Di sebuah rumah bergaya bangunan rumah mewah ala Turki, terlihat ada banyak sekali orang di sana. Semua orang terlihat menggunakan pakaian yang begitu rapi serta terlihat elegan dengan rona wajah yang memancarkan kebahagiaan.
Emirhan adalah pemilik dari rumah mewah tersebut. Emirhan adalah konglomerat asal Turki yang berhasil mengembangkan bisnis pariwisata hingga ke berbagai negara lainnya.
Pria itu jatuh cinta dengan wanita asal Indonesia bernama Renata, wanita cantik dari keluarga sederhana asal kota Jambi.
Emirhan dan Renata mempunyai tiga orang anak. Anak pertama mereka kembar, keduanya berjenis kelamin laki-laki diberi nama Zayan dan Zavier Emirhan. Sedangkan anak bungsu mereka berjenis kelamain perempuan bernama Zara Emirhan.
Hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk mereka, karena hari ini adalah hari pernikahan dari putri bungsu keluarga Emirhan, yaitu Zara Emirhan.
Di tempat yang telah disiapkan, terlihat seorang pria bernama Arjuna Aditya Nugraha sudah bersiap di meja akad bersama wali nikah. Pria yang kerap disapa Juna itu terlihat sangat tenang, meskipun pada kenyataannya dia merasa sangat gugup.
Tak berselang lama kemudian, Zara Emirhan yang tampil dengan sangat anggun dalam balutan busana bernuansa putih mulai terlihat. Semua pandangan tertuju pada wanita yang terlihat sangat cantik tersebut. Perpaduan yang sempurna dari Emirhan dan Renata sehingga melahirkan putri yang begitu cantik seperti Zara.
Arjuna yang turut terpesona menatap Zara, seketika mengalihkan pandangannya saat matanya bertemu dengan sepasang mata cantik milik Zara. Juna merasa semakin gugup, jantungnya semakin berdetak kencang, saat melihat Zara perlahan menghampirinya dan duduk tepat di sisinya.
Serangkaian acara akad nikah mulai digelar dengan diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Quran tentang pernikahan dan dilanjutkan dengan prosesi ijab kabul sebagai puncak dari acara tersebut.
"Bismillahirrahmanirrahim... Saya nikahkan dan kawinkan ananda Arjuna Aditya Nugraha bin Candra Nugraha, dengan putri saya yang bernama Zara Emirhan binti Emirhan dengan mas kawin berupa satu set perhiasan emas seberat 75 gram bertahtakan berlian sebanyak 9 karat dan seperangkat alat sholat dibayar tunai," ucap Emirhan selaku wali nikah.
"Saya terima nikah dan kawinnya Zara Emirhan binti Emirhan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," jawab Juna dengan sangat lancar dan lantang membuat semua orang yang mendengar merasa lega, terharu, dan tentu saja bahagia mendengarnya.
Beberapa jam berlalu, acara dilanjutkan dengan resepsi pernikahan yang langsung diadakan di hari dan tempat yang sama.
Wajah bahagia terlihat dari semua orang terutama Zara dan Juna yang terus saja memberikan senyuman pada setiap orang yang memberikan selamat pada mereka.
Setelah serangkaian acara inti telah selesai, sekarang terlihat semua orang terlihat santai saat hampir semua tamu undangan telah pergi menyisakan keluarga dari kedua belah pihak mempelai.
"Kamu bahagia?" tanya Zayan yang berdiri di sebelah kiri Zara.
"Aku sangat bahagia, Kak." Zara menoleh, memberikan senyum terbaiknya.
"Kalian juga bahagia, bukan?" tanya Zara menatap bergantian pada kedua pria yang tengah mengapitnya.
"Tentu saja kami akan merasa bahagia saat melihatmu bahagia, Za. Kebahagianmu yang utama dalam hidup kami," jawab Zavier menatap dengan tatapan berkaca-kaca pada Zara.
"Jangan membuat suasana bahagia ini menjadi sedih. Ayo kita kembali mengabadikan momen bahagia ini!" ajak Zayan pada Zavier dan Zara.
Disisi lainnya, Juna yang saat ini tengah bersama Haikal–sahabatnya, sama-sama tengah menatap ke arah Zara dan kedua kakak kembarnya.
"Kamu lihat? Dia benar-benar seperti seorang bidadari. Sangat cantik, suci, dan bersih. Kamu benar-benar beruntung mendapatkan Zara sebagai istrimu," ucap Haikal pada Juna yang berdiri di sampingnya.
"Kamu tidak merespon? Apa kamu berpikir hal yang berbeda? Jangan katakan kamu tidak dapat melihat kecantikannya?" ucap Haikal lagi, memutar tubuhnya menghadap Juna saat Juna hanya terdiam tanpa menanggapi ucapannya.
"Respon seperti apa yang harus aku berikan di saat Laura pasti tengah menangis saat ini?" tanya Juna, membuat Haikal menatap tak percaya padanya.
"Kalian masih berhubungan?" Haikal benar-benar terkejut saat respon dari Juna secara tidak langsung menjawab jika Juna dan wanita bernama Laura masih memiliki hubungan.
"Aku mencintainya. Bagaimana bisa aku meninggalkannya?" ucap Juna.
"Lalu kenapa kamu menikahi Zara jika pada akhirnya kamu hanya akan menyakitinya?" tanya Haikal lagi pada Juna yang kembali terdiam, tanpa menjawab pertanyaannya.
ernikahan yang terjadi karena perjodohan menjadi pernikahan yang membahagiakan untuk Zara. Namun tidak untuk Arjuna yang terpaksa menerimanya. Tidak akan ada yang menyangka jika Juna tidak menginginkan pernikahan tersebut, sebab selama acara berlangsung Juna juga selalu terlihat tersenyum, memasang wajah bahagia menghadapi semua orang yang ada di acara pernikahannya.
Semua itu Juna lakukan untuk menjaga nama baik keluarganya, Juna terpaksa melakukan itu semua. Juna yang sangat menyayangi kedua orang tuanya, tentu saja tidak akan bisa menolak keinginan kedua orang tuanya yang untuk pertama kalinya meminta sesuatu kepadanya.
Sedari kecil, Juna selalu hidup dengan penuh kasih sayang tanpa kekangan dari kedua orang tuanya. Hal itu pula yang membuat Juna tidak dapat menolak permintaan kedua orang tuanya, untuk menikahi menantu pilihan mereka, meskipun jauh di lubuk hatinya Juna sangat ingin menolak, karena Juna sudah memiliki seseorang yang menempati hatinya.
'Maafkan aku Laura, ini semua terjadi karena aku yang terlalu lalai. Harusnya aku tidak menunda untuk memperkenalkan kamu dengan keluargaku, harusnya aku segera menikahimu. Sekarang semua sudah terjadi, tapi percayalah, apapun yang terjadi kamu tetap akan memiliki tempat teristimewa di dalam hatiku dan akan selalu kamu,' ucap Juna dalam hati.
Juna mengenang setiap hal yang sudah dilaluinya bersama Laura. Wanita yang sangat dicintainya. Hingga saat ini pun mereka masih terus bersama. Juna akui jika dia salah dengan masih menjalin hubungan bersama Laura meskipun Juna sadar statusnya saat ini yang sudah menjadi suami dari wanita lain. Wanita baik yang sama sekali tidak pantas untuk disakiti.
Sosok Laura dan Zara sangat jauh berbeda. Jujur Juna katakan jika Zara mungkin lebih unggul dari Laura, tetapi cinta yang Juna miliki untuk Laura sama sekali tidak memandang semua perbedaan itu.
Juna akui Zara adalah wanita yang sangat cantik dan Baik. Dari semua hal gadis itu terlihat sempurna. Juna akui juga dia sangat beruntung, karena mempunyai Istri seperti Zara.
Namun, kembali kepada hati. Hatinya sudah terisi oleh nama wanita lain sehingga semua keberuntungan tersebut tidaklah berarti untuk Juna.
Juna yang saat ini tengah memejamkan matanya, kembali mengingat kejadian dua minggu yang lalu saat kedua orang tuanya membicarakan tentang perjodohannya dengan Zara.
Hari itu, dengan senyum mengembang di wajahnya. setelah menghabiskan waktu seharian bersama Laura–kekasihnya, Juna pulang ke rumah utama milik keluarga Nugraha, rumah orang tuanya yang berada di pinggiran kota.
"Aku akan mempersiapkan semuanya. Aku juga akan coba meyakinkan kedua orang tuaku untuk menerimamu sebelum aku membawamu menemui mereka. Setelah itu kita akan menikah dan menjalani kehidupan yang jauh lebih bahagia." Juna teringat akan janjinya pada Laura satu jam yang lalu dan itu membuat Juna semakin bersemangat untuk bertemu kedua orang tuanya.
"Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," ucap Lili, menghela nafas lega menatap putra semata wayangnya.
"Mah, Pah," sapa Juna mencium tangan kedua orang tuanya.
"Sayang, duduk dulu! Ada yang mau kami bicarakan," pinta Lili pada Juna, sembari menepuk pelan ruang kosong sofa di sebelahnya
"Ada apa, Mah, Pah? Kenapa kelihatannya ada hal yang serius? Apa terjadi sesuatu?" tanya Juna setelah duduk di samping Lili.
"Jangan marah, jangan mengambil kesimpulan tanpa meminta kejelasan. Dengarkan dulu ucapan Mama." Lili menjeda sejenak ucapannya.
"Usiamu tahun ini sudah tiga puluh tahun. Kamu juga belum mengenalkan satu wanita pun pada kami. Papa dan Mama menyukai seorang wanita yang tak lain adalah anak dari kenalan kami. Kami berniat menjodohkan kamu dengan putrinya. Apa kamu bersedia?" ucap Candra langsung bertanya pada Juna yang terdiam membeku mendengar ucapan papanya. Raut wajah bahagia yang sebelumnya terlihat dari Juna, berubah menjadi muram dan itu disadari oleh kedua orang tuanya.
"Mama sangat menyukainya, Nak. Mama sangat berharap dapat menjadikannya sebagai menantu Mama," Sahut Lili menimpali ucapan suaminya. Membuat Juna yang baru saja akan menolak, dan mengatakan bahwa dia sudah mempunyai kekasih hanya bisa menelan pahit kalimat yang sudah siap untuk diucapkannya.
"Apa kalian sudah yakin dia wanita yang baik untukku?" tanya Juna menahan gemuruh di hatinya.
"Percayalah, tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya dalam hal yang tidak baik. Kami sangat mengenal keluarganya, kamu juga mengenalnya. Kami juga yakin kamu akan menyukainya, karena tidak ada yang tidak menyukainya," jawab Lili menatap penuh harap kepada Juna yang semakin sesak mendengar ucapan Mamanya.
"Siapa dia, Mah? Kenapa kalian bisa berkata aku mengenalnya? Jangan bilang dia temanku! Aku tidak mungkin menikahi temanku" tanya Juna berusaha untuk terlihat tenang sambil mengusap tangan ibunya.
"Zara, putri dari keluarga Emirhan." Lili terlihat bahagia menyebut nama wanita yang sangat diharapkannya menjadi menantu itu.
Jantung Juna berdetak kencang mendengar nama yang keluar dari bibir ibunya.
Bukan tanpa sebab, keluarga Nugraha dengan keluarga Emirhan memang mempunyai hubungan yang baik. Walaupun Juna hanya beberapa kali bertemu dengan keluarga Emirhan, tetapi Juna sangat tau jika sedari putri Emirhan kecil, Ibunya sangat menyukai gadis itu, Ibunya juga selalu memuji dan membicarakan sosok Zara sejak dulu hingga sekarang.
Dari cara dan kasih sayang yang diberikan kedua orang tuanya selama ini kepada Zara, Juna sama sekali tidak berfikir jika pada Akhirnya mereka akan dijodohkan. Juna hanya berfikir kedua orang tuanya menyayangi Zara seperti putri mereka sendiri. Dan tidak pernah terpikirkan olehnya jika kedua orang tuanya akan menjadikan Zara sebagai menantu dalam keluarga Nugraha.
"Arjuna, kami janji ini adalah permintaan pertama dan terakhir kami. Setelah ini Papa dan Mama tidak akan meminta apapun darimu. Apa kamu bisa mengabulkan keinginan kami?" tanya Lili lagi dengan mata berkaca-kaca penuh harap kepada Juna.
"Kenapa harus terlihat tegang seperti ini, Pah, Mah? Aku akan menikahi siapapun yang menjadi pilihan kalian," Jawab Juna mantap tersenyum pada kedua orang tuanya yang juga terlihat begitu bahagia mendengar ucapannya.
Juna tersadar dari lamunan masa lalunya saat merasakan getar dari ponsel yang berada di saku celananya. Juna bergerak mengambil ponselnya dan melihat nama seseorang yang mengirimnya pesan. Juna sama sekali tidak menjawab pesan dari kekasihnya, sebab Juna sangat yakin jika dia tidak akan bisa mengabaikan Laura jika Laura memintanya datang.
'Aku harus mengabaikanmu untuk saat ini, sayang. Aku tidak mungkin meninggalkan Zara saat ini,' batin Juna lalu kembali memejamkan matanya, seakan memanfaatkan waktu dalam perjalanan menuju rumahnya dengan beristirahat.
Zara yang duduk tepat di samping Juan, menatap lekat wajah pria yang saat ini sudah berstatus sebagai suaminya itu.
Untuk pertama kalinya Zara dapat melihat wajah seorang pria tanpa perasaan takut akan dosa. Rasa penasaran tentu saja menyelimuti Zara saat melihat seseorang menghubungi suaminya, tetapi melihat respon Juna yang terlihat enggan dan lelah membuat Zara hanya bisa diam tanpa berkata apapun.
Zara tersenyum menatap wajah tampan suaminya yang sedang terpejam itu.
Zara berpikir jika saat ini suaminya mungkin saja tidur akibat kelelahan setelah acara pernikahan mereka hari ini. Namun, dibalik itu semua, Zara sama sekali tidak tahu jika dugaan Zara salah besar. Karena saat ini Juna sama sekali tidak tidur, melainkan Juna sedang memikirkan dan membayangkan wajah wanita yang dicintainya yang pasti bukanlah Zara.
"Aku tahu kita tidak pernah saling mengenal seperti pasangan lainnya, Mas. Namun aku berjanji akan berusaha menjadi Istri yang baik untukmu. Aku akan memberikan semua yang terbaik untukmu, hingga kata menyesal menikahiku tidak akan pernah terucap dari bibirmu, Mas," ucap Zara sangat pelan, tapi terdengar jelas di telinga Juna.
Juna semakin merasa sesak mendengar ucapan Zara saat Juna sadar jika dia tidak akan pernah bisa membalas Zara, sebab cintanya sudah dimiliki oleh Laura.
'Maafkan aku jika nanti kata menyesal menikahiku itu justru akan terucap dari bibirmu. Maafkan aku, Zara,' jawab Juna dalam hati.
Mobil yang membawa Juna dan Zara memasuki sebuah pekarangan rumah yang terlihat cukup besar. Meskipun tidak sebesar kediaman keluarga Emirhan dan Nugraha, tetapi rumah yang saat ini ada dihadapan mereka merupakan rumah yang terlihat sangat mewah dan elegan dengan perpaduan warna putih dan emas.
"Mas," ucap Zara dengan begitu lembut pada Juna yang terlihat masih setia memejamkan matanya.
Juna yang mendengar suara Zara membuka perlahan matanya, dan baru menyadari jika mereka saat ini sudah tiba ditempat tujuan.
"Ayo turun!" ajak Juna tanpa menatap Zara.
Di depan pintu rumah, terlihat beberapa pelayan yang sudah berdiri di sana menyambut kedatangan majikan mereka. Zara dengan cepat keluar dari mobil menyeimbangkan langkahnya dengan Juna.
"Selamat datang. Tuan, Nyonya," sapa para pelayan yang ada di sana dengan ramah menunduk sopan pada Juna dan Zara.
"Assalamualaikum...," ucap Zara tersenyum pada semua yang menyambut mereka. Kesan pertama yang baik Zara berikan pada semua pelayan yang terlihat menyukainya sejak pandangan pertama.
"Waalaikumsalam... Nyonya, Tuan." Para pelayan mengulang kembali sambutan mereka saat merasa salah dengan cara sambutan mereka.
"Za. Kenalkan, ini Bi Ina dan Bi Emi. Mereka yang bertugas membantu membersihkan rumah, ini Bi Desi yang memasak. Dan Ini pak Harto dan Pak Raden yang bertugas membersihkan pekarangan rumah sekaligus menjaga keamanan rumah ini," ucap Juna memperkenalkan semua pekerja yang ada di sana.
"Baik Mas," ucap Zara menanggapi penjelasan Juna, lalu menatap para pelayan.
"Salam kenal semuanya. Saya Zaara, kalian bisa panggil Zara. Semoga kita bisa saling membantu, dan merasa cocok satu sama lain," ucap Zara ramah kepada semua dengan memberikan senyum manis di wajahnya, yang dapat membuat siapapun terpesona akan senyumannya, tak terkecuali Juna yang saat ini juga menatap kagum pada kecantikan serta kesederhanaan istrinya.
Ya istri, mengingat kata istri, membuat Juna tersadar dan langsung mengalihkan pandanganya. 'Ingat Laura!' batinnya.
"Selamat untuk pernikahan Tuan dan Nyonya, semoga menjadi keluarga yang selalu dilimpahkan kebahagiaan dan semoga segera diberikan momongan agar rumah ini terasa lebih ramai dengan kehadiran nona dan tuan muda kecil," ucap salah satu pelayan dengan tulus memberikan selamat dan doa untuk sang majikan.
"Terima kasih banyak, Bi." Zara menanggapi dengan senyuman yang selalu setia menghiasi wajahnya.
"Ayo ke atas! Kamu pasti lelah," ajak Juna yang mulai merasa tidak nyaman mendengar ucapan selamat dan doa dari para pelayan.
"Lanjutkan pekerjaan kalian!" Titah Juna tegas sebelum masuk ke dalam rumah dan menaiki anak tangga diikuti oleh Zara yang mengekor di belakangnya.
Keduanya tiba di depan kamar Juna. Pintu dibuka oleh Juna dan perlahan mereka berdua masuk ke dalamnya.
Zara menatap kagum pada kamar barunya yang akan ditempati bersama Juna. Mengingat fakta itu, tiba-tiba semburat merah muncul menghiasi pipi Zara.
'Ya ampun Za, apa sih yang kamu pikirkan?' ucap Zara dalam hati menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ada apa?" tanya Juna bingung menatap tingkah Zara yang terlihat aneh.
"Tidak, Mas. Tidak ada apa-apa," jawab Zara pelan dengan wajah yang semakin merona.
Rapi, bersih, luas dan tentunya mewah. Itulah kesan pertama Zara pada kamar barunya. Persis seperti pribadi Juna yang begitu rapi.
"Barang-barangmu mungkin sudah di dalam walk in closet. Beberapa kebutuhanmu juga sudah disiapkan di sana.
Bilang saja padaku jika ada yang kurang," kata Juna menunjuk ke arah pintu yang disebut walk in closet, sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah Juna menghilang di balik pintu kamar mandi. Zara segera menuju walk in closet yang ditunjuk oleh Juna.
Kagum. Tentu saja Zara kembali terkagum pada isi Walk in closet tersebut, yang sudah tersusun rapi apapun kebutuhan dirinya. Mulai dari pakaian, tas, sepatu, serta aksesoris dan barang lainnya.
Hal yang membuat senyum Zara semakin merekah adalah, saat melihat jika pakaian serta kebutuhan lain dirinya berada dalam satu ruangan yang sama dengan pria yang dicintainya.
"Astagfirullah....," ucap Zara yang masih diam mengagumi ruangan perlengkapan mereka terkejut saat Juna yang tiba-tiba masuk, dan melewati dirinya hanya dengan menggunakan handuk kecil yang melilit di pinggangnya.
Untuk pertama kalinya Zara melihat tubuh seorang pria bertelanjang dada, selain ayah dan kedua kakaknya. Zara yang melihat hal tersebut tentu saja kembali merona dan salah tingkah.
Juna tertawa pelan melihat tingkah polos Zara yang dianggap lucu tersebut. Rasa ingin menjahili istrinya tiba-tiba saja muncul, membuat Juna melangkah cepat mengejar langkah Zara yang sudah memutar tubuhnya berniat keluar dari sana.
"Kamu mau kemana?" tanyanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!