Malam itu, cahaya bulan dan bintang-bintang menyinari sebuah rumah.
Di sebuah desa yang sedang tidak baik-baik saja, karena kerajaannya sedang berperang melawan kerajaan musuh.
Meski kedua kerajaan berperang di perbatasan namun ada juga mata-mata kerajaan musuh yang datang kedesa dan membantai seluruh penduduk.
Terlihat seorang ibu yang tengah mempersiapkan mental untuk melahirkan, perut besar itu dan ekspresi yang kesakitan itu sudah tentu sang ibu sudah tidak kuat dan segera melahirkan anak.
Terlihay sang suami yang terengah-engah berlari karena mencari tabib di sekitar desa dan akhirnya membawanya pulang.
Sang istri hanya terbaring lemah di kasurnya sambil mengatur nafas menahan rasa sakitnya.
"Maaf aku terlambat, Nona bisakah kau meminum ramuan bunga teratai ini dulu?"
Sang tabib memberikan ibu itu sebuah ramuan dan di minum. Rasanya sangat lega seperti bius yang meredakan rasa sakitnya.
"Di perbatasan sedang berperang, hari kacau ini sang bayi cantik akan lahir kedunia demi memperbaiki keseimbangan dunia dan antara kerajaan," ujar Tabib itu mulai membantu sang ibu melahirkan.
"Ughhh, sakitt," pekik ibu itu berjuang sekuat tenaga untuk melahirkan anaknya.
"Kau kuat kau pasti bisa," ujar sang suami memberikan semangat kepada istrinya yang berjuanh melahirkan.
Tak lama kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik.
Rambutnya berwarna cokelat muda dan mata cokelat keemasan. Tangisannya menggema di seluruh rumah itu.
Rumah yang satu-satunya di sinari oleh cahaya bulan dan bintang-bintang begitu spesialnya bayi perempuan ini, dan kemudian di beri nama Li Ren dari keluarga bermarga Li.
"Tuan dan Nona Li, aku ingin memberi sebuah ramalan kepada kalian. Segera bawa bayi ini ketempat yang jauh dari kerajaan dan jangan pernah membiarkannya kembali kesini,"
"A... Apa maksudmu?" tanya tuan Li terkejut mendengar ramalan itu.
"Bayimu adalah perempuan cantik, saat dia menjadi dewasa dia begitu sangat cantik sehingga menimbulkan keseimbangan negara terpecah belah. Kelak saat lelaki mana pu yang melihag dan menemuinya pasti akan berlomba-lomba memenangkan hati puterimu bahkan sampai bertarung dengan lelaki lainnya. Ini akan menjadi lautan darah agar bisa memenangkan hati sang gadis," jelas Tabib.
"Apa... Ti.. Tidak mungkin puteriku kelak akan punya masa depan seperti ini?" ujar Nona Li juga terkejut dan tidak ingin mendengar hal buruk ini.
"Ini hanya sebatas ramalan saat puterimu dewasa, jika kelak dia bisa menemukan jawabannya di masa depan maka dia lah yang akan menyelamatkan dunia dari kehancuran, bulan dan bintang mengitari bayimu. Ini adalah sara terakhir agar puterimu bisa tumbuh dan damai untuk sementara mohon kau bawa jauh dia dari sini, aku adalah tabib dewa dan pesan ini di sampaikan dari langit,"
Seminggu telah melahirkan keluarga Li memutuskan untuk pergi dari desa, meski kerajaan masih berperang dan di larang keluar dari desa. Namun mereka tetap nekad pergi diam-diam sehingga tidak tertangkap dari kerajaan musuh.
Selama tiga hari tiga malam berjalan akhirnya telah menemukan tempat yang cukup jauh, di sebuah gunung perbatasan anatara tujuh kerajaan.
Dan membangun sebuah gubuk kecil untuk mereka tinggal.
Tiga tahun telah berlalu sang puteri tumbuh dengan sehat dan juga bertambah cantik. Meski tidak ada seorang pun yang tinggal di gunung perbatasan ini. Mereka bertiga selalu merasa hidup damai.
Memanfaatkan sungai dan buah-buahan yang tumbub di hutan untuk menjadi olahan makanan mereka.
"Puteriku kau benar-benar cantik sangat cantik," ujar sang ayah menggendong puteri kecilnya itu saat adalah musim salju.
Dan tak lama sang puteri jatuh sakit, dan ini adalah pertama kalinya sejak lahir puterinya itu jatuh sakit
Merasa bingung karena di sini tidak ada seorang pun yang tinggal.
Akhirnya mereka bertiga kembali datang kedesa dengan secepatnya.
Saat kepergian mereka kerajaan dam para warga menganggap mereka telah mati karena keluarga Li begitu misterius dan menghilang.
Saat mereka kembali, semua orang terkejut setengah mati sepertk menganggap mereka adalah mayat hidup.
Keluarga bersimpuh memohon terhadap keluarga kerajaan agar mengobatk puterinya.
Karena kaisar sangat marah pada mereka yang hilang secara misterius dan akhirnya kembali dengan mengejutkn dengan seorang puteri kecil mereka.
Karena merasa kasihan terhadap puteri mereka akhirnya tabib kerajaan datang dan mengobati sang puteri kecil di dalam istana.
"Baiklah dengan apa kau akan membayar tabibku?" tanya Kaisar yang bermarga Xiou itu sinis tak suka.
"Hamba tidak punya uang, hamba juga sudah berkeliling mencari tabib agar menyelamatkan nyawa anakku tapi mereka tidak mau mengobatinya karena aku tidak punya uang," ujar Li.
Selama tiga tahun ini ia hidup di gunung perbatasan bersama keluarganya dan hanya memanfaatkan tumbuhan dan sungai untuk kebutuhan hidup mereka. Sehingga Li tidak pernah mencari uang lagi karena saat itu ia adalah prajurit kerajaan ini dan tiba-tiba menghilang.
"Baiklaj Li, karena posisimu masih kosong apa kau mau kembali mengabdi untuk kerajaan ini?" tanya Kaisar Xiou.
"Ba... bagaimana dengan keluarga hamba?" tanya Li, ia tidak mungkin membiarkan Ren dan istrinya tinggal di sini lagi.
"Dia bisa tinggal di sini sebagai pelayan dan Puterimu juga boleh tinggal di sini,"
Akhirnya Li kembali mengambil posisinya sebagai prajurit kerajaan dan istrinya juga boleh tinggal di sini.
Tapi itu merasa tidak mungkin bagi Li, saat malam hari ia menyuruh istrinya untuk pergi bersama anak mereka.
Masih ingat dengan ramalan tiga tahun lalu, jika Ren kembali melihat kota dan kerajaan itu pasti akan menjadi bencana.
Puterinya saat lahir benar-benar cantik, secantik bunga teratai dan bersinar seterang bulan.
Li meminta beberapa teman prajuritnya untuk merahasiakan ini kepada kaisar bahwa istrinya harus pulang ketempat asalnya.
Untungnya Li masih berteman akrab dengan beberapa temannya dan mempersilahkan istrinya untuk pergi.
"Aku akan segera mengunjugi kalian nanti," ujar Li memeluk istrinya itu.
"Kau harus kembali, Li Ren pasti akan menangis jika kai tidak segera kembali," ujar sang istri sambil menangis.
"Aku janji, apa kau telah membawa beberapa obat dari kerajaan?" tanya Li.
"Aku membawanya,"
"Puteri ku tumbuh dengan sehat ya, ayah akan bekerja sehingga bisa memenuhi kebutuhanmu saat kau dewasa,"
Sang istri dan anaknya akhirnya kembali ke gunung perbatasan itu.
Li hanya menangis bahwa anaknya memiliki takdir seperti itu.
Seorang pangeran kecil terbangun dari tidurnya, pangeran yang sangat imut merupakan anak pertama dari Kaisar Xiou dan permaisuri Du.
Pangeran kecil berambut putih keperakan dan warna matanya yang hitam keperakan ia tak sengaja melihat jendela kamarnya dan melihat seseorang telah melarikan diri dari kerajaan.
Seorang ibu dan anak yang cantik.
"Anak perempuan itu cantik,"
Pagi hari yang cerah terlihat seorang gadis yang baru saja selesai mencuci pakaiannya di sungai.
Rambut cokelat keemasan yang panjang, mata lebar dan berbinar berwarna kecoklatan terang, gadis itu sedang berendam di sungai yang indah itu.
Terlihat sebuah panah yang hampir saja mengenai si gadis yang sedang mandi.
"Hah,"
Gadis itu ketakutan mungkinkah ada pemburu di sekitar sini?
Kalau begitu ia harus cepat bergegas pergi dari sungai ini.
Suara telapak kaki dan semak-semak mulai bergerak dari arah sana, si gadis gemetar ketakutan dan mulai tergesa-gesa untuk pergu secepat mungkin sebelum ia di temukan.
"Oi, mau pergi kemana kau?"
Terdengar sorakan keras dari suara pria yang memanggilnya.
Si gadis hanya sempat memakai handuk dengan rambut basah yang tergerai, si gadis pun refleks melihat seseorang yang memanggilnya itu, ia hanya menelan ludah ketika melihat pria itu menghadangnya dengan panah dia berada di atas kuda hitamnya.
"Heh,"
Si pemuda terkejut melihat wajah si gadis untuk pertama kalinya.
Tubuh putih bening itu hanya di tutupi oleh handuk, wajah malunya terlihat menggoda, rambut cokelatnya yang basah tergeraj sambil di terbangkan oleh angin sepoi-sepoi, matanya juga sangat cantik. Gadis itu benar-benar cantik.
"Si... Siapa kau?" tanya pemuda itu dengan tegas.
"Li... Ren," jawab sang gadis sambil gemetaran.
Pemuda yang ada di seberangnya ini benar-benat terlihat menakutkan, wajahnya sangat tampan, rambut ungu panjang yang di kuncirnya dan mata birunya sangat tajam dan tegas, serta badan tegap yang benar-bebar sempurna. Apakah dia seseorang dari kerajaan?
Pemuda itu terlihat lengah sebentar menurunkan busur panahnya, ketika pemuda itu lengah Ren pun segera melarikan diri.
"Oi,"
Pemuda itu kehilangan gadis cantik yang berdiri di seberang sungai sana, meskipun mengejarnya itu akan mengambil jalan pintas yang jauh sedangkan di depannya adalah sungai.
"Tcih, akan ku ingat itu Li Ren," pemuda itu tersenyum sinis sambil menjilati bibirnya.
Pemuda itu adalah seorang jenderal dia bernama Xiu Ye yang baru saja pulang setelah bertempur dengan kerajaan musuh, ia adalah jenderal dari kerajaan Qing yang mana sekarang di pimpin oleh kaisar Zen.
Desa yang di mana dulu di tinggali oleh keluarga Li.
Ren akhirnya berhasil berlari sejauh mungkin dari orang asing itu, ia masih mengenakan handuk di badannya dan seember cucian yang ia bawa lari.
Sejauh ini jalan pintas terjauh menuju seberang ini tidak akan di lalui oleh pria itu.
Rin sedikit beristirahat di hutan dekat rumahnya, rumahnya ada di atas bukit sana dan perlu memakan waktu tiga puluh menit untuk mendaki.
"Huh, lelah sekali," ujar Ren merasa putus asa menaiki bukit itu untuk menuju rumahnya.
Ia pun berhenti sejenak, menikmati angin pagi yang begitu menenangkan. Kicauan burung, dan aroma khas pagi benar-benar membuat Ren tenang ketika ada di hutan ini.
"Pria itu tampan sekali, kenapa aku lari dan tidak menanyakan namanya?"
Pemuda itu terlintas di pikiran Ren, menurut Ren jenderal itu sangat tampan dan ingin sekali bisa mengenalnya.
Ren pun ingat sejak kecil ia tidak pernah punya teman atau pun rasa tertarik dengan lawan jenis.
"Seperti ini ya rasanya menyukai seseorang yang tampan, jantungku aneh sekali berdegup terus ketika ingat wajah dingin yang tampan itu,"
Ren pun kembali berjalan dan mulai mendaki bukit menuju rumahnya, ia merasa kalau ia harus segera tiba di rumah dan mengganti baju.
Ketika di perjalanan Ren melihat seekor burung kenari emas yang terluka, burung kecil itu mendapat luka di sayapnya seperti terkena panah seseorang apakah pemuda tadi yang memburu burung kecil cantik ini?
"Kau terluka, akan ku bawa kerumah dan mengobatimu," Ren pun memungut burung kenari emas kecil itu dan membawanya kerumahnya.
Setelah selesai membereskan rumah, berganti baju dan mengobati sayap burung itu dengan obat herbal yang di raciknya.
Meracik obat ini ia di ajarkan oleh ibunya, dari memasak sampai menjahit. Saat itu Ren bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri dan membuat obat dengan tanaman sekitar.
Dua tahun yang lalu ibunya pergi kekota dan dengar-dengar dia menjadi pelayan di istana Qing.
Saat itu ibunya seringkali membuat surat dan membalas surat kepada Ren mengingatkan segala hal bahwa ia harus menjadi anak yang mandiri.
Ren sebenarnya sangat ingin ikut kekota dan membantu ibunya bekerja di istana, tapi ibunya tidak memperbolehkannya pergi dari gunung ini.
Setelah itu setahun berlalu balasan dari surat Ren tidak pernah ada lagi, ia mendengar ada banyak pelayan yang mati di istana itu karena keracunan.
Dan saat itu Ren menyimpulkan bahwa ibunya tidak akan pernah kembali kesini dan tidak akan membalas suratnya lagi.
Saat itu Ren hanya bisa menangis berhari-hari tidak makan dan sangat stres.
Pada saat itu datang seekor burung yang biasa mengantarkan surat ibunya.
Ren merasa senang ia berpikir bahwa ibunya masih baik-baik saja.
Tapi ternyata itu adalah surat terakhir darinya.
"Mulai sekarang hiduplah dengan baik, maafkan ibu tidak bisa kembali lagi menemuimu. Maafkan ibu yang tidak bisa menjagamu lagi, maafkan ibu. Waktu ibu sangat sedikit, Ren kamu adalah harta ibu yang paling berharga hiduplah dengan baik dan jangan pernah menjadi lemah akan sesuatu hal, ibu sangat menyayangimu,"
Rsn seketika menangis membaca surat terakhir dari ibunya, dan masih tidak percaya bahwa ibunya adalah salah satu kelinci uji coba racun itu dan telah meninggal.
Saat itu Ren sangat membenci kerajaan tapi ia sangat ingin bisa melihat kota, dan sejak saat itu Ren ingin sekali membalas dendam kepada kerajaan Qing atas kematian ibunya bukan itu saja bahkan ayahnya juga di bunuh karena tuduhan pemberontakan terhadap Kaisar.
Namun itu sudah berlalu dan akhirnya Ren bisa bertahan hidup sendirian di gunung perbatasan ini.
Ayahnha meninggal saat ia berusia empat tahun dan ibunya meninggal dua tahun lalu.
Ren saat itu mulai belajar bela diri sendiri menggunakan kendo peninggalan ayahnya. Ia bertekad menjadi kuat dan membalas dendam terhadap semua anggota kerajaan.
"Hei burung kecil apa luka mu sakit? Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Ren kepada burung kenari emas yang ia obati itu.
"A... Aku ingin kue," ujar burung itu.
"Oh kau mau kue, heh... Tunggu? A... Apa kau bis bicara?" tanya Ren terkejut mendengar ketika burung kecil itu bicara.
"Tentu saja aku bisa bicara," ujar burung itu sinis.
"Kyaaaaa, kau bicara, kau bicara pasti kau adalah siluman. Pergi, pergi jangan makan aku,"
Ren ketakutan sambil menjauh dari burung itu.
"Kejam sekali padahal kau sendiri yang membawaku kerumahmu," ujar burung itu terlihat santai dan memakan kue yang telab di sediakan oleh Ren.
Ren perlahan mendekat merasakan kalau burung ini tidak berbahaya hanya saja sedikit aneh dia bisa bicara.
"Jangan takut aku bukan siluman, aku adalah burung dewa. Aku adalah burung kenari emas yang tampan ngomong-ngomong kau boleh memanggilku Gulfan," ujar burung itu dengan santai memakan cemilannya.
"Gu... Gulfan burung dewa?"
"Jadi siapa namamu gadis muda?" tanya burung itu.
"A... Aku Li Ren,"
"Hah! Li Ren. Li Ren yang itu, kau Li Ren?" ujar burung itu terkejug setelah mengetahui bahwa gadis itu bernama Ren.
"Iya,"
"Jadi aku di utus kesini untuk mu,"
"Untuk ku?"
Next
Setelah mendengar penjelasan dari burung kenari emas itu, dan mengaku sebagai peliharaan dewa yang di utus datang untuknya.
"Jadi untuk apa kau datang mencariku?" tanya Ren datar.
"Datar sekali ekspresimu, kau ini terlahir menjadi dewi jadi aku harus menjagamu sekarang," ujar Gulfan.
"Hah! Dewi? Lalu bagaimana cara burung kecil mau menjagaku? Hahahah lelucon macam apa ini," ujar Ren tertawa lepas.
"Jahat sekali jika menertawakan takdirmu, artinya aku mulai sekarang akan terus berada di sisimu menjagamu di hutan ini agar kau tidak terlalu terlibat di dunia luar," jelas Gulfan seperti berbangga diri.
"Menjagaku, dan tidak pernah keluar dari hutan?"
Ekspresi Ren sedikit muram ketika lagi-lagi keinginannya untuk melihat dunia luar jadi sebatas mimpi.
Ia percaya kalau burung kenari emas ini adalah utusan dewa bahkan dia bisa bicara, jadi itu pasti akan berbahaya untuknya keluar dari hutan ini. Terlebih tadi pagi ia bertemu dengan seorang pria tampan namun menggunakan senjata, jika tadi ia tidak lari mungkin saja panah itu akan membunuhnya.
"Ren, kau terlihat sedih ada apa?" tanya Gulfan.
"Aku ingin sekali keluar dari hutan ini,"
Ren membuka tirai dan terlihat dinding yang telah ia lukis, dinding itu melihatkan lukisan seorang gadis di atas perahu sambil melihat ribuan cahaya yang terbang.
"Lampion?" Gulfan paham bahwa keinginan Ren untuk keluar dari hutan adalah melihat lampion-lampion itu terbang kelangit.
"Jadi namanya lampion, sudah ku kira itu bukan cahaya terbang," ujar Ren tersenyum manis ketika mengetahui nama benda yang ia lukis.
"Setiap ulang tahunku semua benda itu akan terbang meghiasi langit," ujar Rin sambil menatap jendela menatap keluar.
"Kaisar Xiaou Zen berulang tahun tiga hari lagi, yang kau lihat itu adalah lampion sebagai tanda bahagia bertambahnya satu tahun umur kaisar," jelas Gulfan.
"Tapi ulang tahunku juga bertepatan pada tanggal itu, kalau tidak salah dengar Kaisar Xiaou Zen adalah Kaisar kerajaan Qing baru-baru ini,"
"Iya, aku dengar dia sangat kejam dan selalu menyiksa pemberontak sebelum membunuhnya dia terkenal kejam saat umur 12 tahun lalu," jelas Gulfan lagi.
Sebuah ingatan terlintas di kepala Gulfan ketika sang dewa langit memberinya tugas untuk menjaga Ren. Tapi untuk misi tertentu.
Ia terlalu tidak ingat karen sayapnya terkena panah dan terjatuh, seingatnya ia hanya sudah sampai di rumah Ren dan ia lupa apa misi itu.
Dalam sehari Ren dan Gulfan sudah mulai akrab. Gulfan sangat jahil dan suka makan terlebih makanan manis.
Dan Ren sangat suka membuatkan Gulfan makanan dengan sepenuh hati dan menganggap Gulfan adalah keluarganya sendiri.
Malam hari Ren duduk di atas pohon dan mengamati kota dari kejauhan, bintang-bintang berkelap-kelip di langit sangat indah.
"Wah ternyata kau pandai memanjat," puji Gulfan.
"Tentu saja, aku suka mengamati kota dari sini sejak kecil aku selalu melatih kemampuan memanjatku, bukan itu saja aku juga melatih kekuatan fisik agar aku bisa kuat dan melawan orang jahat," ujar Ren tersenyum.
"Sejak kecil aku selalu ingin melihat kota dan cahaya terbang itu, kata ibu berbahaya jika aku pergi kekota dan akhirnya aku melatih kekuatan fisik ku sendiri, ketika aku merasa cukup kuat karena telah mengalahkan babi hutan dengan tangan kosong dan membawanya pulang kepada ibu kalau aku ini kuat dan bisa menjaga diri,"
"Tapi ibu tidak percaya dan terus mengurungku di sini, bahkan sejak ayah kerja di istana dia tidak pernah kembali lagi. Dan ibu juga di tawari bekerja di sana bahkan pengawak kerajaan menjemputnya dan jauh-jauh menyembunyikan ku dari orang-orang istana itu,"
"Setahun berlalu dan ternyata ibuku juga meninggal di sana, dan sekarang tinggal aku sendiri, di bayangi janji-janji mereka agar aku tidak pergi meninggalkan hutan ini,"
"Aku ingin membalas, membalas keluarga kerajaan itu,"
Ren menghela nafas terlihat hendak menangis. Gulfan yang mendengar itu juga merasa sedih ia juga mengerti perasaan itu.
Perasaan yang sangat ingin menjelajahi dunia luar, tetapi karena memiliki takdir yang tidak baik dia tumbuh di lingkungan jauh dari kata teman dan kota.
Kalau di lihat-lihat Ren sangat cantik dia terlihat seperti dewi yang di sinari oleh cahaya bulan.
Jika dia turun kekota maka para lelaki akan tergila-gila kepadanya karena terlalu cantik, bukan manusia saja Gulfan berpikir kalau dia bukan burung ia juga jatuh cinta pada Ren bahkan dewa sekalipun.
Kecantikan ini sangat luar biasa, ini bisa menimbulkan pertumpahan darah bagi laki-laki karena memperebutkannya.
"Ren jangan khawatir lagi aku ada untuk menjaga dan menjadi temanmu, bahkan jika kau ingin menikah kau bisa menikah denganku," ujar Gulfan berbangga diri sambil memakai kacamata hitam mirip burung mafia entah darimana ia dapat kacamata itu.
"Heh siapa yang tertarik menikah dengan burung hahhah,"
"Jahat sekali, jika aku memperlihatkan wujud tampanmu kau pasti tergila-gila padaku,"
"Aku tidak akan tergila-gila padamu," ujar Ren tertawa lepas.
"Gulfan tiga hari lagi adalah ulang tahunku, karena kau bilang kau pernah kekota apa kau mau membantuku untuk pergi kekota?" tanya Ren sambil menatap bintang.
"Ti... Tidak itu mustahil, nanti kau dalam bahaya," tolak Gulfan langsung mentah-mentah.
"Oh ayolah hanya melihat cahaya terbang itu saja lalu kembali secepatnya kegunung, aku akan menutup wajahku dengan kain nanti," ujar Ren meyakinkan.
"Tidak, tidak akan,"
"Oh ayolah nanti akan ku buatkan kue yang super enak dan manis,"
Gulfan terlihat menahan salah satu syarat tersebut namun ia ingat kalau membantah perintab dewa maka ia akan di cambuk sebanyak sepuluh kali.
Namun bukan itu saja, saat majikan mereka di dunia melakukan setiap kali kesalahan maka sang peliharaan akan menanggungnya.
Tapi melihat wajah Ren yang berseri-seri sambil menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca seperti mengharapkannya. Gulfan jadi tidak tega menolaknya.
"Kalau kau tidak mau maka pulanglah ke dewamu, atau kau mau ku goreng dan ku jadikan makan malamku," ujar Ren mengancam serta bercanda.
Mendengar itu Gulfan langsung ketar-ketir mendengat perkataan jahat Ren sambil menulan ludah.
"Baiklah, baiklah tapi ketika sudah melihat lampion iti kau berjanji untuk pulang cepat dan masak kan aku sepuluh kue manis," persyaratan Gulfam terlihat sangat santai mengatakan itu dengan mudah.
Ren terkejut mendengar syarat dari burung kecil ini, ingin kesal tapi itulah harapan satu-satunya untuk bisa kekota dan melihat cahaya terbang itu.
"Baiklah burung, jika kau terus makan kue nanti kau akan menjadi burung bulat yang lamban hahahha," ujar Ren kembali tertawa sambil mengejek Gulfan.
"Mulai besok kau harus membawaku kekota dengan secepatnya ya tuan burung," ujar Ren sambil mengejek.
"Huh dasar wanita,"
"Kau bilang apa! Apa kau ingin ku goreng?"
"Tidak, tidak Tuan Ren ampuni aku,"
Malam itu mereka berdua tertawa di atas pohon sambil mengamati langit berbintang dan kota yang jauh di seberang sana.
"Besok aku akan kekota, akhirnya aku akan melihat kota dan cahaya terbang itu,"
"Lampion,"
Next
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!