NovelToon NovelToon

Gadis Bordil

chapter 1: seperti air yang bergoyang

Di bawah kubah hitam dan awan hitam berbentuk gunung nan indah ini dia tidak pernah menyangka akan ada peristiwa seperti ini.

Di antara bermekaran pohon persik dan musim kawin para burung, seharusnya dia bahagia. Walaupun tidak untuk selamanya, setidaknya dia bisa bahagia untuk satu hari yang telah lama dia impikan.

Suara hiruk-pikuk terdengar di sekitarnya. Suara-suara itu menjerit, berteriak, bercampur aduk seperti es cendol. Mereka saling menyelamatkan diri. Mencari jalan keluar ataupun tempat yang aman.

Kobaran api di sekitarnya seolah menggantikan lampion-lampion yang seharusnya menerangi di tempatnya sekarang. Panas, dingin, ketakutan bercampur aduk menjadi satu di dalam hatinya.

Seorang pria tampan nyaris menyerupai wanita tergeletak di depannya. Pakaian merah merona yang dia kenakan, di penuhi bercak-bercak darah segar.

Dia tidak tahan, dia ingin membalaskan dendam. Dia ingin memotong-motong tubuh sang pembunuh calon suaminya. Namun apa yang dia bisa? Dia hanya seorang gadis dari keluarga bangsawan. Seorang gadis yang hanya memanfaatkan kekayaan keluarganya dan reputasinya untuk menakuti-nakuti orang di sekitarnya.

Kedua matanya sangat redup, memperlihatkan kesedihan yang mendalam.

Ketika dia melihat sosok hitam yang membunuh suaminya, jantung terasa jatuh ke dalam lembah yang dalam. Tubuhnya terasa di sedot oleh lubang hitam yang tak berujung. Sambil menunduk, sepasang matanya meneteskan air mata, satu, dua, tiga dan banyak. Dia tidak tahan untuk menangis dan melupakan kesedihannya yang mendalam.

Suara-suara perlahan-lahan menghilang. Lalu di gantikan oleh hembusan angin malam yang dingin, Namun menyejukkan baginya.

Pohon-pohon bunga persik yang tumbuh tidak jauh darinya menerbangkan kelopak-kelopak bunga dan menaburkannya di tempat gadis itu bersimpuh, melihat orang yang paling dia cintai tergeletak tak bernyawa.

Setelah beberapa detik melihat pria di depannya, dia sedikit mengangkat wajahnya, memandang ke arah yang lebih jauh.

Beberapa mayat tergeletak begitu saja. Darah mengalir berserakan, menghiasi lantai. Di antara mayat-mayat tersebut, Seorang pria tua tengah berbaring. Dadanya berdarah, dan ada bekas tusukan di sana, tepat mengenai jantungnya.

“ayah...” dia bergumam.

Dia lalu berdiri. Dengan mata yang penuh dendam dan memerah, dia menatap orang berpakaian hitam di depannya.

Pria yang di tatap, hanya diam. Pria ini memakai topeng, capil, dan pakaian hitam.

Dengan marah, wanita yang mengenakan hanfu merah yang indah berkata, “aku sudah siap. Bunuh aku sekarang. Bunuh!”

Pria di depannya diam.

“aku bilang bunuh!”

Tiga orang melompat dari atas genteng, perlahan-lahan mendekati pria berjubah yang berada di depan wanita cantik. Mereka membungkuk memberi hormat.

“lapor tuan, kami sudah membunuh semua anggota keluarga Li.”

Pria yang memakai topeng, mengeluarkan beberapa kantong koin, lalu melemparkannya ke arah pria membungkuk yang paling depan.

Senyuman bermekaran di wajah pria yang menerimanya.

“Terima kasih, tuan, terima kasih.”

Pria bertopeng berbalik pergi.

“Tuan.” Tiba-tiba salah satu memanggilnya, membuatnya berbalik.

“Bagaimana dengan wanita cantik itu?”

“terserah kalian.” Pria itu kemudian melakukan perjalanannya.

“berhenti!” akhirnya wanita cantik itu berkata.

“jika kau tidak membunuhku, aku akan membunuhmu!”

pria itu tidak berminat, membuat wanita itu semakin marah.

“Jika kau tidak membunuhku! Kau akan menyesal!”

Pria itu pun akhirnya tertarik. Dia kemudian berbalik dan mendekati wanita yang seharusnya kini menjadi permaisuri itu.

Senyuman jahat bermekaran dari balik topengnya.

“Bagaimana kau akan membunuhku?”

“Aku....aku... Aku akan melakukan segala cara untuk melakukannya!”

Pria itu mendekatinya. Tendangan keras mendarat di dada wanita itu dan membuatnya jatuh ke belakang. Bau lantai yang Harum dan sedikit di penuhi bau tanah menyusung lubang hidungnya.

“Ayo lakukan!”

Pria itu menendang tubuh wanita itu dari samping, memperlakukannya seperti budak yang keras kepala. Atau memperlakukannya seperti seorang anak yang telah melakukan kesalahan besar.

Wanita itu merintih kesakitan. Air matanya tidak bisa di bendung dalam pendirian ini. Bayangan – bayangan pernikahan yang dia inginkan kini hancur dan sehancur-hancurnya. Dia menangis. Tenggorokannya terasa ada yang mengganjal, tubuhnya semuanya terasa sakit.

Pria itu tidak henti-hentinya menendangnya dan memerintahkan beberapa orang di sekitarnya untuk pergi meninggalkan mereka sendiri.

“ayo lakukan!” bentaknya sambil tetap menendang.

Sang gadis hanya bisa menangis dan sesekali memejamkan matanya karena sakit. Kedua Tangannya ingin sekali dia gerakan untuk berdiri atau jika bisa menendang dan menampar pria biadab yang telah menghancurkan, membunuh dan meporanda-porabdakan kediamannya.

......................

Segelintir angin malam menyelimutinya. Puluhan kelopak bunga persik menaburinya. Ribuan rumput-rumput menghangatkannya. Dia bersandar di batang pohon tua itu. Nafasnya lembut, namun di penuhi penderitaan. Kedua matanya tertutup rapat dari balik rambutnya yang halus dan indah. Tapi, alis-alisnya masih melengkung ke depan dengan indah.

Kedua tangannya terjatuh tidak berdaya di sampingnya. Dia menunduk.

Tidak beberapa lama, bayangan terlihat di udara. Lalu terlihat seorang pria berpakaian hitam mendekat. Dia membuka kain di wajahnya, memperlihatkan wajah yang penuh dendam. Kedua matanya memerah, alisnya terangkat, pipinya sedikit mengembang.

Dia berjongkok di dekat gadis itu. Tangannya menyela rambutnya yang menunduk, memperlihatkan wajah yang lesu dan di penuhi pilu yang berat.

Timbul perasaan iba dan kasihan dengan gadis yang tak berdaya di hadapannya.

Namun seketika ingatan- ingatan tentang pembantaian keluarganya tergambar jelas di benaknya, yang tidak lain di lakukan oleh keluarga gadis itu sendiri.

Saat itu, juga di malam hari. Dia berlari-lari dan berdesak-desakan masuk ke rumahnya. Rasa sakit dan kepanikan di sekitarnya tidak dia hiraukan. Yang paling dia hiraukan saat itu adalah Ibunya.

Kerumunan orang keluar. Saling berdesakan. Mereka berteriak histeris, kebisingan pecah. Tang Li berusaha masuk sambil memanggil nama ibunya. Asap keluar dari balik pintu, membuat tang Li Khawatir.

Apa yang terjadi? Mungkinkah ibu sudah.... Tidak! Tidak! ibu tidak boleh meninggalkanku.

Air mata Tang Li menetes, membasahi pipinya yang sedikit mengembang itu. Tidak beberapa lama, dia akhirnya Berhasil masuk. Ketika masuk, dia tertegun. Jantungnya seolah copot dari tubuhnya. Nafasnya seolah tertahan.

Dia terkejut menyaksikan peristiwa yang tidak pernah dia bayangkan seumur hidupnya.

“Ibu....!”

Dia berteriak, dan menghampiri ibunya yang tergeletak begitu saja. Darah merembes dari perutnya.

“ibu...! Bangun! Bangun, aku ada di sini! Ayo ibu bangun!”

Betapa keras dia berteriak, ibunya tidak merespon apa pun. Ibunya sudah pergi untuk selamanya, tanpa mengucapkan selamat tinggal ataupun memberikannya manisan.

Dia mengambil pedang yang tidak jauh dari mayat ibunya, kemudian berdiri. Kedua matanya memandang tajam ke arah seorang pria yang tidak jauh berada.

“aku akan membunuhmu!”

Memegang erat-erat pedangnya, kemudian berlari sambil berteriak. Tidak peduli entah dia akan terbunuh atau tidak, yang pasti dia ingin meluapkan kemarahan yang memuncak.

Pria itu dengan dingin menghunuskan pedangnya dan ingin menyerangnya. Namun, keberuntungan masih berpihak kepada tang li. Dia diselamatkan oleh seseorang kakek tua yang merupakan ahli bela diri. Mulai sejak itu, dia berjanji akan memusnahkan keluarga itu dan membalaskan dendamnya.

Dia masih memendam dendam kepada keluarga itu, bahkan jika semua orang yang telah membunuh keluarga sudah mati, dia belum puas. Yang dia inginkan adalah kematian semua keluarga itu. Bahkan jika dia bisa, dia ingin sekali memusnahkan tubuhnya sekaligus

Kecuali untuk gadis yang pilu di depannya. Dia ingin mengirimnya ke rumah bordil dan membuatnya tersiksa untuk selama-lamanya. Dia mengamatinya sejenak, senyuman penuh nafsu mulai terlihat di wajahnya. Perlahan-lahan, dia mengerakkan tangannya untuk meraih gadis itu.

chapter 1.2 : seperti air yang bergoyang

Sepasang mata itu akhirnya terbuka. Bau bunga persik, dan satu kelopak bunga melayang-layang di depannya. Dia kini tertidur menghadap ke samping dengan kedua kaki sedikit Tertekuk. Dingin. Dia merasa dingin, sungguh dingin.

Rambutnya yang hitam menyapu rumput hijau itu. Buih-buih air masih menggelantung di sana.

Sakit. Dia merasa sakit di bagian bawahnya. Sorot matanya bergerak ke sana kemari, melihat dimanakah dirinya sekarang. Dia mengerakkan kaki dan tangannya. Namun, tidak satu pun yang bisa dia gerakan.

Air mata tidak terbendung menetes. Mengalir dari kedua matanya lalu menyentuh rambutnya. Dia teringat akan pembantaian yang telah terjadi di keluarganya. Peristiwa yang mungkin tidak akan pernah dia lupakan, Bahkan untuk seumur hidupnya. Isak tangis mulai terdengar.

Sejak kecil, dia mengetahui, di mana ada pertemuan di sana akan ada perpisahan, itu adalah hal yang sangat umum. Tapi dia tidak menyangka kepergiannya akan seperti itu.

Sakit. Dia menjerit kesakitan di bagian bawahnya lagi. Apa yang telah terjadi, aku berada di mana? Mengapa dia tidak membunuhku? Apa yang akan dilakukannya?

Satu jam berlalu, akhirnya dia bisa mengerakkan tubuhnya. Kemudian bersandar di pohon tua itu. Baru dia mengetahui apa yang telah terjadi. Cairan darah menyelimuti rumput, dan dia telah telanjang bulat tanpa sehelai kain pun.

Dia lagi-lagi menangis dan menangis. Kini dia tahu mengapa pembunuh itu tidak membunuhnya. Dia pasti ingin membuatnya menanggung malu untuk seumur hidupnya.

Tentu dia tahu ini akan terjadi, namun dia tidak berkehendak itu terjadi dari bukan orang yang di cintainya.

Dia memeluk lutut dan menenggelamkan wajahnya di sela-sela lutut. Kemudian, terdengar isak tangis yang pilu dan menyedihkan.

Di siang hari, saat matahari terlihat kasihan kepadanya, dia sudah mulai pulih. Tubuhnya sudah mulai lebih baikkan, namun, dia tetap memeluk lututnya. Dia sedang tidur.

Kelopak-kelopak bunga persik berterbangan, ada yang mendarat di atas kepala, ada juga yang mendarat di rumput.

Di Siang itu seorang gadis mungil duduk memeluk lututnya di bawah naungan pohon persik tua.

......................

Suara langkah kaki terdengar, semakin dekat, semakin dekat, dan akhirnya berhenti di depan gadis itu. Sebuah kain di lemparkan ke atas kepala dengan kasar.

“Ayo ganti! Kita akan pergi ke rumah bordil untukmu. Aku tidak mau kita telat, bahkan satu menit pun.”

Dia tidak menjawab.

“ayo ganti!” tendangan pun mendarat di kakinya, dia menjerit, lalu perlahan-lahan mengangkat wajahnya.

“K-k-kau siapa?” dia bertanya dengan lembut. Dia melihat seorang pria tampan dengan rambut yang indah dan panjang. Hidung mancung, kulit putih dan sangat pas.

“aku adalah pembunuh keluargamu!” jawab dengan bentakkan.

“m-m-membunuh keluargaku?” dia bertanya layaknya orang bodoh. Faktanya, dia sudah mengetahui Pria di depannya adalah orang yang kemarin menendangnya hingga babak belur, bahkan menimbulkan memar, tapi dia berusaha seperti orang bodoh untuk tidak membuatnya terlihat sedih sehingga membuat pembunuh di depannya tidak terhibur olehnya.

“jangan pura-pura! Aku tidak akan segan-segan membunuhmu jika kau bersikap seperti ini!” ujung pedang sudah di arahkan ke leher rampingnya.

“b-b-baik.” Rasa takut mulai menyeruak merasuki tubuhnya. Dia langsung memakai kain itu dan mengikatnya dengan kain putih.

Setelah itu mendekati Pria yang sudah berdiri jauh menantinya. Dia menunduk dan menyapa Pria itu. Jika dia bisa, dia ingin sekali membunuhnya sekarang.

Pria itu berbalik, dan berkata, “ ulurkan tanganmu!”

“U-u-untuk apa?” dia masih menunduk. Tubuhnya bergetar karena takut. Dia memang gadis yang lemah dan Tidak mempunyai sedikit keberanian. Bahkan kemarin malam, dia bersikap seperti itu Karena sangat terpaksa.

“Cepat!”

“B-baik.”

Rantai muncul mengelilingi tangan yang putih dan penuh memar itu.

“sekarang ayo pergi. Namaku tang li dan kau?”

“a-aku?” dia bertanya, tapi sudah berani mengangkat wajahnya.

“iya!”

Dia cepat-cepat menunduk dan menjawab, “Li Xin Mei.”

Mereka lalu pergi.

......................

Siang itu akhirnya mereka keluar dari desa persik, desa Yang merupakan tempat Li xin Mei di lahirkan. Tempat yang dia pertama kali sentuh dan rasakan udaranya ketika keluar dari perut ibunya.

Air mata tidak dapat dia bendung, dia menangis sambil menoleh ke gerbang kota, gerbang yang selalu menyambut seseorang yang datang, entah pelancong ataupun para penduduk yang pulang dari kerjanya.

Orang-orang di sekitar mereka tidak mempedulikan Li Xin Mei sedikit pun, bahkan tidak memandangnya. Mereka hanya bercakap-cakap dengan yang lainnya atau fokus pada barang dan gerobak yang mereka bawa. Li Xin mei tidak mempercayainya, Tapi dia heran Mengapa orang-orang menganggapnya Tidak ada? Atau mungkin dia tidak terlihat?

Tidak mau mempedulikannya, Li xin mei kembali menoleh ke depan dan melihat punggung pria di depannya Yang lebar dan pas. Ingatan-ingatan mengenai darah dan rasa sakit itu tergambar di benaknya. Apa aku sudah... Dia tidak bisa melanjutkannya. Sesuatu yang terpenting bagi seorang wanita sudah di rebut oleh orang yang ada di depannya.

Andai saja aku mati saat itu atau sekarang, mungkin saja aku tidak akan menderita seperti ini. Tetapi bisakah aku bebas darinya? Tidak... Itu tidak mungkin. Huh... Aku tidak menyangka, hidupku akan berubah dalam semalam, batinnya sambil melihat punggung pria di depannya yang bergerak naik turun.

Saat menjelang sore, akhirnya mereka tiba di depan desa bukit. Tubuh li xin mei sudah tidak kuat lagi berdiri. Dia kelelahan akibat tidak pernah beristirahat sedikit pun, dia juga tidak pernah berjalan sejauh itu, membuat kakinya sangat sakit.

Bibirnya pecah-pecah karena tidak pernah menyentuh air sedikit pun, kecuali air keringat yang masam. Perutnya juga sakit karena tidak makan seharian itu.

Tang li menghela nafas, entah apa yang dia pikirkan saat ini.

Dengan sekuat tenaga, li xin mei ingin tetap berdiri, tetapi Dia tidak bisa. Jika hari ini aku mati, aku akan sangat bersyukur. Dia akhirnya perlahan-lahan jauh dan tidak merasa apa pun lagi.

......................

Perlahan-lahan kedua matanya terbuka. Kepalanya terasa sakit, tapi dia bisa menjaga kesadarannya. Bau harum dia cium. Sebuah ruang yang indah dengan pas bunga ada tidak jauh darinya. Dia mengerakkan kepalanya untuk melihat setiap bagian dari rumah ini.

Di mana aku? Apakah aku sudah ada di rumah bordil? Mungkin iya. Tidak berselang lama, suara langkah kaki anggun terdengar. Dia menoleh, Seorang gadis cantik memakai han fu yang indah datang. Di tangannya ada sebuah cangkir, makan dan wadah minuman.

Dia membantu xin mei untuk bangun. Lalu menuangkan air ke dalam cangkir yang sebelumnya dia letakkan.

“Apa kamu merasa baikkan?” wanita itu bertanya sambil mengulurkan cangkir.

Xin mei lama memandang ke arah cangkir tersebut. Dia memiliki pengalaman yang buruk ketika ada seorang melayaninya seperti ini. Dia pernah hampir di racuni karena terlalu gegabah, untungnya dia berhasil selamat. Olehnya dia harus berhati-hati terhadap orang asing.

Meski kini dia sendiri di dunia ini, kesucian juga sudah di rebut dan di perlakukan seperti seorang budak, sebagai seorang manusia tentu dia tetap menjaga dirinya dan tidak ingin mati lebih cepat.

Wanita itu tersenyum, lalu menaruh cangkir tersebut di meja sambil berkata, “entah apa yang laki-laki itu perbuat sehingga kamu seperti ini. Dia laki-laki yang buruk, dan tidak punya kasih sayang sedikit pun. Awalnya ketika dia membawamu ke sini dengan karung, aku pikir kamu akan di buang di sini dan menjadi adik angkatku.”

Wanita itu lalu duduk di sisi ranjang. “ ternyata Dia tidak seburuk itu. Namaku Fang liang. Kamu bisa panggil aku kakak Fang.”

Xin mei mendengar setiap kata yang keluar dari mulut merah dan indah dari wanita yang ada di depannya. Ada rasa bersalah ketika dia tidak mengambil minuman yang di berikan oleh Fang liang.

“N-n-namaku Li Xin Mei. Kakak Fang, m-maaf.” Dia berusaha meminta maaf dengan baik, Namun sikapnya yang selalu gugup ketika berhadapan dengan orang yang baru dia kenal membuatnya kesulitan.

“untuk apa?” Fang liang menoleh sambil tersenyum.

“U-u-untuk.”

“tidak usah di lanjutkan, aku mengerti.” Fang Liang mengelus rambutnya. “Apa kamu masih merasa sakit?”

Pertanyaan itu seketika membuatnya terkejut. Dia lalu memeriksa tubuhnya, dan semuanya tidak ada yang sakit. Bagaimana bisa? Apa ada obat yang membuat orang sembuh dengan cepat seperti itu?

Xin Mei menggeleng pelan.

“tabib di sini memang hebat. Baiklah, setelah beristirahat dan makan, ganti pakaianmu, aku tunggu di luar.

Xin mei mengangguk. Dia lalu membiarkan Fang Liang menutup pintu lalu tertidur.

chapter 2 : dia semanis bunga persik

Suasana kedai sedang ramai, tetapi tidak ramai seperti biasanya. Jika hari-hari biasanya Fang Liang akan sangat sibuk sehingga dia tidak akan ada waktu untuk melakukan hal lainya. Tapi hari ini, dia memiliki waktu cukup untuk bersantai-santai.

Dia memiliki kedai makan yang sederhana di desa bukit ini. Kedainya tidak terlalu besar, hanya memiliki dua lantai. Lantai atas untuk penginapan dan bawah untuk kedai. Dekorasi memang sangat sederhana, tapi makanannya lah yang selalu membuat orang-orang ramai berkunjung.

Dia memiliki beberapa pegawai wanita yang cantik-cantik, hal ini juga lah yang menjadi orang-orang mau berkunjung, selain makan yang enak, mereka juga dapat melihat wanita cantik yang lalu lalang di sekitar mereka.

Para pengunjung juga akan terhipnotis oleh bau harum dari tubuh para pelayan, yang membuat mereka betah. Selain itu, bau dupa dan pas bunga juga menambah suasana di kedai itu.

Saat ini, pelita yang indah di nyalakan. Meski malam, beberapa pengunjung terlihat minum-minum di sana. Beberapa pelayan juga ada yang lalu lalang.

Fang liang datang dan duduk di tempat tang li sedang minum dan memandang ke arah luar pintu yang terbuka.

“Apa dia sudah sadar?” tanya tang li menoleh.

“Sudah, tapi biarkan dia untuk beristirahat sebentar. Dia masih kelelahan dan butuh istirahat. Aku khawatir dia akan mengganggumu lagi saat perjalanan.”

“Dia tidak akan menggangguku. Jika dia pingsan atau tidak kuat berjalan, aku hanya tinggal menjualnya atau meninggalkannya.”

Suaranya sangat tidak bersahabat dan penuh dendam. Ingatan-ingatan pembantaian dan peristiwa berdarah terlihat jelas di dalam pikirannya.

“Kamu tidak boleh seperti itu. Meskipun keluarganya telah membunuh keluargamu, dia tidak bersalah dalam hal itu, sudah selayaknya dia tidak mendapatkan hukuman. Jika kamu membuangnya, biarkan saja dia berada di sini, aku akan menjaganya.”

“Fang liang, kau pikir aku akan membebaskannya begitu saja? Apa kau pikir daun akan jatuh jauh dari pohonnya?”

“Mungkin, jika ada angin kencang menerbangkannya.”

“aku tidak akan membiarkannya lolos ataupun selamat. Aku akan membuatnya tersiksa dan menyesal karena telah di lahirkan di dunia ini.”

Tang li ingin bergegas, tetapi Fang liang menghentikannya. Dia lalu menyarankan untuk diam di tempatnya hanya untuk satu malam karena tidak baik melanjutkan perjalanan di malam hari yang dingin. Para ahli bela diri dan bandit juga akan berkeliaran di malam hari seperti ini.

Para bandit dan ahli bela diri tidak banyak yang bisa bersaing dengan tang li, Namun Fang Liang bukan semata-mata melakukannya demi hal itu. Dia melakukannya demi xin mei. Dia takut, dengan sikap kejam tang li, membuat gadis itu tersiksa lagi.

Dia ingat jelas pantulan matanya yang hitam dan penuh kelembutan, seolah-olah tidak berdosa sedikit pun. Dia ingat juga nadanya yang lembut, penuh pilu dan ketakutan. Hatinya tergerak untuk menolong gadis yang malang itu. Tubuhnya juga sangat lemah dan membutuhkan pengobatan.

Tang li mengangguk. Dia tahu ini adalah cara Fang Liang menahannya dan membuat xin Mei beristirahat. Tapi, setelah berpikir sebentar, dia menerimanya. Lagi Pula dia juga butuh istirahat dan memulihkan kondisi tubuhnya setelah bertarung dengan keluarga Li.

Setelah tang li mengangguk, Fang Liang memerintahkan salah satu pelayan untuk mengantarkannya.

......................

Bulan ini adalah bulan April, bulan yang di mana kelopak-kelopak bunga persik berguguran. Mereka akan melambai-lambai mengucapkan selamat tinggal pada dunia, dan berterima kasih kepada angin yang membelainya dengan lembut, lalu mengantarkannya. Oh, Betapa indahnya itu!

Xin mei membuka jendela kayu yang berada di samping tempat tidur. Wajahnya berseri dan cantik ketika melihat pohon-pohon bunga persik saling melepas kelopak-kelopak bunganya.

Di bawahnya akan berserakan kelopak-kelopak bunga persik. Pohon itu berjumlah 5, mengelilingi telaga yang indah. Di sana ada beberapa bunga teratai ungu yang elok. Katak dan kecebong juga ada di sana. Airnya sangat jernih.

Xin mei melompat dari sana. Bergegas mendekati telaga itu. Dia mengulurkan wajahnya, melihat pantulannya di dalam air.

“Sangat jelek... Tapi mengapa ibu bilang aku cantik? Ah sudah lah, siapa pun Pasti akan berkata seperti itu kepada anaknya.” Xin mei tersenyum.

Meski kedai itu terbilang tinggi, bagi xin mei bukan apa-apa. Dia sering melompat seperti itu ketika waktu kecil, bahkan lebih tinggi. Jika tulang patah atau terluka dia tidak mempedulikannya.

Pernah sekali tulang kakinya patah, dia di marahi habis-habisan oleh ibunya. “dasar gadis nakal!” bentaknya. Namun ibunya tetap mengobati anaknya. Bagaimana pun juga xin mei adalah anaknya. Dia juga darah daging dan orang yang harus dia jaga.

“M-maaf.” Xin mei menunduk dengan pucat dan takut di marahi. Jika sudah seperti ini, xin mei hanya meminta maaf, tapi, besoknya lagi—saat sudah sembuh— dia akan berulah lagi.

Ibunya tahu bagaimana kebiasaan anaknya itu, karena dia terlalu sering melakukannya juga. Namun, dia tidak tahu Xin mei mewarisi kenakalan ayahnya. Ayahnya adalah perayu sejati, sehingga semua pelayan yang ibunya kirim luluh oleh rayuan xin mei.

“wajah yang buruk.” Gerutu Xin mei memandang wajah di dalam air. Rambut hitam yang panjang menjuntai ke bawah dan nyaris menyentuh dasar air tersebut. Xin mei memperagakan beberapa ekspresi di sana.

Setelah 5 ekspresi yang dia buat, dia mengulurkan kedua tangannya, membiarkan air yang segar dan jernih itu menyentuh tangannya yang kotor dan sedikit kasar.

Lembut. Dia merasa lembut ketika tangan menyentuh air itu. Rasa hangat dan tenang bermekaran di hatinya.

Dia menggosok wajahnya dengan lembut. “ ini lebih cantik.” Dia tersenyum melihat penampilannya lebih baik. Secara alami dia memang cantik. Dia memiliki bentuk wajah yang oval sempurna, bahkan lebih sempurna dari telur. Dia memiliki hidung yang mancung, kulit yang putih, alis melengkung sempurna.

Di kedua telinganya juga ada liontin yang indah. Namun, dia merasa sangat buruk.

“jika aku mandi, sepertinya tidak apa-apa.” Dia memandang sekitarnya. Suasana pagi yang indah, tidak ada orang-orang kecuali burung-burung kecil yang hinggap di dahan-dahan pohon.

“aku harus mandi.” Dia membuka kain penutup pakaian dan langsung menceburkan dirinya ke dalam danau tersebut.

Dia gadis yang sedikit punya rasa malu, dan nakal yang tinggi. Dia juga gadis periang dan mudah takut. Sungguh apa yang terjadi jika ada yang melihatnya seperti itu?

Tapi jika dia sudah marah, itu bagaikan gunung berapi yang meletus tiba-tiba dan kembali dingin tiba-tiba pula.

Tidak di pertanyakan lagi, sudah ada orang yang melihatnya dari balik jendela, dia tidak lain adalah Tang li. Dahinya di tarik setelah melihat pemandangan seperti itu di depannya. Dia tidak suka dengan hal aneh dan tidak tahu malu seperti itu. Dia memutuskan untuk keluar dari sana dan berjanji akan menghukumnya setelah selesai.

Xin mei tertawa riang. Separuh tubuhnya tenggelam di telaga tersebut. Dia mencium bau bunga teratai dan persik di sana. Dia melihat juga ikan-ikan lalu lalang di sana. Hatinya seakan di penuh bunga yang indah dan warna-warni.

Dia seperti bunga persik; yang wangi, indah, manis. Dan bersinar terang ketika matahari menjatuhkan cahayanya.

Xin mei memutar tubuhnya, tertawa dan menikmati sejuknya mandi di pagi hari itu.

Matahari sudah meninggi, xin mei sudah selesai dengan ritual paginya yang nakal. Dia perlahan-lahan naik ke kamarnya lagi dengan hati-hati. Takut jika ketahuan. Tapi sayangnya Fang liang sudah ada di sana.

“kakak Fang!” Xin mei terkejut. Dengan tatapan tajam Fang Liang, xin mei menunduk. Kedua tangannya di cakup di depan seolah seperti anak kecil yang di marahi ibunya. Bagaimana pun dia sudah berbuat nakal dan patut di beri hukuman.

“Dari mana kamu!?” bentak Fang Liang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!