Rona senja yang memanjakan mata membuat Hanna terpaku menatapnya lama. Pantulan ronanya pada air sungai begitu menyilaukan membuat Hana tersadar.
"Astaga! Sudah jam segini. Gawat, pasti bos akan marah jika aku terlambat lagi," gerutu Hanna sembari mengayuh pedal sepeda usangnya.
Jalanan sore yang mulai ramai lalu lalang sedikit menghambat perjalanannya. Cafe Romansa di ujung jalan sudah terlihat. Sayangnya, ia tanpa sengaja menabrak sebuah mobil mewah yang entah milik siapa terparkir sembarangan.
"Sial! Mobilnya lecet lagi," gumam Hanna sambil celingukan mencari si empunya mobil.
Karena si empunya tak kunjung terlihat, Hanna yang terburu-buru pun langsung menulis sebuah pesan di secarik kertas dan meletakkannya.
Sepanjang jalan Hanna terus merutuki kesialannya hari ini. Namun tentu saja tak akan merubah apapun.
Setibanya di kafe, Hanna langsung memarkir sepedanya asal agar tak kena omel dari bosnya. Naasnya, Hanna terlambat 3 menit dan bosnya sudah bersiap mengeluarkan kata-kata mutiara.
"Ma-maaf bos, tadi terjadi kecelakaan sedikit," ucap Hanna hati-hati.
"Maaf, maaf. Kamu ini sudah sering terlambat. Mau berapa kali lagi kamu beralasan seperti itu? Kalau besok kamu masih terlambat lagi, kamu saya pecat. Paham?" ancam bos Hanna.
Meski mendapat omelan dari bosnya, Hanna tetaplah Hanna. Gadis ceria yang selalu penuh dengan energi positif.
Hanna langsung ke belakang untuk mengganti bajunya dengan seragam kerja lengkap dengan apron. Melihat apron berwarna hitam dengan pin bertuliskan namanya membuat Hanna kembali bersemangat untuk melewati satu hari yang melelahkan lainnya.
Kafe semakin ramai, Hanna pun hampir kewalahan melayani pelanggan. Untungnya ia tak bekerja sendirian hari ini.
"Terima kasih Risa, kalo nggak ada kamu kayaknya aku udah mati," ucap Hanna pada teman kerjanya sambil mengambil makanan yang harus ia antar kepada pelanggan.
Cafe Romansa memang selalu ramai jika senja menjelma. Sebagai salah satu kafe viral favorit banyak publik figur tentulah ada banyak hari melelahkan bagi para pegawainya. Tak terkecuali Hanna yang meskipun hanya pegawai part time di kafe itu.
Hanna yang masih mahasiswa di salah satu universitas ternama dengan beasiswa penuh tentulah membutuhkan pekerjaan sampingan untuk menambah uang sakunya.
Seorang yatim piatu seperti Hanna mana bisa meminta uang kepada orang tua seperti teman-temannya yang lain.
"Mbak, saya pesan americano satu. Tolong antarkan ke meja saya ya mbak," ucap salah seorang pelanggan kepada Risa.
Risa pun langsung memberikan pesanan kepada barista agar segera dibuat.
"Hanna, tolong antarkan ini ke meja nomor 5," ucap barista kepada Hanna.
Tanpa babibu Hanna langsung mengantarkan pesanan itu.
"Aduh! jalan pake mata dong," pekik seorang perempuan yang tanpa sengaja tersenggol oleh Hanna.
"Maaf kak, maaf saya tidak sengaja," ucap Hanna sambil menunduk.
Perempuan itu masih saja tak terima meski Hanna sudah minta maaf padahal tak ada yang luka atau kotor sedikitpun.
"Sayang, bahuku sakit," ucapnya kepada pria yang menggandengnya dengan nada sangat manja.
Si pria pun begitu sigap memeriksa bahu pacarnya itu.
"Saya permisi mengantar pesanan pelanggan lain terlebih dahulu. Setelahnya mari kita diskusikan masalah ini. Saya permisi," ucap Hanna masih menunduk.
Hanna pun berlalu pergi mengantarkan pesanan. Terlepas dari salah todaknya dirinya, Hanna hanya tak ingin kehilangan pekerjaannya.
Belum lagi, ia sudah membuat sebuah mobil mewah baret di jalan tadi.
"Hari ini aku sial sekali," gumam Hanna pelan sekali.
...****************...
"Apa-apaan ini!" teriak seorang pria di samping mobilnya.
Sambil celingak-celinguk ia mencari pelaku yang harus bertanggung jawab, ia melihat secarik kertas.
[Aku minta maaf sudah membuat mobilmu tergores. Aku memang tidak punya banyak uang, tapi aku akan bertanggungjawab. Kirimkan tagihan perbaikannya saja padaku. Hanna 0769xxxxxxxx]
Ia pun langsung menelpon asistennya untuk membawakan mobil lainnya dan membawa mobilnnya yang baret ke bengkel.
Seorang pria tak kenal ampun yang diam-diam menghanyutkan itu terus saja menatap nomor ponsel pada secarik kertas.
Seorang Nicholas yang terkenal gila kerja dan cinta uang itu memikirkan apa yang harus ia lakukan kepada orang yang sudah membuat mobilnya baret.
"Berani sekali mengusik Nicholas," gumam Nicholas sambil menancap gas dengan kecepatan tinggi menuju apartementnya.
Sesampainya di apartment, Nicholas meminta sekretarisnya untuk menghubungi Hanna dengan nomor kantor agar ia tak perlu membayarnya.
"Haaah... Sial sekali aku hari ini," keluh Nicholas sambil memijit batang hidungnya.
Bagaimana tidak sial, sudah dimarahi habis-habisan oleh ibunya yang menginginkan seorang menantu dan cucu ditambah lagi mobil kesayangannya baret.
Kalau mobil memang tidak seberapa baginya. Namun, kalau menantu dan cucu ia tak punya ide untuk mendapatkan keduanya secepat mungkin apalagi dengan kepribadiannya itu. Tak ada satu wanita pun yang tahan dengan kepribadiannya.
Bahkan, sudah lebih dari 10 kencan buta yang ibunya rencanakan untuknya dan tak ada satu pun yang berhasil.
"Mama ini, ada-ada saja," lirihnya.
Nicholas yang memejamkan mata sambil bersandar pada sofa pun tanpa sadar tertidur.
Cukup lama ia tidur terduduk. Namun, sesekali ia bergumam dalam tidurnya.
"Aaaa....," pekik Nicholas hingga terbangun.
Keringat sudah membanjiri tubuhnya hingga baju yang ia kenakan pun basah kuyup.
"Menyeramkan sekali," celetuknya sambil merinding.
Rupanya Nicholas yang terlalu memikirkan tentang permintaan ibunya itu membuatnya bermimpi jika ia dijodohkan dengan seorang wanita jelek yang hanya tau menghabiskan uang saja. Dandanan yang tebal bak ondel-ondel terus saja berputar dalam ingatannya membuat bulu kuduk berdiri.
Di tengah lamunan, ponselnya berdering membuatnya terkejut. Melihat nomor kantor yang menelpon, tanpa pikir panjang ia angkat.
"Pak, Nona Hanna tidak bisa lepas tanggungjawab begitu saja katanya. Ia ingin bertemu bapak untuk mendiskusikannya, bagaimana?" ucap sekretarisnya dari ujung telepon.
"Baiklah, aturkan saja jadwal dan tempatnya. Kabari lagi nanti," sahut Nicholas langsung menutup telepon.
Melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 7 malam membuat Nicholas bergegas bangkit dari sofa dan pergi membersihkan diri. Bajunya yang kuyup oleh keringat sudah membuatnya begitu tak nyaman.
Air shower yang hangat begitu memanjakan dirinya dan menghilangkan penat meski hanya sejenak. Karena banyak hal yang perlu ia kerjakan di ruang kerja.
Berkas-berkas menumpuk yang minta segera diselesaikan pun seperti hampir mengamuk.
Nicholas yang tengah mandi tak sadar jika ada seseorang yang menerobos masuk ke dalam apartmetnya.
Mengendap-ngendap perlahan mencari keberadaan Nicholas.
Dengan hati-hati ia melangkah agar Nicholas tidak menyadari keberadaannya. Karena jika Nicholas menyadarinya sedikit saja, nyawanya lah yang menjadi taruhan.
Setelah mandi, Nicholas yang sudah bersiap-siap untuk mengerjakan berkas-berkas di ruang kerja pergi ke dapur terlebih dahulu untuk mengambil minum.
Menyadari adanya perbedaan atmosfir membuat Nicholas waspada.
"Bughhh!"
"Kau payah sekali Tuan Nicholas," ucap seseorang yang telah berhasil memukul Nicholas hingga terjerembap.
"Ha, tak usah basa-basi. Apa maumu?" tanya Nicholas yang masih tak bisa melepaskan diri.
Ia hanya menyeringai mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut seorang Nicholas. Benar-benar diluar dugaannya.
Nicholas hanya mengernyitkan dahi karena yang ditanya diam saja.
"Ah! Kakak tidak seru," pekiknya lalu melepaskan Nicholas begitu saja.
Zahra pun menggembungkan pipinya karena kesal.
Sedangkan Nicholas hanya tertawa kecil melihat tingkah gemas adik bungsunya itu.
"Kakak tidak bisakah berpura-pura takut sedikit saja?" tanya Zahra yang masih kesal.
"Apa? Kakak sudah ketakutan dari tadi. kamu tidak melihatnya?" tanya Nicholas berusaha menghibur.
Sayangnya, Zahra tidak bisa dibujuk hanya dengan kata-kata. Nicholas pun memutar otak agar adik manisnya itu tidak cemberut lagi.
Nicholas langsung berlari ke dapur untuk mengambil kue dan minuman favorit Zahra di kulkas.
Dan benar saja, mata Zahra langsung berbinar penuh semangat melihat kue dan minuman favoritnya ada di depan mata.
"Waaahhhhh....," seru Zahra yang sudah ileran ingin memakan kue itu.
"Eitsss, kakak sedang banyak kerjaan. Jadi, kamu duduk dengan tenang dan makan kuemu di sini. Jangan masuk ke ruang kerja kakak kalau tidak ada yang penting," ucap Nicholas menarik kue yang disodorkannya pada Zahra.
Setelah Zahra mengangguk paham, Nicholas meletakkan kue dan minuman di atas meja.
Melihat kakaknya yang sudah menghilang di balik pintu ruang kerja, Zahra langsung menerkam kuenya tanpa basa basi.
Tanpa Zahra tahu, Nicholas yang mengintip dari balik pintu tersenyum melihat adiknya begitu ceria menikmati kue setelah sekian lama tidak bertemu.
Zahra kesayangannya yang menerima beasiswa untuk belajar di Eropa membuat mereka tak bisa sering ketemu.
"Aih, tujuanku kemari kan bukan untuk ini," gerutu Zahra yang tersadar ditengah acara memakan kue.
"Nicholas! Kau membodohiku!" Pekik Zahra dari sofa depan televisi.
Nicholas hanya cekikikan di ruang kerjanya mendapati adiknya masih saja mudah untuk dibodohi. Ia bahkan heran bagaimana adiknya itu bisa mendapatkan beasiswa kuliah di Eropa dengan otak sekecil otak udang itu.
Namun, ia juga bangga kepada Zahra atas semua prestasinya meskipun tidak lebih banyak dari dirinya.
"Kak! Kau ini jahat sekali. Adiknya pulang malah tidak dijemput," teriak Zahra sambil menggedor-gedor pintu ruang kerja Nicholas.
"Tidak mau tau, kakak harus ganti rugi!"
Nicholas hanya tersenyum tipis mendengar ocehan Zahra yang tak bisa masuk ke ruang kerjanya.
Meski gemas kepada adiknya, tapi tumpukan berkas di depannya memaksa untuk segera diselesaikan. Jadi, mau tak mau Nicholas harus mengerjakannya hingga tuntas.
Zahra yang masih kesal terus saja menggedor-gedor pintu.
Karena Nicholas mulai terganggu, ia pun membuka pintu tiba-tiba membuat Zahra jatuh tersungkur.
"Kamu ngapain dek di lantai?" tanya Nicholas dengan polosnya.
Zahra pun terpancing emosinya hingga mengamuk pada kakaknya yang tidak punya akhlak itu.
"Kakak itu bodoh atau bagaimana sih! adiknya jatuh malah nggak ditolongin," ucap Zahra cemberut.
"Oooh, adik kakak jatuh rupanya. Aduh sayang, sini sini sini... cup cup cup," ucap Nicholas sambil memeluk dan mengusap kepala Zahra.
Zahra berontak dari pelukan Nicholas, tapi Zahra kalah tenaga dengan Nicholas.
Meski Zahra bisa saja melepaskan diri dari pelukan kakaknya, tapi ia tak melakukannya karena sebenarnya Zahra pun rindu dipeluk kakaknya itu.
"Kakak harusnya memanjakanku sebelum menikah," lirih Zahra membuat Nicholas tercekat.
"Siapa yang menikah?" tanya Nicholas bingung.
Zahra hanya diam semakin erat memeluk kakaknya.
Nicholas yang paham akan ketakutan adiknya itu pun membalas pelukannya.
Hari sudah semakin larut, tetapi Zahra masih begitu enggan melepaskan kakaknya. Hingga akhirnya Nicholas menemani Zahra menonton TV hingga tertidur.
"Kakak akan terus jaga kamu sayang," lirih Nicholas mengecup kening adiknya yang terlelap.
Zahra begitu beruntung memiliki seorang kakak selembut Nicholas. Meskipun mereka kerap kali bertengkar, Nicholas tetap tak pernah meninggikan nada bicaranya.
Nilai ini lah yang membuat Nicholas disukai banyak wanita selain karena harta dan wajah tampannya. Namun, tak banyak yang tahu jika seorang Nicholas bisa bersikap lembut kepada perempuan. Karena image superior yang dibangunnya sudah menjadi ciri khas dari dirinya di depan publik.
***
sebuah dering ponsel di nakas membuat Zahra mengejapkan matanya.
Dengan mata setengah tertutup Zahra membaca pesan tersebut dari notifikasi.
[Pak, Nona Hanna meminta bertemu di Cafe Romansa ketika jam makan siang]
Melihat pesan tersebut mata Zahra langsung membulat dan penasaran siapa sosok Hanna ini. Karena kakak menyebalkannya selalu menolak untuk menikah atau sekedar dikenalkan dengan wanita.
Tanpa pikir panjang, Zahra langsung mencatat alamat kafe dan hendak menguntit kakaknya itu.
"Kak, barusan asisten kakak chat tuh. Berisik banget pagi-pagi," gerutu Zahra.
Nicholas yang terlelap di sofa kamarnya pun membuka mata dengan malas.
"Hm," sahut Nicholas yang masih belum sadar dari tidurnya.
Zahra hanya menggelengkan kepala dan langsung menuju dapur karena ia mulai merasa lapar.
"Kak! kakak mau aku buatkan apa? sandwich? atau roti selai saja?" teriak Zahra dari dapur.
Nicholas pun mulai terusik kembali dan dengan sangat-sangat terpaksa ia bangkit dari tidurnya yang baru beberapa menit. Kantung mata dan mata merahnya pun sudah menjelaskan semuanya hanya dalam sekali lihat.
Pria gila kerja seperti Nicholas ini sudah banyak berserakan di tepi jalan. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak memikirkan tentang pernikahan sama sekali seperti Nicholas.
"Apa saja sayang," sahut Nicholas dari dalam kamar.
"Tak bisakah kakak berhenti memanggilku begitu? Nanti kakak ipar salah paham kak," teriak Zahra sambil cekikikan di dapur.
Dalam hitungan ketiga, Nicholas pun menghampiri Zahra dengan raut kesal.
Bagaimana tidak, ia tak berniat memberi Zahra seorang kakak ipar tapi malah Zahra berkata demikian.
"Siapa? lagian kamu tidak akan punya kakak ipar," ucap Nicholas dengan raut cemberut.
Melihat ekspresi kakaknya yang begitu lucu Zahra tertawa terpingkal-pingkal hingga lupa ia sedang menggoreng telur. Alhasil, telur yang digorengnya pun gosong.
Nicholas menertawai Zahra puas. Naasnya, nasib baik tidak sedang berpihak kepadanya karena Zahra langsung memasukkan telur gososng itu ke dalam mulut Nicholas tanpa aba-aba.
Hampir saja Nicholas mati tersedak.
"Dek, kamu mau bunuh kakak ya?" tanya Nicholas dengan napas yang masih terengah-engah karena panik.
"Hahahaha, sukurin. salah sendiri ngetawain Zahra. Mamam tuh telur gosong," tawa Zahra puas melihat kakaknya sangat kesal.
Nicholas yang kesal pun langsung masuk ke kamar dan membanting pintu. Nicholas harus segera bersiap-siap untuk ke kantor dan menyelesaikan pekerjaannya lebih awal agar bisa bertemu dengan Hanna.
Cermin berembun di depannya menampilkan wajah tampan dengan garis rahang yang begitu tegas membuatnya tampak sangat maskulin.
Tatapan mata yang setajam cakar elang miliknya pun siap mengoyak setiap pandangan yang meremahkan dirinya.
"Dek, kamu jangan kemana-mana. Kakak ada urusan sebentar," ucap Nicholas yang keluar kamar sudah rapi.
Zahra hanya mengangguk pelan dengan rencana licik di otaknya.
"Ck, kakak pikir bisa menyembunyikan kakak ipar dariku?" batin Zahra.
Zahra yang sudah tau langsung bersiap-siap agar penyamarannya tidak ketahuan.
Meski belum jam makan siang, Zahra tetap pergi ke kafe itu lebih awal. Karena kakaknya pasti akan mengurusi berkas-berkas menyebalkan yang selalu menumpuk di mejanya terlebih dahulu.
"Mari kita lihat seperti apa calon kakak iparku nanti," gumam Zahra menyeringai.
Zahra pun memesan sebuah taksi online untuk mengantarnya ke kafe. Jika ia nekat menggunakan mobilnya pasti akan ketahuan oleh Nicholas.
"Cafe Romansa pak," ucap Zahra kepada sopir taksi yang dipesannya.
"Oh, yang viral itu ya. Siap mbak," sahut sang sopir.
Jalanan yang cukup lenggang membuat perjalanan Zahra terasa sangat singkat. Setelah tiba, Zahra langsung membayar dan keluar dari mobil.
Naasnya, baru saja Zahra keluar dari taksi malah menabrak seorang perempuan yang tampak begitu terburu-buru.
Buka yang tadinya dalam dekapan perempuan yang ia tabrak menjadi berserakan di jalan.
Zahra membantu memungut beberapa dan kembali berdiri.
"Ah, maaf. Maafkan ak-u. Loh, kamu bukannya yang membantuku kemarin di kampus?" tanya Zahra kepada Hanna.
Zahra mengulurkan tangan ingin bersalaman dan memberikan buku milik Hanna.
Hanna mendongak ketika mendengar suara yang tak asing, "Eh, kamu. kebetulan sekali, tapi maaf aku sedang buru-buru. Aku duluan ya, terima kasih sudah membantu."
Hanna berlalu pergi memasuki kafe. Sedangkan Zahra masih diam mematung memandangi uluran tangannya yang diabaikan oleh Hanna.
Baru kali ini Zahra diabaikan oleh orang lain seperti itu. Di hatinya ada rasa kesal sekaligus bingung yang membuatnya tak bergerak sedikitpun.
"Wah, apa ini? Dia mengabaikanku?" tanya Zahra kesal.
Zahra yang tersadar berjalan menuju kafe dengan menghentakkan kakinya kesal.
Setelah memasuki kafe, Zahra langsung memesan minuman sembari menunggu kakaknya datang.
Tanpa Zahra tau, Nicholas pulang lebih awal dan tak mendapati dirinya di rumah.
Zahra yang dihubungi Nicholas pun berbohong jika ia ada di rumah. Namun, tiba-tiba Nicholas meminta Zahra melihat ke luar jendela.
Betapa terkejutnya Zahra melihat kakaknya dengan setelan rapih menatap dirinya tajam.
"Ahahaha... Kak, aku bisa menjelaskannya. Kak!" teriak Zahra di telepon.
Nicholas acuh dan hanya memberi kode tangan agar Zahra segera keluar dari kafe.
Zahra menelan ludah kasar melihat kakaknya yang marah karena ia pergi tanpa meminta izin terlebih dahulu.
"Habislah aku...," lirih Zahra sambil menepuk-nepuk jidatnya.
Sembari menunggu Zahra keluar, Nicholas melihat sekeliling dan baru sadar jika itu adalah kafe tempat janjian untuk bertemu Hanna.
Akan tetapi, karena adik nakalnya menghilang tiba-tiba ia menjadwalkan ulang pertemuan mereka.
Zahra yang terburu-buru keluar kafe lupa jika dompetnya masih di atas meja. Hanna yang melihatnya langsung mengejar Zahra.
"Mbak, tunggu!" teriak Hanna membuat Zahra menghentikan langkahnya.
Zahra menoleh, mata Zahra dan Hanna yang bertemu membuat mereka terkejut.
"Kamu," ucap Zahra dan Hanna bersamaan.
"Ah, iya. Yang tadi maaf ya, aku sangat buru-buru karena sudah hampir terlambat masuk kerja. Sekali lagi maaf ya," ucap Hanna meminta maaf.
"Tak apa, lupakan saja. Aku Zahra, kalo di kampus kita ketemu lagi nanti ya," sahut Zahra ramah.
"By the way, makasih ya udah bawain dompetku," sambung Zahra mengulurkan tangan mengambil dompetnya dari Hanna.
Nicholas yang sudah lelah berdiri menunggu adik cerobohnya pun berdehem menyuruh Zahra agar cepat-cepat masuk ke mobil dan pulang.
Zahra yang mendapati air muka kakaknya sudah sangat kesal pun berpamitan dan berlari menuju mobil.
Begitulah Nicholas terhadap adik tercintanya, sangat posesif. Semua jadwal kegiatan Zahra bahkan diatur olehnya secara pribadi.
"Siapa gadis itu?"
"Hanya teman. Kenapa? Kakak suka?" tanya Zahra antusias.
"Jangan sembarangan berteman," sahut Nicholas dengan nada tak suka.
Sepanjang perjalanan Nicholas terus saja mendiamkan adiknya yang nakal. Berbeda dengan Zahra yang begitu cerewet meminta maaf karena menyadari kakak posesifnya marah terhadap dirinya.
Zahra bahkan merengek-rengek hingga pura-pura menangis agar Nicholas memaafkan dirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!