NovelToon NovelToon

Bunga Air Mata

Chapter 1

Kemelut dalam diri merangsang air mata untuk keluar. Liquid bening mengalir tak tertahankan menganak baikan sungai. Kepedihan tergores begitu kuat di dasar hati paling dalam. Luka itu tumbuh seiring berjalannya waktu dan sekarang puncaknya. Tepat di depan kedua mata kepalanya sendiri pria yang selama ini ia cintai memperkenalkan wanita lain di sebelahnya.

Senyum yang mereka perlihatkan memberikan perih. Istana yang ia coba bangun runtuh seketika, kepercayaan selama enam tahun hancur oleh satu adegan menyakitkan mata.

Ayana Ghazella, wanita berumur dua puluh delapan tahun mengecap pahitnya kebohongan.

"Mas Zidan? Ke-kenapa dia bisa bersama Bella? Bukankah wanita itu masih ada di luar negeri? Kenapa?" cicitnya mematung di depan televisi.

"Iya, saya memang ingin membuat kejutan bagi kalian semua. Perkenalkan dia Bella Ellena yang baru pulang dari luar negeri sebagai pemain piano terkenal. Saat ini kami sedang ada projek kerja sama lagi untuk tampil di ulang tahun negeri kita tercinta. Kami-"

"Apa kalian berada dalam sebuah hubungan? Seperti yang kita semua ketahui Tuan Zidan dikabarkan telah menikah. Apakah Nona Bella adalah istri Anda?" tanya salah satu wartawan yang mewawancarai mereka cepat.

Pria berusia tiga puluh tahun itu menoleh ke samping, bibir menawannya mengembang sempurna. Dengan penuh percaya diri ia merangkul wanita bernama Bella penuh kasih sayang.

Seketika suasana di ruangan menjadi heboh, para wanita berteriak histeris melihat kemesraan sejoli tepat di depan mata.

"Kalian bisa menjelaskannya sendiri, tanpa harus aku beritahu, kan?" ucap Zidan berkharisma.

Lensa kamera langsung memotret kebersamaan mereka. Banyak berita berseliweran di media sosial maupun televisi lokal membicarakan hal ini.

Mereka memberitahu jika "Kedua pianis terkenal tanah air menjalin hubungan, pasangan yang terlahir dari surga menjadi legenda." Itulah judul yang begitu menyayat hati bagi seseorang.

Ayana hanya bisa mematung tidak mengerti apa yang tengah terjadi. Kedua kakinya lemas, tidak bisa menopang berat badannya sendiri. Ia jatuh terduduk dengan manik masih menatap layar kaca.

Ditemani derai air mata, ia merasa ditampar oleh tangan tak kasat mata, jika pernikahannya bersama Zidan hanyalah sebuah kebohongan.

Tidak lama berselang pintu depan dibuka, bola mata cokelat Ayana bergulir ke samping mendengar dua pasang kaki berjalan mendekat.

Suara itu mengoyak perasaannya berkali-kali. Ia tidak sanggup membalikan badan untuk menyaksikan pemandangan memilukan secara nyata.

"Kamu pasti sudah melihat berita itu, kan? Tidak usah terkejut, seharusnya kamu sudah siap dengan kejadian seperti ini. Bangun... kamu harus melihatku."

Suara berat nan dalam menyapa cepat, Ayana berusaha kuat dan mencoba berdiri lagi. Secara perlahan ia membalikan badan lalu melihat sang suami bersama wanita lain tepat berdiri di hadapannya.

Bella menggandeng lengan Zidan erat seperti pasangan saling mencintai.

"Sudah lama sekali, bagaimana kabarmu Ayana? Aku harap kamu baik-baik saja, terima kasih sudah menjaga Mas Zidan selama aku pergi. Sekarang aku sudah ada di sini, apa yang akan kamu lakukan?" cerca Bella tanpa malu.

Ayana menautkan kedua alis tidak mengerti kemudian memandangi suaminya. Bella merupakan teman masa sekolahnya dulu dan menjadi saingannya dalam merebut hati pria yang sama.

"Kamu masih mau di sini atau pergi itu keputusanmu, aku tidak akan melarang... tetapi, kamu harus menerima jika mulai saat ini Bella akan tinggal bersama kita," balas Zidan Ashraf.

"Apa? Apa yang Mas katakan? Aku ini istrimu bagaimana bisa ada wanita lain di rumah tangga kita? Aku tidak setuju, Bella tidak boleh tinggal di sini!" tegas Ayana tidak terima.

Zidan melirik Bella dan menggenggam tangannya erat. Jari jemari itu saling berkaitan satu sama lain lalu terangkat memperlihatkan di jari manis masing-masing tersemat sebuah cincin.

"Aku sudah menikahi Bella satu bulan lalu. Istriku tidak hanya kamu seorang, dia juga. Jadi, Bella berhak tinggal di sini, ayo Sayang aku akan memperlihatkan kamar kita," ajak Zidan tanpa sekalipun menoleh pada Ayana.

"Ayo, Sayang. Sampai jumpa lagi Ayana... temanku." Bella melambaikan tangan menambah luka teramat kuat di hatinya.

Bak petir menyambar, air mata tidak bisa dibendung. Hujan lebat tengah mengalir di kedua pipi. Sakit tanpa luka menganga, terus menyayat hati dan perasaan.

Ayana menangis dalam diam menerima sebuah fakta mencengangkan. Ia tidak menyangka jika sudah memiliki madu, terlebih wanita itu adalah temannya sendiri. Suami yang sangat ia cintai dan ia hormati sudah menusuknya dari belakang.

Bella Ellena adalah seorang anak dari musisi terkenal tanah air dan Zidan Ashraf merupakan pewaris tunggal dari keluarga Ashraf.

Keluarga terhormat yang memiliki perusahaan parfum ternama. Kekayaan serta aset yang dimiliki mereka tidak akan pernah berkurang sedikitpun.

Berbeda dengan Ayana Ghazella yang lahir dari keluarga sederhana. Ia dibesarkan oleh keluarga dari pihak ibu, sedangkan orang tuanya telah meninggal sejak dirinya berusia sepuluh tahun.

Mereka mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan bisnis. Ia merasa beruntung di usianya kedua puluh dua tahun bertemu dengan Zidan.

Waktu itu ia melihat konser musik klasik yang direkomendasikan seseorang untuk menghibur diri ketika bertepatan dengan dua belas tahun orang tuanya pergi.

Ia terpesona dengan kepiawaian Zidan bermain piano. Layaknya seseorang yang diturunkan Tuhan ke bumi, keberadaannya mampu mengikis kekosongan. Dirinya bersyukur Allah mempertemukan mereka, dan siapa sangka Ayah dan Ibu Zidan merupakan sahabat baik orang tuanya.

Setelah itu Ayana terus mengikuti kegiatan Zidan, mulai dari media sosial sampai jadwal manggung. Sampai suatu waktu ia mengungkapkan perasaan jika dirinya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama.

Ayana tidak menyangka jika hari itu menjadi momen paling bersejarah dalam hidup. Zidan menerimanya begitu saja dan langsung melamarnya.

Ia mengatakan, "tidak baik menjalani hubungan sebelum pernikahan. Apa kamu mau menikah denganku?"

Sebagai seorang wanita yang tengah jatuh cinta, tanpa pikir panjang Ayana langsung menerimanya.

Mereka menikah dan orang tua Zidan sangat bahagia bisa mendapatkan menantu baik. Ayana pun diperlakukan sangat baik oleh keluarga sang pasangan hidup.

Namun, setelah mereka menikah satu tahun kemudian orang tua Zidan harus pergi keluar negeri untuk mengelola bisnis di sana.

Sepeninggalan mereka, sikap Zidan mulai berubah. Ia bersikap dingin dan cuek, tidak sehangat ketika ada orang tuanya.

Sampai kejadian mengerikan ini terjadi, Zidan bermain api tepat di depan matanya bersama wanita lain. Bella, seorang pianis yang namanya sudah terkenal kini menjadi madu dalam rumah tangga.

Rasa sakit itu merambat sampai ke ubun-ubun membuatnya mati rasa. Ayana terluka atas pilihannya sendiri.

"Kenapa semuanya harus terjadi seperti ini ya Allah? Apa yang sudah hamba perbuat sampai menerima kenyataan pahit? Begitu sakit, apa aku sanggup menjalankan rumah tangga ini?" cicitnya meredam.

Malam itu hujan turun dengan guntur saling bersahutan. Isak tangis memilukan masih terdengar di ruang keluarga.

Potret pernikahan enam tahun lalu seolah mengejek keadaannya sekarang. Senyum yang terlihat dalam foto tersebut menggambarkan kebahagiaan. Namun, hanya ia seorang yang merasakan itu, sedangkan Zidan tidak sama sekali.

Chapter 2

Berdiam diri di ruangan berbau cat menjadi candu kala kesedihan menerjang. Kesendirian serta kehampaan yang terus menyapa diri tanpa henti berdatangan. Air mata tidak mengering seiring berjalannya waktu.

Ayana mencoba bertahan dari kenyataan jika suaminya telah mendua. Ia melarikan diri ke dunianya sendiri, jari jemarinya terus menari di atas kanvas menuangkan gambar abstrak.

Studio yang berada di paling ujung dalam bangunan megah itu menjadi satu-satunya tempat bagi ia berkeluh kesah. Selama tinggal di sana, Ayana sering menghabiskan waktu dengan melukis untuk mencurahkan perasaan.

"Sampai kapan kamu terus berada di sini? Sudah jam satu malam, apa kamu tidak akan tidur?"

Suara yang sudah sangat ia hapal menyadarkan, Ayana mengusap air mata perlahan meninggalkan cat merah di pipi. Ia lalu membalikan badan menatap ke dalam manik sang suami.

"Apa ada yang ingin Mas katakan? Maaf mungkin?" tanya balik Ayana.

Zidan mendengus, kedua tangan berada di saku celananya. Ia bersikap pongah dan berjalan mendekat. Bola mata Ayana terus mengikuti ke mana suaminya pergi, sampai mereka saling berhadapan.

Bibir menawan Zidan melebar sempurna, ia menarik kedua tangan dan meletakkannya di atas dudukan kanvas. Manik jelaganya terus memandangi sang istri yang tengah mendongak.

"Maaf kamu bilang? Tidak ada yang perlu aku katakan padamu, Ayana," ucapnya dingin.

Ayana melebarkan mata terkejut, sebegitu tidak pentingnya kah keberadaan ia di mata sang suami? Sekuat tenaga ia menahan rasa sakit teramat kuat dalam dada dengan mengepalkan tangan erat.

"Kenapa? Kenapa Mas melakukan semua ini padaku? Apa yang sudah aku lakukan sampai Mas tega menduakan pernikahan kita? Apa aku melakukan kesalahan?" cerca Ayana merundung nya dengan pertanyaan.

"Iya, keberadaan mu memang sebuah kesalahan," sambar Zidan cepat.

Ayana kembali terpaku atas jawaban yang diberikan. Ia beranjak dari duduk lalu menggelengkan kepala tercengang.

"Kenapa?" Satu kata mewakili segalanya.

"Karena keberadaan mu mengubur semua mimpiku. Ayah, ibu, bahkan adikku sangat menyukaimu bahkan mereka memberikan separuh hartanya padamu. Aku tidak bisa menikahi Bella secara resmi karena adanya dirimu. Kedatangan mu di dalam hidupku seperti benalu, parasit yang terus merugikan apa yang ingin dicapai. Bisakah... bisakah kamu menghilang saja di dunia ini?"

Kata demi kata yang ditorehkan dari bibir kemerahan itu menimbulkan luka satu persatu. Sayatannya menganga seiring berjalannya dentingan jam di dinding.

Ayana tidak bisa mengatakan sepatah kata pun untuk menjawab ucapan sang suami. Begitu kuat dan besar rasa cinta yang ia miliki untuk Zidan. Ia tidak menyangka jika di tahun keenam pernikahannya diberikan hadiah paling mengerikan.

"Apa Mas lupa hari ini hari apa? Hari ini adalah hari jadi pernikahan kita yang keenam. Terima kasih atas hadiah yang Mas berikan, aku sangat menghargainya dan-" Ayana memutus ucapannya lalu berjalan beberapa ke belakang menarik kain putih yang menutupi salah satu lukisannya.

"Ini hadiah yang ingin aku berikan. Selamat atas penghargaan keenam yang Mas raih sebagai pianis terkenal. Aku... turut bangga," lanjutnya mencoba tersenyum dengan air mata mengalir.

Setelah mengatakan itu ia angkat kaki dari hadapan suaminya menyisakan kekosongan di studio.

Kedua iris Zidan terpaku pada lukisan di depannya. Ayana menggambar sosoknya yang tengah bermain piano di atas awan.

Gradasi gambar bercampur cat minyak begitu indah menusuk pandangan. Bagaikan tersedot ke dalamnya Zidan diam beberapa saat terpesona atas lukisan yang istrinya berikan.

Ia berjalan mendekat dan melihat jelas tulisan kecil di pojok bawah yang berbunyi, "Selamat jadi pernikahan kita yang keenam. Semoga kamu menjadi seorang pianis yang bisa menginspirasi banyak orang, aku mencintaimu: Ayana."

Zidan mendengus lalu menjatuhkan lukisan tersebut dengan posisi tengkurap.

...***...

Semalaman Ayana berpikir untuk tidak menyerah dalam rumah tangganya yang diterpa badai. Ia tidak bisa membiarkan siapa pun merusak pernikahannya yang diharapkan terjadi sekali seumur hidup. Ia harus bertahan dan menjadikan Zidan sebagai miliknya seutuhnya. Meskipun ia harus bertaruh dengan Bella, teman semasa sekolah.

Waktu itu mereka berada di kelas yang sama, tetapi keduanya tidak bisa berteman akrab. Karena Ayana yang dari kalangan kurang berada tidak sebanding dengan Bella anak dari musisi terkenal. Kasta mereka berbeda dan Ayana mengerti itu. Namun, ada satu masa membuat Ayana harus mengulurkan tangan membantu Bella.

Melupakan masa lalu, seperti biasa setelah melaksanakan kewajibannya, Ayana menyiapkan sarapan untuk sang suami. Dapur sudah seperti teman kedua baginya, di sana ia mengekspresikan perasaan lagi dan menuangkan pada masakan.

Berbagai makanan tersaji di meja, semua makanan itu adalah favoritnya ZIdan. Sudah enam tahun mereka tinggal bersama, Ayana hapal semua kesukaan dan tidak suaminya.

"Wow, kamu yang memasak ini semua? Kenapa repot-repot menyiapkan sarapan? Toh, aku dan suami kita tidak akan memakannya."

Suara anggun menyapa, Ayana membalikan badan melihat Bella berdiri di depan meja makan. Senyum mengejek begitu kentara diberikan.

"Aku tidak memasak semua ini untukmu. Aku membuatnya untuk mas Zidan, suamiku!" tegasnya.

Bella tergelak dan melipat tangan di depan dada. "Sampai kapan kamu mau bertahan di pernikahan tidak sehat ini? Bukankah sudah aku katakan jika... aku kembali maka mas Zidan akan menjadi milikku."

"Kita lihat saja siapa yang menang," jawab Ayana tidak mau kalah.

Tidak lama berselang sosok pria yang dibicarakan pun datang. Aroma maskulin menyapa penciuman mereka. Ayana melengkungkan bulan sabit sempurna dan berjalan mendekat.

"Biar aku pasangkan dasinya, Mas," ucapnya seraya hendak mengambil dasi yang tengah Zidan teng-teng.

Namun, Bella langsung menyambarnya cepat tanpa memberikan kesempatan.

"Kamu tidak usah susah payah membantu, biarkan Bella yang melakukannya," kata Zidan kemudian.

Bella tersenyum puas dan memunggungi Ayana untuk memasangkan dasi di kerah kemeja suaminya.

Melihat pemandangan itu bagaikan tersayat sembilu, Ayana tidak kuasa menyaksikan adegan romantis tepat di hadapannya. Ia melarikan diri dengan melanjutkan memasak.

"Sayang, bagaimana jika hari ini kita sarapan di luar? Sudah lama aku tidak memakan makanan negara kita," ajak Bella.

"Aku memang sudah memikirkannya. Aku ingin mengajakmu makan di luar... aku bosan terus memakan makanan rumahan," jawab Zidan.

Mendengar penuturan tersebut Ayana menghentikan pergerakannya. Ia membalikan badan lagi melihat pandangan penuh cinta dari kedua sosok itu.

"Tapi Mas, aku sudah buat makanan kesukaanmu," ujarnya menyadarkan.

Zidan menoleh sekilas ke arah meja lalu menatapnya lekat. "Mulai hari ini makanan itu bukan makanan kesukaanku lagi. Aku sangat membencinya, terlebih kamu yang membuatnya."

Bak kaca pecah hatinya terkoyak seketika. Ayana diam mematung atas sikap dingin sang suami berikan.

"Ayo Sayang kita pergi," ajak Zidan seraya melingkarkan tangan di pinggang ramping Bella.

Wanita itu tersenyum penuh kemenangan sambil melirik Ayana. Tanpa perasaan keduanya pun meninggalkan rumah begitu saja.

Lagi dan lagi air mata mengalir tak tertahankan. Ayana menjatuhkan spatula dan membiarkan dirinya terduduk di atas marmer yang dingin.

Ia menangis semua usahanya dari tadi terbuang percuma. Suaminya benar-benar berubah, ia semakin dingin dan tidak berperasaan. Tanpa hati, Zidan terang-terangan menorehkan luka tak kasat mata.

"Apa aku benar-benar sudah tidak berharga di matamu, mas? Apa yang sudah aku lakukan? Aku hanya mencintaimu saja... aku sangat mencintaimu," lirihnya.

Cinta kadang kala bisa membuat seseorang gelap mata dan tidak berpikir rasional.

Chapter 3

"Apa Dok, sa-saya hamil?"

Pemberitahuan dari dokter membuat Ayana tidak percaya. Sudah enam tahun lamanya ia menunggu kehadiran sang buah hati, tetapi saat ini keberadaannya begitu sulit diterima. Ia bukan tidak bersyukur, hanya saja di keadaan sekarang tidak memungkinkan berita bahagia menjadi kebaikan.

"Itu benar Nyonya Ayana, Anda tengah mengandung dan usianya baru tiga minggu," jelas Dokter Hana mengembangkan senyum.

Ayana terdiam beberapa saat memandangi tulisan yang menjelaskan kondisinya saat ini. Ia mendongak membalas tatapan dokter kandungan di hadapannya.

"Te-terima kasih," gugupnya.

"Selamat yah, kamu akan menjadi seorang ibu. Lain kali silakan datang bersama Zidan, semoga kalian berdua menjadi orang tua yang berbahagia menantikan si malaikat kecil," ujar Dokter Hana riang selaku dokter pribadi keluarga Ashraf. "Kamu juga jangan terlalu capek dan stres, itu bisa berpengaruh pada perkembangan janin," lanjutnya.

Ayana hanya bisa mengangguk pelan dan kembali berterima kasih. Setelah itu ia pun keluar sambil menggenggam surat hasil tesnya.

Helaan napas berat terdengar kala ia sudah meninggalkan gedung rumah sakit. Menapaki jalanan seperti melangkah di atas pecahan kaca.

Air mata menitik, entah itu karena ia bahagia bisa mendapatkan kabar atas kehamilannya atau kepedihan mengenai situasinya saat ini.

Tiga puluh lima menit berselang, Ayana tiba di bangunan megah yang ditinggalinya bersama sang suami. Ia menengadah memandangi rumah yang sudah enam tahun menaungi dirinya. Sekarang ada penghuni baru di sana, ia enggan untuk masuk dan melihat kebersamaan mereka.

"Apa aku harus memberitahu Mas Zidan mengenai anak ini?" lirihnya, ia menunduk ke bawah melihat perut yang masih rata.

Tangan kananya terangkat membelai permukaannya pelan, "Sayang, apa kamu mau memberitahu Ayah mengenai kehadiranmu di dalam sini? Apa Ayah akan memperlakukan kita dengan baik setelah kamu hadir?" Ia terus berceloteh dengan sang jabang bayi mengenai kegundahannya.

Beberapa saat kemudian ia pun memberanikan diri untuk melangkah masuk. Pintu jati besar terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah sang suami bersama istri barunya.

Bella sudah menjadi madunya selama dua bulan. Rutinitas itu bagaikan candu yang mengaduk perasaan. Sakit, keduanya tidak punya hati sering mengumbar kemesraan tepat di depan matanya.

"Mas." Panggil Ayana pelan.

Zidan yang tengah menerima suapan buah anggur dari Bella pun menoleh singkat.

"Iya?" jawabnya.

"Malam ini... malam ini bisakah kamu tidur bersamaku? Sudah lama sekali kita tidak menghabiskan waktu bersama. Ada sesuatu yang ingin aku katakan juga," jelasnya kemudian.

Ayana tidak menyangka jika permintaannya dikabulkan sang suami.

"Baiklah, aku hanya akan melakukan kewajiban sebagai suamimu saja," jawab Zidan acuh tak acuh.

Ayana tersenyum sekilas dan melangkahkan kaki dari hadapan mereka. Terlalu lama ia berdiri di sana sama saja memberikan santapan duri tajam pada hatinya. Ia berusaha tenang untuk tidak memikirkan keberadaan Bella. Saat ini ada sang jabang bayi yang harus ia pikirkan baik-baik.

"Kenapa Mas menyetujui permintaannya? Nanti malam aku tidur sendirian... aku tidak mau," keluh Bella dengan mengerucutkan bibir.

"Sayang, jangan merajuk seperti itu nanti cantiknya hilang. Aku hanya menemaninya sampai tertidur dan akan kembali padamu. Tunggu aku jangan sampai kamu tidur duluan," balas Zidan lalu mencubit dagunya gemas.

Bella mengangguk senang dan bersandar di dada bidang sang suami. Kebersamaan mereka merupakan gambaran pasangan suami istri yang saling mengasihi. Di balik itu ada isak tangis dari bunga air mata yang setiap malam tersedu.

...***...

Jam sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam. Sedari tadi Ayana terus menunggu suaminya di tempat tidur dengan gelisah.

Berkali-kali ia memikirkan apa yang harus dilakukannya mengenai kabar membahagiakan tersebut. Ia tidak yakin jika Zidan merasakan hal yang sama.

Di tengah kebimbangannya pintu kamar terbuka, Zidan masuk menggunakan piyama yang sama dengan miliknya.

Lengkungan bulan sabit pun terpancar, perasaan Ayana menghangat melihat sang suami berjalan mendekat. Setibanya di hadapannya Zidan menunduk memberikan kecupan singkat di dahi lebarnya.

Ayana mematung dengan manik melebar sempurna. Ia semakin yakin untuk memberitahukan berita menggembirakan tadi siang.

"Apa yang ingin kamu katakan, hm?" Zidan bersikap sangat manis malam ini.

Ayana tidak kuasa membendung kebahagiaan dan menggenggam kedua tangannya erat.

"Aku hamil, Mas. Aku mengandung anakmu," jelasnya cepat.

Seketika itu juga kedua manik jelaga Zidan melebar, tidak menyangka apa yang dikatakan Ayana. Melihat sang suami diam, ia pun membawa surat di atas nakas dan diberikannya pada sang kepala keluarga.

Zidan membukanya dan melihat dengan jelas jika di dalam selembar kertas itu Ayana benar-benar tengah mengandung.

"Kamu hamil tiga minggu? Bagaimana bisa? Bukankah selama dua bulan ini kita tidak berhubungan?" tanya Zidan beruntun.

"Apa Mas lupa? Tiga minggu lalu kita berhubungan? Mas masuk ke dalam kamar ini dan tidur bersamaku," jelas Ayana tidak kalah sengit.

Zidan beranjak dari duduk mengusap wajah gusar. Ia tidak menyangka keletihannya setelah bekerja malam itu membuatnya melakukan kesalahan.

Ia lupa jika Ayana masih tidur di kamar utama. Ia kembali menoleh melihat senyum mengembang di wajah cantik sang istri.

"Apa yang harus aku lakukan?" cicitnya pelan.

Ayana menautkan kedua alis tidak mengerti. "Bukankah sudah jelas kita akan membesarkannya bersama? Atau ... malam itu Mas mengira aku adalah Bella?"

Raut muka Zidan berubah, keseriusan pun tercetak di sana. Tanpa rasa bersalah ia mengangguk tanpa ragu.

"Apa Mas menginginkan anak ini hadir di rahim Bella? Bukankah sudah enam tahun kita menantikan buah hati?" tanya Ayana menggebu.

Zidan menarik napas panjang dan menghembuskan nya perlahan. Ia membalikan badan memunggungi Ayana yang menuntut jawaban.

"Kenapa Mas diam saja? Jawab aku, apa Mas ingin Bella yang hamil dan-"

"Iya, aku ingin Bella yang mengandung dan bukan kamu. Kenapa semua kejadian yang aku inginkan harus terjadi padamu? KENAPA?" teriak Zidan membuat Ayana terpaku.

Bibir kemerahannya bergetar menahan perih, ia tidak menyangka jika sikap manisnya beberapa menit lalu berganti kepahitan.

Sesak dalam dada memuncak hingga ke kerongkongan. Ayana menundukkan kepala tidak kuasa melihat sorot mata kebencian dari suaminya.

"Anak ini tidak salah, dia berhak hadir dan melengkapi keluarga kita," lirih Ayana.

"Dalam mimpimu, bagaimanapun pernikahan ini, kehadiranmu adalah sebuah kesalahan."

Zidan pergi setelah menorehkan luka baru tersayat di hatinya. Ayana menangis sesenggukan mencoba meredam rasa sakit di dada.

Namun, ia tidak bisa menahannya dan seketika isak tangis pun teredam di ruangan. Bunga tidak selama memperlihatkan keindahan.

Mawar, meskipun menebar keharuman dan melambangkan cinta, tetapi terdapat duri tajam yang mampu menimbulkan luka.

Bunga air mata, menggambarkan pernikahan seorang Ayana. Ia hanyalah seorang wanita yang mempunyai cinta tulus kepada suaminya, Zidan.

Perasaan itu terus tumbuh seiring berjalannya waktu, tetapi ketulusan selama enam tahun berbuah kesengsaraan. Ia sangat mencintai dan menyayangi sang suami, dirinya rela dipermainkan serta tidak dianggap keberadaannya. Namun, hanya satu yang ia inginkan... anak ini harus diakui oleh Zidan bagaimanapun caranya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!