Isak tangis seorang wanita terdengar menggema di ruangan yang sepi, gaun putih dan cantik menghiasi tubuh indahnya. Riasan cantik di wajahnya mulai luntur oleh butiran air mata yang terus mengalir tanpa henti, hingga tangisan itu berhenti saat suara langkah kaki mendekat ke arahnya.
"Mau sampai kapan kau menangis di sini?" Maki seorang wanita dengan balutan gaun berwarna navy.
Adelia menatap nanar wanita di depannya dengan amarah di hatinya, Adelia langsung memaki wanita yang merupakan Ibu tirinya.
"Apa kalian belum puas membuat hidup ku menderita!" Teriaknya, suaranya bahkan menggema ke setiap sudut ruangan yang sepi.
"Kau jangan salahkan aku, tapi salahkan nasib sial mu itu. Lagi pula, ini permintaan ayahmu untuk menikahkan mu dengan pria itu." Timpal sang Ibu dengan nada penuh ejekan dan makian.
"Sudah, hentikan tangisan bodoh mu itu." Maki seorang wanita yang tiba-tiba datang dengan langkah cepat.
Adelia langsung menyeka air matanya, Kania seketika menarik tangan Adelia dan mencengkeram nya kuat-kuat. "Jangan rusak pernikahan yang sudah kami buat untukmu, apa kau pikir membuat pesta pernikahan seperti ini tidak menggunakan uang? Semua itu menggunakan uang, jadi kau harusnya bersyukur." Maki Kania dengan tangan yang mendorong tubuh Adelia hingga wanita itu hampir terjatuh.
Beberapa pelayan datang dan langsung membawa Adelia pergi untuk kembali ke ruang rias, Kania merupakan Kakak tiri dari Adelia. "Kau memang hebat dalam menangani anak itu," Puji Liona yang merupakan Ibu dari Kania dan ibu tiri Adelia.
"Anak itu memang harus di kasih pelajaran, dia kira dirinya siapa? Dia hanya anak haram dari ayah dan ingin di perlakukan seperti seorang putri? Mimpi." Gerutu Kania dengan tatapan marah dan penuh emosi.
Terdengar suara tepuk tangan dari semua orang, Adelia hanya bisa duduk dengan wajah yang menunduk. Di sampingnya sudah ada seorang pria dengan kulit wajah yang mengelupas akibat luka bakar.
Perasaan takut di hati Adelia terus menggebu-gebu, pernikahan yang selama ini dia idam-idamkan malah menjadi pernikahan yang paling ingin dia hindari.
Para tamu undangan pun menatap jijik ke arah mempelai pria, pria yang berstatus menantu keluarga Anggara yang terkenal dengan kekayaan mereka. Meski kini Kepala rumah tangga keluarga Anggara sudah wafat tapi kekayaan dan kekuasaan keluarga itu tetap ada dan berada di bawah kekuasaan istri dan putri pertama mereka.
"Kenapa kita harus melakukan pesta pernikahan untuk mereka berdua, kau lihat bagaimana orang-orang menilai keluarga kita nanti." Gerutu Liona kepada putrinya.
"Sudahlah, Ibu. Lagi pula orang-orang tidak akan memandang jijik kepada kita, anggap saja ini hadiah untuk anak haram itu." Jawab Kania dengan mata yang menatap malas adik tirinya.
Setelah acara pernikahan Adelia langsung mengurung diri di kamar, dia masih tidak bisa membayangkan wajah suaminya yang hancur oleh luka bakar. Ada rasa takut di hati Adelia saat matanya melihat langsung wajah Haris, "Apa yang harus ku lakukan," Lirih nya dengan mata yang berkaca-kaca.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu membuat Adelia tersentak dengan perlahan Adelia langsung membuka pintu kamarnya.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Tanya Kania sedikit emosi.
"Aku hanya ingin ganti baju." Jawab Adelia yang tidak berani melihat ke arah Kania.
"Sebaiknya cepat dan jangan buat gaun itu kotor, jika kau membuat gaun itu kotor aku akan membuat perhitungan dengan menggunakan. Karena jika gaun itu sampai kotor atau pun lecet, aku yang harus menanggung biaya ganti ruginya." Maki Kania dengan perkataan yang tajam.
"Lagi pula aku tidak ingin menikah, kenapa kalian malah memaksa ku untuk menikah dengan pria yang tidak aku cintai." Adelia mencoba melawan kepada Kania.
Mendengar perkataan Adelia, Kania langsung menatap tajam ke arah adik tirinya. "Kau harus ingat siapa dirimu dan posisimu saat ini, kau hanya anak haram dari ayahku." Kania berteriak dengan tangan yang menunjuk-nunjuk ke arah Adelia.
Perkataan yang tajam dari mulut Kania membuat Adelia sakit hati, "Lagi pula aku tidak menginginkan dilahirkan dari hasil hubungan gelap, kenapa kalian terus menyalahkan ku. Aku bahkan tidak tahu-tahu apa-apa tentang hubungan ayah dan ibu kandungku, bahkan selama ini aku juga tidak mengetahui wajah asli ibu ku." Adelia berusaha membela dirinya dan memberikan penjelasan jika dirinya bukanlah orang yang patut di salahkan.
"Kau dan wanita ******* itu sama, kalian sama-sama hina."
Setelah mengatakan hal itu Kania langsung pergi meninggalkan Adelia sendirian di dalam kamar, dengan air mata yang terus mengalir Adelia hanya bisa berjalan seraya menundukkan kepalanya.
Selama bertahun-tahun dia terus mengabdi di keluarga Anggara, dia berharap jika suatu saat nanti Ibu tiri dan kakaknya akan menyayanginya layaknya seorang keluarga. Tapi apa yang dia dapatkan selama ini tidak sesuai dengan harapannya, keinginan nya untuk di anggap sebagai keluarga hanya seperti sebuah angan-angan kosong yang tidak bisa di harapkan lagi.
Dan yang lebih buruknya lagi, mereka menikahinya dengan seorang pria dengan wajah yang hancur dan membuat Adelia bergidik ngeri jika membayangkan wajah suaminya.
Kini Adelia tengah berada di depan rumah, beberapa tas sudah di masukkan ke dalam mobil. Hari ini dia akan pergi dari rumah mewah ini dan pergi ke rumah suaminya, mata Adelia melihat ke arah Liona yang tengah berdiri dengan baju tidur kimono berwarna merah.
"Saya harap kamu bahagia bersama dengan suami barumu." Liona tersenyum seraya memberikan ucapan yang terdengar tulus tapi terkesan seakan tengah mengejek kehidupan Adelia.
"Terimakasih, Ibu."
Adelia langsung masuk ke dalam mobil dan di sana Haris sudah duduk dengan wajah yang menghadap ke arah luar. Adelia sama sekali tidak berani menatap langsung wajah suaminya, rasa takut dan jijik masih melekat di benak Adelia ketika membayangkan wajah Haris.
Tapi meski begitu Adelia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaan takut di hatinya, dia langsung memalingkan wajahnya dan melihat ke luar kaca mobil.
Di sepanjang perjalanan, tidak ada obrolan antara Adelia dan juga Haris. Mereka sama-sama diam membisu satu sama lain hingga supir memberitahu jika mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Kini Adelia bisa melihat sebuah rumah kecil dan tua, bahkan mungkin ini tidak layak di sebut sebagai sebuah rumah.
"Terimakasih." Haris mengucapkan terimakasih kepada supir keluarga Anggara yang telah mengantarkan mereka.
Setelah mobil keluarga Angga pergi, Haris langsung mengajak Adelia untuk masuk ke dalam rumah. Mata Adelia tercengang saat melihat bagian dalam rumah barunya, rumahnya sangat kecil dengan perabotan seadanya bahkan tidak ada barang-barang mewah yang tertata di rumah itu.
"Maaf rumah ku sangat kecil dan berbeda dengan rumahmu sebelumnya."
Adelia tersenyum, "Tidak apa-apa, yang penting masih bisa di tinggali."
"Baiklah, silahkan duduk." Haris mendekatkan sebuah kursi kayu yang sudah rapuh dengan perlahan Adelia duduk tapi belum juga 2 menit dia duduk, tiba-tiba kursi itu langsung patah dan membuat bokong Adelia terjatuh ke lantai dengan suara yang keras.
"Aduh.." Pekik Adelia dengan raut wajah yang menahan sakit.
Haris yang melihat itu langsung membantu istrinya untuk bangkit, Adelia hanya bisa mengelus-elus bokongnya yang terasa sakit.
"Maaf aku tidak tahu jika kursinya akan patah." Haris merasa menyesal dan berusaha meminta maaf atas apa yang terjadi kepada Adelia.
"Tidak apa-apa, mungkin itu karena aku terlalu berat." Adelia berusaha untuk tetap sabar karena dia tidak ingin membuat Haris merasa sakit hati.
"Bagaimana jika kau tidur dulu, hari ini sudah malam." Haris berusaha mencairkan suasana yang mulai canggung dan dia juga berusaha untuk membuat dirinya akrab dengan Adelia.
"Baik."
Haris mulai menunjukkan kamar yang berukuran sedang kepada Adelia, kamar itu memiliki satu tempat tidur berukuran cukup besar dan muat untuk dua orang.
Adelia terdiam saat melihat ranjang di depan matanya, pikirannya langsung tertuju pada kewajibannya sebagai seorang istri.
"Kau tenang saja, aku akan tidur di kamar lain." Haris tiba-tiba mengatakan hal itu seakan dia tahu apa yang tengah di pikirkan oleh Adelia.
Adelia hanya terdiam dan tidak berani untuk menjawab perkataan Haris, pria itu langsung bergegas pergi keluar dari kamar Adelia.
Kini Adelia hanya tinggal sendirian di dalam kamar, dia melihat-lihat setiap barang yang di tata tapi di kamar itu. Meski barang-barangnya tidak mewah tapi penataannya sangat rapi dan lantainya pun sangat bersih.
tangan Adelia melihat ke arah ranjang yang terbuat dari kayu, dengan perlahan dia duduk di tepi ranjang. Adelia tidak ingin kejadian serupa terulang kembali dan membuat bokongnya sakit, setelah di rasa aman Adelia langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
Bagi Adelia hari esok akan menjadi hari yang berbeda untuknya karena setelah hari ini dia tidak akan lagi di maki-maki oleh Kania dan Liona setiap pagi.
Adelia terbangun dengan suara bising dari ayam yang terus berkokok membuat Adelia terbangun dari tidurnya, mata Adelia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi.
Adelia mulai beranjak dari ranjangnya, kali ini dia sudah sangat ingin buang air kecil tapi Adelia tidak mengetahui dimana letak kamar mandi.
"Apa kau lapar?"
"Hah? Aku sekarang ingin ke kamar mandi."
"Kamar mandi ada di belakang."
Haris menunjukkan letak kamar mandi yang ada di belakang, dengan rasa kantuk yang masih belum hilang Adelia berjalan dengan langkah yang pelan. Tapi sesampainya di sana, Adelia mengerutkan keningnya saat melihat keadaan kamar mandi di rumah suaminya.
"Ini kamar mandi?" Adelia terdiam dengan mulut yang menganga, dia memang hidup susah dan selalu di maki-maki oleh ibu dan kakak tirinya tapi meski begitu, dia tetap mendapatkan fasilitas yang bagus di rumah itu.
"Bagaimana cara aku buang air kecil? Lalu dimana selang airnya." Adelia terus mencari selang air, tapi yang dia dapatkan hanya sebuah bak yang tidak terlalu tinggi dengan air jernih di dalamnya dan sebuah benda kecil terbuat dari kayu yang menempel di pipa kecil yang tertempel di dinding bak itu.
Perlahan tangan Adelia membuka benda kecil yang terbuat dari kayu, lalu air pun langsung mengalir dan masuk ke dalam sebuah ember.
Adelia yang tidak tahan pun langsung buang air kecil.
Setelah selesai buang air kecil sekaligus mencuci muka, Adelia kembali masuk ke dalam rumah.
Di atas meja sudah di sediakan beberapa makanan berupa nasi, bakwan dan kangkung.
"Maaf, makanannya hanya ada ini.."
"Tidak apa-apa, lagi pula aku juga suka."
Adelia secara perlahan duduk di atas kursi tapi matanya tidak berani untuk melihat wajah Haris secara langsung, dia tidak ingin jika tiba-tiba dirinya muntah saat ingin makan karena membayangkan wajah suaminya yang hancur.
Dengan senyuman di wajahnya Adelia langsung memakan makanan yang telah di siapkan oleh suaminya, Haris yang melihat hal itu pun dengan senyuman senang langsung ikut makan bersama dengan Adelia.
Setelah selesai makan, Haris langsung pamit kepada istrinya karena dia harus bekerja serabutan di kebun milik orang lain.
Melihat kepergian Haris, Adelia mulai bisa bernafas lega. Ingatannya terus menerus membayangkan wajah suaminya yang hancur, perasaan takut terus menghantui hatinya.
Tapi di balik rasa takut itu, Adelia mengakui jika Haris adalah orang yang sangat baik karena dia memperlakukan Adelia dengan sangat lembut.
Adelia mulai melihat semua isi rumah suaminya yang sangat sederhana dan jauh dari kata mewah.
"Apa aku bersikap keterlaluan?" Adelia terus berpikir tentang betapa buruk sikapnya kepada Haris.
Meski saat ini Adelia sama sekali tidak mencintai Haris, tapi Adelia berusaha sebisa mungkin untuk tidak menyakiti perasaan suaminya itu.
Tok.. Tok.. Tok..
Di saat pikiran Adelia sedang berkecamuk tiba-tiba pintu di ketuk oleh seseorang, dengan perlahan Adelia membuka pintu. Matanya langsung menatap orang yang berada di depan pintu rumahnya.
"Jadi ini rumah baru mu dan suami mu?"
"Kak? Untuk apa kau ke sini?" Adelia terdiam dengan wajah yang terkejut, kedatangan Kania tiba-tiba membuat dirinya bingung harus bersikap bagaimana.
"Emm.. Aku hanya ingin melihat kehidupan pernikahan mu dan kehidupan seperti ini sangat cocok untuk anak haram sepertimu. Hidup miskin dengan pria cacat." Kania tersenyum setelah melemparkan kata-kata yang kasar dan juga tajam.
"Jika kau hanya ingin mengejek kehidupan ku, sebaiknya kau pergi dari sini." Usir Adelia dengan tatapan marah dan benci.
"Memangnya siapa juga yang mau berlama-lama di rumah busuk seperti ini, hanya orang-orang hina seperti mu yang cocok untuk tinggal di tempat ini." Ejek Kania yang semakin menjadi.
"Kau.." Tunjuk Adelia dengan amarah di hatinya.
"Aku ke sini hanya ingin mengatakan jika sebentar lagi aku dan Samuel akan menikah. Dan ku harap kau datang bersama dengan pria buruk rupa mu itu."
Mendengar perkataan Kania, Adelia terdiam. Samuel pria yang pernah menjalin cinta dengan Adelia tapi pria itu langsung memutuskan hubungannya saat mengetahui status Adelia yang hanya seorang anak haram dari hubungan gelap mendiang Ayahnya dengan seorang wanita.
"Aku sudah mengatakan dari dulu kepadamu, bebek buruk rupa seperti mu jangan pernah bermimpi ingin menjadi seekor angsa, semua yang kau miliki pada akhirnya akan menjadi milik ku selamanya karena kau adalah anak haram yang tidak pantas mendapatkan apapun." Kania berusaha terus memprovokasi Adelia karena dia tahu jika dulu Adelia pernah menjalin cinta dengan kekasihnya.
Adelia menatap nanar mobil yang mulai menjauh dari rumahnya, perlahan butiran air mata jatuh dari kelopak matanya. Dengan kasar Adelia menyeka air matanya, perasaan marah dan kesal terus membara di hati Adelia.
"Anak haram.. Anak haram.. Memangnya siapa yang mau dilahirkan sebagai anak haram? Jika aku bisa memilih aku juga tidak ingin dilahirkan dari hasil hubungan gelap, kenapa mereka terus menyalahkan ku atas kejahatan yang di lakukan oleh ayah dan ibu kandungku, kenapa aku yang harus terus di salahkan."
Dengan persamaan marah dan juga sedih Adelia langsung menutup pintu dengan keras, tapi tatapannya seketika membulat saat pintu di depannya langsung terjatuh.
Mulut Adelia tidak bisa berhenti menganga, wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. "Bagaimana ini?" Adelia mulai panik saat melihat pintu rumah yang sudah lepas dari tempatnya.
"Arg.. Aku sial sekali, bagaimana sekarang? Apa Haris akan marah? bagaimana jika dia marah dan langsung mengusir ku keluar." Adelia mulai khawatir dengan apa yang akan terjadi nanti, terutama kepada Haris. Dia takut jika pria itu marah karena baru 2 hari Adelia tinggal di rumahnya tapi dia sudah membuat rumah pria itu hancur.
Adelia duduk terdiam dengan wajah yang masih panik, kini hari sudah menunjukkan pukul 12.00 siang dan Adelia masih terdiam dengan pikirannya yang bingung.
Hingga sosok Haris datang dan langsung membuyarkan lamunannya, Adelia sontak langsung berdiri dengan wajah yang panik.
Nampak mata Haris menatap ke arah pintu yang sudah tergeletak di tanah, "Aku bisa jelaskan semuanya." Adelia tiba-tiba berjalan mendekat dan berusaha menjelaskan kepada Haris agar pria itu tidak marah.
Tapi bukannya marah Haris tersenyum, "Bagaimana keadaanmu? Apa pintunya mengenai mu saat jatuh?"
Adelia tercengang dengan apa yang dia dengar, pria itu malah menanyakan keadaannya. "Aku baik-baik saja tapi pintu rumahmu sudah rusak, aku sungguh tidak sengaja. Aku hanya menutupnya dengan sedikit keras dan tiba-tiba pintu nya jatuh." Adelia berusaha menjelaskan secara detail apa yang telah terjadi.
"Tidak apa-apa, lagi pula ini hanya sebuah pintu. Untuk apa meminta maaf yang terpenting kau tidak terluka." Haris tersenyum dengan tangan yang langsung mengangkat pintu dan kembali membenarkannya.
Adelia yang melihat hal itu hanya bisa diam, pria itu sangat baik dan memperlakukannya dengan lembut. Dirinya merasa sangat bersalah karena Adelia malah memperlakukan Haris dengan sangat buruk.
"Ini aku tadi mendapatkan makanan enak dari bos ku," Haris menyerahkan sebuah kantung plastik kepada Adelia.
Dengan tangan kecilnya Adelia mengambil bungkusan plastik itu, dia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang. Sementara Haris tengah membenarkan pintu yang rusak.
"Mas.." Panggil Adelia dengan wajah yang bingung.
"Iya?" Haris menjawab dengan mata yang melihat ke arah Adelia.
Ade bisa melihat dengan jelas mata indah Haris, mata yang sangat jernih dengan warna kecoklatan.
"Makanannya sudah siap, bagaimana jika kita makan dulu." Adelia langsung memalingkan wajahnya.
"Baik."
Haris mulai membereskan peralatan miliknya, Adelia bisa melihat keringat yang bercucuran dan menembus baju suaminya.
Tanpa mengatakan apa-apa Haris tiba-tiba membuka pakaian atasnya, Adelia dengan wajah terkejut melihat tubuh Haris yang berotot dan sixpack.
"Tubuhnya sangat bagus dan bahkan mulus.." Ucap Adelia di dalam hati.
Tanpa melihat ke arah Adelia, Haris langsung berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket oleh keringat. Adelia bisa melihat tubuh bagian dalam Haris yang mulus hanya kedua tangannya yang di tutupi oleh perban, tangan Adelia meraba-raba hidungnya, dia takut jika dirinya mimisan karena terpesona dengan bentuk tubuh suaminya.
Setelah cukup lama, Haris datang dengan pakaian yang lengkap. Pria itu tersenyum ke arah Adelia, "Maaf membuatmu menunggu, tadi aku mandi dulu."
"Iya tidak masalah kok."
Adelia langsung duduk berhadapan dengan Haris, nampak dia langsung mengambil makanan yang ada di atas meja. Di saat makan, Adelia merasakan jika masakan ini sangat enak bahkan rasanya seperti masakan restoran bintang lima. Meski dari tampilan makanan ini seperti kurang menarik, "Ada apa? Apa kau tidak suka dengan makanannya?"
"Aku suka, rasanya sangat enak." Adelia terus memakan makanannya dengan lahap, ini kali kedua dia merasakan masakan yang rasanya seperti masakan restoran bintang lima.
Haris tersenyum tipis saat melihat Adelia memakan makanannya dengan lahap, setelah selesai makan Haris langsung membereskan semua piring-piring kotor.
"Biar aku aja, Mas." Adelia berusaha untuk mengambil piring-piring kotor hingga dia tidak sengaja menyentuh tangan Haris.
Mata Adelia dan Harus saling menatap satu sama lain, hingga Adelia memalingkan wajahnya.
"Kamu duduk aja, biar aku yang bereskan."
"Aku aja, dari pagi Mas Haris kerja. Jadi sekarang Mas istirahat aja," Adelia hanya bisa berbicara dengan mata yang tidak berani menatap ke arah Haris.
"Ya sudah, aku akan lanjutkan membenarkan pintu."
Haris kemudian pergi, kini Adelia langsung membereskan semua piring-piring kotor sekaligus mencucinya.
Di tempat haris, mencuci piring tidak seperti di rumahnya yang dulu. Yang sudah di sediakan wastafel cuci piring, di rumah Haris dia mencuci piring di kamar mandi dengan air yang mengalir dari bak dan Adelia pun harus berjongkok di saat mencuci piring.
Setelah selesai, Adelia langsung berjalan menghampiri Haris yang sedang memasang kembali pintu rumah.
"Sudah selesai?" Tanya Adelia yang melihat jika pintu sudah terpasang lagi.
"Sudah." Haris menjawab dengan tatapan mata yang masih tertuju pada pintu.
"Maaf sudah merepotkan mu." Adelia kembali meminta maaf kepada suaminya.
"Tidak apa-apa, ini bukan salahmu. Lagi pula, pintu nya memang sudah sangat tua dan rapuh."
Setelah selesai Haris langsung membaringkan tubuhnya di atas lantai yang beralaskan tikar tipis, Adelia melihat suaminya yang tengah berbaring dengan mata yang terpejam.
Ada perasaan tidak enak di hari Adelia jika mengingat perlakuan buruknya kepada Haris, bahkan Adelia tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.
"Apa di tempat ini tidak ada tetangga?" Tanya Adelia yang tidak melihat ada rumah di dekat rumah tempatnya tinggal sekarang.
"Tidak, rumah ku lumayan jauh dari pemukiman warga."
Adelia hanya menganggukkan kepalanya, dia paham mungkin alasan Haris tidak ingin tinggal di dekat orang-orang karena kekurangannya.
"Apa kau lelah?" Tanya Adelia.
"Sedikit."
"Bagaimana jika aku memijat mu," Adelia mengajukan diri untuk membantu Haris.
"Apa tidak masalah?"
"Tidak kok,"
"Terimakasih."
Adelia langsung mengambil tangan Haris dan memijat secara perlahan tangan pria itu, nampak Haris menikmati setiap pijatan yang di berikan oleh istrinya.
Sementara Adelia hanya bisa menunjukkan kepalanya, meski Adelia kini berada di dekat Haris tapi dia tidak berani mengobrol dengan Haris dan suasana pun menjadi hening.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!