Seorang wanita membuang alat testpack yang menunjukkan hasil jelas dua garis merah ke tong sampah. Hatinya hancur saat mendapati sang kekasih sudah memiliki calon istri.
"Jika sudah begini! Siapa yang harus aku salahkan? Semua hanya tinggal penyesalan yang tidak akan ada habisnya.
Mengejar lelaki yang tidak pernah mencintai ku, ia hanya mempermainkan perasaan ku saja, sementara aku sudah menyerahkan semua yang aku miliki...Hiks...hiks...
Dasar bodoh... bodoh...bodoh, terlalu murahan."
Menangis sesenggukan di pojok toilet kantor, kemudian membasuh wajahnya lalu, berjalan tertatih menuju meja kerja.
Wanita itu adalah Adinda Aira, ia masih berusia 24 tahun, gadis berparas cantik, pintar, berkulit putih bersih dengan tinggi 170 cm, Lulusan Universitas ternama jurusan sekretaris. Bekerja di PT X-Tren, perusahaan yang bergerak di bidang baterai. Karena kecantikan Adinda, Frans Albar seorang CEO X-Tren terpikat kepada wanita itu, lalu menjadikannya sebagai salah satu tim sekretarisnya. Terbuai rayuan Frans, akhirnya keduanya menjalin Asmara namun tidak banyak yang tau tentang hubungan cinta mereka.
Setelah merapikan penampilannya, Adinda berusaha memperbaiki moodnya yang sedang kacau, lalu mencoba memasuki ruang kerja Frans, memberikan berkas laporan yang akan segera ditandatangani.
Pintu ruangan Frans terlihat terbuka sedikit.
Langkah Adinda terhenti setelah ia mendengar tawa mesra cekikikan pria dan wanita di ruangan Frans yang sedang asyik bercumbu.
Kemesraan itu semakin terdengar jelas di telinga Adinda sehingga membuat tubuhnya mematung dan mendengar sayup-sayup obrolan mereka.
"Mas, kamu serius akan menikahi aku!" ucap manja Nia mengelus kedua pipi Frans.
Nia Devira adalah tunangan Frans Albar, Perjodohan dan Pernikahan mereka sudah di atur oleh kedua keluarga. Sementara Adinda tidak mengetahui jika Frans sudah memiliki calon istri yang sesungguhnya.
"Tentu sayang, aku sudah mempersiapkan segalanya buat kamu!" kedua pasangan itu terlihat semakin mesra.
Tidak ada yang bisa Adinda lakukan selain menunduk dan menahan airmata kehancuran, perasaan kekecewaan hati yang sebenarnya tidak terbendung lagi. Ia pun bergegas pergi meninggalkan area ruangan Frans, berlari menuju ruangannya sendiri, Adinda hanya bisa menangis dan kembali menyesali perbuatannya yang mudah terbuai dengan rayuan maut Frans yang juga berjanji akan menikahinya. Siang itu Adinda tidak mampu melanjutkan pekerjaan di kantor, ia pulang lebih awal.
*
Malam hari, Adinda memberanikan diri untuk datang ke rumah Frans.
Terlihat Frans tergesa-gesa menuju pintu rumahnya dan melihat ke sebuah kamera tamu, tetapi raut wajah Frans tidak senang dan cukup terkejut dengan kedatangan Adinda.
Saat pintu terbuka, dua bola mata Dinda tertuju dengan penampilan Frans yang terlihat rapi dan sangat tampan.
"Aku ingin bicara!" ucap ketus Adinda.
Frans menarik cepat tangan kekasih gelapnya itu agar segera masuk ke dalam rumah dan memastikan disekelilingnya tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
"Harusnya kau hubungi aku dulu sebelum datang ke rumahku?" protes Frans.
keduanya biasa bertemu di hotel atau di Apartemen.
Adinda tampak diam saja dengan wajah murung sambil menyodorkan bukti kehamilannya kepada Frans dari spesialis dr kandungan.
Seketika itu pula Frans mengambilnya.
"Apa ini?"
Betapa terkejutnya Frans setelah membaca isi keterangan berkas dokter yang menyatakan kehamilan Adinda.
"Tidak mungkin!" bantah Lelaki itu menghela nafas.
"Apanya yang tidak mungkin Mas!" bantah Adinda.
"Kita baru melakukannya dua kali, mengapa kamu bisa hamil!"
Tak mampu menahan amarah, Adinda histeris memukuli Frans dengan kedua tangannya dalam linangan airmata kekecewaan yang besar.
"Bukan kah dulu Mas berjanji, jika Dinda hamil, Mas akan tanggung jawab!"
"Ii...iya tapi...Kamu harus mengerti juga, jika saat ini posisiku juga terjepit, orang tua ku ternyata sudah mengatur pernikahan ini dengan cepat."
"Mengapa Mas Frans tidak bilang, jika Nia adalah tunangan dan calon istri Mas...hiks...hiks!" tangis berat Dinda yang begitu mencintai Frans.
"Aaargh, sudahlah!" hentak Frans bergegas membakar surat itu, agar tidak diketahui oleh Nia Devira, tunangannya.
"Bagaimana ini? Mana acara makan malam bersama keluarga Nia, sebentar lagi akan di mulai," gumam Frans yang terlihat gelisah dan sedikit panik.
"Mas kenapa kamu membakarnya?" protes keras Adinda.
"Sebentar lagi Nia akan datang, aku tidak ingin dia tau!" ucap bengis Frans.
Tidak berapa lama terdengar suara mobil.
Frans tampak gelagapan dan langsung bergerak cepat membuang sepatu Adinda ke tong sampah dan menutupnya dengan rapat.
"Kamu sembunyi dulu, Nia datang!" pinta Frans membawa Dinda ke lantai atas mencari tempat persembunyian.
"Ta...tapi...!" ucap gugup Dinda terpaksa menuruti perintah Frans.
Setelah menaruh Dinda di lantai atas. Frans turun dengan cepat membuka pintu untuk tamu yang datang.
Saat pintu terbuka;
"Sayaaaaang!" teriak manja Nia langsung memeluk Frans.
"Kamu ngapain sih dateng, ini juga aku akan berangkat ke rumah orang tua mu!"
"Tadi Nia ada urusan sedikit di kantor, karena kangen, yah udah deh sekalian jeput Mas kesini!" jawab centil Nia memandangi ketampanan Frans.
"teng!" terdengar bunyi suara kecil dari lantai atas rumah Frans, tidak sengaja Adinda menyentuh benda kecil hingga terjatuh.
"Siapa di atas Mas?" tanya Nia mulai curiga.
"Ah, tidak ada siapa-siapa! Terkadang suka ada benda kecil yang terjatuh di area balkon karena tertiup angin!" jawab santai Frans.
Raut wajah Nia yang tidak percaya begitu saja, melangkahkan kakinya naik ke lantai atas.
"E...Sayang?" Frans mulai tampak gugup.
"Aku hanya tinggal sendiri di rumah ini?" Frans mencoba menghalau langkah Nia yang semakin menaiki tangga.
"Aku hanya ingin memeriksa, awas kamu, mas!" Nia menggeser tubuh Frans yang berdiri tegak dihadapannya, wanita itu melangkah semakin cepat.
"Haduh, kacau, semoga Dinda bisa bersembunyi?" gumam Frans mulai khawatir. calon istri Frans itu merupakan tipe wanita pencemburu.
Nia membuka satu per satu kamar dengan cepat, hampir saja jejak Adinda tertangkap basah oleh Nia, wanita yang sedang mengandung itu dengan cepat bersembunyi di dalam sebuah lemari kecil dan menutup rapat.
Dalam rasa cemas, Frans terus mengawal Nia dari belakang.
"Tidak ada siapa-siapa di rumah ini sayang, percayalah kepadaku!" senyum manis Frans meyakinkan kecurigaan Nia.
Ponsel Nia berdering, panggilan datang dari orang tuanya.
"Ayo pergi, Papa dan Mama sudah menunggu!" ajak Nia segera menuruni tangga. Frans pun mengikuti langkah Nia dengan menghela nafas lega.
"Huuuft!"
Frans mengirimkan sebuah pesan kepada Adinda.
"Tunggu saja di rumah ini, aku akan memerintahkan salah satu Bodyguard ku untuk mengantarkan kamu pulang, beri aku waktu untuk memikirkan Masalah ini!"
Adinda segera membaca isi pesan Frans lalu berdiri lesu di jendela melihat kepergian mereka.
"Apa anak ini aku gugurkan saja, aku bingung sekali!" gumam Dinda memegangi perutnya dalam airmata berderai.
Di tengah perjalanan Frans tidak pernah berhenti memikirkan Adinda, ia permisi kepada Nia untuk berhenti di minimarket kecil dengan alasan membeli sesuatu, padahal, lelaki itu bertujuan ingin menelepon Bodyguardnya yang bernama Ryan Alaska atau nama Tionghoanya adalah Tan Woong. Pria tampan yang sangat muda, masih berusia 25 tahun dengan tinggi badan 190 cm, keturunan Padang dan Tionghoa. Sudah bekerja hampir satu tahun bersama Frans Albar, Ayah mereka juga berteman lama.
Ryan Alaska memiliki kemampuan ahli bertarung yang sangat hebat untuk melindungi diri dan menyerang musuh.
***
Adinda menangis terisak-isak di dalam kamar, terduduk di lantai bersandar pada kasur, wajahnya cukup stress berat, hatinya begitu sakit, ibarat tersayat-sayat sebuah pisau yang tajam. Bagaimana tidak! Frans yang ia cintai kini akan menikah dengan wanita lain, dimana dirinya sedang mengandung janin, hasil dari hubungan mereka.
"Frans kamu jahat...kamu tega...sangat kejam...aku menyesal pernah mengenalmu...hiks...hiks..." (Adinda menjatuhkan diri lalu meringkuk di atas lantai dalam iringan airmata penyesalan dan waktu tidak bisa diputar kembali)
"Semasa aku masih kecil, Ayahku bekerja di luar kota dan ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) Ibu ku sudah meninggal, lalu Ayah menikah lagi dan lebih sibuk dengan keluarga barunya. Aku memilih tinggal berdua bersama kakak perempuan ku sampai aku kuliah. Saat ini, kakak sudah berumah tangga dan juga sibuk dengan keluarganya. Kurangnya kasih sayang dari seorang Ayah, membuat aku mudah terbuai dengan pria yang aku anggap sangat nyaman bersamanya juga bisa memenuhi semua keinginan ku dan aku pun percaya begitu saja...!"
***
Tampak pula Ryan Alaska yang duduk melamun, ia sedang nongkrong di sebuah cafe ternama di kota itu, memandangi kilau air danau buatan dari lampu sorot. Ia juga terlihat galau dan sedang kebingungan. Sejak berjalan dua tahun kematian Ayahnya, Ryan tidak mampu mengendalikan perusahaan keluarga. Pasalnya, sang Ayah sakit parah, banyak aset dan uang perusahaan terpakai untuk mengobati Ayahnya. Perusahaan mereka pun terancam bangkrut total. Saat ini Ryan sudah berhasil menuntaskan kuliahnya, kini ia berusaha bangkit lagi mengumpulkan modal untuk membangun kembali perusahaan mereka, sambil bekerja menjadi Bodyguard keluarga Frans dengan bayaran yang cukup tinggi dari Deny Sulaiman, Ayahnya Frans.
"Tlililit" ponsel Ryan berdering.
Ryan harus siap 24 jam melayani perintah Frans.
"Siap Bos?" jawab cepat Ryan.
"Ryan, pacarku sekarang ada di rumahku, tolong antarkan dia pulang!" perintah Frans dalam nada cepat.
"Pacar?" Ryan cukup terkejut, tugas aneh yang seharusnya tidak ia kerjakan.
"Bukankah dia ada supir pribadi, apa pacarnya dalam bahaya!" gumam Ryan dahinya tampak berkerut.
"Ouh Iyah! Tanya dia sudah makan atau belum, karena aku yakin dia belum makan dan satu lagi, jangan sampai ada yang melihat kalian keluar dari rumah ku, mengerti?"
"Ok Bos!" jawab cepat Ryan tidak ingin membantah.
"Terima kasih!" Frans langsung menutup ponselnya.
*
"Ais, Apa yang ada di pikiran anak itu? sudah tau akan menikah, masih memikirkan pacar juga?" ucap Ryan menghela nafasnya, terpaksa bangkit memenuhi pekerjaan pribadi Frans, setelah keluar dari cafe, Ryan tampak bersiap-siap memakai helm motor gedenya kemudian melihat ponselnya sebagai arah petunjuk kemana ia akan melangkah.
Pria itu melaju kencang di jalan raya layaknya pembalap MotoGP menuju rumah Frans Albar.
Ryan salah satu orang kepercayaan Frans yang bisa membuka password pintu rumahnya.
Begitu pintu terbuka. Langkah pria itu dengan cepat mencari keberadaan wanita yang dimaksud oleh Frans.
"Hello...Ada orang disana?" teriak Ryan. Lelaki itu mulai mengeluarkan senjata apinya, siap siaga untuk melindungi diri, ada banyak senjata bersembunyi yang menempel di pakaiannya.
"Tidak ada siapa-siap!" batin Lelaki itu memeriksa bagian lantai bawah secara detail.
Langkah Ryan lanjut menaiki tangga menuju lantai dua, membuka satu per satu kamar dan akhirnya Ryan mendapati seorang wanita sedang melingkar di lantai tepatnya di bawah sebelah kasur dalam kondisi mata terpejam.
Lelaki itu perlahan mendekati Adinda dan tetap bersiaga memegang senjatanya.
Ryan terjongkok memastikan kondisi perempuan itu. Dalam hati yang ragu, Ryan harus memberanikan diri menyentuh Adinda, ia hanya bermaksud membangunkannya, namun sontak Dinda terkejut, terhentak duduk dengan sigap menepis tangan Ryan sambil berkata;
"Hei! Siapa kau?"
"Aku Ryan Alaska, Bodyguard Tuan Frans Albar, aku di perintahkan untuk mengantarkan kamu pulang dan segera keluar dari rumah ini!" ucap Ryan dengan wajah tegas dan dingin.
Adinda berusaha bangkit namun kepalanya terasa pusing, ia hampir terjatuh, refleks Ryan ingin membantu kekasih Frans itu.
"Jangan sentuh aku!" ucap jutek Adinda.
"Yah sudah, kalau begitu ayo keluar!" jawab Ryan tak kalah jutek jika berhadapan dengan seorang wanita. Lelaki itu type pria yang kurang nyaman berada di samping wanita kecuali ibunya.
Mereka berjalan menuruni tangga menuju lantai bawah.
"Sepertinya aku mengenal kamu!" ucap Ryan.
keduanya saling memandang.
Adinda yang merasa kepalanya pusing berusaha mengingat wajah Ryan!
"Kamu ketua gang BEM X yang suka tawuran di SMP dulu yah!" tebak Dinda saat masih Remaja (ABG) kala itu.
keduanya bersekolah di tempat yang sama sebagai senior dan junior.
"Ehm, ternyata ingatanmu lumayan tajam!" jawab Ryan tersenyum tipis setipis kulit bawang.
"Tentu saja, kau yang dulu pria usil, menyebalkan, sok jagoan, menyembunyikan tas ku di ruang guru, sampai aku terlambat pulang."
"Karena aku tidak suka wanita centil sok kepedean seperti kamu!" jawab ketus Ryan melanjutkan perjalanannya menuju pintu keluar.
"Hei, bilang saja kalau kamu itu salah satu pria yang dulu ku abaikan!"
"What's??? Hahahaha!" tawa Ryan terkekeh-kekeh memecah suasana yang sepi di ruangan itu.
"Aku tidak pernah tertarik dengan tipe wanita seperti kamu!" Ryan mendorong lembut jidat Adinda.
"Ih!" Wanita itu langsung menepis marah tangan Ryan.
Adinda sibuk mencari sepatunya, ia teringat ketika Ryan membuang sepatunya ke tong sampah.
Perempuan itu kembali menangis sambil berkata dalam hatinya;
"Frans benar-benar sudah membuang aku, persis seperti sepatuku yang ada di tong sampah ini...hiks ...!"
Dengan perasaan hancur dan lesu, Adinda mengambil kembali sepatunya dan memakainya.
Keduanya keluar rumah secara bersama. Ryan kembali mengunci rumah Frans dengan sempurna.
Adinda masih termenung mengingat Frans yang sudah membakar habis berkas kehamilannya.
"Frans sudah tidak mengakui anak ini, dan dia juga akan berbahagia dengan kekasihnya, sementara aku? Buat apalagi aku hidup???"
"Aku tidak punya waktu untuk menunggu kamu melamun disini!" ucap Ryan menarik tangan Adinda.
"Sudah aku katakan jangan sentuh aku!" Dinda menghempaskan tangannya, terlepas dari tarikan Ryan.
Pria itu hanya geleng-geleng kecil, Adinda berjalan cepat melewati Ryan
"Hei...Hei...kamu mau kemana?" tanya Ryan.
"Aku mau pulang!" jawab ketus perempuan itu
Dengan sigap Ryan menarik baju belakang Dinda hingga langkah wanita itu mundur menuju arah parkiran sepeda motornya.
"Ryan lepasin aku!" teriak Dinda semakin sebel.
"Naik ke motorku, jangan pakai bawel!" ucap tegas Ryan.
"Aku bisa pulang sendiri, tidak butuh Bodyguard seperti kamu!" tantang Dinda dengan wajah marahnya.
"Kalau terjadi apa-apa sama kamu, aku yang akan di bunuh Frans!" hentak Ryan mulai marah menyodorkan helm kepada Adinda.
"Pakai!"
"Tidak mau!" ketus Adinda berjalan cepat melewati motor Ryan.
"Haduh, susahnya menghadapi wanita, nanti di hajar, aku yang kena sanksi, dibiarin malah melunjak!" keluh kesah Ryan yang punya jiwa tempramental tinggi.
Tidak ingin menunggu lama, Ryan menarik Adinda lalu mengangkat gadis yang sudah kehilangan perawan itu.
"Hei, Ryan gila, apa kau sudah benar-benar tidak waras!" jerit marah Adinda meronta-ronta sampai Ryan menurunkan Adinda di depan motor besar lelaki itu.
"Aku bilang, aku tidak mau, jangan paksa aku, atau kau terlalu obsesi denganku!" bentak keras Adinda.
Ryan langsung mengeluarkan senjata apinya dengan cepat dan lihai lalu membidik tepat di dahi wanita itu membuat Adinda terkejut.
"Naik ke motorku sebelum peluru ini menembus kepalamu?" ancaman sadis Ryan yang sudah kehabisan akal.
Adinda terdiam.
"Kau tau, jika orang lain punya hobi yang bisa menghibur, sedangkan aku punya hobi yang menakutkan yaitu membunuh orang, itu sudah bagian dari pekerjaan ku!" ucap ganas Ryan membuat Adinda terdiam.
Takut melihat wajah merah Ryan, Adinda tidak ada pilihan lagi, akhirnya ia naik ke atas motor Ryan.
Tempat duduk Motor Gede Ryan yang sempit membuat keduanya harus duduk berdempetan.
"Aduh, harusnya tadi aku pinjam mobil si Frans!" Batin Ryan mulai merasakan pundaknya menyenggol sesuatu yang kenyal-kenyal jeli.
"kamu sengaja kan pakai motor begini, agar bisa duduk berdempetan dengan aku!" Adinda tetap saja bawel.
"Terserah!" jawab ketus Ryan, langsung melajukan motor cepatnya, membuat Adinda terkejut dan emosi ingin menjitak kepala Ryan.
Di dalam perjalanan, Dinda berkali-kali memukul pundak Ryan, sambil berteriak;
"Ryan jangan ngebuuuut!" Lelaki itu tidak perduli. Sampai akhirnya Adinda merasa pusing dan lemas, tubuhnya terjatuh penuh di pundak Ryan sehingga gunung kembar Adinda yang berukuran besar menyentuh total pundak bawah Ryan, Reflek pria itu merasa seperti tersengat sesuatu yang membuat matanya melotot tajam dan motornya oleng kecil.
Ryan terpaksa minggir memberhentikan sepeda motornya.
"Hei, Apa kau tidur di atas pundak ku?" tegur Ryan sambil membuka cepat helmnya.
Adinda tidak bisa berkata lagi, perutnya sangat mual, ia pun turun dengan cepat, berlari mencari tempat untuk muntah.
"Uuuek!" suara muntahan kosong Adinda.
kehamilan muda yang membuat perut wanita itu terasa sangat mual, wajahnya terlihat pucat dan sekujur tubuhnya menggigil.
Ryan mulai mengeluh dengan menggaruk kecil kepalanya seraya berkata dalam hati;
"Kenapa lagi nih anak. Tadi menangis sekarang muntah, huuuft!! Apa tidak ada tugas lain dari si Frans selain harus berhubungan dengan perempuan ini!" gerutu Ryan merasa bingung menghadapi kondisi Adinda malam itu.
Setelah muntah Adinda berhenti, Ryan menyodorkan kemasan air mineral yang memang selalu ia siapkan di motornya.
"Mau makan dimana?" tanya Ryan.
"Aku mau pulang, tolong pesankan taxi!" jawab lemas Adinda.
"Tidak bisa, aku ditugaskan untuk mengantarkan kamu pulang sampai ke rumah!"
"Ryan aku tidak ingin bertengkar denganmu, aku capek aku hanya ingin pulang, kepalaku pusing sekali!"
"Naik ke motor ku!" perintah tegas Ryan tidak bisa nego sedikitpun.
"kamu pikir aku ini apa? kardus? seenaknya kau bawa begitu saja!" amarah Dinda memuncak keberatan dengan laju motor Ryan yang cukup kencang.
Ryan hanya tersenyum masa bodoh.
"Oke...Oke... aku akan bawa motor dengan kecepatan normal demi Nona Adinda, makanya jangan bawel!" ucap Ryan dalam nada lembut tapi penuh tekanan rasa kesal.
Adinda memalingkan wajahnya terlihat bete dan lebih memilih diam, emosi wanita itu sedang tidak stabil.
Melihat, Adinda pucat dengan tubuh sedikit menggigil kedinginan, Ryan membuka cepat jaketnya, menyodorkan kepada Adinda.
"Ini pakai!" kata Ryan.
"Males, pasti itu bau ketek!" ucap jutek Dinda.
Dengan gemes Ryan langsung melemparkan jaketnya ke wajah Adinda hingga menutupi wajah perempuan itu
"Aah!" jerit terkejut Adinda bercampur kesal.
"Pastikan bau atau wangi?" tanya Ryan dengan gaya bad boy menantang.
Reflek Adinda menghirup parfum itu dan entah mengapa ia menyukai aromanya, sehingga rasa mual nya berkurang.
"Hem...Harum parfum jenis christian, tapi aku enggak tau ini yang kelas harga berapa? Aku pernah mencium aroma parfum ini dari pria konglomerat teman bisnis Frans, yang benar saja Ryan bisa beli parfum mahal seperti ini, apa gajinya tidak habis!" gumam kocak Adinda mirip si emak yang kepo dengan harga.
Adinda kembali melempar jaket itu kepada Ryan.
"Bau atau wangi?" tanya penasaran Ryan.
"Bau ikan asin!" jawab jutek Adinda.
"Berarti hidungmu sedang bermasalah Jangan-jangan lagi tersumbat banyak kotoran," jawab kesal Ryan.
"Ryaaaaaaaaaan! Bisa tidak kamu enggak buat kesal, kenapa sih semua pria itu nyebeliiiiiiin!" Jerit Adinda yang tiba-tiba sensitif, tampak ia sedang frustasi.
"Justru yang nyebelin itu kamu, disini aku hanya ingin menjalankan perintah atasan ku dengan mengantarkan kamu pulang dalam keadaan sehat dan utuh, tinggal naik ke atas motor enggak usah pakai bawel, apa susahnya sih? kalau kamu masuk angin karena kelaparan, kamu tinggal bilang sama aku, mau makan apa dan dimana?" teriak Ryan yang tidak mengetahui kehamilan Adinda, keduanya bertengkar di pinggir jalan diiringi suara-suara lalu lintas kendaraan yang cukup berisik.
Adinda justru kembali mewek dan menangis mendengar Omelan Ryan.
"Aaargh!" Ryan langsung tepok jidat menyerah dan semakin bingung. Ia sangat pusing menghadapi wanita yang sedang menangis.
Adinda merebut kembali jaket Ryan dan langsung memakainya, lalu ia naik ke atas motor, sambil menepis airmata nya seraya berkata;
"Ya sudah, cepat antar aku pulang, perutku mual sekali, tolong jangan balap!" pinta Adinda dalam wajah meweknya.
"Nah...begitu kan lebih baik!" gumam Ryan terkejut Adinda tiba-tiba jinak lebih cepat di hadapannya.
"Apa dia sedang stres, patah hati karena Frans akan segera menikah dengan wanita lain!" tebak Ryan dalam hati.
Sang Bodyguard itu memakai helmnya dan melajukan motor Gedenya dalam kecepatan normal dan santai, keduanya menikmati suasana kota yang masih terlihat ramai dengan lampu-lampu gemerlap menghiasi malam, Ryan terpaksa harus menahan dinginnya angin malam demi melindungi Adinda.
***
Makan malam yang hangat antara keluarga Frans Albar dan Nia Devira. Perbincangan kedua orang tua mereka begitu akrab dan tampak antusias dalam merencanakan pernikahan anak mereka yang sudah lama direncanakan, mulai dari gaun, pengantin termahal, lokasi pesta, hiburan, makanan sampai dengan dekorasi wedding.
Sementara Frans terlihat hanya diam saja masih memikirkan tentang Adinda, ia hanya terlihat mengangguk-angguk tanpa banyak bicara.
"Apakah Ryan sudah mengantarkan Adinda pulang, Haduh! Bagaimana jika aku nikahi saja keduanya?" rencana gila Frans dalam pikirannya.
"Gimana Frans sudah siap untuk menikah dengan Nia?" tanya Aditama Lukman, Ayahanda Nia, membuat pria itu terkejut dan membuyarkan lamunannya.
"Sii..si..ap.. om!" jawab Frans gugup.
"Bagus kalau begitu, mari ikut saya sebentar!" Aditama mengajak calon menantunya itu masuk menuju ruangan kerja untuk berbincang khusus masalah perusahaan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!