...HAPPY READING...
...----------------...
Hai para reader jangan lupa follow Instagram ku ya
*POV RADIT*
Malam itu aku bertengkar hebat dengan kekasihku, setelah pulang dari acara pesta yang di adakan oleh sahabatku sebut saja namanya Alexander.
Aku cemburu saat melihat kekasihku, keluar dari kamar bersama dengan Alex, hatiku hancur saat melihat kejadian itu. Hingga aksi diam yang kulakukan berlanjut hingga kami pulang dari acara tersebut.
“Kenapa kamu diam Dit, apa kamu masih memikirkan perihal yang tadi, bukankah semuanya sudah aku jelaskan padamu,” ujarnya.
Namun aku tetap memilih terdiam, sebelum darahku kembali mendidih. Marah rasanya saat melihat pacar sendiri keluar dari ruangan secara bersamaan dengan sahabatku sendiri.
“Aku hanya tak habis pikir saja dengan jalan pikiranmu, aku berkeliling di tempat seluas itu, sementara kamu malah keluar dari ruangan bersama dengannya, apa sebenarnya yang kamu lakukan di dalam ruangan itu?”
“Apa maksudmu? Sekotor itukah aku di pikiranmu. Tidak ada yang terjadi di dalam ruangan itu Radit, aku dengan Alexander murni terjebak. Itu hanya sebuah kecelakaan,” ucapnya.
Andara marah karena aku terus mendesaknya, dia sangat kecewa padaku malam itu.
“Tunggu dulu, apa kau bilang! Kecelakaan... apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan itu?”
“Oh... atau jangan-jangan ...,” ucapanku langsung terpotong, di sela oleh Andara saat aku berbicara.
“Cukup Radit... kita akhiri pertengkaran ini, dan ingat aku bukan wanita murahan yang seperti kamu pikirkan,”
Aku sangat kesal, kemudian kami kembali terdiam. Aku terfokus dengan kemudi lalu menambah kecepatan lantaran malam itu aku merasa cemburu, aku pikir Andara telah mengkhianati cintaku.
Tiba-tiba entah apa yang ada di dalam pikirannya. Dia berteriak dan menghentikan mobilku.
“Stop Radit! Turunkan aku di sini, aku tidak mau kita bertengkar,” ucapnya dengan sangat marah.
Namun aku tetap tidak menghentikan laju kendaraanku, aku tidak mau mendengarkan apa kata Andara malam itu.
“Aku mohon hentikan mobilnya, atau aku loncat Radit...,” ujar Andara
Namun Aku masih terus mengendarakan, kendaraanku tanpa sedikitpun aku mau mendengarkan.
“Kenapa kamu sangat egois Radit, cepat hentikan mobilnya. Aku mau turun!” sentak Andara terhadapku.
“kamu apa apaan sih, jangan seperti anak kecil Andara, kamu mau mati loncat dari mobil saat sedang dikemudikan,”
Aku membentaknya, kemudian menghentikan mobilku.
CIT. Suara ban mobil terdengar menggosok jalanan aspal.
Dengan tidak sengaja aku telah membuat keningnya membentur, ke dashboard.
PLOK. Suara kepala Andara membentur dashboard.
“Kamu keterlaluan Radit ...,”
Andara mengumpatiku, menatapku dengan sangat marah. Kemudian Andara turun dari mobilku.
Aku langsung berlalu pergi begitu saja meninggalkannya di pertengahan, aku memang seperti ini jika sedang marah, tapi aku sangat mencintainya.
*POV ANDARA*
“kamu tega Radit... aku benci kamu!”
Malam itu pertama kali aku mengucapkan benci padanya, kemudian aku berjalan gontai di tengah jalanan yang sepi, sambil menenteng high heels yang baru saja kulepas.
Tiba-tiba saja terlihat sebuah mobil mewah, berhenti tepat di hadapanku yang sedang berjalan di pinggir jalanan yang sepi.
Sekilas aku menoleh dan pemilik mobil tersebut menurunkan kaca mobilnya.
“Andara,” ucap seorang pria yang sangat aku kenal, dia adalah Alexander sahabat dari Radit. Namun aku hanya terdiam menatapnya, kemudian Alexander mendekat ke arahku.
“Kamu sedang apa berdiri di tepi jalan seperti ini, oh aku tahu... pasti kamu sedang bertengkar dengan Radit,” tebak Alexander dan tebakannya memang benar.
“Ayo naik... ijinkan aku mengantarkanmu pulang,” ucapnya lagi.
Awalnya aku sangat ragu, akan tetapi jika aku menolaknya aku tidak akan bisa pulang malam ini, jalanan sudah sangat sepi tidak ada satupun taksi yang lewat di sekitar jalanan ini.
“Ayo biar aku antarkan kamu pulang,” ucap Alexander mengajakku, hingga akhirnya aku ikut dengannya.
Buliran air mata tiba-tiba terjatuh begitu saja, aku sangat sedih lantaran pertengkaran kali ini adalah pertengkaran yang sangat parah sepanjang hubungan kami.
“Kamu tidak usah menangis lagi, usap air matamu, aku tidak suka melihat wanita secantik kamu menangis,”
Alexander mengucapkan kalimat, yang begitu membuat hatiku tersentuh kemudian Alexander menyodorkan tisu di tangannya.
Lalu aku meraih tisu di tangan Alexander sehingga kami tidak sengaja berjabat tangan hingga tatapan kami bertemu.
Tangannya sangat halus, dia selalu memperlakukanku dengan sangat lembut, sepertinya Alexander jauh lebih baik ketika memperlakukan seorang wanita, berbeda dengan Radit yang selalu bersikap dingin.
Tiba-tiba saja Alexander berdeham menyadarkanku dari lamunan.
Hatiku berdesir entah setan apa yang lewat di pikiranku tiba-tiba saja aku menyandar di bahunya yang kokoh.
Kemudian Alexander menstater mobilnya, hingga berhenti di sebuah outlet minimarket.
“Kenapa kita berhenti di sini Lex?”
“Aku mau membeli air mineral, kamu hauskan!”
Terselip nada memerintah di sana, yang mengharuskan aku minum. Tanpa menunggu jawaban dariku, Alexander langsung turun dari mobilnya dan berjalan memasuki outlet minimarket.
Kurang lebih sepuluh menit Alexander kembali dengan membawa dua botol air, lalu memberikan sebotol air mineral kepadaku. Kemudian aku meminumnya.
Alexander terlihat senyum kepadaku, pria yang sangat tampan dan baik hati.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan, Alexander terus mengajak aku mengobrol hingga aku mengantuk.
Tiba-tiba saja kepalaku sedikit terasa pusing, pandanganku terlihat muram. Namun aku masih ingat saat Alexander mengucapkan kalimat selamat tidur kepadaku.
Hingga aku terbangun kembali, aku mengitarkan pandangan melihat ke sekeliling aku tahu ini bukan rumahku.
Kemudian aku menoleh ke sampingku, aku sangat tercengang melihat pria yang semalam mengantarkanku, kini berada tepat di sampingku tanpa menggunakan busana.
Sontak saja aku terlonjak kaget, bangkit dari ranjang yang berukuran besar itu.
Ketika aku bangkit aku semakin tercengang, lantaran pakaian yang semalam aku kenakan terlepas berantakan di lantai.
“Alexxxxxx...,” teriakku histeris memukul-mukul dada bidangnya yang dipenuhi bulu-bulu halus.
“Bangun Alex... apa yang telah kamu lakukan padaku, Alex ayo bangun...,”
Aku sangat panik, kulihat ada bercak merah di atas seprai yang berwarna putih.
Pikiranku sangat kalut, buliran air mata jatuh bercucuran begitu saja.
“Kamu kenapa menangis... terima kasih untuk malam yang indah ini Andara,” ucapnya tersenyum menyeringai kepadaku.
“Bajingan kamu... dasar bejat kamu! Akan aku pastikan kamu akan mendapatkan balasan yang setimpal, dasar laki-laki kurang ajar!” umpatku geram.
Kemudian aku bangkit ingin segera meninggalkan, apartemen milik si bule bejat yang telah menodaiku.
Rasa penyesalan kini menjalar di hatiku, aku sangat merasa bersalah pada Radit, pantas saja Radit selalu berusaha menjauhkan aku dari Alexander.
Ternyata dibalik paras tampannya, ada iblis yang bersemayam di dalamnya.
*ALEXANDER POV*
Sudah sejak lama aku menantikan malam di mana aku bisa menjamah tubuh seksi ini, akhirnya malam itu akan tiba juga.
Dari balik mobil aku menatap pertengkaran sahabatku Radit dengan Andara kekasihnya.
Aku sengaja mengikuti mereka lantaran aku sudah tahu tipikal orang seperti Radit, saat sedang marah.
“Welcome my heaven” gumamku menghampiri Andara sang aktris tersohor di negeri ini.
Kini Andara dalam genggamanku, tubuhnya yang seksi wajahnya yang sangat cantik membuat aku di mabuk kepayang.
“Alex,” ucapnya menatapku. Saat aku menurunkan kaca mobil.
“Ayo masuk? Kenapa kau berdiam diri di situ!” ucapku kembali menatapnya.
Kemudian ia memasuki mobil aku sangat bahagia, lantaran malam ini tidak akan pernah aku sia-siakan.
Andara masih terlihat menangis, aku tidak tahan melihatnya, menangis kemudian aku mengambil tisu dan menyerahkannya.
“Usap air matamu, wanita secantik dirimu tidak pantas menangis,” ucapku sambil menyeka air matanya dengan sekepal tisu di tanganku.
Kemudian ia meraih tanganku, tanpa sengaja kami bertatapan, mata yang indah itu terlihat sangat jelas di hadapanku.
Perlahan aku tersadar, kembali kepada posisiku, akan tetapi dia malah menyender ke bahuku.
Hatiku sangat bahagia, tidak berapa lama kulihat sebuah minimarket, di situlah otak jahatku mulai beraksi.
Aku membeli dua botol air mineral, di mana yang satu untuk Andara telah aku campurkan obat bius dan yang satunya sengaja aku minum untuk menambah obat antibiotik penambah perpormaku di atas ranjang malam itu.
“Akhirnya aku mendapatkanmu Andara," gumamku.
...HAPPY READING...
...----------------...
*POV Andara*
"Bajingan kamu Alexander, bangun kamu, aku akan membunuhmu!"
Aku sangat benci kepada pria yang berdiri menyeringai dihadapanku, dia tertawa penuh kemenangan.
"Kalau aku mati, nanti tidak ada yang bertanggung jawab padamu sayang ...," ucapnya menyeringai.
"Lebih baik aku mati, daripada harus menerima pertanggung jawaban darimu. Ingat aku baik baik tuan Alexander yang terhormat. Bahkan neraka sekalipun tidak pantas untuk orang sepertimu."
"Kok neraka... kan barusan aku kesurga ...," ucap Alexander mengejek.
"Menjijikan ...," umpatku.
Kemudian aku berusaha mencari celah agar Alexander lengah dari pengawasannya terhadapku, belum juga aku menemukan kunci pintu.
Alexander sudah menghampiriku dan memaksaku untuk melayaninya lagi.
"Kau mau kemana? jangan harap kau bisa melarikan diri dariku. Duduk tenanglah dan aku akan sangat bahagia," ucapnya membawaku dalam pelukannya.
Dada bidang itu yang masih tidak memakai t-shirt, menimpaku begitu saja dan tangan kekarnya melingkar di pinggangku.
"lepaskan aku Alexander... Radit akan menghabisimu, jika kau ketahuan memperlakukanku seperti ini, lepaskan aku bajingan!" teriakku memberontak.
Namun tetap saja tenagaku tidak mampu mengimbangi tenaganya, yang memelukku sangat kuat dan menggendongku, hingga melemparkan aku kembali ke ranjang yang berukuran besar itu.
"Argggg ... bajingan!" aku memekik merasakan sakit yang luar biasa.
"Argggg ...," kemudian aku berusaha bangkit lagi dan seketika Alex menarikku, berusaha meninabobokan aku lagi.
"Lebih baik kau menyerah Andara. Aku tidak ingin menyakitimu, tidak pahamkah jika aku mencintaimu selama ini," ucapnya terengah-engah.
"Cinta... kau bilang cinta! Hahahaha... kau gila. kau gila ...," lirihku menangis sambil tertawa sambil tertawa.
Bagaimana rasanya ketika keperawatan direnggut oleh orang yang tidak di cintai.
Hatiku hancur bagaikan di tusuk ribuan duri, kehormatanku direnggut oleh orang yang sama sekali tidak pernah aku cintai.
"Dara aku mohon... maafkan aku, aku janji akan bertanggung jawab padamu. Aku mohon menikahlah denganku!"
Perlahan tangan kekar itu menyeka buliran air mata yang membasuh pipiku.
Namun aku kembali menepis tangan itu.
"Simpan saja maafmu, aku tidak membutuhkannya. tidak akan pernah." Hardikku.
Aku mengitarkan pandangan ke sekeliling, berusaha mencari kunci pintu, dan sialnya kunci itu berada tepat di bawah kaki Alexander.
'sial... kenapa nasib buruk ini seolah berpihak kepadaku,' umpatku dalam hati, merutukki diriku sendiri.
"Andara... menurutlah padaku, aku tidak akan memperlakukanmu seperti binatang jika kau memperlakukan aku dengan baik...," ujarnya dan aku sangat membencinya.
"Lepaskan aku dan jangan pernah berharap mendapatkan perlakuan baik, setelah kamu merenggut masa depanku aku tidak akan pernah memaafkan mu Alexander,"
Bukkk... Dengan gerakan cepat kakiku menendang juniornya, yang hanya di balut dengan ****** *****.
"Owh...sial!" umpatnya mengerang kesakitan.
Kemudian aku bangkit mengambil kunci darinya, dan akhirnya aku bisa meloloskan diriku dari cengkeraman iblis yang berparas tampan ini.
Aku berjalan di kerumunan orang banyak, diriku bagaikan wanita malam yang bangun kesiangan habis memuaskan pelanggannya.
Bagian-bagian lekuk tubuhku terekspos, semua orang menatapku heran. Lantaran tatanan rambut ku berantakan, serta bagian gaun ku robek di bagian pinggang, sehingga mengekspos bagian itu.
Aku menyesali pertengkaran ku malam itu, andaikan saja aku pulang dengan Radit mungkin saja pelecehan ini tidak akan pernah aku dapatkan.
Aku berlari ke jalan, keluar dari apartemen megah, tiba-tiba saja ada mobil berhenti tepat di depanku.
"Andara... sedang apa kamu disini?" ucap seseorang dari balik kaca mobilnya.
Dia adalah Zevania sepupunya Radit, tunanganku.
"Kamu lewat sini?" tanyaku pada Zevania.
"Hanya kebetulan saja, ayo masuk!" ajak Zevania padaku.
Kemudian aku memasuki mobilnya.
Segera pergi meninggalkan apartemen laki-laki brengsek yang bernama Alexander.
Kami berdua terfokus menatap jalanan, sedangkan Zevania terfokus dengan kemudinya.
Susana hening di dalam perjalanan itu, lalu Zevania memulai obrolan.
"Kalau seorang model itu, mau dipakaikan apapun tetap cantik yah! contohnya kamu." ucap Zevania membuka obrolan.
"Hah. Apa kau sedang meledekku Zee," ujar ku.
"Tidak... aku serius Dara, kamu terlihat cantik dengan gaun yang memperlihatkan lekuk tubuhmu, bahkan aku saja sebagai perempuan sangat iri melihat lekuk tubuhmu yang indah ini," puji Zevania terhadapku.
"Terimakasih atas pujianmu nona Zevania, sudah berhentilah memujiku lebih baik fokuslah menyetir!" perintahku mendominasinya.
"What's wrong with you? Andara kau memerintahku!" balas nya dan aku sangat kesal dibuatnya.
"Zevania... sudah hentikan leluconmu! Aku tidak ingin bercandaan!"
"Baiklah-baiklah! Aku tidak akan mengulanginya lagi," ujar Zevania kembali terfokus dengan kemudinya.
Sedangkan aku kembali terfokus memandangi jalanan, yang terlihat macet hari itu.
Aku tidak bisa membayangkan, jika Radit mengetahui kalau aku sudah tidak perawan lagi dan semua itu di sebabkan oleh Alexander, sahabat terdekatnya.
Jujur secara naluri aku menikmati permainan dari Alexander, aku hampir terbuai dengannya.
"Oh sial... kenapa aku bisa berfikiran sampai kesitu!" ucapku dan seketika Zevania menatapku heran.
"Ada apa dengan dirimu? kenapa kau berbicara sendirian?" ucap Zevania menatapku heran.
"Tidak ada apa-apa, bukan urusanmu juga!" sahutku kemudian aku merutukki diriku sendiri.
'Andara stop memikirkan masalah ini, lagipula keperawanan bukanlah tolak ukur dari sebuah hubungan,' batinku.
Dalam sekejap Zevania menghentikan mobilnya, dan menyadarkanku dari lamunan.
"Kenapa kau menghentikan mobilmu?"
"Lihat kita sudah sampai ke rumahmu, apa kau tidak ingin pulang?"
"Ahhahaha... iya aku baru sadar!" ucapku nyengir kuda dan menggaruk kepalaku yang tak gatal.
"Dasar aneh ...," ujar Zevania masih bisa terdengar olehku.
"Aku masih mendengarnya Zee," geram sambil memelototinya.
"Ahahahaha... maafkan aku sepupu ipar," balas Zevania langsung bergegas pergi dengan mobilnya.
Aku berjalan mengendap endap, untuk memastikan jika orang rumah tidak ada yang tahu kalau aku tidak pulang semalam.
Aku mengitarkan pandangan ke sekeliling, tidak ada siapapun di dalam, dan aku memberanikan diri membuka pintu.
KLEK. Sosok pria yang sangat aku hormati dan paling disegani di dalam keluarga, kini berdiri di hadapanku, dengan tatapan mendominasi.
"Dari mana kamu semalam? kenapa tidak pulang kerumah, mana tunangan kamu itu!" tegasnya masih menatapku.
Aku tidak berani menatapnya, karena sorot mata itu sangat mendominasi dan banyak berbagai pertanyaan, yang akan siap terlontar padaku.
'Duhhh... bagaimana ini, aku harus jawab apa! batinku.
"Dara... Daddy mohon, kamu sedikit bertanggung jawab pada dirimu sendiri. Setidaknya kamu disiplin dalam waktu bermain! apa kata tetangga jika anak gadis pulang sepagi ini, kamu tidak takut kelakuan kamu ini akan menghancurkan karir kamu!"
"I iya Dad's ... ma ... maaf!"
"Yasudah! Ayo cepat masuk ngapain kamu masih berdiri di luar," ucap ayahku.
Kemudian aku beranjak memasuki rumah, segera naik ke lantai atas dimana disana terdapat kamarku.
Aku langsung ke kamar mandi dan membasuh diriku yang telah ternodai ini.
Aku sangat kesal dengan semua ini, aku membenci pria bule itu.
"Alexander... aku akan balas semuanya," lirihku terduduk di bawah guyuran air yang terjatuh dari shower.
...HAPPY READING...
...----------------...
*POV RADIT*
Malam itu aku meninggalkan perempuan yang sangat aku cintai di pinggir jalan, aku sangat kesal pada diriku sendiri yang tidak bisa mengontrol emosi, ketika sedang bertengkar.
Setelah aku hampir sampai ke rumah, aku kembali memutar arah lantaran hatiku sangat tidak tenang, terus memikirkannya.
Aku mencoba menghubunginya, namun ponsel Andara sama sekali tidak aktif, setelah aku sampai di lorong jembatan layang, tempat menurunkannya, namun Andara sudah tidak ada di sana.
“Oh Tuhan betapa bodohnya aku ini,” gumamku. Menyesali kebiasaan burukku, jika sedang bertengkar selalu saja seperti ini.
“ARGGGG,”
“Aku benci dengan diriku sendiri,” ucapku memukul setir lantaran kesal terhadap diriku sendiri.
Setelah itu aku pergi, meninggalkan kembali tempat tersebut. Aku pulang menuju rumah, dengan rasa penuh penyesalan.
Kini aku telah sampai di rumah, aku berjalan gontai, menggapai gagang pintu, memutarnya lalu mendorong hingga pintu itu terbuka.
Aku melangkahkan kaki memasuki rumah, di ruang keluarga terlihat Mama sedang terduduk.
Awalnya kupikir Mama sedang menunggu kepulanganku, namun saat aku tanya ternyata Mama sedang menunggu adikku yang ternyata belum pulang juga.
“Mama kenapa belum tidur, ini sudah larut malam loh... enggak bagus untuk kesehatan Mama!"
Namun ibuku hanya menatap sepertinya beliau sedang sangat marah pikirku.
Kemudian aku segera berlari kecil menuju tangga, untuk segera beristirahat ke kamarku yang ada di lantai dua, tapi Mama menghentikan langkahku.
“Tunggu Radit... Mama perlu bantuanmu!” ucapnya dingin.
Seketika aku terdiam memutar badanku, lalu menghampiri menghampirinya.
“Mama perlu bantuan apa dariku?” tanyaku segera menyadari pertanyaan yang akan dia lontarkan.
“Adikmu belum pulang, dan Papa kamu juga belum pulang, lihat ini sudah jam berapa!” tukasnya sambil melihat jam di dinding.
“Oh ya satu lagi... mulai sekarang kamu tidak usah berpura-pura baik kepada Mama, karena saya bukan Ibu kandungmu!" tukasnya.
‘Oh Tuhan... sudah bertahun-tahun, ternyata dia masih belum menyayangiku, hingga detik inipun dia sama sekali tidak menganggapku, sebagai Anaknya,' batinku lirih.
Perih rasanya luka yang sengaja aku pendam selama ini, aku sengaja menyetujui pernikahan Papa pada saat itu, lantaran aku ingin membuktikan, jika rumor ibu tiri yang jahat tidaklah benar.
Hari ini akhirnya aku menyadari, jika ibu tiriku memang jahat, benar yang di katakan teman-teman Almarhum Mama.
“Kenapa kamu diam, lihat saya... saya sedang bicara denganmu Radit! Cepat cari Adikmu dan bawa dia pulang! Jika kamu tidak bisa membawanya, maka jangan harap saya akan menganggapmu sebagai Anak!” bentaknya. menatap dengan tatapan yang penuh rasa benci.
Aku tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi antara, ibuku dan mama tiriku di masa lalu.
Kemudian Mama melanjutkan ucapannya, perlahan-lahan aku berusaha mengontrol diriku, berusaha menahan emosi, namun saat dia menghina ibuku aku tidak terima, sehingga aku balas membentaknya.
“Kamu dan Ibu kandungmu tidak lebih dari seorang benalu di keluarga ini. Saya membesarkanmu, mengurusmu hingga sesukses ini, dengan penuh bayang-bayang pengkhianatan Papa kamu! Bertahun-tahun mungkin saya bisa menahan luka itu, tapi kali ini maaf, saya tidak bisa membohongi diri saya sendiri, saya membencimu, karena wajahmu mengingatkan saya pada ****** itu!” tukasnya merekatkan rahang.
Dengan menatap tajam penuh kebencian.
“Diam... kalaupun Mama bukan Ibu kandungku, tidak sepantasnya Mama berbicara seperti itu tentang Ibuku!” sentaku yang pada akhirnya tidak bisa menahan amarah.
“Pergi dari rumah ini, karena saya muak melihat wajah ****** itu dari wajahmu!”
“Baik... saya akan pergi dari rumah ini, tapi jangan pernah Anda mencari saya jika keluarga Anda mengalami kesusahan!"
Kini aku yakin dia memang tidak pantas aku anggap sebagai seorang ibu, hari ini dia telah membuktikan kebusukannya di depan mataku.
Akhirnya aku sadar, dia hanya berbasa-basi menanyakan adikku.
Aku berjalan gontai menuju kamar, membereskan baju-baju, dan memasukkannya kedalam koper kemudian pergi dari negara ini, melupakan semua kenangan pahit yang aku alami sepanjang tahun ini.
*ATATURK INTERNATIONAL AIRPORT*
Adzan subuh berkumandang, sejenak aku menunaikan Shalat subuh.
sebelum kemudian aku berangkat menuju ke pesawat yang berlambang garuda biru.
Kini aku terduduk di dalam pesawat, hingga aku tertidur sepanjang perjalanan menuju, salah satu Negara di Asia yaitu INDONESIA tempat kelahiran ayah dan ibu kandungku.
“Selamat jalan Andara, semoga kita bisa bertemu lagi di kemudian hari,” ucapku kemudian memejamkan mata.
***
*POV ANDARA*
Hari itu aku sangat sedih, setelah mendengar kabar kepergian Radit dari Zevania, aku merasa sangat bersalah atas kepergiannya.
Aku berjalan di antara riuhnya orang-orang yang berlalu lalang di lokasi pemotretan.
Kemudian aku terduduk di kursi sambil membayangkan kembali pertengkaran pada malam itu.
Andai saja malam itu aku tidak meladeni Radit, pasti hari ini aku tidak akan kehilangannya.
“Hai... jangan melamun,” ucap seseorang menyadarkan lamunanku.
Sekilas aku menoleh, ternyata dia Zevania sepupunya Radit.
“Kamu... aku kira siapa?" ucapku.
“Memang yang kamu harapkan siapa, hem...,”
“Ya tidak ada yang kuharapkan sih, hanya saja kamu itu tumben datang ke lokasi pemotretanku,”
“Oh jadi enggak boleh gitu aku main ke lokasi ini. Huh... padahal aku hanya ingin menemanimu Andara,” ujar Zevania mendengus sebal.
Kemudian aku menanyakan soal kepergian Radit padanya.
“Zee,” sapaan akrabku kepada Zevania.
“Apa benar kamu tidak mengetahui Radit pergi ke mana?”
Sejenak Zevania terdiam, tidak menimpali pertanyaanku.
Aku lihat ada kesedihan di matanya. Perlahan-lahan Zevania memulai perkataannya.
“Sebenarnya aku tahu Radit pergi meninggalkan Negara ini, tapi aku tidak tahu tujuan dia ke mana Dara,” ujarnya.
“Apa kau sama sekali tidak bertanya padanya. Negara mana yang akan dia kunjungi?" tanyaku penuh dengan rasa penasaran.
“Aku tidak tahu, sungguh...,” balasnya.
“Huhhhh,” aku menghela nafas sesaat kemudian pandanganku teralihkan pada sosok pria bule yang sedang menatapku.
“Sial dia lagi!” aku mengumpat lantaran ada sosok menyebalkan sedang menatap ke arahku.
“Maksud kamu, siapa? Aku!" ujar Zevania heran terhadapku.
“Enggak... bukan kamu, tapi bos besar ALX_PICTURE,” ucapku sambil memutarkan kursi Zevania, hingga tatapannya bertemu dengan si bajingan Alexander.
Bajingan yang telah merenggut keperawananku, yang sengaja kujaga dengan baik selama ini.
“OH MY GHAT... Andara dia tampan sekali,” ucap Zevania yang sepertinya mengagumi sosok Alexander.
“Ya dia memang tampan, tapi kelakuannya minus, aku membencinya!” gumamku, mendesah pelan lalau menghela nafas.
“Huhhhh... jika kau mau ambillah,” ucapku menawarkan pria bajingan itu kepada Zevania.
“Eum... tapi aku rasa dia itu tidak sebaik penampilannya deh, enggak ah, kayaknya aku bukan tipe dia deh!" tebak Zevania.
“Kalau kamu mau, kejar dia. Buatlah diri kamu menjadi tipe perempuannya,” ucapku malas, membuang muka dari tatapan Alexander.
Namun sesaat kemudian aku kembali mengitarkan pandangan.
Pria bajingan itu sudah tidak lagi ada di sana, di kursi yang berjarak kurang lebih lima meter dari kursiku, kemudian aku menghela nafas untuk ke sekian kalinya.
“Huh... syukurlah dia sudah pergi,” gumamku.
Namun, tiba-tiba saja ada seorang kurir, mengantarkan bunga Tulip berwarna putih ke mejaku.
“Dengan Nona Andara ya?” tanyanya.
“Ya saya sendiri!” jawabku menerima bunga lalu menandatangani, secarik kertas tanda bukti penerima barang.
“Siapa yang mengirimkannya, ya Mas?” ucapku namun kurir itu hanya membalasku dengan senyuman, lalu pergi begitu saja.
“Wah... bunganya indah sekali Dara,” ucap Zevania tersenyum.
Sambil menghirup wangi bunga Tulip itu.
“Eh ini ada kartu ucapannya nih,” ucap Zevania sambil mengambil kartu ucapan itu.
Namun aku segera merebut kartu ucapan itu, dari tangan Zevania.
“Ini untuk aku Nona Zevania... bukan untukmu,” ucapku menggerakkan tangan merebutnya.
Perlahan aku membuka kartu ucapan itu, ketika aku membacanya aku sangat senang, karena bunga ini adalah dari Radit.
Dia sengaja mengirimkan bunga ini sebagai permohonan maafnya padaku, atas pertengkaran malam itu.
“Hon... maafkan aku yah, atas semua kesalahanku. Ijinkan aku menebus kesalahan itu, temui aku di Four season hotel, nanti malam,”
Oh Tuhan aku sangat senang, karena sebelumnya Radit tidak pernah memperlakukanku seromantis ini.
“Kamu kenapa sih, senyum-senyum sendiri. Mana dong aku juga pengen baca,” ujar Zevania berusaha ingin tahu isi permohonan maaf dari Radit, namun aku menepis tangannya.
“Jangan dong sayang... ini rahasia pribadi, dah ya aku mau pulang,”
Kemudian aku bangkit untuk segera pergi setelah menyelesaikan pemotretan, ingin segera menemui Radit di four season hotel.
Sementara Zevania hanya tersenyum menatap kepergianku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!