"Boleh ya, Sayang? Udah lama aku nggak ngumpul bareng teman-teman, apalagi yang ulang tahun ini akan pindah ke luar negeri minggu depan. Aku pengen ngucapin salam perpisahan juga sama dia," ujar Naura pada sang suami yang saat ini sedang berbicara di telfon.
Suaminya yang bernama Raka Putra Aditya itu sedang berada di luar negeri sejak dua hari yang lalu. Walaupun begitu, Naura tetap meminta izin sang suami jika ingin pergi ke suatu tempat atau melakukan sesuatu.
"Harus banget gitu kamu datang, Ra? Aku khawatir, Sayang, apalagi kamu lagi hamil," ucap Raka dari seberang telfon.
"Aku nggak akan macam-macam, Sayang. Aku juga perginya sama Nayra kok, boleh ya?" bujuk Naura memelas.
"Ya udah, tapi ingat! Jaga diri, jangan minum alkohol, jangan pulang terlalu malam!" ucap Raka akhirnya yang membuat Naura tersenyum senang.
"Terima kasih, Sayang. I love you so much," ucap Naura yang membuat sang suami terkekeh.
"Love you more, Naura. Ya udah, nanti aku telfon lagi karena sekarang aku lagi sibuk banget, ingat pesanku yang tadi, okay?"
"Siap, Kapten."
Setelah berbicara dengan sang suami, Naura segera mengirimkan pesan pada Nayra yang merupakan suadara kembarnya. Naura meminta dijemput sekarang karena Raka sudah memberinya izin untuk pergi.
Sambil menunggu Nayra datang, Naura segera bersiap-siap. Ia memakai gaun yang cukup terbuka, make up-nya pun cukup tebal. Naura adalah wanita berkelas yang sangat memperhatikan penampilan, sejak remaja Naura mulai menunjukan minatnya terhadap dunia fashion, dan di usianya yang ke 20 tahun ia sudah membuka butik dengan bantuan dana dari kedua orang tuanya.
Dua tahun yang lalu Naura bertemu seorang pria saat ia menghadiri ajang peragaan busana, pria itu adalah Raka yang kini sudah menjadi suaminya. Pernikahan mereka baru berjalan satu tahun, tentu itu adalah pernikahan yang membuat Naura merasa sempurna apalagi setelah ia dinyatakan hamil.
Raka dan mertua Naura begitu memanjakannya dan memberikan berbagai macam hadiah yang tak murah. Bahkan, dua minggu yang lalu Naura diberikan tas ber-merk dengan harga ratusan juga, seminggu setelahnya Naura kembali diberikan hadiah berupa jam tangan yang harganya juga ratusan juta.
Raka adalah putra tunggal dari pasangan konglomerat, Tuan Aditya dan Nonya Susmita. Selain kaya raya, Raka juga sangat tampan, penuh kharisma dan ia memiliki segudang prestasi dari masa sekolah sampai di dunia bisnis. Naura sangat yakin, setiap wanita pasti iri padanya karena ia memiliki hidup yang begitu sempurna dan dikelilingi orang yang sempurna.
Tak berselang lama, terdengar suara klalson mobil. Sebelum turun, Naura masih berlengggok di depan cermin, memastikan penampilannya apakah sudah sangat sempurna atau belum. "Ck, warna lipstik ini terlalu pucat," gumam Naura, ia pun segera memoleskan lipstik dengan warna merah menyala di permukaan bibirnya.
Sementara di luar, Nayra menunggu sang kakak dengan sabar. Berbeda dengan Naura, Nayra berpenampilan sangat sederhana dengan polesan make up tipis.
Nyonya Irna dan Tuan Desta di karunia dua putri kembar yang sangat cantik, Naura Azkia dan Nayra Zaskia. Keduanya memang kembar identik yang di lahirkan dengan selisih dua menit saja, walaupun begitu karakter keduanya sangat berbeda, seperti hitam dan putih. Naura adalah pribadi yang perfeksionis, keras kepala dan ambisius. Sedangkan Nayra adalah pribadi yang tenang, lemah lembut dan apa adanya. Saat ini Nayra masih kuliah di bidang kedokteran hewan. Menjadi Dokter hewan adalah cita-citanya sejak kecil karena Nayra adalah pecinta hewan meskipun tak satupun dari keluarganya yang berprofesi menjadi Dokter apalagi Dokter hewan.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Naura datang, Nayra berdecak melihat penampilan sang kakak. "Padahal kita cuma mau makan malam aja, Ra, penampilanmu udah kayak mau ke pesta menteri," gurau Nayra saat Naura sudah masuk ke mobilnya.
"Kenapa? Apa ini terlalu mewah, Nay?" tanya Naura yang langsung di jawab dengan anggukan kepala oleh Nayra. "Tapi kamu 'kan tahu sendiri, Nay, aku tuh nggak bisa kalau berpenampilan biasa aja. Berasa kayak mau tidur," ujar Naura yang hanya ditanggapi dengan senyum tipis oleh Nayra.
Nayra melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia memutar musik untuk menemani perjalanan mereka yang mungkin butuh waktu 20-25 menit untuk sampai di tempat tujuan.
"Cincin tunangan kamu bagus banget, Nay, sepertinya Bian nggak akan memberikan barang murah dan biasa aja buat kamu," ujar Naura saat tatapannya tertuju pada cincin pertunangan Nayra.
"Hem, selera Bian memang bagus," sahut Nayra singkat.
Bian adalah seorang pelukis yang juga merupakan senior Naura saat ia kuliah di Kedokteran umum dulu, mereka sudah lama menjalin kasih dan dua bulan yang lalu mereka memutuskan untuk bertunangan.
"Kayaknya Bian bukan pria yang posesif ya, Nay, dia selalu mengizinkan kamu pergi kemana aja sama siapa aja. Beda sama Raka, dia tuh posesif banget, apalagi sejak aku hamil," ungkap Naura membanggakan diri.
"Wajar kalau Raka posesif, Ra, kamu sudah jadi istrinya. Kalau Bian memang nggak posesif, dia tipe pria yang tenang dan percaya banget sama pasangan," ujar Nayra sambil membayangkan tunangannya yang sangat ia cintai. Bian memang bukan pria yang posesif, tapi Nayra tahu Bian sangat mencintainya lebih dari apapun.
Tak berselang lama keduanya sudah sampai di tempat tujuan, mereka disambut dengan hangat oleh teman-teman mereka. "Oh ya, ini hadiah ulang tahun dari aku. Semoga kamu suka, ya. Harganya nggak murah lho, aku beli di Paris khusus buat kamu, Nit," ujar Naura pada Nita, temannya yang sedang berulang tahun.
Nita membuka hadiah dari Naura dengan tidak sabar, ternyata isinya sepasang sepatu keluaran terbaru dan harganya memang sangat mahal. "Wah, makasih banyak banget, Ra, kamu emang nggak pernah pelit kalau mau ngasih hadiah sama teman," ujar Nita girang.
"Uang segitu nggak seberapa kok," sahut Naura tersenyum sombong.
Pesta pun berjalan dengan lancar, mereka semua bersenang-senang hingga Nayra mengajak sang Kaka pulang karena jam sudah menunjukan pukul setengah 9 lewat. Naura menolak pulang, ia meminta Nayra menunggu 30 menit lagi karena saat ini Naura sedang asyik bergosip ria dengan teman-temannya.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10, kini Nayra memaksa Naura pulang. "Ingat apa pesan Raka, Ra? Ini sudah malam," bujuk Nayra sambil menguap. "Aku juga ngantuk banget," imbuhnya sambil menguap.
"Iya deh, bawel," gerutu Naura. Setelah mereka berpamitan pada Nita, mereka pun segera pulang.
Nayra yang merasa mengantuk sempat meminta Naura menyetir, tapi wanita itu menolak dengan alasan Raka melarangnya menyetir selama hamil. Akhirnya Nayra tetap menyetir, ia memutar musik yang kencang berharap bisa menghilangkan kantuknya.
Namun, sepertinya itu tidak berhasil karena semakin lama Nayra semakin mengantuk. Sementara Naura yang juga merasa mengantuk kini perlahan memejamkan mata, hingga tanpa sadar Nayra keluar dari jalur dan hampir saja dia menabrak mobil dari arah yang berlawanan. Nayra yang menyadari hal itu langsung membanting setir untuk menghindari mobil tersebut,
Namun, nahas karena ia justru menghantam sebuah truk dari arah yang sama. Kecelakaan pun tak bisa dihindari, bahkan membuat mobil mereka sampai terbalik. Kejadian itu begitu cepat, secepat kilat. Baik Nayra maupun Naura langsung kehilangan kesadaran mereka detik itu.
...🦋...
Siapkan tissue di sini? Hem, kayaknya nggak, konfliknya ringan kok, seringan novek Mahligai Cinta Zeda Humaira Emerson. Hehe.
Jangan lupa dukungannya ya teman-teman. Dan tolong tinggalkan komentar yang positif, terima kasih.
Kabar kecelakaan Nayra dan Naura sampai di telinga keluarga mereka, Raka yang saat ini ada di luar negeri juga mendengar kabar itu. Tanpa membuang waktu, Raka langsung terbang ke Indonesia untuk melihat keadaan sang istri.
Keluarga Raka juga langsung ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan menantu mereka, dan kesedihan tak bisa mereka bendung saat Dokter memberikan kabar bahwa kandungan Naura tak bisa diselamatkan.
Kabar buruk itu sudah sampai di telinga Nayra yang saat ini sudah sadarkan diri setelah pingsan lebih dari 6 jam. Nayra menangis, menyesali apa yang terjadi karena itu disebabkan olehnya. Bian yang menemani Nayra menghibur dan menguatkannya.
"Itu bukan salah kamu, Sayang. Mungkin rumah tangga Naura dan Raka memang sedang di uji," ucap Bian sembari mengusap pundak Nayra dengan lembut.
"Tapi itu salahku, Bi. Aku ngantuk, seharusnya aku bawa sopir, aku sudah membunuh calon keponakanku," lirih Nayra di tengah isak tangisnya.
"Sshhhtttt, jangan bicara begitu, Sayang. Itu nggak benar," bantah Bian sembari menarik Nayra ke pelukannya. Wanita itu pun menangis sejadi-jadinya di pelukan Bian hingga air mata membasahi kaos yang Bian kenakan.
Sementara di sisi lain, kedua orang tua Raka dan kedua orang tua Naura kini sedang menemani Naura yang lebih dulu sadar dari Naura. Wanita itu menangis saat tahu janin dalam kandungannya tak bisa diselamatkan, bahkan Naura mengadu pada para orang tua itu bahwa Nayra mengantuk saat menyetir. Terlihat jelas kekecewaan di raut wajah meraka pada Nayra, karena itulah mereka tak langsung menjenguk Nayra meskipun Nayra juga sudah sadar.
"Sabar, Nak, ini hanya sedikit ujian dalam rumah tangga kalian," tukas Nyonya Irna.
"Anakku, Ma, anakku ...." Naura berkeluh lirih sambil memegang perutnya.
"Sudah, Ra, jangan terlalu sedih, Sayang," ujar ibu mertuanya dengan lembut. "Kamu 'kan masih bisa hamil lagi nanti, jangan menangisi yang sudah pergi, ya?" Sebenarnya Nyonya Susmita juga sangat sedih karena kehilangan cucu yang selama ini ia nantikan, tapi yang terjadi sudah terjadi. Ditangisi pun takkan bisa kembali sehingga ia memilih tegar dan bersabar menunggu Naura akan hamil lagi nantinya.
...🦋...
Saat hari sudah malam dan Bian juga pulang untuk sebentar, Nayra yang merasa keadaannya sudah sedikit lebih baik meminta pada suster agar ia diantarkan ke ruang rawat Naura.
Nayra ingin tahu keadaan saudara kembarnya itu apalagi Nayra mendengar kalau orang tua mereka sudah pulang begitu juga dengan mertua Naura tapi mereka hanya menjenguk Nayra sebentar.
Saat ia sampai di depan ruang rawat Naura, Nayra mendengar Dokter membicarakan tentang pengangkatan rahim yang membuatnya shock.
Nayra pun masuk tanpa mengetuk pintu dan hal itu membuat Naura terperanjat, raut wajahnya juga terlihat panik. "Pengangkatan rahim apa maksudnya, Ra?" tanya Nayra dengan suara yang gemetar.
Naura tak bisa menjawab, lidahnya terasa kelu dan air mata kembali membanjiri pipinya. "Ra, kamu ...."
"Aku udah nggak mungkin punya anak lagi, Nay, hiks." Nayra seperti di sambar petir mendengar ucapan sang kakak. "Kecelakaan yang kamu sebabkan itu merenggut segalanya dariku, Nayra," lirih Naura di tengah isak tangisnya.
Nayra yang mendengar hal itu tak bisa berkata-kata, ia terperangah dan hanya bisa menangis. "Aku harus bilang sama Raka dan mertuaku? Oh Tuhan!" Naura terdengar begitu putus asa.
Dengan pelan, Nayra mendorong kursi rodanya mendekati ranjang sang Kakak. Tangannya yang gemetar menyentuh tangan Naura, berkali-kali ia menggumamkan kata maaf. Sepasang saudara kembar itu pun menangis tersedu-sedu hingga tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar.
"Raka?" gumam Naura saat melihat sang suami yang datang.
"Sayang," panggil Raka lirih, ia segera menghampiri Naura dan memeluknya dengan erat dan seketika tangis Naura semakin pecah. Raka mengecup kepala istrinya itu berkali-kali, berharap itu bisa sedikit menenangkan sang istri.
"Nggak apa-apa, Ra, mungkin Tuhan lebih sayang sama anak kita, makanya dia dipanggil lebih dulu," kata Raka dengan lembut, ia sudah mendapatkan kabar dari sang ibu bahwa Naura keguguran. "Ini bukan akhir dari hidup kita, Sayang. Masa depan kita masih panjang dan kita pasti akan dikaruniai anak-anak yang lucu dan pintar," tukasnya sembari menghapus air mata sang istri.
Naura melirik Nayra dan Dokter, ia menggeleng pelan, memberi isyarat agar tak memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hal itu membuat Nayra semakin bersalah, ia pun segera mendorong kursi rodanya keluar dari kamar Naura, Dokter pun mengikutinya dari belakang sehingga kini di ruangan itu hanya ada Naura dan suaminya.
Nayra tahu ini salahnya, tapi ia bisa apa? Semua sudah terjadi, waktu tak bisa diputar, yang hilang tak bisa dikembalikan.
...🦋...
4 bulan kemudian
Nayra yang saat ini sedang bersiap-siap kembali ke kampusnya tiba-tiba di datangi oleh Naura. Hal itu membuatnya cukup terkejut karena setelah tragedi malam itu Naura menjaga jarak dari Nayra, wanita itu seolah memusuhi Nayra karena menganggap hidupnya hancur karena Nayra. Sementara Nayra hanya bisa pasrah, apalagi sikap orang tuanya juga berubah setelah kecelakaan itu, seolah mereka masih sangat kecewa pada Nayra.
"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu, Nay," kata Naura.
"Silakan," sahut Nayra sembari memasukan beberapa bukunya ke dalam tas.
"Mertuaku selalu bertanya apakah aku sudah hamil atau nggak, mereka bahkan menyuruhku berkonsultasi ke Dokter kandungan kemudian melakukan program hamil."
Mendengar ungkapan kakaknya, Nayra langsung menghela napas berat kemudian berkata, "Maafin aku, Ra, aku tahu itu salahku tapi aku juga nggak bisa apa-apa."
"Sekarang kamu bisa menebus dosamu itu, Nay," ucap Naura yang seketika membuat kening Nayra berkerut dalam. "Asal kamu mau melakukan yang aku minta, aku akan maafin kamu," imbuhnya.
"Kamu mau aku melakukan apa, Ra?" Nayra bertanya dengan pasrah.
"Jadi istri Raka sampai kamu hamil dan melahirkan!"
Nayra terhenyak mendengar permintaan sang kakak, bahkan ia menahan napas selama berapa saat. Namun, kemudian Nayra tertawa kecil, menganggap Naura sedang bercanda. "Nggak lucu candaan mu, Ra," ujar Nayra.
"Kamu fikir aku bercanda, huh?" desis Naura tajam yang seketika membuat raut wajah Nayra kembali tegang. "Aku nggak mungkin bilang sama Raka dan mertuaku kalau aku nggak bisa hamil, Nay, apa kata mereka nanti?"
Nayra bergeming, mencoba mencerna apa yang sebenarnya diinginkan oleh Naura. "Aku mohon, Nay, kamu gantiin posisi aku sebagai istri Raka. Kita kembar identik, nggak akan ada yang tahu kalau kamu bukan aku. Saat kecil kita sering melakukan ini, kan?" desak Naura yang membuat Nayra semakin tercengang.
"Hanya sampai kamu punya anak, Nay, cuma satu anak," ucap Naura penuh penekanan.
"Kamu gila, Ra?" desis Nayra kemudian. "Ini nggak akan jadi bertukar peran seperti waktu kita masih kecil, Ra, ini berbeda. Dan bagaimana bisa kamu meminta adikmu ini pura-pura menjadi istri suami kamu?"
"Nggak ada jalan lain, Nayra! Aku nggak mau jadi istri yang nggak berguna, dan cuma kamu yang bisa membuat aku tetap sempurna di mata mereka!"
"Tapi apa harus dengan bertukar peran, Ra? Aku nggak mau dan aku nggak bisa!"
"JANGAN LUPA SIAPA YANG MEMBUAT HIDUPKU HANCUR, NAYRA!"
Tiba-tiba Naura berteriak, mengingatkan Nayra pada dosanya 4 bulan yang lalu. Seketika tubuh Nayra terjatuh lemas ke lantai, ia kembali mengingat tragedi yang membuat hidup suadara kembarnya hancur.
"Aku mohon, Nayra. Cuma kamu yang bisa bantu aku, kasihani aku, Dek," lirih Naura menurunkan nada bicaranya. "Kasihani Raka, dia anak tunggal, cuma dia yang bisa memberikan pewaris untuk keluarganya."
Nayra mengangkat wajahnya, ia menatap Naura yang kini berjongkok di depannya. "Okay, tapi dengan program bayi tabung," ucap Nayra dengan lirih tapi Naura menggeleng.
"Nggak, Ra. Aku mau kamu hamil normal, aku harus bilang apa sama Raka kalau kita harus program bayi tabung." Nayra semakin terhenyak mendengar penolakan Naura akan idenya.
"Kamu mau aku ... aku hamil dengan normal?" lirih Nayra tak percaya.
"Iya, harus! Semuanya harus terlihat normal, Ra. Itu akan membuat mereka bahagia!"
"Nggak mau, Naura! Aku nggak mau!" tolak Nayra mentah-mentah, ia sungguh tak habis pikir apa yang ada dalam otak kakaknya itu sampai menginginkan hal gila seperti ini.
Namun, tiba-tiba Naura memecahkan vas bunga kemudian ia mengambil pecahan vas itu dan mengarahkan ke lehernya sendiri yang membuat Nayra panik. "Naura! Jangan gila kamu!" seru Nayra.
"Lebih baik aku mati dari pada hidup tapi menjadi wanita yang nggak sempurna, Nayra!" Naura sudah menorehkan beling itu ke lehernya tapi dengan cepat Nayra merebut benda tajam itu.
"Okay, Naura! Akan aku lakukan yang kamu mau," ucap Nayra dengan begitu pasrah, hatinya terasa sesak dan sakit saat ia memberikan jawaban ini. Namun, mungkin inilah cara dia menebus dosanya pada Naura. Dengan mengorbankan dirinya sendiri.
...🦋...
Bertukar peran dengan saudara kembarnya itu bukan hal baru untuk Nayra, mereka sering melakukan ini saat mereka masih kecil. Tapi bertukar peran sebagai pasangan seseorang? Tak pernah terbersit sedikitpun dalam benak Nayra ia akan melakukan hal ini.
Nayra dan Naura sudah siap bertukar peran. Mereka sudah menyusun rencana dengan matang, Bahkan Nayra juga sudah mengajukan cuti ke kampusnya karena tak mungkin Naura menggantikan Nayra kuliah di kedokteran hewan, Nayra memilih cuti dengan alasan ingin membantu Naura di butik, dengan begitu keduanya masih sama-sama punya aktifitas. Selain itu, mereka juga menukar ponsel mereka.
Hari ini semuanya akan dimulai.
"Mama mertuaku itu cerewet banget, Nay, dia mau semuanya terlihat sempurna. Dia juga sering bertanya hal pribadi tentang rumah tangggaku, kamu jawab aja semuanya baik-baik aja," tukas Naura yang hanya ditanggapi oleh gumaman oleh Nayra. Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan ke rumah Raka.
"Kamu harus bersikap hati-hati sama mereka, jangan sampai membuat kesalahan yang akhirnya membongkar rahasia kita." Naura memperingatkan dengan tega, dia ingin semua rencananya berjalan lancar tanpa ada halangan sedikitpun.
Selain memberi tahu kebiasaan mertuanya, Naura juga memberi tahu kebiasaan Raka dan Putery karena itu yang paling penting. "Raka itu nggak suka dibantah, tapi kalau kamu tahu cara merayunya, dia akan melakukan apapun untukmu. Kalau hari minggu seperti sekarang, biasanya Raka hanya akan di rumah dan sebaiknya kamu temani dia, jangan keluyuran." Lagi-lagi Nayra hanya menggumam, pejalanan ke rumah Raka seperti pejalanan ke medan perang, sangat mendebarkan dan ia tak bisa memikirkan apapun lagi selain menerka apa saja yang akan terjadi nanti.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di rumah Raka yang cukup besar, di rumah itu Raka hanya tinggal bersama Naura dan dua pelayannya.
"Ingat pesanku, Nay!" seru Naura mengingatkan sebelum Nayra turun.
"Iya." Akhirnya Nayra bersuara setelah itu masuk ke dalam rumah, sementara Naura pulang ke rumah orang tuanya menggunakan mobil Nayra juga dengan membawa barang-barang Nayra.
Nayra begitu gugup, apalagi saat ia melihat Raka yang baru turun dari kamarnya.
"Hey, Sayang, kamu sudah pulang," ucap Raka kemudian ia mengecup pelipis Nayra yang membuat wanita itu terkesiap. "Aku fikir kamu akan pulang sore," imbuhnya.
Pagi ini Naura meminta izin pulang ke rumah orang tuanya. Raka fikir Naura akan pulang sore nanti karena biasanya Naura akan seharian di rumah orang tuanya.
Nayra tak merespon ucapan Raka, ia terlalu gugup dan takut. Nayra juga merasa bersalah pada Raka dan Bian karena Nayra telah menipu mereka sementara kedua pria itu adalah orang-orang yang sangat baik.
"Kamu kenapa?" tanya Raka sembari membelai pipi Nayra, sontak gadis itu menghindar, membuat Raka mengernyit bingung. Akan tetapi Nayra langsung berusaha bersikap tenang saat ia menyadari peran sebagai Naura sudah dimulai.
"Nggak apa-apa," jawab Nayra sambil melempar senyum kaku.
"Benaran? Kamu nggak sakit, hm?" Raka menyentuh kening Nayra dengan lembut.
"Nggak kok," jawab Nayra sambil tersenyum. Ia "Aku ke kamar dulu," ujarnya kemudian.
"Sayang, kita makan di luar, yuk?" ajak Raka, Nayra yang sudah hendak naik ke kamarnya langsung menoleh saat mendengar ajakan Raka. "Kamu sudah makan belum?" tanya Raka.
"Belum," jawab Nayra.
"Ya udah, aku mandi dulu. Habis ini kita cari makan di luar," ujar Raka. Ia merangkul Nayra dan membawanya ke kamar, gadis itu menurut saja.
Saat sampai di kamar, Raka langsung bergegas ke kamar mandi. Sementara Nayra hanya duduk di tepi ranjang, ia mencoba mengatur perasaannya yang bergemuruh. Nayra mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, kamar itu tak asing karena beberapa kali Naura pernah membawa Nayra masuk.
"Sayang?" Nayra terperanjat saat tiba-tiba terdengar suara Raka, ia menoleh dan seketika Nayra kembali membuang muka saat melihat Raka hanya menggunakan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya.
"Kira-kira kita mau makan di mana?" tanya Raka sembari mencari pakaiannya di lemari.
"Terserah kamu aja," jawab Nayra. "Oh ya, aku tunggu di bawah ya," ujarnya kemudian.
"Okay," jawab Raka santai. Sementara wajah Nayra sudah memerah dan ia melangkah cepat menuruni tangga. Nayra memegang dadanya yang berdebar kencang, ini baru hari pertama menjadi istri Raka. Bagaimana nanti?
...🦋...
Saat ini Nayra dan Raka sudah berada di jalan, Raka membicarakan tentang kedua orang tuanya yang terus mendesak Naura agar segera hamil. "Jangan ambil hati apa yang dikatakan mama, Ra, aku yakin suatu hari nanti kita akan punya anak lagi kok," ucap Raka.
"Iya, aku faham," sahut Nayra.
"Baguslah, jangan dibawa stres, yang ada nanti kamu malah sakit." Raka melirik Nayra yang sedikit lebih pendiam dari biasanya.
"Iya, Raka, terima kasih kamu sudah memahami keadaanku," ujar Nayra sambil tersenyum tulus, ia merasa Naura beruntung mendapatkan suami pengertian seperti Raka.
"Eh, Raka, berhenti!" seru Nayra yang membuat Raka harus menginjak rem dengan tiba-tiba.
"Ada apa, Ra?" tanyanya. Alih-alih menjawab pertanyaan Raka, Nayra justru turun dari mobil, ia menghampiri seekor kucing yang tampak tak sehat. Tanpa ragu Nayra menggendong kucing itu yang membuat Raka terkejut sekaligus bingung, sejak kapan Naura tak jijik pada kucing pinggir jalan? Raka berfikir ada yang aneh dengan istrinya itu.
"Raka, apa bisa kita pergi ke klinik sebentar? Kaki kucing ini patah, badannya juga lemas banget," papar Nayra terlihat cemas, hal itu membuat Raka semakin bingung karena baru kali ini Naura perduli pada binatang jalanan.
"Okay," jawab Raka. "Kok tumben kamu mau nolong kucing, Ra?" tanya Raka kemudian yang membuat Nayra terdiam sejenak, ia baru teringat bahwa Naura begitu jijik pada binatang pinggir jalan.
"Kasian aja, kalau kucing ini mati nanti gimana? Nayra pernah bilang, kalau kita harus perduli pada sesama makhluk di dunia ini. Biarkan semesta yang akan membalas kebaikan kita nanti, " tukas Naura berharap Raka percaya.
"Hem, benar juga," sahut Raka sambil tersenyum.
...🦋...
Sementara di sisi lain, Bian mengajak Nayra berkencan, ia sudah sangat merindukan tunangannya itu karena akhir-akhir ini keduanya sama-sama selalu sibuk jadi mereka jarang bertemu.
Saat Bian menjemput Nayra di rumahnya, ia mengernyit bingung karena Naura ber-make up cukup tebal. Bahkan, wanita itu juga memakai baju seksi.
"Hay," sapa Naura saat sudah masuk ke dalam mobil Bian.
"Kok tumben kamu dandan dan pakai baju begini, Sayang? Udah kayak Naura aja," ujar Bian yang membuat Naura tercengang. Ia lupa bahwa sekarang dirinya adakah Nayra, saudara kembarnya yang selalu berpenampilan sederhana dengan make up tipis.
"Emm ... iya, aku cuma mau nyoba pakai baju yang dibelikan Naura," jawab Naura sedikit gugup. "Gimana? Cocok nggak?" tanyanya untuk mencairkan suasana hatinya yang sedikit tegang.
"Cocok, seksi," goda Bian sambil mengedipkan sebelah matanya, sementara Naura hanya bisa melempar senyum kaku.
"Hampir saja," gumam Naura dalam hati sambil menghela napas lega.
...🦋...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!