Bersetan dengan omongan orang lain! Kamu itu keterbelakangan mental, jelek, bodoh! Mana bisa melakukan hal yang sangat menyenangkan di luar sana. Lebih baik, kamu pulang ke rumah minta susu sama Ibu kamu! Atau kamu bersihkan kamar ini. Awas saja jika masih ada debu! Akan aku usir kamu! Sana pergi, ambil kain pel dan sapu. Daripada kamu menjadi suami lebih baik kamu, ku jadikan pembantu!"

Shania kembali berteriak didepan wajah Oon yang masih menahan rasa sakit, kemudian berkata ...

"Jika saja Ayah ku tidak berhutang kepada keluarga mu! Jika saja Ibu mu bisa mengaminkan saja hutang-hutang yang tidak jelas itu! Pernikahan ini tidak akan terjadi!! Kenapa pula Ayah mempercayakan si cacat mental ini bisa memperbaiki sikapku!!?? AKU BENCI DIRIMU!!!"

Oon menatap Shania, sedikit hoyong karena lemparan asbak oleh istri sendiri. Ingin sekali dia merobek mulut gadis yang tega berkata kasar padanya. Karena mendengar sendiri dari mulut Shania, kalimat yang semakin menyakitkan.

Oon kembali menahan lengan Shania, yang meninggalkan nya di dalam kamar seluas itu. Aroma asap rokok bercampur dengan wewangian parfum didalam kamar, sedikit menyengat pembauannya sebagai pria yang tidak suka dengan rokok sedari dulu.

"Shan ..."

Shania tetap pergi menuruni anak tangga, tak menghiraukan panggilan suaminya ...

"Shan ... Jangan pergi, kita baru menikah, jangan tinggalkan Oon sendiri di sini. Nanti kalau Ibu sama Bapak pulang Oon mau jawab apa, Shan," kejarnya membuat Shania menghentikan langkahnya, kemudian menoleh kearah pria gendut dan jelek menurut pandangan matanya.

Shania mendengus dingin, menatap tajam kearah Oon, "Dengar laki-laki bodoh, lebih baik kamu membersihkan rumah, duduk manis, dan ikut semua aturan ku, bodoh!"

Shania menolak tubuh Oon, dan berlalu meninggalkan kediamannya, dengan memacu kecepatan mobil dengan kecepatan tinggi.

Oon terduduk dilantai tangga hanya bisa mengusap kepala yang masih terasa sakit, dengan darah yang masih mengucur walau sedikit mengering.

Entahlah ... Pernikahan yang dia anggap akan bahagia seperti yang diucapkan Ahmad saat memenuhi janjinya pada sang Ibu, membuat Oon hanya bisa pasrah.

"Ibu ... Oon harus bagaimana? Kenapa tega sekali Shania mengatakan dan memperlakukan Oon sangat kasar! Ibu yang membuat Oon seperti ini. Padahal Oon sudah baik pada Shania, Bu ... Tapi kenapa dia jahat sekali sama Oon!? Ibu ...!!"

Oon meratapi kepergian istrinya yang entah kemana. Bahkan hanya menggunakan pakaian serba minim, dan tak menghiraukan nasehatnya sebagai seorang suami.

"Kamu akan menyesal Shania ..."

Orang tua Shania yang sangat putus asa terhadap keberlangsungan kehidupan Shania kala itu, memutuskan untuk berhutang dengan nominal yang bernilai fantastis kepada keluarga Oon. Karena hal itu, mereka membuat perjanjian dengan menjodohkan Oon dan Shania

Tentu menjadi momok baru bagi Mala, selaku istri dari Putra Ayah dari Oon yang merupakan produser film kolosal pada masanya

Shania tidak dapat menolak keputusan sang ayah, dengan alasan tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

Oon berjalan dengan langkah gontai, menuju kamarnya yang berada dilantai dua, hanya untuk membersihkan luka serta membersihkan diri ...

Matanya kembali berkaca-kaca, membayangkan kejadian hari ini, sangat menyesakkan dada. Perdebatan yang tidak pernah ada solusi, justru semakin berani Shania menyakiti hati dan fisik Oon.

Pembantu, ya seperti itulah Shania memperlakukan seorang Oon yang telah banyak melakukan hal baik. Pria itu hanya bisa menangis saat mengobati luka di kepalanya seorang diri, dan melanjutkan pekerjaannya sebagai suami rumah tangga.

Oon tengah sibuk membersihkan serpihan kaca yang berserakan, mengganti sprei kamar, mengepel lantai, mengumpulkan semua pakaian kotor, dan membawa ke lantai bawah, untuk dicuci menggunakan mesin cuci.

Saat akan menaiki anak tangga, lagi-lagi matanya hanya tertuju kearah luar, berharap Shania akan ada secercah harapan, membayangkan istri sahnya kembali dan meminta maaf padanya, walau sesungguhnya itu tidak akan mungkin terjadi.

"Shania, kamu dimana? Jangan rusak hidup mu, hanya untuk mengejar orang yang belum tentu mencintai kamu sepenuhnya seperti Oon ... Pulanglah Shan ..."

Oon hanya bisa berdiri sendiri di balkon lantai dua kamar Shania. Dia hanya menikmati malam seorang diri, sambil menatap langit yang disinari cahaya bintang dan rembulan ...

Akan tetapi, kedua bola mata Oon membulat seketika. Saat melihat mobil sport berwarna merah menyala terparkir dipinggir jalan.

Oon melihat dengan mata kepalanya, kecupan mesra istrinya bersama pria itu, dan membiarkan laki-laki yang hanya sebatas kekasih tersebut membawa kendaraan mewahnya ...

"Shania ... Siapa yang membawa mobil istriku ...?"

Oon berang, kecewa, bahkan ingin sekali dia mengejar pria yang ada di bawah sana, untuk memberitahu bahwa dialah suami Shania Junianatha.

Ceraikan ...

Bergegas Oon melangkah menuju lantai bawah, dia tidak mendengar siapapun ada didalam rumah sebesar itu. Suasana sepi, bahkan hanya terdengar suara jangkrik hingga tokek, yang tak asing di telinga Oon.

Oon membuka pintu utama dengan lebar, membuat ia beradu tatap dengan Shani ...

"Kamu dari mana Shania? Kenapa laki-laki itu membawa kendaraan mu? Bukankah dia itu orang asing?" desak Oon dengan berbagai macam pertanyaan saat gadis itu akan melangkah memasuki rumah.

Dengan refleks, Shania yang sudah jijik melihat pria yang ada di hadapannya sejak tadi pagi tersebut, mendorong tubuh Oon, agar tidak menghalangi jalan masuknya.

"Minggir!"

Tubuh Oon bergeming, lagi-lagi dia menghalangi langkah Shania, agar gadis itu mau menjawab pertanyaan nya. 

"Jawab aku! Kenap laki-laki itu membawa mobil mu? Bukankah ..."

PLAAK ...!

Ucapan Oon seketika terhenti karena mendapatkan tamparan keras tepat di pipi kanan, membuat telinganya mendengung bahkan membuat tubuhnya kembali goyang.

Luka yang tadi masih basah, kini harus menerima perlakuan kasar seperti ini lagi ...

Shania menatap nanar mata Oon, "Ceraikan aku! Karena aku tidak sudi menjadi istrimu! Aku sudah muak dengan ini!"

Oon yang masih merasakan pandangannya masih berkunang-kunang, lagi-lagi harus mendengar kata cerai dari bibir Shania, membuat dia bersimpuh untuk memohon pada wanita itu ...

"Jangan lakukan ini pada Oon, Shania! Oon sayang sama kamu. Jika memang kamu bahagia dengan pria itu, Oon rela di madu. Asal jangan ucapkan kalimat cerai ..." tangisnya dengan kepala menunduk.

Entah setan apa yang merasuki kepala Shania kali ini, dia benar-benar tak kuasa membendung amarahnya, dia semakin kesal jika Oon mengatakan tidak akan menceraikan nya.

Dengan cepat tangannya menjambak rambut Oon, meremasnya dengan sangat kuat, membuat kepala pria yang berstatus suami itu mendongak keatas ...

Shania mencondongkan wajahnya agar lebih dekat menatap lekat mata Oon ...,

"Dengar laki-laki bodoh! Sampai kiamat pun, aku tidak akan pernah membalas sayang, bahkan jatuh hati padamu pria bodoh! Menikah dengan mu, adalah musibah untuk aku dan karir ku! Laki-laki brengsek ...!" geram Shania, kemudian menghayunkan tangan yang meremas kepala Oon, membuat pria itu benar-benar terjerembab lagi sehingga kepalanya menyentuh anak tangga yang ada diruang tamu.

Anak tangga yang memiliki tiga tangga, sebagai penghubung antara ruang tamu dan ruang keluarga, kembali menorehkan luka di kening Oon, membuat kepala pria itu lagi-lagi mengeluarkan darah.

Shania tidak perduli akan sikapnya, dia memilih berlalu meninggalkan Oon, menuju kamarnya.

Oon yang masih menyentuh bagian kepalanya, sedikit terhuyung, hanya bisa berteriak keras, "Oon tidak akan menceraikan mu, Shan! Sampai kapanpun! Sampai kamu mengatakan pada media, bahwa Oon lah suami kamu! Bukan laki-laki itu!" teriaknya menggema di seluruh ruangan.

Bi Narsih yang mendengar suara teriakan Oon, segera menghampiri pria itu untuk memberikan pertolongan padanya.

Dengan sekuat tenaga, Bi Narsih membawa Oon yang tertatih menuju dapur, memberikan segelas air putih, kemudian mengobati luka yang cukup dalam.

"Tahan yah Mas Oon, ini pasti sakit ..."

Oon tak menjawab, kali ini dia hanya ingin mendengarkan pengakuan Shania pada orang di luar sana, bahwa Oon lah suami sah artis ternama tersebut, Shania Junianatha.

Setelah cukup mendapatkan perhatian dari  Bi Narsih, Oon kembali mendengar suara Shania yang tengah berbincang melalui sambungan telepon ...

[Sudah aku lakukan sayang ... Apa yang kamu minta ...]

BRAAK ...!

Oon mengambil handphone dari tangan Shania, melepaskan earphone dari telinga wanita itu ...

Kemudian melihat layar handphone milik Shania yang masih menyala ...

Dengan nada tegas, Oon membentak keras pria yang berada di seberang sana ...

[Jangan pernah menganggu istriku, karena Shania Junianatha adalah istri Oon, istri Oon Syahputra]

Shania yang tidak terima dengan pernyataan Oon pada kekasihnya, kembali melayangkan tamparan tepat di wajah pria itu ...

"Pergi dari kediaman aku! Laki-laki jahanam! Brengsek! Tidak tahu malu! Siapa yang akan mengakui bahwa kamu suamiku! Pergi!!"

Saat mendengar hardikan dari Shania, Oon mundur perlahan. Kali ini dia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Harga dirinya sebagai laki-laki telah terinjak-injak, bahkan sangat menyakitkan.

Oon menarik nafas dalam-dalam, dia kalah, hanya bisa bertahan dalam kelukaan ...

Oon meninggalkan kamar Shania, memilih duduk diruang tamu, hanya untuk menunggu ayam jantan berkokok. 

.

Saat suasana rumah yang terlihat sepi, Oon mendengar suara samar Mala berteriak lantang menerobos masuk, tanpa mau mengucapkan salam, pagi, siang, ataupun sore.

Tubuh wanita paruh baya itu mencari keberadaan Shania, ataupun Widya dengan tangan kanan menggenggam erat salah satu media masa.

"Mana Widya!"

Suara Mala kembali terdengar hingga mengejutkan Oon yang masih tertidur disofa ruang tamu ...

"Hmm, Ny-nyo-nyonya masih di toko, Bu," hormat asisten rumah tangga yang berlari menemui Mala diruang tamu.

Mala melemparkan majalah yang menuliskan di halaman depan, bahwa putranya keterbelakangan mental.

Asisten rumah tangga hanya terdiam menunduk dihadapan Mala yang tersulut emosi.

"Shania mana!"

Lagi-lagi suara Widya semakin lantang terdengar di ruang tamu yang menggema.

Seketika Mala menolehkan kepalanya kearah kiri, menyaksikan sendiri anak laki-lakinya masih mengerjabkan mata dan mengusap-usap wajahnya.

"Oon ... Kamu tidur disini?! Kurang ajar sekali mereka memperlakukan kamu! Ditambah pihak menajemen nya menyatakan kalau putra kesayangan Ibu 'keterbelakangan mental'!"

Mala tak kuasa membendung amarahnya, dia benar-benar menggeram di kediaman Ahmad Cirendeu. 

Ibu mana yang tidak akan kecewa, jika dihadapkan dengan pemberitaan yang sangat menghina sang putra, dan menyaksikan anaknya tidur di sofa, tidak sesuai seperti kebahagiaan yang pernah dijanjikan oleh Ahmad.  

Oon menghampiri sang Ibu yang sudah berusia 52 tahun tersebut. Ia meminta asisten rumah tangga itu meninggalkan mereka di ruang tamu, "Sudah Mba ... Biar Oon yang menenangkan Ibu!" ucapnya pelan juga lembut.

Mala menyilangkan tangannya didada. Hatinya semakin terasa sakit, saat melihat putranya yang masih saja tampak tenang, saat bertemu dengannya.

"Oon, kamu sudah baca belum berita di media, di televisi, bahkan di media online yang menyatakan kamu keterbelakangan mental hmm?!"

Mala tak bisa menahan lagi, karena dia sangat mengetahui bagaimana putra kesayangannya dalam menyikapi sebuah masalah.

Oon mengusap lembut punggung Ibunya, membawa Mala untuk duduk disofa, agar tidak meledak-ledak seperti awal tiba.

"Kita bicara dengan tenang yah, Bu. Ta-ta-tadi Oon sudah membahas dengan Shania, tapi istri Oon itu masih ada shooting. Jadi sudah pergi sejak pagi ..."

Mendengar penuturan putranya, sontak emosi Mala semakin membuncah. Kepalanya terasa berdenyut, bahkan ingin sekali dia membawa putranya keluar dari kediaman Ahmad Cirendeu tersebut.

"Apa? Pergi shooting? Shooting apa, On! Kamu disuruh tidur disofa, dia keluyuran! Baru dua hari menikah, terus dia meninggalkan kamu? Emang dia tidak tahu siapa suaminya? Tega banget dia memperlakukan suami seperti ini! Ibu tidak mau tahu, kamu harus pulang ke rumah! Ibu tidak sanggup mendengar berita yang beredar di luar sana! Tega-teganya media itu memberitakan seperti itu! Emang kamu dianggapnya apa? Mereka yang meminta kamu, On! Mereka yang datang ke rumah kita. Sekarang Ibu mau kamu ceraikan Shania Junianatha itu! Ibu tidak ingin memiliki menantu seperti dia!" jelasnya panjang lebar.

Oon terdiam, telinganya terasa panas saat di hujami kalimat-kalimat yang sangat memilukan. Bahkan dengan gampang Ibu-nya mengatakan cerai.

"Bu ... Oon baru menikah! Tolong jangan ikut campur dalam urusan rumah tangga kami! Tolong, Bu ..."

Mala terkesima mendengar pernyataan sang putra, yang terdengar membela gadis yang tidak beradap tersebut, bahkan sudah menghina Oon yang merupakan seorang pengusaha sukses di usia muda, walau di belakang layar.

"Ooogh, jadi kamu lebih membela istri kamu daripada Ibu? Apa ini yang menjadi balasan anak pada orangtuanya?" hardiknya membuat Oon tertunduk.

"Ti-ti-tidak Bu ..."

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!