NovelToon NovelToon

My Hidden Detective

Bab 1

...****************...

"Lagi?"

Sandra diam terpaku menatap pemandangan di hadapannya. Untuk kesekian kalinya dia dihadapkan dengan situasi menggelikan seperti ini.

"Astaga sayang, kau datang? aku sudah menunggu mu sangat lama."

Pria itu yang entah siapa namanya, tersenyum ramah mengangkat tangannya pada Sandra, dengan tubuhnya yang masih bertelanjang dada.

Astaga!

Hari ini harusnya jadwal Sandra bertemu dengan Levan--sepupunya.

Levan meminta Sandra untuk bertemu di hotel ini di kamar 24, dan lihat apa yang Sandra temukan di dalam kamar ini sekarang?

Seorang pria mesum yang vulgar tanpa tau malu. Sandra tau, bahwa ini pasti ulahnya Levan. Ini bukan pertama kali-nya, Levan sudah sering melakukan hal-hal bodoh ini kepadanya.

Pria itu berjalan mendekat ke arah Sandra.

Brukh ...

Refleks, Sandra langsung memukul kaki pria yang mendekatinya. Dia baru masuk, dan sudah ada pria gila yang mencoba memeluknya.

"Apa Levan yang mengirim mu?" Sandra menatapnya sinis, tidak ada ketakutan dimata gadis itu.

"Apa-apaan ini, kenapa kau jual mahal sekali? Padahal Levan bilang kau sendiri tidak laku, tidak ada yang mau menikahi mu."

Bukannya meminta maaf, atau minimal pergi, pria tak tau diri ini malah menyusun dalih.

"Keluar deh."

Hari ini Sandra tidak ingin memukul orang, jadi dia harap orang gila ini cepat keluar dari sini.

"Walau kau menyandang nama Andrafana, kau tetaplah yatim piatu yang tidak punya dukungan, kau hanya punya nama Andrafana, kau tau?"

"Keluar sana."

Sandra melipat tangannya, melirik tajam tepat di retina pria itu.

"Oh ayolah, kenapa kau jual mahal sekali? Satu malam saja dengan ku, kalau kita bersama ada dua keuntungan, kau akan dapatkan banyak nama baik, dan aku akan menjadi bagian dari keluarga Andrafana yang terkenal."

"Mati atau keluar?"

Sandra berjalan mendekat ke arah pria itu, tatapannya lebih mengerikan dari sebelumnya.

"Halo Sandra."

Tak lama, pintu kamar terbuka, kali ini benar-benar Levan yang masuk. Pria berambut pirang yang lumayan tampan, memang gen keturunan. Gayanya sombong dan tengil, yah dia kan memang bos besar.

Dia menyapa Sandra ramah tanpa merasa bersalah.

"Ben, bisa tolong keluar sekarang? Sepertinya Kakak sepupu-ku dalam suasana hati yang buruk, lain kali aku akan meminta tolong padamu lagi, terima kasih ya."

Levan menatap sahabatnya dengan senyuman bangga. "Terima kasih atas pertolongan mu."

"Ah menyebalkan, katakan pada sepupu mu jangan sok jual mahal, dia hanyalah alat yang sedikit berguna. Dan ya, jangan lupakan kesepakatan proyek kita."

Ben--pria itu memakai kembali pakaiannya, keluar dengan meninggalkan lirikan mematikan pada Sandra.

"Lagi-lagi kau berkata kasar pada hadiah ku?" Levan berjalan mendekat ke arah Sandra, bertanya seolah apa yang dia lakukan bukan hal besar.

"Kartu." Sandra tidak ingin basa-basi. Gadis itu langsung mengulurkan tangannya.

"Setidaknya kau harus bersenang-senang dengan hadiah ku dulu tadi, aku sudah mengorbankan satu proyek besar untuk mu."

"Jangan buat aku mengulangi perkataan ku dua kali, Levan."

Kali ini, giliran Sandra yang menatap tajam ke arah Levan.

"Apa? Kau ingin marah? Anak pecundang tanpa bakat seperti mu ingin marah pada ku? Serius? Kalau kakek mendengarnya dia pasti sudah memarahi mu."

"Aku juga akan melaporkan candaan mu yang tidak lucu ini pada Kakek."

Wajah Levan berubah menjadi kesal. Bisa-bisa Levan yang sungguh akan terkena masalah jika Sandra melaporkannya.

"Yah, ini hadiah mu. Jadi jangan bertemu kakek, kakek sama sekali tidak ingin bertemu dengan anak bodoh seperti mu." Levan memberikan sebuah card berwarna hitam.

"Ngomong-ngomong, aku harap candaan mu lebih berkelas dari ini. Aku bosan dengan yang ini, ganti varian baru."

Sandra menepuk pundak Levan. Mungkin saat dulu Levan melalukan candaan ini untuk pertama kalinya, Sandra rasanya sangat marah. Dia memukul kepala Levan, dan akhirnya dia dibenci oleh satu keluarga, dan dianggap tidak bermartabat oleh sang kakek yang memegang kekuasaan utama keluarga Andrafana.

Sandra Andrafana, itu adalah namanya, dia menyandang nama keluarga Andrafana yang sangat terkenal. Masuk dalam lima keluarga terkaya di negara ini. Bukan hanya itu, umumnya darah keturunan Andrafana itu selalu cerdas dan berkelas, mereka selalu berbakat dan menjadi publik figur yang disegani.

Tapi itu tidak berlaku dengan Sandra, Sandra hanya seorang guru di SMA biasa. Makanya, dia selalu dijauhi dan dikucilkan dari anggota keluarga Andrafana yang lain. Apalagi dia juga tidak disukai oleh Kakek Gheobalt--kepala keluarga Andrafana.

"Nama Andrafana jadi terdengar bawa sial."

Sandra gadis yatim piatu, kedua orang tuanya sudah meninggal sejak dia berusia 12 tahun. Kecelakaan di malam hujan badai yang menewaskan kedua orang tuanya, Sandra tidak akan pernah lupa itu.

Drrrt Drttt

Handphone Sandra bergetar, dia melihat siapa orang yang mengganggunya di sore hari yang cerah ini.

"Ah? Hainry?"

"Halo kapten, sore cerah, mau nikah?"

Pria bersuara ceria di sebrang sana, bernama Hainry. Bisa disimpulkan dia orang yang nakal? Memangnya pria mana yang melamar begitu saja lewat telepon tanpa effort apapun? Oh, atau mungkin itu hanya sekadar candaan?

"Ngomong yang bener, kalo nggak bakal aku matiin nih."

"Galak bener, ngomong-ngomong, aku udah dapatin semua informasinya, kita tinggal bergerak. Kami semua akan bersiap disana. Gudang tua arah kiri adalah targetnya."

Hainry melaporkan keadaan terkini.

" Ternyata kamu kerja juga yah, kalau gini aku nggak ragu buat gaji kamu."

"Oh jelas harus kerja dong, supaya bisa nabung buat nikahin Kapten yang judes."

"Waras dulu."

"Kalo waras nikah enggak?"

"Enggak."

"Yah, kok git--aduh!!"

"Ada apa Han?"

Sandra jadi khawatir, apalagi mereka sedang dalam misi sekarang. Walau Hainry memang berbakat di bidang strategi maupun bela diri, tapi rasa khawatir akan tetap selalu ada.

"Saya jatuh nih, Kapten."

"Cari bantuan di sekitar. Dan--"

"Jatuh cinta sama Nona Detektif yang manis, namanya Sandra."

"..." Sandra tidak bisa berkata-kata lagi. Percuma marah, Hainry akan mengulanginya lagi.

"Udah jatuh, cintanya dapat nggak?"

"Siapkan punggung mu, akan ku hajar nanti."

Sandra mematikan ponselnya, dia tersenyum senang. Ini bukan pertama kalinya Hainry mencelotehkan banyak gombalan gila aneh seperti anak remaja itu.

Sudah 4 tahun sejak Hainry bergabung dalam tim-nya, dan pria berkepribadian ceria itu terus menggodanya. Tapi tidak masalah, Sandra tidak marah, tidak juga menggubrisnya, karna dia tau itu hanya candaan belaka.

Ah, misi? Tim?

Selain menjadi seorang guru biasa di SMA sederhana, Sandra juga menjadi seorang detektif. Dia mendirikan sebuah kantor detektif swasta bernama YK71. Tapi ini rahasia, tidak ada yang tau bahkan keluarga Andrafana lainnya.

Nama YK71 sudah sangat terkenal, tapi tidak ada publik yang tau, wajah asli sang ketua regu.

Awalnya Sandra mendirikan Tim ini untuk mengungkap rahasia tentang kecelakaan orang tuanya yang dia anggap janggal, tapi ternyata banyak permintaan pertolongan yang datang pada mereka. Sandra tidak akan menolaknya.

"Kasus kali ini penculikan anak berumur 12 tahun ya? Dasar pedofil sialan."

Siapa yang sangka bahwa gadis culun dari keluarga Andrafana adalah seorang detektif yang hebat? Sandra juga tidak tertarik untuk mengumumkannya.

Sandra sengaja menyembunyikan pekerjaannya sebagai detektif karna dia tidak ingin terlibat dengan perebutan hak waris keluarga Andrafana. Sandra tidak tertarik bertengkar dengan paman, bibi dan sepupunya hanya karna masalah harta.

Jika kakeknya tau kalau Sandra adalah detektif yang hebat, dia pasti akan memasukkan Sandra sebagai calon pewaris.

Bab 2

...****************...

"Bagaimana keadaannya sekarang?"

Sandra bertanya pada pria berbaju serba hitam di sebelahnya, memakai penutup wajah, sama seperti dengan Sandra. Dia juga menutup wajahnya dengan sempurna.

"Deg-degan." Jawab pria itu singkat.

"Apa? Kenapa? Hainry, ini kan bukan misi pertama mu?"

"Aku selalu deg-degan kalau di dekat mu, mungkin lagi jatuh cinta." Lagi-lagi Hainry suka sekali buat ulah.

"Tiga kali, akan ku pukul kepala mu nanti."

"Hey Sandra, udah tau belum? Misi kali ini kita bekerja sama dengan polisi." Ah, Hainry mengalihkan topiknya.

"Sudah tau, Fladilena udah bilang. Toh kita juga sering kan kerjasama bareng polisi, nggak ada hal baru lagi."

"Hal yang baru adalah, anak yang diculik adalah anak seorang Dewan, dan yang di utus adalah Irjen Gerald Andrafana."

Deg

Sandra tersentak seketika, ini lebih dari dugaannya. Dia tau bahwa kakak sepupunya itu adalah seorang inspektur jendral, tapi dia tidak pernah tau bahwa akan tiba hari dimana dia satu misi dengan sang kakak saat dirinya menjadi detektif.

Tidak seperti adik kandungnya Levan Andrafana yang kekanak-kanakan, Gerald adalah orang yang dewasa, bijaksana, pintar, cerdas dan berbakat. Dia adalah orang yang paling dekat dengan posisi pewaris, karna kakek sangat menyukai Gerald yang berbakat. Gerald juga tidak pernah menghina Sandra dan pekerjaannya, yah dibanding menghina dia hanya tidak peduli pada Sandra, dan segala yang Sandra lakukan. Soalnya Gerald hanya diam saat Sandra dihina satu keluarga.

Nama Gerald sudah tidak asing lagi di telinga publik, dia juga sudah banyak mencapai beberapa prestasi yang membanggakan nama Andrafana. Beberapa kali berperan besar dalam perdamaian antar negara. Itulah kenapa, cucu favorit kakek adalah Gerald.

"Ah ya, toh dia juga tidak akan mengenali ku." Sandra tersenyum miring, dia percaya diri pada penyamarannya saat ini.

"Tim B menghubungi Kapten."

Sandra bisa mendengar suara Fladilena--anggota timnya dari alat pendengar yang sudah terpasang rapi di telinganya. Dia juga bisa melihat Fladilena di balik dinding di seberangnya.

"Ya, aku mendengar mu, disini aku dengan Hainry."

"Kami sudah bersiap dalam posisi." Tegas Fladilena.

"Pengepungan akan dilakukan, jam 7, menit 43, detik 21, kita akan bergerak bersama. Sampaikan pada para polisi itu."

Perintah Sandra, ini adalah keputusan terbaik yang bisa Sandra ambil.

Waktu berlalu, Sandra mengamati situasi, dia mempersiapkan pistolnya, bersiap mendobrak masuk.

"Hainry, Kau bisa menangani ini sendiri kan? Ambil tanggungjawab posisi ini. Aku punya rencana lain."

Sandra bersiap ingin pergi, namun Hainry menahan tangannya.

"Kenapa lari? Mau kabur? takut sama Irjen Gerald?" Jelas sekali dari mata Hainry kalau dia sedang mengejek sekarang.

Sandra tersenyum menyeringai. "Mana mungkin ... Aku hanya ingin memastikan misi kali ini tidak gagal, aku tidak tertarik untuk gagal."

"Kemana? Aku nggak akan mengampuni siapapun kalau kau terluka, Sandra. Entah itu tim ini, atau para polisi, bahkan penculik dan anak yang diculik, aku akan melukai semua orang kalau sampai kau terluka."

Mengerikan.

Tatapan Hainry bukan lagi sekadar tatapan candaan. Jelas Hainry serius sekarang, matanya menakutkan, sulit dijelaskan, tapi Sandra merasakan tekanan tersendiri.

"Candaan mu nggak lucu di situasi sekarang, yang penting turuti perintah ku Hainry, aku kaptennya." Tegas Sandra, melepaskan tangan Hainry, dia pergi sendirian ke tempat yang ingin dia tuju.

Lagi dan lagi Sandra hanya menganggap segala perkataan Hainry sebagai candaan belaka, yang tidak didasari perasaan apapun.

"Ck, sial." Pria itu berdecak kesal, tampak kekhawatiran yang tulus dimatanya.

"Kemana kapten pergi?" Tanya Fladilena menghubungi Haniry melalui alat komunikasinya.

"Rencana cadangan. Fladilena, kit--"

GUBRAKK!!

Hainry tersentak kaget, padahal waktu yang dijanjikan bergerak sekitar tiga menit lagi, tapi para polisi itu sudah bergerak duluan, mereka mendobrak masuk gudang tua itu tanpa aba-aba apapun.

"Apalagi yang dilakukan mereka, dasar sialan, apa mereka tidak tau yang namanya kerjasama? Tim B, follow dan Cover gerakan itu. Aku akan melihat situasinya dan bergerak sendiri, usahakan keselamatan korban."

Perintah Hainry, semua kendali di serahkan Sandra pada Hainry. Itu artinya gerakan tambahan yang dilakukan para polisi juga adalah tanggungjawab Hainry.

Sungguh, kalau Sandra-ku terluka karna gerakan tambahan kalian, aku benar-benar akan menghancurkan kalian.

Jangan tanya.

Hainry bahkan bersiap menghajar Irjen Gerald jika Sandra terluka.

"Ck, makanya aku lebih suka bekerja sendiri. Kandri, Yana, ikut aku."

Dari sana, Fladilena juga sudah bergerak, dengan pistol yang siap siaga ditangannya.

Hainry masuk ke dalam gudang tua, dia bisa melihat bahwa para polisi sudah menundukkan para penculiknya. Dan korban yang memakai penutup kepala juga sudah diamankan polisi. Bukan rumor belaka kalau Tim Irjen Gerald memang luar biasa, mereka membuktikannya sekarang.

Gerakan tambahan yang berhasil? Yah, baguslah.

Hainry mengamati situasi, jaga-jaga kalau masih ada penculik yang tidak terdeteksi.

"Bukankah Anda harusnya memberitahu saya dulu kalau mau bergerak, kita sedang dalam misi bersama." Tukas Fladilena, dia sedang sangat kesal sekarang walaupun mereka berhasil.

"Ada apa? Kalian kesal sekarang? Kalian yang digadang-gadang sangat hebat ternyata tidak berguna aslinya? Dan tidak melakukan apa-apa." Jawab Marlin, salah satu anggota polisi disana. Dia juga bawahannya Gerald.

"Ini bukan demi siapa yang paling berjasa, Ini semua demi keselamatan semua orang, apa kau tidak mengerti? Tidak bisakah kalian bekerja sama?" Fladilena kesal, bukannya mengakui kesalahannya, mereka malah menuduh tim detektif yang tidak-tidak.

"Tapi kami berhasil." Gerald yang menjawabnya sendiri.

"Sakit ..."

Gerald tersadar seketika, lirih pedih itu berasal dari suara anak di dekatnya yang masih mengenakan penutup kepala dengan tangan masih terikat.

Gerald perlahan dengan hati-hati membuka penutup kepala yang di pakai pada anak kecil itu.

"Apa?!"

Semua orang terkejut, wajah anak itu tidak sama dengan wajah anak dewan yang mereka cari. Itu adalah wajah anak lainnya.

Kesalahan.

Dalam sepersekian detik, wajah mereka memucat. Ini adalah jebakan, mungkin saja anak dewan yang dibawa lari sudah pergi jauh dari sini?

"Khekhekhe. Polisi terhebat saat ini, Tim Detektif terhebat saat ini, semuanya kami permainkan, haha."

Tawa penjahat yang sudah tertangkap dan di borgol itu. Dia menatap Gerald dengan berani, tidak peduli apapun yang akan dia terima nanti, dia hanya ingin menghina Gerald sekarang.

"Tutup mulut mu sialan!"

Bukh! Bukh!

Marlin langsung menghajar pria itu tanpa ampun. "Dimana anak yang kami cari?!"

"Entahlah, dimana ya?" Walau bibirnya sudah berdarah, tidak membuat penjahat itu menyerah dan mengatakan segalanya. Dia malah bermain-main dan mengganggu Marlin yang sudah emosi.

Hainry menarik napasnya, dia mencoba untuk lebih tenang di situasi saat ini. Langkah pertama dia ambil untuk mendekati gadis manis yang sudah ketakutan sekarang.

"Nak, apa kau melihat anak perempuan se-usia mu yang diculik juga?" Hainry melepas ikatan anak itu dengan lembut, bertanya dengan ramah, tanpa memberinya tekanan.

Dia menggeleng pelan, dia masih ketakutan, trauma? itu pasti, dia hanya seorang anak kecil yang tidak tau apa-apa.

"Bagaimana kau tidak tau apa-apa?! Kami gagal karna salah menyelamatkan bocah seperti mu. Habislah, Dewan itu pasti akan memarahi kita." Marlin berdiri, berjalan kasar dengan suara tinggi, dan tatapan mengerikan yang dia tujukan khusus untuk anak itu, membuat tubuh anak itu tersentak ketakutan. Gadis kecil itu hanya menunduk ketakutan.

"Tutup mulut mu! Kita tidak gagal ataupun salah, dia juga korban yang wajib diselamatkan. Entah siapapun korbannya, aku akan menyelamatkannya."

Suara Gerald dingin, pandangannya lebih tajam ke arah Marlin.

Hainry sedikit terkejut, dia tidak tau bahwa Gerald ternyata punya jiwa seperti itu. Jiwa rela berkorban demi orang lain, mungkin?

"Aku beneran nggak tau apa-apa, mata ku terus ditutup." Lirih gadis kecil itu, dia menunduk, sekujur tubuhnya gemetar. Jelas sekali, dia sangat ketakutan sekarang.

Dia hanya anak kecil yang berusaha bertahan hidup dari cengkraman orang dewasa yang gila melebihi iblis.

"Gak apa-apa, bukan salah mu, kamu juga korban, jadi tenang, kamu aman sekarang." Hainry tersenyum ramah, walau hanya matanya yang terlihat, tapi gadis kecil itu merasa lebih tenang berkat Hainry.

Brakhhh!!!!

Dari arah kanan, tampak tumpukan kardus berjatuhan, dari sana terlihat Sandra yang sudah menggendong anak perempuan, dengan satu orang pria berjaket coklat yang sudah di borgol.

"Anak yang kalian cari ada disini."

Itu Sandra, dia dengan kemampuannya sendiri menangkap penjahat itu.

"Kapten!" Teriak anggota YK71 saat melihat sang kapten tersayang sudah datang dengan anak yang mereka cari.

Gerald melirik Sandra, tatapan keduanya sudah bertemu, tapi Sandra yakin bahwa Gerald tidak akan mengenali-nya begitu saja.

Bab 3

...****************...

"Siapa yang akan membawa anak itu?" Hainry bertanya pada Gerald.

Semuanya sedang sibuk sekarang, mereka merapikan dan mencari bukti di tempat kejadian perkara, menginterogasi beberapa penculik yang tampaknya bergerak secara terorganisir.

Misi penyelematan malam hari ini sukses besar karna usaha Sandra, dia pemeran utamanya malam ini.

"Kami akan membawa keduanya, sisanya akan polisi tangani." Gerald menjawab dengan datar, tidak heran, memang kepribadian Gerald seperti itu.

"Yah, tolong perlakukan kedua anak itu sama. Kar--"

"Karna mereka adalah korban. Aku paham, jadi jangan sok pintar di depan ku, kefatalan bagi mu jika mencoba mengajari ku."

"Begitu 'kah? Bukankah kalian harus belajar bekerjasama lagi dengan para detektif? Kalian sangat sombong, jika bukan karna kapten kami, pasti masalah besar sudah terjadi." Kekesalan masih Hainry rasakan, karna gerakan tambahan yang tidak direncanakan itu. Syukurlah Sandra tidak terluka, dan para korban juga selamat dengan aman.

"Aku mengakui itu, bahwa kapten kalian memang benar-benar orang yang hebat. Jadi diamlah, dan ini bayarannya." Gerald memberikan sebuah koper hitam yang Hainry yakini semuanya berisi uang.

"Yah, senang berkerjasama dengan mu, Pak Irjen Gerald Andrafana yang hebat." Hainry tersenyum manis menerima uang itu. Senyuman manipulatif yang sengaja Hainry tampilkan, agar Gerald tidak memandangnya sebelah mata.

Gerald diam sebentar, dia hanya terus fokus menatap Sandra yang sedang menjelaskan situasi dan apa yang terjadi pada timnya.

"Kapten kami ... dia itu tunangan ku, jadi berhenti menatapnya seolah ingin memilikinya."

Hainry maju dua langkah, menutupi pandangan Gerald terhadap Sandra. Walau jelas Hainry berbohong soal masalah tunangan itu, kan?

"Dia pasti tertimpa sial karna memiliki tunangan menyebalkan seperti mu."

"Kenapa? iri ya?"

"Hah, yang benar saja. Yah, apapun itu kerja bagus hari ini. Aku harap kita tidak bertemu lagi." Gerald melambaikan tangannya, dia mulai memberi aba-aba dan perintah untuk segera pergi membawa para korban.

Beraninya dia menatap Sandra seperti itu? Haruskah ku habisi sekarang?

Hainry selalu kesal, jika itu soal pria yang tertarik dengan Sandra. Hainry kembali ke perkumpulan para detektifnya.

"Yo halo, saatnya pulang dan Tim-YK71 berbagi hasil." Hainry menunjukkan koper yang lumayan besar itu.

Koper hitam yang sudah pasti isinya membuat air liur mereka bersiap untuk jatuh. Wajah mereka sudah seperti binatang buas yang mendapat mangsanya, bagi mereka uang memang salah satu hal terbaik di dunia ini.

"Kerja bagus hari ini, ayo akan ku traktir kalian makan." Sandra merangkul pundak Fladilena dengan bangga.

"Yeahhh!!"

Sorak-sorai ramai dari anggota lain yang sudah bekerja keras juga.

"Bagaimana dengan ku? Aku juga berperan besar loh?" Hainry menunjuk dirinya sendiri, dengan ekspresi kucing memelas yang meminta hadiah.

"Ya, kerja bagus." Sandra membuka maskernya saat tidak ada lagi orang lain di sekitar mereka.

"Kau memang yang terbaik." Sandra tersenyum hangat, dia tulus mengatakan itu pada Hainry.

Deg

Perasaan yang menyenangkan saat Hainry bisa melihat pemandangan ini, wajah Sandra memang candu yang nyata baginya.

"Saya jatuh cinta lagi nih Kapten." Hainry memegangi jantungnya yang berdebar keras.

"Ada yang megang panci? Rasanya aku ingin memukul kepala seseorang." Sandra tersenyum menyeringai.

"Haha! Han ... Han ... udah ditolak berulang kali masih aja nggak nyerah."

Fladilena dan yang lainnya tertawa lepas, mereka sudah biasa melihat tingkah Hainry yang terus menggoda Sandra. Bagi seluruh Tim YK71, itu sudah merupakan tontonan setiap hari.

...****...

Sandra masuk ke dalam kelas 12 IPA 5, yah hanya dia wali kelas yang bisa tahan dengan segala tingkah absurd anak muridnya, kadang buat kesal, kadang sangat menarik untuk dilihat, intinya Sandra benar-benar terhibur menjadi wali kelas ini.

"Yo halo bocah-bocah, minimal duduk ya waktu ibu datang."

Setiap langkah yang Sandra jalani setiap itu pula suara keributan kelas IPA lima meredam. Sandra duduk di mejanya, menatap satu persatu muridnya yang sudah duduk rapi.

"Tumben ricuh banget, ngomongin apa?" Sandra membuka bukunya, mencari halaman mana yang akan dia bahas hari ini, sebelumnya Sandra sudah merencanakan ingin membahas apa sekarang.

"Ibu tau gak, hari ini lagi-lagi Tim Detektif YK71 berhasil selamatin banyak orang Bu! Keren, kemarin mereka berhasil nolong anak Dewan yang diculik!" Jawab Jihan sangat antusias, dia salah satu murid berbakat yang Sandra punya.

"Oh gitu yak? Jadi kesimpulannya? Mana PR kalian?"

"Ya elah buk! Bahas berita aja kenapa sih!" Keluh Aksa frustasi, dia berbakat dalam bidang olahraga, tapi tidak dengan bidang matematika yang Sandra ajarkan.

"Yang nggak selesai berdiri ditempat."

"Bu Sandra mah soal PR aja cepat."

Sandra tertawa pelan. "Ala bisa karna terbiasa, pahami itu, itu bukan sekadar kata-kata mutiara."

"Bu, boleh nggak PR nya besok aja? Janji selesai?" Lirih Aksa lagi memaksa.

"Warning buat anak-anak cewek, jangan mau pacaran sama Aksa, dia janji mulu, playboy cap gayung, kasih tau juga sama anak-anak kelas lain."

"Ibuuuu...!"

"Pffttt..."

Drrttt Drttt

Ponsel Sandra berdering, dia melihat siapa yang menghubungi di jam mengajarnya. Harusnya bukan panggilan dari Tim YK71, karna mereka tau Sandra benci diganggu saat mengajar. Jika bukan masalah yang sangat penting, Sandra melarang untuk menghubunginya di jam kerja.

Ah? Asisten kakek?

^^^From Sandra:^^^

^^^Maaf Pak, lagi ngajar, bisa telepon nanti aja?^^^

Sandra memilih mengirim pesan singkat saja dibanding membalasnya.

From Asisten Johan:

Ya Non, Pak Gheobalt bilang untuk Anda datang malam nanti, ada yang ingin dibicarakan.

^^^Sandra:^^^

^^^Baik.^^^

Jam pelajaran terus berlalu, Sandra pindah dari satu kelas ke kelas lainnya untuk mengajar dibidangnya, hingga akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, dan banyak anak yang pulang, menetap di sekolah untuk ekskul, atau bahkan mencari buku di perpustakaan.

...****************...

"Sampai kapan kau ingin terus begitu saja? Tinggalkan pekerjaan mu dan bekerja-lah di Andrafan Grub, menjadi sekretaris Levan jauh lebih baik."

Perintah sang Kakek langsung. Kakek duduk di kursi kehormatannya, dengan Sandra yang duduk di depannya, di dalam ruangan khusus sang kakek di kantor Andrafana Grub.

Sandra menghela napasnya, ini bukan kali pertama dia mendapat nasihat seperti ini, tapi meski sudah sering, tetap saja rasanya kesal mendengar hal yang sama berulang kali, apalagi diminta menjadi sekretaris Levan yang gila itu? Lebih baik Sandra menjadi seorang pengangguran.

"Maaf ya Kek, tapi untuk ke-sekian kalinya Sandra juga nolak tawaran kakek yang ini, Sandra udah nyaman dengan situasi Sandra sekarang." Sandra menatap kakek yakin, tidak ada keraguan yang tampak di mata Sandra.

"Apa kau tidak sadar Sandra? Kau satu-satunya anggota keluarga Andrafana yang tidak terkenal, mendiang ayah-mu adalah seorang Hakim yang terkenal, Paman-mu Leon seorang Pengacara terkenal, Bibi-mu Claudia juga seorang Desainer terkenal. Bahkan semua sepupu mu juga terkenal, Gerald menjadi Irjen yang mengharumkan nama negara, membanggakan nama Andrafana, Levan menjadi pengusaha muda yang sukses, Ecalica juga artis papan atas. Semua Andrafana berbakat dan juga terkenal, kecuali kamu. Tidak ada yang tau kamu seorang Andrafana."

Setelah Kakek menjelaskan panjang lebar begini, dia harap Sandra ingin merubah keputusannya dan mengikuti kemauan kakek, bekerja di Andrafana Grub saja.

"Terima kasih, tapi Sandra tetap ingin jadi guru aja. Pekerjaan ini juga mulia kok, kalau enggak ada guru, masa depan negara itu gelap, Kek."

"Astaga! Aku tidak meminta mu untuk sehebat Gerald, karna aku tau kau tidak akan mampu. Tapi, setidaknya jangan memalukan nama Andrafana."

"Saya gak malu kok." Sandra tersenyum manis, entah hatinya terluka atau tidak oleh ucapan sang kakek, yang jelas dia ingin tersenyum dihadapan semua orang.

"Karl pasti kecewa padamu."

"Mustahil begitu, ayah bukan orang yang berpikiran sempit."

Sandra tersenyum percaya diri, ayahnya bukan orang seperti itu. Sandra tau, karna dia menjadi orang yang seperti ini juga berkat didikan hebat ayahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!