Sosok wanita yang saat ini tengah memasak nasi goreng di dapur, masih tidak bisa menghentikan bulir air mata yang lolos tanpa seizinnya.
Bukan karena memotong atau mengupas bawang merah yang membuatnya mengeluarkan air mata, tetapi ia benar-benar sangat terluka, sekaligus bersedih begitu melihat pria yang harusnya menjadi suami untuknya telah mengkhianati ikatan suci pernikahan di hari pertama menikah.
Meskipun ia menyadari bahwa itu adalah balasan atas perbuatannya dulu, tetapi ia masih saja merasa sangat shock dengan apa yang dilihatnya.
Melihat sang suami bercinta dengan wanita lain di atas ranjang pengantin yang sudah dihias secantik mungkin dan harusnya ia yang berada di sana dan melayani sang suami saat malam pertama.
'Apakah aku akan selamanya hidup menderita seperti ini? Dikhianati oleh pria yang saat ini resmi menikahiku di hari pertama menikah.'
Bulir air mata yang menganak sungai di wajah cantik wanita bernama Tsamara Asyila berhasil membuat wajahnya sembab dan tentunya sudah terlihat sangat berantakan dan tidak cantik lagi.
Menyadari bahwa itu akan membuat sang suami semakin ilfil padanya, Tsamara yang baru saja selesai memasak dan menyajikan di atas piring, memilih untuk mencuci muka terlebih dahulu sebelum menemui sang suami dan selingkuhannya.
Selama mencuci muka, ia mencoba untuk menguatkan hati, agar tidak sampai marah atau pun semakin membuat pria yang terpaksa menikahinya karena sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kecelakaan yang membuat kakinya lumpuh, semakin muak dan ilfil padanya.
'Aku harus ikhlas menjalani semua yang ditakdirkan untukku.'
Puas melampiaskan semua keluh kesah di dalam hati, Tsamara sudah membawa mangkuk berisi nasi goreng ke meja makan dengan cukup kesusahan karena harus sambil mendorong kursi roda.
Saat ia meletakkan mangkuk panas tersebut ke atas meja setelah tiba di meja makan, indra pendengarannya kini menangkap suara dari seorang wanita dan pria yang tak lain adalah sang suami seperti sedang bercanda tawa dan terdengar sangat bahagia.
Berbeda dengan perasaannya saat ini yang benar-benar sangat hancur karena menjadi mempelai pengantin wanita yang terbuang.
Ia meremas gaun panjang yang dikenakannya dan menggigit bibir bawahnya.
'Seharusnya pengantin baru hanya mendapatkan sebuah kebahagiaan. Namun, yang terjadi adalah aku hanya akan semakin menderita saat melihat suamiku bersama wanita lain di rumah ini.'
Mencoba untuk menguatkan hati agar tidak bersikap lemah dan cengeng karena ia bukanlah remaja yang suka menanggapi sesuatu yang berlebihan, kini Tsamara mengembuskan napas teratur untuk mencoba bersikap tenang dan tidak mengambil hati atas pikiran dari sang suami.
"Baiklah, lebih baik aku fokus pada putraku saja karena dia satu-satunya yang kumiliki saat ini."
Meskipun menyadari bahwa ini akan menjadi ujian paling berat sepanjang sejarah hidupnya, Tsamara tetap ingin mencoba untuk bertahan karena apa yang dilakukannya adalah demi masa depan putranya.
Tidak ingin putranya mendapatkan ejekan dam hinaan karena memiliki ibu yang cacat, ia sengaja mengorbankan perasaan dengan menjalani pernikahan yang penuh kepalsuan.
Dengan menahan perasaannya agar tidak semakin terluka, Tsamara kini sudah berjalan menuju ke arah ruangan tengah yang diketahuinya sang suami berada di sana karena mendengar suara nyala TV sekaligus pasangan tersebut.
"Tuan, makanannya sudah siap di meja makan," ucap Tsamara yang saat ini bisa melihat sosok wanita yang hanya memakai lingerie seksi tipis berwarna merah dan berada di pangkuan suaminya.
Bahkan ia yang berusaha untuk bersikap tenang, kini bisa melihat wanita yang menggoda suaminya tersebut menatapnya dengan mengintimidasi, seperti seorang yang sangat membencinya.
Padahal ia yang harusnya melakukannya karena merupakan istri sah. Namun, menyadari posisinya adalah sebagai wanita yang tidak diinginkan, kini ia tidak ingin mempedulikan hal itu.
Sementara itu, pria bernama Zafer Dirgantara yang tadinya hendak menyuapkan keripik kentang ke mulut sang kekasih dengan mulutnya, tidak jadi melakukannya karena terganggu dengan kehadiran wanita yang dianggapnya hanyalah beban.
Dengan wajah masam, ia mengibaskan tangan sebagai tanda pengusiran. "Pergilah karena aku muak jika lama-lama melihatmu!"
Puas mengungkapkan pendapatnya, Zafer menatap ke arah sosok wanita yang sangat dicintai dan memiliki paras cantik, serta kulit putih tersebut.
"Bukankah kamu lapar, Sayang? Ayo, kita makan karena makanannya sudah disiapkan oleh pembantu."
Wanita yang saat ini terkekeh geli mendengar pria yang sudah satu tahun ini menjadi kekasihnya mengatakan sang istri sah adalah seorang pembantu.
"Baiklah, kita makan sekarang, Sayang. Hanya saja ...."
"Hanya saja apa?" tanya Rayya Eliza yang kini memicingkan mata saat melihat sang kekasih tidak meneruskan perkataannya dan menatap siluet dari wanita yang telah menghilang di balik pintu sambil mendorong kursi roda.
"Aku ingin pelayanmu yang melayani kita. Buat dia berguna karena akan tinggal dan makan gratis di sini. Aku ingin dia menyadari posisinya yang sama sekali tidak penting untukmu karena di sini yang paling berkuasa adalah aku, bukan dia, bukan?"
Kini, Zafer mulai mengerti apa yang dimaksud sang kekasih. Hanya saja, ia harus mengatakan sesuatu yang harus diketahui oleh wanita yang selalu membuatnya sangat bergairah tersebut.
"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Sayang. Hari ini, kamu boleh memuaskan hasrat untuk berbuat apapun padanya. Namun, ini adalah hari pertama sekaligus yang terakhir."
Masih menggantung perkataannya karena ingin melihat ekspresi wajah dari sang kekasih yang terlihat mengerutkan kening, Zafer sebenarnya tidak menyukai mengatakan ini, tetapi harus melakukannya demi menyelamatkan harta yang akan diberikan pada wanita yang dinikahinya jika ia berbuat hal buruk.
"Jangan bertele-tele, Zafer. Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan padaku? Apa kamu ingin memutuskan hubungan kita gara-gara wanita cacat tidak berguna itu?"
"Bukan, Sayang. Bukan seperti itu," sahut Zafer yang kini mulai mengambil ponsel miliknya dan mencari sesuatu di sana untuk ditunjukkan pada sang kekasih yang masih berada di atas pangkuannya.
"Ini, lihatlah!"
Zafer kini sudah menunjukkan sesuatu yang tadi pagi ditandangani karena sang ayah memintanya untuk melakukannya sebelum menikahi wanita cacat yang sangat dibenci.
Rayya saat ini membulatkan mata begitu melihat surat pernyataan yang ditandangani oleh sang kekasih dan membuatnya tidak bisa berbuat sesuka hati pada sosok wanita yang akan dipanas-panasi.
"Zafer, ini ...."
Mengerti dengan kebingungan dari sang kekasih, akhirnya Zafer menceritakan tentang hal yang dilakukan tanpa sepengetahuan Rayya karena berpikir bahwa wanita itu akan melarang untuk menandatangani surat perjanjian yang diberikan sang ayah.
"Kau harus tahu, Sayang, bahwa apapun yang terjadi, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Hanya saja, tidak bisa menceraikan wanita cacat itu karena mendapatkan ancaman dari papaku."
Kemudian Zafer mengingat kejadian sebelum sang ayah memberikan surat pernyataan yang harus ditandatanganinya.
To be continued...
Beberapa jam sebelum acara pernikahan, Zafer yang sama sekali tidak bersemangat untuk pergi ke tempat kontrakan wanita yang akan dinikahinya, masih bermalas-malasan dengan tiduran di atas ranjang.
Meskipun saat ini, ia bisa mendengar suara dari para pelayan yang sedang sibuk dan ribut untuk menyiapkan semua hal yang berhubungan dengan pernikahannya seperti aneka hantaran dan makanan yang akan dibawa ke kontrakan wanita yang dinikahinya.
Ia yang saat ini memilih untuk menutup daun telinganya dengan bantal, agar tidak terganggu dengan suara dari orang tuanya yang sibuk memberikan perintah pada para pelayan, seolah sengaja berteriak-teriak di depan ruangan kamarnya agar ia terbangun dari tidurnya.
'Sial! Dari semalam, aku jadi tidak bisa tidur dengan nyenyak. Semua ini gara-gara wanita cacat dan miskin itu. Aku harus memberikan pelajaran padanya, agar menyadari posisinya. Bahwa ia tak lebih dari seonggok sampah di mataku,' gumam Zafer yang saat ini memilih untuk bangkit dari ranjang dan mengambil ponsel miliknya di atas nakas.
"Papa benar-benar sangat berlebihan karena langsung memberikan hadiah rumah untuk wanita miskin itu. Ia pasti sangat bangga dan senang karena berhasil mempengaruhi papa dan memberikan apapun yang diinginkan. Dasar wanita munafik yang matrealistis!"
"Aku akan membuatmu menyesal karena telah berani masuk dalam kehidupan Zafer Dirgantara!" umpatnya yang saat ini mengirimkan pesan pada sang kekasih, agar datang ke alamat rumah yang dikirimkan.
Tentu saja ia ingin menunjukkan posisi wanita yang sama sekali tidak diinginkan itu, agar sadar diri dan tidak menganggap bahwa ia mau menikah karena menyukai wanita itu.
'Kamu akan hidup menderita dan menuntut cerai karena tidak tahan denganku. Masalah pun selesai karena wanita cacat tidak berguna itu akan langsung menuntut cerai karena tidak akan tahan menjadi istriku. Apalagi jika ia melihatku tidur bersama dengan wanita lain di rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya.'
Baru saja Zafer selesai berbicara sendiri di dalam hati, ia mendengar suara gedoran pintu yang terdengar sangat memekakkan telinga.
"Zafer, cepat buka pintunya! Atau kudobrak pintunya!"
Suara bariton dari sang ayah, membuat Zafer terpaksa bangkit dari posisinya sekarang dan membuatnya menampilkan wajah masam.
'Apa yang diinginkan papa pagi-pagi begini? Bukankah acaranya masih dua jam lagi? Astaga, menyebalkan sekali,' sarkas Zafer yang saat ini sudah berjalan menuju ke arah pintu dan membuatnya mengerutkan kening, begitu melihat wajah garang pria paruh baya di hadapannya tengah memegang sebuah map.
Belum sempat ia membuka mulut untuk bertanya, merasakan map di tangan sang ayah sudah menghantam wajahnya.
"Astaga, Papa! Apa yang Papa lakukan sebenarnya?" Meraih map yang menutupi wajahnya dan membuat ia mengerutkan kening saat membukanya.
"Ini ...."
"Cepat tanda tangani surat perjanjian itu!" titah sosok pria yang saat ini tengah menatap ke arah putranya yang menurutnya sangat santai di hari menjelang pernikahan.
Selama beberapa hari Adam Dirgantara menasihati putranya agar bersikap baik pada wanita yang telah ditabrak hingga mengalami cacat.
Ia yang benar-benar merasa sangat berdosa karena merupakan ayah dari pria yang telah membuat nasib seorang wanita tidak bisa berjalan dan harus menghabiskan seluruh hidup di kursi roda, tidak ingin semakin menambah beban berat menantunya.
Akhirnya ia berinisiatif untuk membuat surat perjanjian, agar putranya tidak macam-macam dan membuat hidup wanita tidak bersalah itu menderita.
Bahkan ia mempunyai harapan besar pada menantunya, bahwa suatu saat nanti akan bisa merubah sikap buruk putranya yang suka mabuk-mabukan dan juga gemar melakukan **** bebas dengan para wanita.
Ia memang merasa telah gagal mendidik putranya yang dari dulu dimanja dengan selalu memenuhi apapun yang diminta karena berpikir merupakan putra satu-satunya. Tidak pernah menyangka jika yang dilakukan salah saat memanjakan putranya dan malah berakhir arogan dan selalu berbuat sesuka hati.
"Papa akan memberikan semua harta warisan yang harusnya untukmu, pada Tsamara jika sampai kamu menceraikannya. Papa sangat mengenalmu dan tahu bahwa kamu pasti hanya menganggap pernikahan ini hanyalah permainan semata."
"Jadi, untuk berjaga-jaga agar tidak ada hal buruk terjadi, kamu harus menandatangani surat perjanjian ini. Bahwa kamu tidak akan pernah menceraikan Tsamara apapun yang terjadi. Jika sampai itu terjadi, semua harta yang harusnya menjadi milikmu akan menjadi milik Tsamara."
Puas mengungkapkan apa yang saat ini ada di pikirannya, Adam Dirgantara kini menyerahkan pulpen pada putranya yang terlihat membulatkan mata saat membaca isi dari surat perjanjian itu.
"Papa benar-benar sudah gila! Kenapa Papa lebih mempercayakan harta pada wanita miskin tidak berguna yang bahkan baru beberapa hari ditemui dibandingkan dengan putra sendiri. Astaga, aku benar-benar bisa gila memikirkan kegilaan ini."
Saat Zafer merasa sangat frustasi karena seperti hidupnya dirantai oleh wanita yang bahkan membuatnya sangat ilfil dan muak. Apalagi saat membayangkan harus selamanya hidup bersama dengan wanita yang sama sekali tidak membuatnya tertarik.
'Bahkan meskipun wanita itu telanjang di depanku saja, aku tidak akan bernafsu padanya. Apa aku harus menghabiskan seluruh hidupku dengan wanita tidak menarik yang hanya membuatku merasa muak? Apa yang harus kulakukan?' lirih Zafer yang saat ini tengah berjalan mondar-mandir sambil memegang surat perjanjian di tangan kanan.
Melihat putranya berjalan seperti orang yang yang kebingungan dan membuang-buang banyak waktu, membuat Adam menepuk pundak kokoh putranya.
"Cepat tanda tangani karena Papa akan segera berangkat ke kontrakan calon istrimu. Kamu pun harus bersiap dan tidak boleh sampai terlambat karena jika berani tidak datang, semua harta yang harusnya menjadi milikmu akan jatuh ke tangan Putri dan putranya."
"Bahkan semua harta ini tidak akan sanggup menggantikan kemalangan yang dialami wanita tidak bersalah dan tidak berdosa malang yang telah kamu tabrak, hingga tidak bisa berjalan selamanya. Bayangkan jika kamu yang berada di posisi Tsamara saat ini, pasti sudah frustasi dan gila."
Adam yang berpikir jika putranya akan sadar dengan petuah panjang lebar yang dikatakan, kini semakin bertambah kesal saat mendengar respon pendek Zafer.
"Itu bukan salahku, tapi salah dia karena menyeberang tanpa melihat kiri kanan."
Zafer yang saat ini merasa tidak ada pilihan lain selain menandatangani surat perjanjian dari sang ayah, terpaksa menuruti perintah karena ia berpikir ini hanyalah sementara.
'Aku akan mencari cara untuk menggagalkan perjanjian ini. Sekarang karena tidak ada pilihan lain, aku akan mengalah pada papa,' gumam Zafer yang saat ini telah berjalan menuju ke arah meja untuk membubuhkan tanda tangan.
Kemudian berjalan menuju ke arah sang ayah untuk menyerahkan surat perjanjian tersebut.
"Apa sekarang Papa puas telah merantai kebebasan putra sendiri?"
"Tentu saja puas. Kalau begitu, cepat bersiap dan berangkat ke kontrakan Tsamara untuk menikah. Supir akan mengantarkanmu dan jangan mengemudi sendiri karena tidak ingin ada Tsamara kedua, ketiga dan seterusnya," ujar Adam Dirgantara yang kini sudah berjalan menuju ke arah pintu keluar dan meninggalkan putranya yang telah berhasil masuk dalam jebakannya.
To be continued...
Zafer yang saat ini baru saja mengakhiri ceritanya tentang surat perjanjian yang ditandatangani olehnya pada sosok wanita yang dari tadi masih berada di atas pangkuannya.
Wanita dengan lingerie seksi berwarna merah, tanpa mengunakan bra dan ****** *****, sehingga saat ini terlibat sangat jelas puncak yang menegang karena sesekali bergesekan dengan dadanya yang bidang.
Tidak hanya itu saja, bahkan ia tadi bercerita sambil sesekali meremas dua puncak yang membusung di hadapannya tersebut untuk membuat sang kekasih tidak marah padanya begitu mendengar ceritanya tentang surat perjanjian.
"Jadi, seperti itu, Sayang. Aku harus bersikap baik sampai menemukan cara untuk mengakhiri perjanjian yang dibuat oleh papa Sebelum itu, aku harus bersikap baik padanya. Mungkin dia akan melaporkan kejadian hari ini pada papa."
"Jadi, sebelum aku kehilangan semua hartaku dan jatuh ke tangannya, sebaiknya besok dan hari-hari berikutnya, kamu jangan datang ke sini. Biar aku saja yang datang ke apartemenmu, oke."
Zafer yang kini melingkarkan tangannya pada tubuh seksi wanita yang terlihat sangat masam tersebut dan membuatnya menunggu jawaban atas perkataannya.
"Kamu benar-benar membuatku merasa sangat kecewa, Zafer. Kenapa hari ini kamu mengajakku ke rumah ini, jika tidak boleh datang lagi ke sini?" umpat sosok wanita yang kini memilih untuk mengempaskan kasar tangan dengan buku-buku kuat itu dari pinggangnya.
Merasa bersalah dan tidak ingin kesalahpahaman terjadi berlarut-larut, kini Zafer mulai menjelaskan apa yang tadinya ada dipikirannya.
"Karena aku ingin bercinta denganmu dan menunjukkan pada wanita cacat tidak berguna itu akan posisinya. Biar dia sadar bahwa aku sama sekali tidak menganggapnya sebagai seorang istri, meskipun sudah menikahinya."
"Aku hanya mencintaimu, Sayang. Jangan marah lagi, oke? Lagipula mulai besok pagi, para pelayan akan memenuhi rumah ini. Mereka akan melaporkan pada papa jika melihatmu di sini. Memangnya kamu mau, jika aku kehilangan semua hartaku?"
Sengaja Zafer membalikkan keadaan dengan mengungkapkan pertanyaan yang langsung dijawab dengan sebuah gelengan kepala dari sang kekasih dan membuatnya langsung mendekatkan waja. Kemudian menggigit kecil puncak menegang di hadapannya.
Awalnya, Rayya merasa sangat kecewa sekaligus kesal pada Zafer atas apa yang dijelaskan, tetapi begitu ia mendapat pertanyaan yang merugikannya, refleks menggelengkan kepala karena tidak ingin kehilangan aset berharganya.
'Tidak, apapun yang terjadi, aku harus menikah dengan Zafer karena ia merupakan pria kaya raya dan memiliki semua yang diinginkan para wanita, termasuk aku. Aku harus menuruti apapun perintahnya dan yakin bahwa ia tidak akan pernah mengkhianatiku karena tergila-gila padaku.'
Rayya yang saat ini langsung memejamkan kedua mata begitu merasakan urat syarafnya saat ini menegang dan merasa seperti kehilangan tenaga saat tulang-tulangnya seperti lepas dari tubuhnya.
Sementara itu di dapur, sosok wanita yang masih sibuk membersihkan dapur setelah selesai memasak dan memberitahukan pada pria yang berstatus sebagai suaminya, tetapi malah bersenang-senang dengan wanita lain di depan mata, tidak berhenti mengeluarkan bulir kesedihan dari bola matanya.
Bagaimana tidak, ia yang baru saja mengatakan bahwa makanan sudah terhidang di meja makan, semakin bersedih saat sang suami tidak kunjung keluar dari kamar, tetapi malah kembali mendengar suara jeritan dari wanita yang tadi dilihatnya hanya memakai lingerie tipis dan duduk di pangkuan sang suami.
Berkali-kali Tsamara memegangi dadanya yang terasa sesak seperti kesulitan bernapas saat mendengar rintihan serta ******* yang mengungkapkan kenikmatan saat bercinta.
"Tuhan, apa aku kuat menghadapi semua ini? Bagaimana mungkin seorang istri bisa tahan ketika melihat suami bercinta dengan wanita lain di depan wanita sampai beberapa ronde. Aku tidak kuat, Tuhan. Rasanya sangat luar biasa sakit."
"Tadi aku memang mengatakan akan bersabar dan menjalani semua takdirmu, tapi baru mendengar suara ******* wanita itu yang berkali-kali menjerit penuh kenikmatan, membuat jantungku bagaikan ditusuk pisau hingga menimbulkan luka mendalam di sini."
Tsamara memegangi dadanya yang terasa sesak. Kemudian ia buru-buru untuk menyelesaikan kegiatannya membersihkan dapur karena tidak ingin semakin tersiksa saat mendengar ******* dan rintihan wanita yang telah merebut sang suami.
Begitu selesai, ia langsung mengarahkan kursi roda ke arah kamar. Kemudian mengunci pintu. Tidak ingin semakin sakit hati atas perbuatan pria yang baru saja menikahinya telah mengajak pulang wanita ke rumah dan berbuat dosa, kini ia memilih untuk mengganti pakaiannya dan membersihkan diri di kamar mandi.
Niatnya adalah ingin pergi tidur dan tidak mempedulikan apapun yang dilakukan pasangan yang berada di kamar lain melakukan hal terlarang.
Setengah jam kemudian, wajahnya sudah terlihat segar dan ia kini telah memakai gaun tidur panjang yang tentu saja tertutup dan berniat untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan berpegangan pada kedua sisi nakas.
Namun, belum sempat ia melakukannya, suara dering ponsel miliknya yang berada di atas nakas telah berbunyi dan membuatnya mengerutkan kening. Tidak membuang waktu, Tsamara kini langsung mengambil benda pipih tersebut dan melihat kontak dengan nama tuan Adam Dirgantara.
Ia memang belum mengubah kontak pada sang ayah mertua karena memang hari ini banyak kejutan yang memberikannya tekanan batin.
"Apa yang terjadi? Kenapa tuan Adam menelpon?"
Setelah menggeser tombol hijau ke atas, belum sempat membuka suara, Tsamara mendengar suara tangisan dari putranya dan tentu saja membuatnya merasa sangat khawatir.
"Halo, Mara. Maaf mengganggumu yang sedang berduaan dengan Zafer. Putramu dari tadi menangis mencarimu. Padahal aku dan istriku sudah bersusah-payah untuk menenangkannya dengan cara banyak memberikannya mainan, tapi tidak kunjung berhenti menangis."
"Apa Papa bisa menyuruh orang untuk mengantarkan putraku ke sini? Atau aku yang pergi ke sana untuk menjemput putraku? Dia dari kecil selalu terbiasa tidur dipelukanku dan belum pernah berpisah. Jadi, wajar kalau menangis."
Tsamara yang berniat untuk mengganti gaun tidur panjang yang dikenakannya, kini mendengar suara bariton dari seberang.
"Iya, sepertinya dia tidak bisa tidur tanpa pelukan hangat ibunya. Kamu tidak perlu susah payah datang ke sini karena aku sudah dalam perjalanan ke sana. Aku sengaja menelponmu dulu karena tidak ingin tiba di sana saat kalian masih bermesraan."
Mendengar kalimat yang serasa menghujam jantungnya untuk kesekian kali, Tsamara hanya bisa meremas gaun yang dikenakan sambil menggigit bibir.
'Apa yang harus kukatakan pada papa? Apakah kukatakan saja bahwa putranya yang dipaksa untuk menikahiku telah membawa wanita lain dan bercinta di rumah ini tanpa mempedulikan perasaanku?'
Menyadari bahwa hal itu akan merusak hubungan antara seorang ayah dan anak, Tsamara menggelengkan kepala berkali-kali dan tidak ingin menceritakan kejadian hari ini.
Ia malah berpikir untuk segera memberitahu sang suami agar menyuruh wanita selingkuhannya keluar dari rumah sebelum mertuanya datang.
"Baiklah, Pa. Aku akan menunggu di rumah. Kami sama sekali tidak bermesraan karena tu ... ah ... suamiku saat ini sedang tidur karena kelelahan."
Menyadari kebodohannya yang tadi hampir saja memanggil sang suami dengan sebutan tuan di depan ayah mertuanya, Tsamara langsung memfilter ucapannya agar tidak dicurigai.
"Kelelahan? Memangnya berapa kali dia melakukannya? Astaga, maafkan aku karena bertanya hal yang bersifat privasi. Baiklah, tunggu saja kedatangan kami. Sebentar lagi aku dan putramu tiba."
"Baik, Pa."
Tsamara mematikan sambungan telpon begitu mendengar salam perpisahan dari sang mertua dan ia buru-buru menggerakkan kursi roda keluar dari kamar.
Meskipun sebenarnya ia tidak ingin melihat sang suami yang sedang bercinta dengan wanita lain, tetapi memikirkan jika nanti hubungan ayah dan anak akan buruk, membuatnya terpaksa melakukannya.
Ia yang sudah tidak lagi mendengar suara-suara yang mengungkapkan merasakan kenikmatan, kini sedikit bernapas lega dan menguatkan hati untuk mengetuk pintu di depannya.
Suara ketukan pintu yang memecah keheningan di rumah lantai satu tersebut, membuat Tsamara merasa khawatir jika pria yang berstatus sebagai suaminya tersebut murka begitu melihatnya.
To be continued...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!