"Hahaha!"
"Akhirnya ...."
"...Aku bisa merasakan kesenangan menjadi seorang yang memiliki kekuatan super!"
Seorang pemuda sedang tertawa bahagia, terdapat rasa senang dan rasa kepuasan di wajahnya.
Pemuda ini berdiri di atas kasur yang empuk, itu adalah tempat dirinya beristirahat dan rebahan santai. Ekspresi wajah pemuda ini terlihat begitu senang, juga sedikit rasa ketidakpercayaan di matanya.
Pasalnya, kedua tangan pemuda itu bisa memunculkan bongkahan es kecil dari telapak tangannya. Selain itu, dia juga bisa mengendalikan es yang dia ciptakan sesuka hatinya.
Bersama dengan kekuatan es yang baru saja ia dapatkan, dia asyik bermain-main di atas kasurnya.
Sebenarnya, Pemuda ini juga tidak tahu asal-usul kekuatan yang dia dapatkan ini.
Dia membuka telapak tangan kanannya, segera bongkahan es kecil sebesar rubik kecil melayang dua sentimeter di atas permukaan telapak tangannya.
Kemudian dia mendorong bongkahan es kecil yang dia ciptakan itu ke arah dinding kamarnya yang ada di depannya.
Crack!
Bongkahan es itu menabrak dinding dengan keras dan mulai menempel di dinding tersebut.
Pada bagian dinding kamarnya yang telah dia tembaki dengan bongkahan es perlahan mulai membeku dan mengeras, terdapat lapisan es yang dingin di permukaan dinding tembok.
“Woahhh …!”
Pemuda itu dibuat kagum oleh kekuatan es yang dia miliki. Setelah melihat ini, meski dia terpana oleh kekuatannya, tetapi ia masih merasa sedikit kurang puas. Dia berniat untuk terus mencoba mengendalikan es-nya lebih lama lagi.
'Swoosshhh
Crack ...!' xN
Untuk sementara waktu, seluruh ruangan di dalam kamarnya diselimuti oleh endapan es yang keras dan mengkilap memantulkan cahaya.
Suhu di kamar pemuda itu pun menjadi dingin dan sejuk, bagaikan dia sedang berada di dalam kulkas yang berukuran sangat besar.
Puas dengan itu, ia turun dari kasurnya dan berlari keluar dari kamarnya menuju halaman belakang rumah.
“Mamah! Lihat! Aku bisa mengendalikan es!“
Pemuda itu memanggil orang tuanya sambil berlari menuju ke arah mereka berdua.
Kemudian dia berhenti di depan orang tuanya dan segera menunjukkan kekuatan supernya di hadapan orang tuanya yang sedang duduk di kursi santai milik mereka.
Dengan senyum yang lebar, dia sekali lagi menggunakan kemampuannya untuk menciptakan es.
Dengan cepat bongkahan es perlahan terbentuk dan melayang di atas telapak tangannya, lalu dia mengarahkan telapak tangannya ke pohon belimbing yang tidak jauh dari tempatnya.
Swoosshhh …!
Bongkahan es itu meluncur cepat menuju pohon belimbing yang tidak jauh dari tempat pemuda ini berdiri.
Kemudian … bongkahan es dengan tepat menghantam batang pohon dan meledak.
Dalam hitungan detik, sebagian batang pohon yang berkambium dan bertekstur keras itu membeku perlahan karena terkena serpihan dari bongkahan es tersebut.
Lapisan es mulai merangkak dari bagian yang paling awal terkena bongkahan es dan dengan cepat menyebar ke sekitar batang pohon.
“Luar biasa!“
“Anakku memang yang paling hebat dan mengagumkan!”
Orang tua pemuda itu tersenyum bahagia dan memuji kekuatan yang baru saja ditampilkan oleh anaknya.
Tidak lupa orang tuanya memberi jempol kepada anaknya sebagai tanda penghargaan atas kehebatan anaknya yang baru saja ditampilkan.
“Hahaha, itu pasti!“
Pemuda itu berkata sambil menyilangkan tangannya, terlihat sangat bangga pada dirinya sendiri dan sekaligus senang di dalam hatinya.
Senyumnya yang sangat lebar, dan matanya yang menyempit, ekspresi pemuda ini terlihat sangat bahagia. Perasaan hangat muncul di hatinya, dia sangat menikmati momen ini.
Setelah itu, pemuda ini kembali ke kamarnya dan duduk di atas kasur miliknya yang lembut dan empuk.
Ketika dirinya melakukan penampilan di depan orang tuanya tadi, dia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh dari dalam tubuhnya.
Seperti ada kekuatan lain yang dia miliki selain mengendalikan dan menciptakan es ini.
Dia berusaha untuk bisa merasakan lebih jelas sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya ini. Pemuda itu terus mencoba memfokuskan pikirannya pada tubuhnya untuk merasakan sesuatu yang aneh itu. Tanpa sengaja matanya terbuka dan menatap buku yang sedang tergeletak di atas meja.
Hal yang tidak terduga terjadi saat pemuda ini sedang memfokuskan pikirannya dengan mata terbuka.
Barang-barang kecil yang biasa ia taruh di atas meja sedikit bergerak. Awalnya, gerakan itu tidak terlihat oleh kasat mata. Tetapi, gerakan ini semakin jelas seolah sedang digerakkan oleh sesuatu yang tidak terlihat.
Gerakan pada barang kecil itu semakin jelas. Pulpen, buku, penghapus, dan pensil bergetar. Dan perlahan benda kecil itu melayang beberapa sentimeter dari alas meja.
Pemuda ini langsung menyadari pemandangan yang abnormal ini. Pada saat itu juga, benda itu berhenti bergerak, lalu jatuh kembali ke bawah.
“Ehh?!“
Dia terkejut apa yang baru saja dia lihat. Ekspresi wajahnya tercengang dengan mulutnya sedikit terbuka.
“Apakah itu … kekuatan telekinesis?!“
Melihat adegan yang terjadi tidak sengaja barusan, mengingatkannya dengan suatu kemampuan yang bisa menggerakkan suatu benda dari jarak tertentu hanya lewat pikirannya saja, kemampuan ini disebut Telekinesis.
Rasa penasaran mendominasi dirinya, dia segera memfokuskan pikiran pada barang-barang kecil yang ada di atas meja.
Ternyata tidak semudah itu untuk memfokuskan pikiran. Berusaha terus menerus untuk berhasil dan dia menggantikan metode dengan menatap hanya satu barang yang ada di atas mejanya yaitu sebuah buku tidak tebal dan tidak tipis.
Beberapa waktu berlalu, tidak tahu berapa lama dia habiskan hanya untuk melototi sebuah buku … dan dia sama sekali belum bisa menggerakkan buku itu sedikit pun. Pemuda itu merasa kesal karena ini, dia telah menghabiskan waktu dengan sia-sia hanya untuk memandangi sebuah buku saja.
“Aku telah berusaha mencoba dan menunggu dengan waktu yang lama! Tetapi tidak ada reaksi apapun! Sial!“
Untuk melampiaskan kekesalannya, tanpa sengaja dia memukul dinding keras yang ada di sampingnya dengan kuat.
Boom …!
Suara benturan yang keras terdengar dari dinding yang dipukul oleh Pemuda itu.
Seketika dinding kamar itu runtuh dan jatuh ke belakang. Sebagian bongkahan dinding itu menimpa rumput dan bunga yang ditanam oleh ibunya di halaman belakang. Di balik dinding yang dia hantam dengan kepalan tinjunya itu adalah halaman belakang rumah.
Tubuh pemuda itu langsung membeku seketika. Wajahnya menjadi bodoh selama beberapa detik. Pandangannya berpindah bolak-balik antara kepalan tangan kanannya dan tembok yang runtuh di depannya ini.
“Kekuatan super?“ kata Pemuda itu keluar tanpa sadar dari mulutnya.
Memastikan apakah yang terjadi itu benar dan kekuatannya sesuai dengan apa yang dia perkirakan, ia sekali lagi memukul tepi dinding yang sudah roboh.
Swoosshhh!
Bum ...!
Bongkahan dan puing-puing dinding yang dipukul terlempar keluar beberapa meter dari kamar pemuda itu.
Benar saja, dugaan pemuda itu tidak salah. Selain mempunyai kemampuan super mengendalikan elemen es, ternyata dia juga memiliki kekuatan super atau fisik super yang kuat.
Tubuh pemuda itu sedikit bergetar. Ekspresi wajahnya nampak sangat senang dengan senyuman lebar yang terlihat lucu jika dilihat secara terus menerus.
“Hahaha!“
“Hahaha!“
Ledakan tawa keluar dari mulut pemuda itu. Dengan tangannya di pinggang dan berpose keren bagai seorang penjahat yang ada di banyak serial film.
“Fiuhh~… tertawa terlalu lama membuatku sedikit lelah.“
Setelah selesai tertawa untuk melampiaskan kegembiraannya, pemuda itu menghembuskan napas sambil menopang tubuhnya pada dinding yang tidak hancur.
Pemuda itu menatap puing-puing tembok dinding yang hancur tergeletak di atas tanah selama beberapa detik, dan dia tersadar akan suatu hal.
“Bagaimana caraku memperbaiki kerusakan ini?“
Memandangi lubang besar di dalam kamarnya ini, sekarang dirinya kebingungan tentang bagaimana cara membereskan kekacauan yang dia buat ini.
Daripada berdiam diri di dalam kamar, lebih baik dia pergi ke halaman belakang rumah untuk melihat lebih jelas kerusakan yang dibuatnya.
Dia bergerak mengintip halaman belakang, menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memeriksa apakah ada orang atau tidak, untungnya tidak ada orang satu pun. Seharusnya ada orang tuanya di halaman belakang rumah sekarang, tapi saat ini dia tidak melihat sosok orang tuanya, dia tidak tahu ke mana orang tuanya pergi.
“Ke mana ayah dan mamah pergi?“
“Seharusnya aku tidak menghabiskan waktu yang lama untuk mencoba memunculkan kekuatan telekinesis tadi, aku rasa tidak lebih dari tiga puluh menit.“
Jika diingat kembali, ketika dia kembali ke kamar dan melakukan yang telah dilakukan hingga akhirnya meninju dinding tadi, kegiatan itu tidak menghabiskan waktu yang lama, bisa dibilang cukup cepat.
Tetapi, dalam waktu yang tidak lama itu, orang tuanya telah pergi entah ke mana.
Menggelengkan kepalanya dan menghiraukan kejadian yang menurutnya aneh ini.
Karena tidak ada satupun orang di halaman belakang, pemuda itu keluar dari kamar melalui lubang besar di depannya.
Di halaman belakang pemuda itu mengelus dagunya sambil menatap potongan dinding yang hancur di tanah. Sekarang dia sedang berpikir serius untuk menemukan solusi atau cara tercepat juga tepat dalam menyelesaikan masalah ini.
Salah satu dari puing dinding tembok yang hancur berantakan perlahan bergerak, seperti ada sesuatu yang tak terlihat menggerakkannya. Gerakan yang awalnya samar-samar dan halus itu semakin terlihat jelas sehingga membuat pemuda itu tersadar akan pemandangan ini.
“Lagi?“
Pemuda ini sadar di waktu yang tepat. Dan dia sedikit bisa merasakan kendali dari kekuatan telekinesis ini. Segera pemuda itu mencoba memusatkan pikirannya dalam konsentrasi yang tinggi. Tidak lama kemudian dia akhirnya berhasil melayangkan objek puing dinding yang hancur itu sedikit demi sedikit.
Puing dinding itu jatuh kembali ke tanah karena kendali pemuda itu yang lemah, hal itu wajar karena ini pengalaman pertama kali pemuda ini dalam menggunakan kekuatan semacam telekinesis.
Meski hanya melayang beberapa sentimeter di atas tanah, itu merupakan hal yang menakjubkan yang pernah dirasakan olehnya.
Bukan itu saja, akan tetapi semua kekuatan yang dia punya sekarang adalah sesuatu keajaiban yang belum pernah terjadi padanya.
Melihat bongkahan keras yang jatuh di tanah, membuat pemuda itu menjadi bersemangat untuk terus mencoba hingga dirinya bisa berhasil sepenuhnya.
Singkirkan pikiran-pikiran yang mengganggu dan fokus kepada objek bongkahan yang keras seperti batu.
Sayangnya, percobaan pertama tidak berhasil, dia tidak patah semangat dan terus berkali-kali mencobanya walaupun percobaannya banyak diakhiri dengan kegagalan.
Selama proses itu dia belajar dan memperbaiki kesalahan yang membuat dirinya gagal. Dalam berlatih dan mencoba dia seringkali gagal, seperti fokus yang pecah dan konsentrasi yang goyah. Semua itu dia evaluasi dan dia perbaiki faktor yang membuatnya gagal. Dalam ratusan kali percobaan dia akhirnya berhasil mengangkat puing-puing kecil dan menerbangkan bongkahan besar dengan mudah.
Pada saat meniatkan diri untuk memasang kembali puing dinding dengan menggunakan telekinesisnya … tiba-tiba terdengar jelas sebuah suara seorang wanita di telinganya.
“Kamu .…”
“Tolong bangun .…”
Pemuda itu mendengar suara lirih dari seorang wanita dan suara itu seperti memintanya untuk bangun. Tetapi, dia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh pemilik suara ini.
“Bangun dan segera bertemulah denganku .…“ Suara itu kembali muncul seolah menjawab pertanyaan pemuda.
“Bangun?“
Dia masih belum mengerti apa yang disampaikan dari suara ini. Bangun dari apa? Dia sedang berdiri dan tidak perlu bangun lagi.
“Aku membutuhkan pertolonganmu, Pahlawanku.“
“Aku akan menunggumu hingga akhirnya kau datang kepadaku .…”
“…Cepat bangun dari tidurmu dan wujudkan mimpimu!“
Wajah pemuda itu langsung berubah. Matanya yang terbuka lebar menatap ke sekelilingnya dengan ekspresi muka yang rumit dan aneh.
“Bangun dari tidur?“
Di pikirannya terngiang-ngiang ucapan dari seorang wanita itu yang dia sendiri tidak tahu di mana wujudnya.
Segera pemuda itu bergerak seperti orang yang sedang dalam kepanikan yang parah, dia melihat ke sana dan kemari nampak sibuk mencari sesuatu sosok.
Tiba-tiba saja, kabut kegelapan mulai menyelimuti area rumahnya. Tampak kegelapan menelan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Pemuda itu jatuh berlutut di tengah halaman belakang, sambil menggerus tanah dengan jari-jarinya.
“Apa maksudnya ini?“
“Pahlawan? Siapa itu pahlawan?!“
Pupil mata pemuda itu bergetar dipenuhi dengan rasa kerumitan yang mendalam. Dia tidak mengerti saat ini… dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi dengannya kali ini.
Mulut pemuda itu terus bergumam dan mengoceh.
“Mamah? Papah? Ibu? Ayah?“
“Siapa mereka berdua? Aku tidak tahu siapa mereka.“
Di sekitarnya, kabut kegelapan terus merangkak menuju tempat pemuda itu. Langit cerah berwarna biru telah sirna, digantikan dengan kegelapan yang tak ada habisnya.
Seakan berpusat menuju Pemuda itu, setiap detiknya kabut gelap merayap dan bertambah luas, akan menelan tubuh pemuda ini dengan cepat.
Adapun pemuda ini, dia masih bingung dengan dirinya sendiri, sambil berbicara memikirkan hal sekarang ini.
“Suara apa itu? Aku benar-benar tidak paham dengan ucapan itu.“
“…Juga, Aku bukanlah seorang 'Pahlawan'…. Aku adalah .…”
Ekspresi wajahnya yang rumit berubah menjadi pahit, dia sepertinya telah sadar apa yang terjadi di sini.
Pada saat yang sama, asap dan kabut hitam telah menyentuh kaki pemuda itu dan mulai merayap untuk menelan seluruh tubuhnya.
“Benar. Aku, Aku bukanlah pahlawan, tetapi … aku adalah orang yang hidup tanpa keluarga dan perhatian dari orang .…”
Pemuda itu berusaha berbicara dengan kondisinya yang hampir sepenuhnya diselimuti oleh kegelapan. Dan kegelapan itu mulai merembet ingin menelan kepala dan wajahnya.
Dirinya tersadar seketika, sekarang dia tahu bahwa ini adalah mimpi belaka. Orang tua yang memujinya tadi hanyalah ilusi. Dan semua yang ada di sini tidaklah nyata.
Mengangkat kepalanya yang hampir dilahap oleh kegelapan dan dia tetap berusaha untuk melihat langit yang gelap.
Dia benar-benar bersyukur telah bermimpi seperti ini. Siapapun itu dia sangat berterima kasih atas mimpi yang telah diberikan kepadanya. Meski dalam mimpi dia dapat merasakan sedikit kehangatan akan kasih sayang dari Orang tua. Juga, bisa merasakan hal yang dia impikan saat dirinya masih kecil.
“Terima kasih untuk siapapun itu yang telah memberikanku mimpi indah ini .…”
“Terima kasih banyak .…”
“Terima kasih .…”
“Terima .…”
“…Kasih~”
Matanya meneteskan air mata dan membasahi pipinya, dengan senyum bahagia di wajahnya.
Dan akhirnya semuanya dilahap oleh kabut kegelapan tanpa akhir.
Namun, sepasang mata bersinar dengan berbeda warna muncul tanpa disadari oleh pemuda itu. Kedua mata ini bukanlah mata manusia tetapi makhluk yang tidak dikenali.
Dan mata itu lenyap perlahan seperti menyatu bersama kegelapan.
….
Triing …! Triing …! Tririririiiiiing …!
Suara alarm berbunyi sangat bising, membuat pemuda itu langsung terbangun dan duduk di atas kasur dengan selimut yang masih menempel di tubuhnya.
“Hah ... hah ... hah ….”
Pemuda itu bernapas terengah-engah, dadanya naik-turun dengan cepat, dan banyak butiran keringat di dahinya, nampak seperti sangat lelah karena telah menyelesaikan olahraga yang berat.
Efek ini yang dia rasakan yang disebabkan oleh mimpinya tadi. Sama seperti seseorang terbangun karena mengalami mimpi buruk.
Kegelapan yang menelannya di alam mimpinya benar-benar membuatnya tersiksa dan putus asa. Ketakutan yang dibawa kabut kegelapan itu sangat terasa ke dunia nyata.
“Argh ...! Mimpi itu lagi!“
Mimpi semacam ini sering dia alami dair satu minggu ini. Konsep mimpinya sama tentang kekuatan super. Namun, tempat dan cerita dalam mimpinya saja yang berbeda.
Kemarin malam dia mendapatkan mimpi serupa tetapi dengan alur cerita yang berbeda yaitu dia diserang oleh ribuan zombie. Kemudian dia mendapatkan kekuatan petir entah datang dari mana, dan dia bergegas membantai para zombie sendirian. Walau hanya sebuah mimpi, tapi itu benar-benar seperti asli dan kenyataan.
Adrenalin meningkat, suasana suram dan gelap, perasaan ketika ketakutan juga kesenangan, sakit serta kegembiraan sangat terasa saat berada di dalam mimpi itu.
Semua perasaan dan pengalaman yang dia rasakan di mimpinya layaknya sebuah kenyataan.
Hingga pada saat ini, dia masih bertanya-tanya dan mencari tahu tentang siapa sosok yang berbicara di setiap akhir di mimpinya. Suara wanita dewasa pada mimpi yang baru saja dialaminya itu sama dan serupa pada di mimpi yang sebelumnya.
Inilah yang membuat dirinya sangat penasaran hingga saat ini, dan masih menjadi sebuah misteri yang belum diketahui sampai detik ini.
Mimpi yang belum pernah dia alami selama dia tidur di hidupnya, mimpi itu baru muncul dan dia alami tadi malam. Salah satu potongan adegan dalam mimpi itu membuat dirinya terharu dan teringat di dalam pikirannya, yaitu saat dia berbicara dan menunjukkan kehebatan yang dia punya kepada orang tua dan yang paling membuatnya terkesan adalah saat dirinya dipuji oleh mereka berdua.
Sebagai seorang anak, pasti mereka memimpikan hal itu terjadi di kehidupannya, dipuji dan dibanggakan oleh orang tuanya karena prestasinya yang dia raih dengan susah payah.
Meski hanya di dalam mimpi, dia dapat merasakan sedikit kehangatan dari sebuah keluarga dan Orang tua.
Selama dirinya hidup hingga saat ini, dia belum pernah merasakan hal itu.
Dari kecil dia diurus oleh salah satu Lembaga Panti Asuhan di Daerah Jakarta. Pemuda ini adalah seorang yatim piatu yang tidak memiliki seorang ayah maupun seorang ibu.
Saat kecil dia selalu dibully karena fisiknya yang lemah dan mudah sakit. Dianggap oleh orang-orang di sana sebagai orang yang sangat merepotkan dan membebankan. Bahkan walinya tampak capek dan lelah untuk mengurusnya yang seringkali sakit.
Padahal dia sakit bukan karena keinginannya sendiri, melainkan datang dengan sendirinya. Semakin lama dirinya tinggal, orang-orang di sana benar-benar tidak memedulikan dirinya. Bahkan saat dia sakit para pengurus dan walinya seperti tidak ikhlas saat mengobatinya. Tidak hanya itu semua teman-teman di sana juga sangat sering menghina dan mengucilkan dia.
Pandangan mereka terhadap dirinya sangat-sangat buruk, dan itu membuatnya sakit hati dan ingatan itu tertanam di kepalanya hingga dewasa.
Bertahun-tahun dia tumbuh di Panti Asuhan dengan perlakuan yang tidak adil, akhirnya dia berhasil keluar dari tempat yang suram itu setelah ia lulus Sekolah Menengah Pertama.
Atas izin pengurus Panti Asuhan dia akhirnya diperbolehkan keluar dari tempat itu dan dibiarkan hidup sendiri.
Pengalaman masa kecilnya, membuat dirinya tahu bahwa ada Panti Asuhan seperti itu. Lagipula jika dilihat dari tempatnya sepertinya Panti Asuhan ini agak bermasalah.
Di umur 15 tahun, tubuhnya telah bertumbuh menjadi lebih kuat, tidak selemah waktu dirinya masih kecil.
Setelah keluar dari Panti Asuhan, dia beruntung mendapatkan sebuah pekerjaan di salah satu warung makan di Jakarta Barat. Dia tidak melanjutkan jenjang pendidikannya, dan memilih untuk bekerja agar bisa menghidupi dirinya sendiri.
Pada dasarnya tubuhnya memang lemah dan tidak kuat sebagai seorang pekerja. Pada akhirnya dia mengundurkan diri dan berhenti bekerja di umurnya 19 tahun.
Pandangan cuek dan acuh tak acuh dari pemilik Warung Makan itu ketika dia mengundurkan diri teringat jelas di benaknya, seolah membekas di ingatannya.
Di sana, dia bekerja selalu disertai dengan hinaan dan cibiran halus dari rekan-rekannya. Terkadang dia mendengar jelas percakapan mereka yang isinya hanya menjelekkan dirinya. Mereka menghina mencaci maki di belakang, saat dirinya sibuk bekerja melayani pelanggan.
Sejujurnya, dia tidak mengerti penyebab dan alasan orang-orang bersikap seperti itu terhadapnya. Padahal dia tidak pernah sekali pun menyakiti seseorang, secara logika orang yang fisiknya lemah seperti dirinya tidak mampu menyakiti seseorang yang lebih kuat darinya
Di kehidupan sehari-harinya dia selalu bersikap baik kepada sesama, dia tidak membebani orang. Tempat tinggal pun dia Indekos atau sewa kos di sebuah kosan di dekat tempat dia bekerja, dan tidak menumpang tanpa membayar. Untungnya pemilik kosan menerima dia di sana, walaupun dirinya masih di bawah umur.
Tentu, dia membayar uang kos menggunakan sebagian dari hasil dirinya bekerja yaitu gajinya. Dapat dikatakan bahwa dia hidup serba dicukupkan, bukan berkecukupan. Jika tidak seperti itu, dia pasti kekurangan di setiap bulan.
Pemuda ini sangat berperilaku baik, ia berbicara sangat sopan dan ramah kepada semua orang, bahkan kepada orang yang sangat membenci kepada dirinya sekalipun.
Tetapi, anehnya dia selalu direndahkan, dihina, diremehkan, dikucilkan, dibenci oleh orang-orang. Sampai sekarang, dia tidak pernah mengerti kenapa hidupnya seperti ini.
Dan datangnya mimpi semalam yang berkesan itu, membuat hidupnya terasa sedikit lebih baik. Setidaknya dia merasakan betapa baik dan indahnya dunia.
Pikirannya selalu mengingat adegan di dalam mimpinya itu, seperti terus di ulang di benaknya. Mungkin dirinya memang sudah saatnya membutuhkan kasih sayang dari seseorang.
Puk ... Puk ...
Tetesan air jatuh di atas selimutnya, membuat suara tumpul dari benda yang empuk, dan suara itu membuat pemuda tersadar.
“Kenapa aku tiba-tiba menangis?“
Pemuda itu berkata sambil mengusap matanya. Tanpa disadari olehnya, dia tiba-tiba meneteskan air mata saat mengingat lagi mimpi yang baru saja dia alami.
“Orang tua … mungkin suatu saat aku membutuhkan sosok itu.“
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pintu kosannya sangat keras, seolah orang itu tidak sabar untuk cepat dibukakan pintunya untuknya.
Wajah Pemuda itu langsung berubah, dia kesal oleh ketukan yang kasar ini.
Pagi-pagi buta seperti ini ada saja orang yang mengganggunya.
Tok-Tok-Tok!!!
“Tunggu sebentar! Aku akan membukakan pintu!“
Pemuda itu menjadi tidak senang hati akibat perilaku orang yang mengetuk keras pintunya ini.
Menyingkirkan selimut ditubuhnya, pemuda itu mengambil baju hitam polos yang menggantung di gantungan pakaian, lalu memakainya.
Saat tidur dan beristirahat di malam hari, dia biasanya tidak memakai baju sehelai pun, selalu bertelanjang dada saat tidur pada malam hari.
Melangkah ke depan menuju pintu, mengulurkan tangannya untuk memegang kenop pintu dan membuka pintu dengan ekspresi dongkolnya.
Kreeett …
Pintu kayu yang sudah rapuh itu mengeluarkan suara, pintu itu langsung terbuka dan memperlihatkan seorang pelaku yang mengetuk pintu kosan pemuda itu dengan tidak sabaran.
“Ada ap ….“
Kalimat dari pemuda tiba-tiba terhenti, dia tercengang, dan tubuhnya mematung tidak bergerak ketika melihat sosok yang menggedor pintunya.
Di depannya terdapat seorang wanita tua bertubuh cukup besar karena lemak yang menggumpal di tubuhnya.
Wanita berbadan besar yang cemberut ini memiliki aura yang menyeramkan dan dingin di sekujur tubuhnya. Wanita ini adalah Ibu Tari, pemilik kosan yang pemuda itu tempati.
“Sampai kapan kamu ingin menunggak?“ Nada Ibu Tari terdengar seram dengan wajahnya yang datar dan dingin saat melihatnya.
Pemuda ini langsung terlihat bingung, dia berusaha berpikir untuk mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh pemilik rumah.
“Ini sudah hampir satu bulan kamu menunggak!Kapan kamu ingin membayar sewa untuk satu bulan sekarang?!“
Wajah Ibu Tari menjadi galak, dia sengaja meninggikan suaranya agar pemuda ini takut dan akan membayar sewa kosannya.
“Anu itu ....”
Pemuda ini ragu-ragu untuk berbicara, lebih tepatnya dia tidak tahu harus menjawab apa.
“Anu apa? Bilang saja kamu tidak bisa membayar uang sewa! Jika kamu tidak bisa membayar sekarang .… Segera bereskan barang-barangmu dan keluar dari sini!“ Perkataan ini keluar dari mulut pemilik rumah, suaranya sangat kasar dan kencang hingga terdengar sampai kamar kosan di sampingnya.
Bangunan kosan ini adalah sebuah rumah yang tidak kecil dan tidak besar berbentuk kotak yang sedikit memanjang di satu sisi. Dalamnya ada total enam buah ruangan, yaitu empat buah kamar yang kecil memiliki ukuran 3x4, dan dua ruangan yang tersisa adalah ruang dapur dan kamar mandi.
Wanita gemuk itu berkata dengan lantang dengan memasang wajahnya yang garang. Meletakkannya tangan kirinya di pinggang dan tangan kirinya menunjuk keluar rumah sambil melototi pemuda ini, terlihat sedang mengancam.
Pupil mata pemuda itu menyusut, tubuhnya mematung dengan ekspresinya yang terkejut. Dia benar-benar tidak percaya pemilik rumah berbicara seperti ini kepadanya.
Dia kira pemilik rumah ini sangat baik kepadanya, ternyata… perkiraannya itu salah. Selama lima tahun lamanya dia hidup di tempat yang kecil ini, dia selalu mendapatkan perlakuan layaknya orang biasa yang menyewa di sini oleh pemilik rumah, bisa dibilang dia tidak dianggap sebagai orang yang merepotkan, tapi diperlakukan sama dengan orang lain.
Tidak ada sikap dari pemilik rumah yang kurang mengenakkan seperti membedakan dirinya dengan penyewa lain atau pun mencibir kepadanya, dan sebagainya yang menyakiti hatinya.
Tapi, sekarang hanya karena masalah dia belum membayar uang sewa satu bulan ini, dia langsung mendapatkan pengusiran yang kasar dari pemilik rumah.
Sejujurnya pemuda ini sudah terlalu nyaman dengan kosan yang dia tempati ini. Oleh karena itu, dia sangat enggan dan bahkan tidak mau jika dia dipaksa meninggalkan kakinya dari sini.
Setelah beberapa detik berpikir, dia memutuskan untuk meminta waktu kepada pemilik kosan. Hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang.
“Tolong beri saya waktu .…”
“…Beri saya waktu tiga hari lagi. Saya pastikan … saya membayar uang sewa, Bu!“
Pemuda itu memohon dengan penuh kecemasan dan kekhawatiran di wajahnya, berkata sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.
Jika dia tidak memohon seperti ini, kemungkinan besar dia tidak akan memiliki kesempatan untuk bisa hidup di tempat ini lagi.
Ibu Tari merasa kasihan saat melihat pemuda yang memohon seperti ini di depannya, hati nuraninya tergerak untuk memberi pemuda ini waktu lagi agar bisa membayar uang sewa kosannya.
“Baiklah. Aku memberimu waktu sampai satu minggu. Apabila kamu masih tidak bisa membayarnya sampai jatuh tempo habis …. Mau tidak mau kamu harus pergi dari sini.“
Ibu Tari mengubah ekspresinya, dia berkata dengan sedikit keramahan di dalam nada bicaranya, tidak seperti sebelumnya yang terlihat sedang marah besar.
“Terima kasih! Terima kasih!“ Pemuda itu menundukkan tubuhnya berulang kali sambil menangkupkan tangannya. “Saya usahakan bisa membayar uang sewanya. Terima kasih sebelumnya, Bu!“
“Aku akan kembali tiga hari kemudian .… Jangan lupa untuk siapkan uang sewa pada hari itu.“
Setelah mengucapkan pengingat itu, Ibu Tari berbalik dan pergi meninggalkan kosan tanpa ingin mendengar jawaban pemuda itu.
Melihat punggung lebar dan besar pemilik kosan yang semakin menghilang, pemuda itu segera menutup pintunya.
“Haa~. Hari yang beruntung. Ibu Tari memberi waktu sekali lagi untuk aku bisa membayar uang kosan.“ Pemuda itu bersandar di belakang pintu sambil menghela napas berat, dan meratapi ruangannya yang berantakan akan barang-barang.
“Sepertinya aku harus membersihkan tubuhku dan kamarku terlebih dahulu, lalu melanjutkan untuk mengerjakan pekerjaan yang masih belum selesai ....“ Pemuda itu berkata lemah, kemudian dia melangkahkan kaki untuk mengambil peralatan mandi, dan keluar dari kosannya untuk pergi menuju kamar mandi yang ada di luar ruangan.
Sesampainya di sana, pemuda itu menggantungkan handuk di gantungan yang ada di balik pintu kamar mandi, lalu mengaitkan keranjang kecil yang berisikan peralatan mandi di salah satu paku yang menempel di dinding.
Pemuda itu berjalan menuju depan cermin yang tergantung di dinding, berhenti dan berdiri tepat di depan cermin.
“Haa .… Sedari kecil hidupmu selalu sulit, Rai. Syukuri hari ini karena kamu masih bisa hidup di tempat yang nyaman ini.“ Pemuda itu berkata pada dirinya sendiri sambil menatapi sosoknya di dalam refleksi cermin.
Nama pemuda ini adalah Rai Caelan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dia adalah seorang pemuda yang hidup sebatang kara, tanpa adanya kerabat atau sanak keluarga. Dia mengandalkan dirinya sendiri untuk hidup, dan tidak bergantung kepada orang lain, kecuali untuk kasus satu ini yang masih belum bisa membayar uang sewa kosannya. Terpaksa dia harus bergantung pada pemilik kosan.
Ada beberapa faktor yang membuatnya tidak bisa membayar uang sewa dengan tepat waktu pada bulan ini. Kalau boleh dikatakan, dia selalu tepat waktu dalam membayar uang sewa bulanan.
Pertama, Rai adalah seorang freelancer sebagai penulis, itu membuatnya tidak mendapatkan penghasilan yang tetap.
Kedua, pelanggannya hilang satu per satu membuat job atau permintaan menjadi sepi dan itu dimulai dari tiga bulan yang lalu, dia tidak tahu kenapa itu bisa terjadi. Dia tetap berpikiran positif bahwa ini memang dirinya sedang mengalami penurunan permintaan klien. Tidak setiap saat orang itu selalu untung dan ramai pembeli, pasti ada fase di mana mereka mengalami sepi akan pelanggan yang membeli, itu adalah resiko pedagang atau yang menawarkan jasa.
Ketiga, uang yang tersisa dari pendapatan yang terakhir dia terima sudah hampir habis, uang itu telah dia gunakan untuk membeli makanan dan membeli kebutuhan sehari-hari. Juga ada satu pengeluaran yang mendadak atau tiba-tiba seminggu yang lalu, itu tidak ada di list pengeluaran bulanannya yaitu membeli bantal baru.
Satu minggu yang lalu dia mendapatkan tamu yang tidak terduga di kosannya, seorang Kakek-kakek tua paruh baya datang ke kosannya dan menawarkan barang dagangannya.
Barang dagangannya adalah bantal dan guling. Kakek itu merupakan penjual bantal dan guling keliling, bukan yang menetap di suatu tempat. Kebetulan juga Rai sedang membutuhkan bantal untuk dia tidur, itu karena bantal yang lama sudah tidak nyaman lagi, terasa keras jika dia gunakan dan itu membuat lehernya sakit setelah bangun tidur.
Dia akhirnya membeli satu bantal berwarna ungu gelap yang menurutnya cukup empuk. Walaupun uang yang tersisa semakin berkurang, tetapi itu tidaklah mengapa, hitung-hitung membantu kakek meski tidak membantu banyak.
Senyuman di wajah kakek yang keriput itu masih ingat di benaknya ketika dia membeli salah satu barang dagangannya. Tanpa disadari, Rai pun ikut merasakan kebahagiaan pada saat itu.
Ternyata menolong orang yang sedang kesusahan dan mendapatkan ucapan terima kasih serta senyuman dari orang yang kita bantu bisa membuat kita menjadi senang.
Ternyata suatu kebahagiaan bisa didapatkan dengan cara yang sesederhana itu.
Tapi … banyak orang yang menganggap dirinya adalah orang yang sangat sial karena tidak pernah merasakan kebahagiaan, nyatanya bukannya dia tidak pernah merasakan kebahagiaan tetapi dirinya yang tidak pernah menerima apa yang telah dia dapatkan.
Sehingga kebahagiaan yang datang, mereka anggap sebagai suatu hal yang biasa. Tanpa mereka sadari hal yang telah mereka dapatkan adalah sebuah kebahagiaan bagi orang yang sedang kesusahan dan kurang beruntung hidupnya.
Berhentilah untuk terus membanding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang yang berada di atas kita atau orang yang lebih beruntung hidupnya daripada kita, karena jika kita terus menerus melihat orang itu, kita akan terus merasakan bahwa hidup kita itu serba kekurangan, dan hal itulah membuat kita tidak dapat merasakan apa itu kebahagiaan.
Sering-seringlah melihat orang yang kurang beruntung hidupnya daripada kehidupan kita. Di saat itulah kita akan merasakan betapa beruntungnya hidup kita dan diri kita. Ingatlah bahwa segala sesuatu yang kita punya merupakan suatu kebahagiaan yang ingin dicapai oleh orang lain.
Kita harus bahagia dengan apa yang kita punya sekarang.
Pemikiran ini dijadikan suatu prinsip bagi Rai sendiri dan itu tidak pernah berubah sampai hari ini.
Melihat kakek yang sudah tua dan rapuh, hati nurani Rai muncul dan datanglah keinginan untuk membantu kakek. Meskipun dia sedang dalam keadaan ekonomi yang krisis tetapi itu bukanlah masalah untuk membantu orang yang kesusahan.
Berbicara mengenai bantal yang dibeli dari kakek itu, Rai merasa aneh dengan bantal yang telah ia gunakan dari awal hari ketika saat membeli.
“Entah itu hanya perasaanku saja atau bukan. Sejak aku membeli bantal itu, kenapa aku selalu mendapatkan mimpi seperti itu selama tujuh hari berturut-turut. Semoga saja tidak ada yang aneh dengan bantal yang aku beli dari kakek itu.“ Rai berkata kepada dirinya sendiri, sambil memandangi sosoknya di dalam cermin.
Rai memiliki sedikit prasangka buruk terhadap bantal yang dia beli. Takut bahwa bantal ini memiliki kutukan atau roh jahat yang membuat dirinya bisa bermimpi hal yang dalam satu minggu terakhir ini.
Tapi dia selalu berpikir positif dan menjauhkan prasangka buruk itu. Mungkin saja itu adalah tanda bahwa dirinya terlalu kelelahan dalam berkerja yang pada akhirnya berefek pada mimpinya.
“Lebih baik aku mandi sekarang… Omong-omong janggut dan kumisku sudah lebat, sudah saatnya untuk dicukur,“ kata Rai sambil melihat janggut dan kumisnya yang sudah menutupi bagian bawah wajahnya seperti yang terlihat dalam cermin di depannya.
Rai segera membuka pembalut kain putih yang melilit tangan kirinya, di balik balutan itu terdapat sebuah bekas luka yang panjang hampir mencapai pundaknya. Karena bekas luka itu terlihat jelas sekali dan membuat dirinya terlihat jelek juga tidak sedap dipandang mata, jadi dia memutuskan untuk menutupi bekas lukanya dengan balutan kain putih.
Luka yang panjang ini dia dapatkan dari seseorang yang sangat benci kepadanya.
Melepas bajunya, kita bisa melihat banyak sekali luka gores pada punggung pemuda ini. Ini adalah hasil dari penindasan orang yang tidak menyukainya, Rai terima tanpa adanya perlawanan, dengan fisik yang sangat lemah tentu Rai tidak bisa melawan mereka.
Pemuda itu segera mandi, membasuh bekas luka gores yang ada di punggungnya, dan selama beberapa menit dia mandi dengan bersih.
Setelah itu dia memotong kumis serta janggutnya dengan menggunakan alat cukur untuk kumis dan janggut yang sudah lama dia beli dari beberapa bulan yang lalu.
“Ini terlihat lebih baik dari sebelumnya.“ Rai menatap sosok dirinya sendiri di cermin, seorang pemuda yang tampan dengan rambut hitam pendek acak-acakan sedikit basah dan pupil mata abu-abu yang dalam seakan bisa menghisap jiwa seseorang dengan satu tatapan.
Sebetulnya wajah Rai itu sangat tampan tapi karena dirinya tidak begitu memperhatikan penampilannya dan jarang merawat wajahnya, ketampanannya tertutupi dan tidak memancar keluar dari wajahnya.
Bagian sekitar mulut dan dagu telah bersih dari banyaknya bulu yang tumbuh, terlihat bersih cemerlang. Sekarang dia merasa wajahnya lebih cerah dan segar, meski mata kantung panda masih terlihat jelas.
Mengambil kembali barang-barangnya untuk mandi, dan sudah memakai pakaian yang bersih serta membalut kembali tangan kirinya, dia berjalan kembali ke kosannya.
Di perjalanan menuju kosan, dia menyempatkan diri untuk melihat keadaan sekitar kosan, tampak sepi jarang sekali orang yang melewati jalan yang yang ada di depan kosannya.
Tempat kosannya itu memiliki posisi yang cukup strategis karena letaknya berada di pinggir jalan yang lumayan lebar untuk sanggup dilewati oleh dua mobil sekaligus, tetapi melihat lingkungan yang sepi dan sunyi seperti ini, niatan untuk membuka usaha berdagang langsung pupus bahkan sebelum dirinya memulai.
Klik!
Rai masuk ke dalam kosan dan meletakkan peralatan mandi dan baju kotornya pada tempat yang sudah ia sediakan.
Sesuai dengan rencana dan niatnya, Rai membersihkan kamarnya atau ruangannya, hanya memakan waktu setengah jam lebih dan sekarang ruangannya menjadi bersih dan rapih.
“Kasur, meja kerja telah rapih, lantai pun sudah bersih mengkilap, sekarang bebas debu dan kotor.“
Rai berdiri sambil memandangi ruangannya yang telah bersih dan enak dipandang, sangat berbeda dari sebelumnya yang kotor dan berantakan seperti pesawat yang pecah.
“Sudah saatnya menyelesaikan pekerjaan!“ Rai bersemangat untuk bekerja sekarang. “Tunggu, sebelum bekerja aku harus menyiapkan sesuatu yang penting.“
Rai berjalan bufet kecil yang ada di samping kasurnya, lalu membukanya dan mengambil sesuatu seperti bungkusan kecil di tangannya.
“Meminum kopi di pagi hari sambil bekerja, sungguh kenikmatan tiada tara,” ucap Rai sambil menatap bungkusan kopi instan di tangannya.
Kemudian dia mengambil satu buah cangkir kecil khusus kopi dan menyeduhnya menggunakan air panas yang ada di termos kecil miliknya.
“Aku bisa mencium aroma kelancaran bekerja dari kopi ini.“
Duduk di kursi tanpa senderan dan meletakkan secangkir kopi panas di samping laptop yang dia beli setahun yang lalu, sekarang dia siap untuk memulai pekerjaannya.
Tik-tik-tik-tik-tik!
Tik-tik-tik-tik-tik!
Suara ketikan saat jari-jari menyentuk keyboard laptop terdengar, bunyi ini mengisi kesunyian di dalam kosannya.
Tidak tahu berapa lama Rai masuk ke dalam kontlempasinya saat bekerja. Pemuda ini sangat berkonsentrasi sambil sesekali menyeruput kopinya.
Saking fokusnya Rai dalam mengerjakan pekerjaan yang belum selesai, dia tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh dari bantal yang ditempatkan dengan rapih di kasur.
Cahaya kecil berwarna ungu gelap keluar dari bantal yang dia beli dari kakek itu. Itu terus melayang keluar dari bantal dan cahaya yang bersinar semakin terang.
Tapi saat ini Rai tidak memperhatikan ini sama sekali, dia benar-benar sibuk dan sangat fokus mengetik.
Sinar ungu itu semakin terang menyilaukan, melayang semakin tinggi hampir menyentuh plafon rumah.
Tiba-tiba…
Suatu cahaya berwarna ungu itu melesat sangat cepat menuju Rai tanpa memberi kesempatan bagi Rai untuk sadar dan menghindarinya.
Swoosshhh….
Saat mengenai tubuh Rai, cahaya ungu itu seakan menyatu dan tidak melukai apa pun pada tubuh Rai. Sinar ungu terserap ke dalam tubuh Rai dan menghilang seperti tidak pernah muncul sebelumnya.
“Uhuk! Uhuk! Uhuk!“ Rai terbatuk secara tiba-tiba, lalu dia meminum kopinya untuk meredakan batuknya.
“Apa itu?!“
Rai menoleh ke kanan dan ke kiri, dia merasa bahwa ada siluet cahaya terang dari belakang punggungnya tadi, tapi dia baru menyadarinya setelah batuk melanda tubuhnya.
Setelah melihat ruangannya dan tidak menemukan hal aneh, Rai kembali melanjutkan pekerjaannya lagi.
Sesuatu hal aneh perlahan menyelimuti tubuhnya. Perasaan kantuknya secara mendadak menguasai tubuhnya. Dia sering menggelengkan kepalanya ketika dirinya tersadar bahwa dia telah mengantuk, rasa kantuk ini semakin menjadi-jadi membuat kelopak matanya menjadi berat.
“Ke-kenapa aku merasa lelah dan mengantuk?“ gumam Rai sedikit kecil, tubuhnya menjadi lemas tidak berenergi, dan dia menelungkupkan kepalanya di atas meja.
Kesadarannya mulai menipis seiring detik berjalan, dan dia mulai mengoceh tidak karuan.
'Ada apa dengan tubuhku?' batin Rai saat kesadarannya masih tersisa.
'Kenapa seperti ini?'
'Apakah ini proses akan kematian?' Rai tidak bisa melihat apapun, hanya ada kegelapan di sekelilingnya tanpa ada setitik pun cahaya.
'Sial! Pekerjaanku sedikit lagi akan selesai, hanya satu paragraf lagi!'
'Semoga saja aku dilahirkan lagi dan memiliki sebuah keluarga di dunia yang baru!'
'Aku harap seperti itu…'
'Aku harap...'
'Seperti itu.'
Kesadarannya menghilang sepenuhnya tepat saat kalimat yang ingin dia ucapkan selesai dalam batinnya.
————
Srek… Srek… Srekk…
“Mmm~…!“
Sebuah wajah pemuda yang sedang tertidur lelap kini berubah kesal karena tidurnya diganggu oleh sesuatu yang menyentuh tubuhnya.
“Huh?"
Tidak lama kemudian pemuda itu bangun dan duduk di atas kasur yang bukan miliknya.
“Di mana ini?!“
Pemuda ini adalah Rai. Sekarang dia sedang duduk dan melihat ruangan di depannya yang telah bobrok penuh dengan lumut hijau seperti bangunan yang tidak pernah diurus dan dirawat selama beberapa tahun. Dengan cahaya yang remang-remang dia masih bisa melihat keseluruhan ruangan.
Dilihat lebih jelas lagi, ini seperti ruangan yang sedikit mewah tetapi sudah ditinggali oleh sang pemilik atau pun penyewa.
“Apartemen? Hotel? Kenapa rusak seperti ini? Sebenarnya di mana tempat ini?!“
Setelah mengatakan ini, pandangan mata pemuda itu berpindah ke samping kasurnya yang dia duduki, sesuatu pemandangan yang tidak terduga terlihat saat ini.
“Aaaaaa!“
Teriakan yang keras keluar dari pemuda itu, refleks tubuhnya aktif tiba-tiba dia dengan cepat meloncat dari kasur, menjauh dari sesuatu yang ada di kasur tersebut.
Sebuah tulang kerangka manusia yang utuh dan masih mempertahankan posturnya yang terlihat sedang meringkuk, itu terlihat dengan jelas di atas kasur. Sepertinya tulang dari tangan kerangka itu sedikit menyentuh tubuhnya dan membuat Rai terbangun.
“Ma-mayat?!“
Rai berkata sedikit gagap, berdiri jauh dari kasur yang kotor itu sambil menggosokkan matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa apa yang dia lihat di atas kasur adalah hal yang nyata atau bukan.
Jantungnya berdetak cepat, dia benar-benar panik saat ini. Pertama kali dalam hidup Rai melihat tulang manusia secara langsung.
Dia tanpa sadar terus berjalan mundur tanpa melihat ada apa di belakangnya.
*Bugh…!
Punggungnya menabrak dinding ruangan ini, dan dia berbalik melihat ke belakangnya.
Tembok yang sedikit berlumut dan sedikit retak terlihat sangat jelas dari dekat. Di sampingnya ada sebuah jendela yang menampilkan kondisi di luar apartemen ini.
Melihat ada jendela di ruangan ini, Rai menghampiri jendela dengan hati-hati karena dia takut ada sesuatu yang muncul membahayakannya. Kewaspadaan harus ada di situasi seperti ini, karena dia benar-benar tidak tahu di mana dan bagaimana tempat yang dia injak sekarang.
“Sebenarnya tempat apa ini?!“
Di luar apartemen ini, banyak gedung-gedung yang menjulang tinggi, namun terlihat sepi dan berantakan. Semua kendaraan yang ada di jalan besar di depan apartemen ini terjungkal terbalik, juga gedung-gedung belasan lantai bahkan puluhan lantai terlihat telah menjadi tempat bagi tumbuhan hidup. Gedung di sini telah diselimuti oleh tanaman hijau seperti lumut, tanaman rambat dolar, dan english ivy. Banyak sekali bangunan yang rusak dan bongkahan bangunan jatuh ke jalan.
Seperti tempat ini telah ditinggalkan dan tidak ditempati lagi oleh manusia beberapa tahun lamanya. Sangat hening dan sepi, tanpa terdengar ada satu makhluk yang hidup dan bergerak di daerah ini selain dirinya.
“Apa-apaan ini!“
Tubuh Rai jatuh di lantai dan dia merangkak dengan panik menjauh dari jendela.
Matanya melebar, tatapannya tertuju pada jendela ini, jantungnya kali ini kembali berdetak lebih cepat.
“Apakah aku sendirian di sini?“
“Siapa yang memindahkanku ke sini? Apa salahku? Kenapa hidupku seperti ini?“
Rai duduk di lantai sambil menatap kosong ke lantai yang kotor ini. Dia sungguh tidak mengerti kenapa hal yang aneh seperti ini terjadi kepadanya.
“Apakah hidupku kurang menyedihkan? Apakah semua hinaan dan penyiksaan yang telah aku terima itu masih kurang?“
“Apa kesalahanku? Kenapa seseorang mengirimku ke tempat ini? Apakah DIA ingin melihat hidupku menjadi semakin suram?“
“Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua ini…”
Keluhan tentang hidupnya sedikit dikeluarkan oleh Rai, dia benar-benar muak dengan kehidupan ini. Rai mengira dia akan terlahir kembali jika benar dia akan mati, ternyata bukan sama sekali, sekarang dia dipindahkan secara paksa dengan tubuh yang sama dari dunia sebelumnya.
Dia melakukan kesalahan karena telah berharap.
Bangun perlahan dengan gerakan yang lemah, dia berdiri dengan kepala tertunduk ke bawah.
“Persetan dengan semuanya! Aku sudah lelah hidup di dalam kesedihan dan kesepian…”
“…Aku pastikan hidupku di dunia ini akan menjadi menyenangkan!“
Rai mengangkat kepalanya berkata penuh semangat, kilatan semangat terlintas di matanya.
Dipikir lagi olehnya, kesedihan itu benar-benar tidak berguna, dia merasa bahwa terlalu sering menikmati kesedihan membuat dirinya semakin nyaman dan betah hidup penuh akan kesedihan, itu bukanlah sesuatu yang ia inginkan.
Dia menginginkan sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan. Rai berambisi untuk membuat kebahagiaanya sediri, sekarang dia tersadar jika dia menginginkan suatu hal dia harus berusaha dan jangan meminta.
Jangan menunggu kebahagiaan itu datang dengan sendirinya dan kamu diam tanpa berusaha, harapanmu pasti akan sia-sia.
Menyesuaikan mentalnya dan psikologisnya, dia berbalik kembali melihat kerangka yang ada di atas kasur di depannya.
Saat ini rasa penasarannya telah mengalahkan ketakutannya. Rai memberanikan diri untuk mendekati kasur itu, kakinya melangkah perlahan sambil memfokuskan pandangannya pada tulang manusia itu.
“Apa itu?“ Rai melihat sesuatu benda di bawah salah satu tulang lengan kerangka manusia.
“Sebuah kertas?“
Melihat lebih dekat, Rai dapat melihat selembar kertas yang terlipat dan sedikit kotor.
“Haruskah aku mengambilnya?“ Rai bingung harus bagaimana, apakah dia harus mengambil kertas itu atau tidak.
Melihat tempat kertas itu berada di bawah tulang lengan, Rai berasumsi bahwa kertas ini dilindungi oleh orang ini saat masih hidup, karena letaknya sama seperti melindungi hal yang berharga. Bisa saja itu berisi informasi penting mengenai tempat dirinya berada sekarang.
Percaya akan dugaannya, Rai memutuskan untuk mengambil selembar kertas itu.
Mencondongkan tubuhnya, letak selembar kertas itu ada di tengah kasur, jadi dia harus mengedepankan tubuhnya untuk bisa meraih kertas ini.
Tangannya tanpa sadar bergetar saat mengangkat tulang tangan mayat orang ini, dan dia mengambil kertas itu dengan cepat.
Setelah mendapat kertas itu, Rai segera mundur dan berdiri jauh dari kasur.
Melihat selembar kertas yang kotor dan berdebu di tangannya, dia bersiap untuk membuka lipatan kertas ini dan membacanya.
Sejumlah karakter tulisan yang bisa dia baca, ternyata tulisan di kertas ini adalah Bahasa Indonesia.
Minggu, 24 Januari 2022
Sudah tiga minggu lebih aku terjebak di apartemen ini. Aku telah menghabiskan makanan yang aku simpan di kulkas.
Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Pergi keluar dan mencari makanan, tetapi sepertinya hal itu mustahil untuk dilakukan. luar apartemen sana banyak sekali sesuatu makhluk yang mengerikan sedang berkeliaran.
Haruskan aku di sini bertahan dan menunggu pertolongan dari pemerintah pusat?
Sampai berapa lama aku harus menunggu? Listrik telah padam satu minggu yang lalu, pasti semua akan berjalan begitu membosankan tanpa adanya listrik.
Tapi itu tidak terlalu buruk untuk menunggu bantuan pemerintah pusat datang daripada menjadi seperti MEREKA yang menyeramkan itu.
Jika seseorang menemukan catatan ini, dan aku telah berubah menjadi seperti MEREKA di sini tolong bunuh aku secepatnya!
Terima kasih, teman.
-Rehan Faizul
Sebuah catatan dari seseorang, kemungkinan besar ini adalah catatan dari kerangka tulang belulang yang ada di atas kasur ini
Membaca catatan ini membuat Rai sedikit merasa sedih, ternyata orang ini bertahan di apartemen hingga dirinya mati, tetapi dari catatan ini Rai menemukan informasi yang sangat penting.
Sepertinya dunia ini tidak begitu aman seperti yang Rai kira. Jelas sekali catatan ini menggambarkan betapa rawan dan bahayanya di luar sana.
“Apakah dunia ini telah terjadi kiamat atau semacamnya?“
“Lalu apa yang dimaksud dengan kata 'MEREKA' ini?“
“Aku masih kurang mengerti, tapi untuk saat ini aku akan berpegang pada catatan ini.“
“Aku harus berhati-hati jika memang sebegitu berbahayanya dunia ini, seperti apa yang disebutkan pada catatan ini.“
Rai bergumam setelah membaca catatan ini. Dia memutuskan untuk menyimpan catatan ini di kantung celananya.
Omong-omong tentang pakaian, Rai masih mengenakan pakaian saat dia bekerja, yaitu kaos pendek hitam dan celana boxer hitam, terdapat satu saku di celananya.
Mengangkat kepalanya lagi dan menatap kerangka manusia di atas kasur ini, Rai menghela napas berat.
“Ternyata dirimu tidak berubah menjadi seperti MEREKA yang kamu maksudkan, Kawan.“ Rai berkata sambil memandangi kerangka ini.
“Jadi aku tidak perlu membunuhmu. Semoga kamu tenang di alam sana.“ Tambah Rai dengan ekspresi sedikit sedih.
*Bum!
Suara keras terdengar dari salah satu pintu di ruangan ini.
“Suara apa itu?“ Rai mencari-cari sumber suara itu.
*Bum!
Suara itu muncul sekali lagi.
Sontak Rai menoleh ke salah satu pintu, Rai dapat melihat bahwa pintu yang penuh debu di dekat gantungan topi dan pakaian bergetar seperti telah ditabrak oleh sesuatu.
*Bum!
*Bum!
Suara teredam itu semakin keras dan lebih sering muncul, pintu itu bergetar semakin jelas.
“Apa ini! Apa yang harus aku lakukan?!“ Rai mundur beberapa langkah menjauhi pintu itu.
“Apakah itu MEREKA?!“
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!